Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG ANAK PEREMPUAN 7 TAHUN DENGAN SKABIES

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Komprehesif Puskesmas

Disusun oleh :
Eka Susanti
22010118220048

Pembimbing :
Dr. dr. Stefani Candra Firmanti, M.Sc.

KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Eka Susanti


NIM : 22010118220048
Judul Kasus : Seorang Anak Perempuan 7 Tahun dengan Skabies
Pembimbing DPL : Dr. dr. Stefani Candra Firmanti, M.Sc.

Semarang, 27 November 2020

Pembimbing Klinik Pembimbing DPL,

dr. Anasih Rachmawati Dr. dr. Stefani Candra Firmanti, M.Sc.

NIP. 197101172002122003 NIP. 198404202008122003


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis.
Skabies sering diabaikan oleh masyarakat, sehingga penyakit ini menjadi salah
satu masalah di seluruh dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi di negara
berkembang, terutama di daerah endemis dengan iklim tropis dan subtropis,
seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Indonesia.1,2,3
Di Indonesia, skabies merupakan salah satu penyakit kulit tersering di
puskesmas. Pada tahun 2018, prevalensi skabies di seluruh puskesmas di
Indonesia adalah 5,6-12,9%, merupakan penyakit kulit terbanyak urutan
ketiga.1 Beberapa faktor yang berpengaruh pada prevalensi skabies antara lain
keterbatasan air bersih, perilaku kebersihan yang buruk, dan kepadatan
penghuni rumah.4 Dengan tingginya kepadatan penghuni rumah, interaksi dan
kontak fisik erat yang akan memudahkan penularan skabies, oleh karena itu
penyakit ini banyak terdapat di asrama, panti asuhan, pondok pesantren, dan
pengungsian.4

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini dibahas seorang anak perempuan usia 7 tahun
dengan skabies. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan dan pembinaan pasien skabies.

1.3 Manfaat
Diharapkan laporan ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran
mahasiswa kedokteran komprehensif dan praktek secara langsung kepada
pasien skabies.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi
Sarcoptes scabiei varietas hominis adalah parasit yang termasuk kelas
Arachnida, subkelas Acarina, ordo Astigmata, dan famili Sarcoptidae. Selain
varietas hominis, S. scabiei juga mempunyai varietas hewan, namun tidak
menular, hanya menimbulkan dermatitis sementara serta tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi
telur, larva, nimfa, dan tungau dewasa.1
Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah dari penderita
skabies ke orang sehat. Tungau betina dewasa akan berjalan di permukaan
kulit untuk mencari daerah untuk digali lalu melekatkan dirinya di permukaan
kulit menggunakan ambulakral dan membuat lubang di kulit dengan
menggigitnya. Tungau akan menggali terowongan sempit dan masuk ke
dalam kulit; penggalian biasanya malam hari sambil bertelur atau
mengeluarkan feses. Tungau betina hidup selama 30-60 hari di dalam
terowongan dan selama itu tungau tersebut terus memperluas
terowongannya.1

2.2 Manifestasi Klinis


Gejala klinis pada infeksi kulit akibat skabies disebabkan oleh respons
alergi tubuh terhadap tungau.5 Setelah tungau melakukan kopulasi
(perkawinan) di atas kulit, tungau jantan akan mati dan tungau betina akan
menggali terowongan dalam stratum korneum sambil meletakkan sebanyak 2
hingga 50 telur.6 Aktivitas S. scabiei di dalam kulit akan menimbulkan rasa
gatal yang umumnya mulai timbul 4-6 minggu setelah infestasi pertama; bila
terjadi re-infestasi tungau, gejala dapat muncul lebih cepat dalam 2 hari.7
Rasa gatal biasa memburuk pada malam hari disebabkan aktivitas tungau
lebih tinggi pada suhu lebih lembap dan panas.
Gambar 1. Skabies: Terowongan (kunikulus) pada sela jari. Papul dan
terowongan terdapat pada sela-sela jari tangan. Terowongan berwarna putih,
berupa garis lurus, dengan vesikel atau papul di ujung terowongan.

Gambar 2. Skabies: Papul dan kunikulus pada area lateral punggung


tangan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kelainan kulit menyerupai dermatitis,
yaitu lesi papul, vesikel, urtika, dan bila digaruk timbul lesi sekunder berupa
erosi, eksoriasi, dan krusta.6 Dapat ditemukan lesi khas berupa terowongan
(kunikulus) putih atau keabu-abuan berupa garis lurus atau berkelok, panjang
1-10 mm di tempat predileksi.6,7 Kunikulus umumnya sulit ditemukan karena
pasien biasa menggaruk lesi, sehingga berubah menjadi ekskoriasi luas.7
Pada dewasa, umumnya tidak terdapat lesi di area kepala dan leher, tetapi
pada bayi, lansia, dan pasien imunokompromais dapat menyerang seluruh
permukaan tubuh.5,7 Pada varian skabies berkrusta (Skabies Norwegia),
ditemukan lesi kulit berupa plak hiperkeratotik di tangan dan kaki, kuku jari
tangan dan kaki distrofik, serta skuama generalisata. Pada kasus berat dapat
ditemukan lesi fisura dalam. Berbeda dari varian skabies umumnya, skabies
berkrusta dapat tidak gatal.6,7 Rasa gatal dapat memberi dampak nyata karena
mengganggu tidur yang dapat berdampak pada aktivitas sekolah dan kerja. 7

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:8,9
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama
maupun yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan
diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan
tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih
kemudian dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin
Eosin.
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara
menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang
telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh
menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol.
Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk
gambaran khas berupa garis zig-zag.8
Strategi lain untuk melakukan diagnosis skabies adalah
videodermatoskopi, biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken.
Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop video dengan
pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya
metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari
dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta
mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-
metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang
mahal.8

2.5 Diagnosis
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan adanya 2 dari 4 tanda kardinal
(tanda utama), yaitu:6
1. Gejala gatal pada malam hari (pruritus nokturna), disebabkan aktivitas
tungau skabies yang lebih tinggi pada suhu lebih lembap dan panas. 6
2. Gejala yang sama pada satu kelompok manusia. Penyakit ini menyerang
sekelompok orang yang tinggal berdekatan, seperti sebuah keluarga,
perkampungan, panti asuhan, atau pondok pesantren.6
3. Terbentuknya terowongan atau kunikulus di tempat-tempat predileksi,
terowongan berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjangnya 2
cm, putih atau keabu-abuan. Predileksi di bagian stratum korenum yang
tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, umbilikus, bokong, perut bagian
bawah, areola mammae pada wanita dan genitalia eksterna pada laki-
laki.6
4. Ditemukan tungau Sarcoptes scabiei, dapat ditemukan satu atau lebih
stadium hidup.6

Gambar 3. Tempat predileksi skabies

2.6 Diagnosis Banding


Skabies merupakan the greatest imitator, karena dapat menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal, sehingga klinisi perlu
mempertimbangkan beberapa diagnosis banding seperti gigitan serangga,
infeksi bakteri, serta reaksi kulit akibat reaksi mediasi imun
5,6
(hipersensitivitas).

2.7 Komplikasi
Kerusakan epidermis pada infeksi skabies, memudahkan infeksi
Streptococcus pyogenes (Group A Streptococcus [GAS]) atau
Staphylococcus aureus.5 Keduanya dapat menyebabkan infeksi lokal jaringan
seperti impetigo, selulitis, dan abses, serta dapat menyebar sistemik lewat
aliran darah dan limfe (terutama pada skabies berkrusta dapat terjadi
limfadenitis dan septikemia).7

2.8 Tatalaksana
Umum
Investasi tungau dapat tidak bergejala (asimptomatik) tetapi individu sudah
terinfeksi.5 Mereka dianggap sebagai pembawa (carrier).5 Oleh karena itu,
pengobatan juga dilakukan kepada seluruh penghuni rumah karena
kemungkinan karier di penghuni rumah dan untuk mencegah reinfestasi
karier.5 Gejala gatal dapat ditangani dengan krim pelembap emolient,
kortikosteroid topikal potensi ringan, dan antihistamin oral.5 Dengan terapi
adekuat, seluruh gejala termasuk rasa gatal dapat membaik setelah 3 hari; rasa
gatal dan kemerahan masih dapat timbul setelah empat minggu terapi, biasa
dikenal sebagai “postscabietic itch”.7 Pasien diedukasi hal tersebut untuk
menghindari persepsi kegagalan terapi. Pasien juga diberi edukasi untuk tidak
membersihkan kulit secara berlebihan dengan sabun antiseptik karena dapat
memicu iritasi kulit.7
Medikamentosa: Agen Topikal
1. Permetrin 5%
Tatalaksana lini pertama adalah agen topikal krim permetrin kadar 5%,
aplikasi ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan leher pada dewasa)
dan dibersihkan setelah 8 jam dengan mandi.5 Permetrin efektif terhadap
seluruh stadium parasit dan diberikan untuk usia di atas 2 bulan. Jika
gejala menetap, dapat diulang 7-14 hari setelah penggunaan pertama kali.
Seluruh anggota keluarga atau kontak dekat penderita juga perlu diterapi
pada saat bersamaan. Permetrin memiliki efektivitas tinggi dan
ditoleransi dengan baik. Kegagalan terapi dapat terjadi bila terdapat
penderita kontak asimptomatik yang tidak diterapi, aplikasi krim tidak
adekuat, hilang karena tidak sengaja terbasuh saat mandi sebelum 8 jam
aplikasi.5 Pemakaian pada wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di
bawah 2 tahun dibatasi menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1 minggu)
dan segera dibersihkan setelah 2 jam aplikasi.7
2. Belerang Endap (Sulfur Presipitatum) 5%- 10%
Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 5-10% dalam bentuk
salep atau krim. Preparat ini tidak efektif untuk stadium telur, digunakan
3 hari berturut-turut. Kekurangan preparat ini adalah berbau, mengotori
pakaian, dan terkadang dapat menimbulkan dermatitis iritan, tetapi harga
preparat ini murah dan merupakan pilihan paling aman untuk neonatus
dan wanita hamil.7
3. Emulsi Benzil Benzoas 25%
Tatalaksana lini kedua agen topikal adalah emulsi benzil benzoas kadar
25%. Agen ini efektif terhadap seluruh stadia, diberikan setiap malam
selama 3 hari. Agen ini sering menyebabkan iritasi kulit, dan perlu
dilarutkan bersama air untuk bayi dan anak-anak. Pemakaian di seluruh
tubuh dan dibasuh setelah 24 jam.5,7
4. Lindane (Gammexane) 1%
Lindane 1% dalam bentuk losio, efektif untuk semua stadia, mudah
digunakan, dan jarang mengiritasi. US Food and Drug Administration
(FDA) telah memasukkan obat ini dalam kategori “black box warning”,
dilarang digunakan pada bayi prematur, individu dengan riwayat kejang
tidak terkontrol. Selain itu, obat ini tidak dianjurkan pada bayi, anak-
anak, lanjut usia, individu dengan berat kurang dari 50 kg karena risiko
neurotoksisitas, dan individu yang memiliki riwayat penyakit kulit
lainnya seperti dermatitis dan psoriasis.7
Non-Medikamentosa
0. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
1. Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular
2. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
3. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir
dengan menggunakan air panas
4. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
5. Bila gatal sebaiknya jangan digaruk karena dapat menyebabkan luka dan
resiko infeksi
6. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama
Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang
dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus
diulang kembali.7
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : An. AS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 tahun
Alamat : Sekopek, Polaman, Semarang
Agama : Islam
No. CM : 0000139520
Tempat : Poliklinik Umum Puskesmas Karangmalang
Tanggal Masuk : 26 November 2020

3.2 Data Dasar


Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal
26 November 2020 di Poliklinik Umum Puskesmas Karangmalang.
Keluhan Utama : Gatal di bokong dan sela-sela jari kedua tangan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Karangmalang diantar oleh ibunya dengan
keluhan gatal pada bokong dan sela-sela jari kedua tangan. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan diawali dengan bruntus
kemerahan ukuran kecil-kecil dirasakan berawal dari sela jari tangan
kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri. Sejak
3 hari yang lalu, keluhan yang sama juga muncul di bokong. Keluhan gatal
dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan
pasien sering terbangun dan menangis hampir setiap malam. Rasa gatal
yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul luka
akibat garukan. Rasa gatal tersebut sangat mengganggu aktivitas dari
pasien. Keluhan diperingan saat ibu pasien menaburi tubuh pasien dengan
bedak anti gatal. Keluhan demam, batuk, pilek disangkal.
Pasien adalah anak kelas 1 SD yang tinggal bersama orang tuanya di
rumah. Riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama
dibenarkan oleh ibu pasien, yakni tetangga yang sering bermain ke rumah
pasien. Pasien biasanya mandi 2x dalam sehari, mengganti pakaiannya 2x
dalam sehari termasuk pakaian dalam.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya disangkal
- Riwayat asma dan alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat keluarga dengan keluhan seperti ini disangkal
- Riwayat tetangga dengan keluhan seperti ini (+)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar. Pasien saat ini tinggal di rumah dengan
ayah dan ibu. Kakak pasien saat ini tinggal di pondok pesantren. Ayah
adalah seorang pedagang dan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Pembiayaan menggunakan JKN NON PBI. Kesan sosial ekonomi cukup.

Riwayat Perinatal
a. Riwayat prenatal : ANC > 4x di bidan, riwayat sakit saat hamil (-),
hipertensi (-), DM (-), riwayat trauma (-), konsumsi tablet Fe (+),
konsumsi jamu dan obat selain dari bidan/dokter (-).
b. Riwayat natal : Lahir bayi perempuan dari ibu G2P1A0 29 tahun,
hamil aterm, spontan pervaginam ditolong oleh bidan di Puskesmas
Karangmalang, langsung menangis, biru (-), kuning (-), BBL= 3000
gram, PBL 48 cm
c. Riwayat post natal : Anak rutin dibawa ke posyandu untuk
ditimbang dan diimunisasi
d. Riwayat Imunisasi Dasar
- Hepatitis B : 3x (usia 0,1,6 bulan)
- Polio : 4x (usia 0,2,4,6 bulan), booster + (18 bulan)
- BCG : 1x (usia 2 bulan)
- DPT : 3x (usia 2,4,6 bulan), booster + (18 bulan)
- Campak : 1x (usia 9 bulan), booster +
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia, booster (+)
e. Riwayat Perkembangan Anak
- Duduk : 6 bulan
- Berdiri : 8 bulan
- Berjalan dan berbicara : 10 bulan
- Saat ini anak berusia 7 tahun. Anak dapat bergaul baik dengan
teman sebayanya dan memiliki hubungan yang cukup baik terhadap
anggota keluarga lainnya. Kesan: perkembangan sesuai usia

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 November 2020 di
Poliklinik Umum Puskesmas Karangmalang.

Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5
Tanda-Tanda Vital :
RR : 20 x/menit (regular, kedalaman nafas cukup)
Nadi : 85 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 98%
Tinggi Badan : 120 cm
Berat Badan : 23 kg
Indeks Massa Tubuh : 15,97 kg/m2 (Gizi baik menurut kurva CDC 2000)
Gambar 4. Kurva CDC Body Mass Index-for-Age Percentiles: Girls, 2-20
Years
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), discharge (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Tenggorok : T1-1, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Paru :
- Inspeksi : Simetris statis dinamis, tidak ada bagian yang
tertinggal waktu bernafas, tidak ada retraksi.
- Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri.
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan:
wheezing -/-, ronkhi -/-, hantaran -/-

Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Paru depan Paru belakang
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V, 2 cm medial linea
medioklavikula sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar
- Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, irama reguler,
gallop (-), bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, venektasi (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan Dermatologis
Distribusi : Regional
Ad Regio : interdigitalis, dorsum manus dextra et sinistra, dan gluteal
Lesi : multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat,
ukuran diameter 0,3 - 0,5 cm, menimbul dari permukaan
kulit, kering
Efloresensi : papul eritematosa, ekskoriasi, krusta
Gambar 5. Foto Ujud Kelainan Kulit
3.3 Daftar Masalah
No. Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif

1 Skabies interdigitalis, 26 November


dorsum manus dextra 2020
et sinistra, dan gluteal

3.4 Diagnosis
Skabies interdigitalis, dorsum manus dextra et sinistra, dan gluteal

3.5 Tatalaksana
Skabies interdigitalis, dorsum manus dextra et sinistra dan gluteal
Ip Dx :
- S:-
- O : Burrow ink test, skin scrapping
Ip Tx :
- Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari
selama 8 jam satu kali dalam seminggu
- Chlorpheniramine maleat 2 mg tiap 6 jam
Ip Mx : Keadaan umum, lesi kulit
Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan
cara penularannya
- Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
- Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
- Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan
terakhir dengan menggunakan air panas
- Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
- Bila gatal sebaiknya jangan digaruk karena dapat menyebabkan
luka dan resiko infeksi
- Menjelaskan pentingnya mengobati orang sekitar yang menderita
keluhan yang sama
- Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim
yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika
terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh
saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam
hingga keesokan harinya, dan dipakai seminggu sekali serta bisa
diulang, minggu berikutnya
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan seorang anak perempuan usia 7 tahun dengan skabies
interdigitalis, dorsum manus dextra et sinistra, dan gluteal. Dari anamnesis
pasien datang dengan keluhan gatal pada bokong dan sela-sela jari kedua
tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan diawali
dengan bruntus kemerahan ukuran kecil-kecil dirasakan berawal dari sela
jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan
kiri. Sejak 3 hari yang lalu, keluhan yang sama juga muncul di bokong.
Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan
menyebabkan pasien sering terbangun dan menangis hampir setiap malam.
Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul
luka akibat garukan. Rasa gatal tersebut sangat mengganggu aktivitas dari
pasien. Keluhan diperingan saat ibu pasien menaburi tubuh pasien dengan
bedak anti gatal. Keluhan demam, batuk, pilek disangkal. Pasien adalah
anak kelas 1 SD yang tinggal bersama orang tuanya di rumah. Riwayat
orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu
pasien, yakni tetangga yang sering bermain ke rumah pasien. Pasien
biasanya mandi 2x dalam sehari, mengganti pakaiannya 2x dalam sehari
termasuk pakaian dalam.
Pada pemeriksaan fisik dermatologis ditemukan lesi kulit multipel, diskret,
bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter 0,3 0,5 cm, menimbul
dari permukaan kulit, kering dengan efloresensi papul eritematosa,
ekskoriasi, krusta di regio interdigitalis, dorsum manus dextra et sinistra,
dan gluteal.
Pada kasus ini, hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada
skabies. Pada pasien ini, diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan tanda
kardinal skabies yang didapatkan pada pasien, yaitu gejala gatal pada
malam hari, gejala yang sama pada tetangga, dan terowongan di daerah
predileksi yaitu sela-sela jari tangan dan bokong.
Pada pasien ini diberikan permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh
pada malam hari selama 8 jam satu kali dalam seminggu dan chlorpheniramine
maleat 2 mg tiap 6 jam, serta diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan
terakhir dengan menggunakan air panas, menjemur kasur, bantal, dan guling
secara rutin dan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama.
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah ad
bonam, untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah ad bonam, dan untuk fisiologi
tubuh (quo ad functionam) adalah ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sungkar S. Skabies: Etiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan,


dan pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
2. Steer AC, Jenney AWJ, Kado J, Batzloff MR, Vincent SL, Waqatakirewa
L, et al. High burden of impetigo and scabies in a tropical country. PLoS
Negl Trop Dis. 2019;3:467.
3. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: A
ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2016;6:769-79.
4. Baker F. Scabies management. Paediatr Child Health. 2010;6:775-7.
5. Hardy M, Engelman D, Steer A. Scabies: A clinical update. Australian
Family Physician; Melbourne 46, no. 5. 2017; 264–68.
6. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th Ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. p. 137-40.
7. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 8th ed. NewYork: The McGraw-Hill Co; 2017p. 2569–
72.
8. Fauziah., Tony., Yuli, S. 2013. Angka Kejadian Dan Karakteristik Pasien
Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Bandung : FK UNISBA.
9. Stone, S.P, Scabies And Pedikulosis, In : Freedberg, Et Al. Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine 6th Edition. Volume 1. Mcgraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai