Anda di halaman 1dari 23

UJIAN

SKABIES

Oleh :
Bayu Hendro Pramudyo
G992102013

Pembimbing :
dr. Alamanda Murasmita, Sp.DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RS UNS
SURAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Kasus yang berjudul :

Bayu Hendro Pramudyo G992102013

Periode : 20 Desember 2021 – 16 Januari 2022

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari


Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin
RS UNS – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Yang bertanda tangan di bawah ini:

Surakarta, 7 Januari 2022

Residen Pembimbing Chief Residen

dr. Zilpa Widyastuti dr. Annisa Fildza Hashfi

Dokter Pemeriksa Staff Pembimbing

dr. Azhar Arrosyid dr. Alamanda Murasmita, Sp.DV

2
STATUS UJIAN
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Alamanda Murasmita, Sp.DV
Nama Mahasiswa : Bayu Hendro Pramudyo
NIM : G992102013

SKABIES
I. DEFINISI
Skabies merupakan infestasi inang oleh tungau yang sangat spesifik
yaitu Sarcoptes scabiei var. homini, famili sarcoptidae, kelas arachnida.
Tungau ini berbentuk seperti mutiara, translusen, putih, tanpa mata dan
berbentuk oval dengan 4 pasang kaki. Tungau betina dewasa berukuran 0.4
x 0.3 mm lebih besar daripada tungau jantan. Infestasi dari tungau ini akan
menyebabkan rasa gatal setelah masa inkubasi sekitar 4 sampai 6 minggu.
Penularan dapat terjadi karena kontak erat dengan penderita.1

II. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 300 juta orang terinfeksi skabies tiap tahunnya. Hal ini
merupakan masalah yang signifikan pada negara berkembang dan
dinyatakan oleh WHO sebagai penyakit kulit yang sering diabaikan.
Wilayah yang dilaporkan memiliki prevalensi skabies diantaranya adalah
Afrika, Amerika Selatan, Australia, dan Asia Tenggara.2,3
Prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI merujuk data dari
puskesmas seluruh indonesia pada tahun 2008 adalah sekitar 6-13% dan
cenderung cenderung menurun pada tahun 2013 menjadi sekitar 4-6%.
Meskipun demikian, insidensi skabies juga dipengaruhi oleh lokasi yang
padat. Sebuah penelitian yang dilakukan di pesantren di Jakarta Timur pada
tahun 2014 mendapatkan prevalensi menapai lebih dari 50% dengan angka
kejadian lebih banyak pada laki-laki.4

3
Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah
kemiskinan, kepadatan penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah,
keterbatasan air bersih dan perilaku kebersihan yang buruk. Tingginya
kepadatan penghuni disertai interaksi dan kontak fisik yang erat
memudahkan penularan skabies. Kepadatan penghuni rumah merupakan
faktor resiko paling dominan dibandingkan dengan faktor resiko skabies
lainnya. Berdasarkan faktor resiko tersebut prevalensi skabies yang tinggi
umumnya terdapat di asrama, panti asuhan, pondok pesantren, penjara,
pengungsian.5

III. PATOGENESIS
Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis yang
berasal dari kelas Arachnida, subkelas Acari dan famili Sarcoptidae.
Manusia merupakan satu-satunya inang dari Sarcoptes scabiei var. hominis,
binatang diketahui tidak dapat menderita atau menyebarkan penyakit ini,
namun dapat menderita penyakit dari varian skabies yang lain. Skabies
betina membuat terowongan pada stratum korneum epidermis kulit yang
akan digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat menyimpan telurnya.6

Gambar 1. Gambar mikroskopis kerokan kulit dengan Sarcoptes


scabiei (panah hitam) dan fesesnya/ skibala (panah putih).7

4
Siklus hidup skabies secara garis besar terdiri dari 4 fase yaitu telur, larva,
nimfa dan tungau dewasa. Dengan tahapan6:

a. Tungau betina dewasa menyimpan 2-3 telur per harinya di


terowongan pada stratum korneum. Telur Sarcoptes scabiei
berbentuk oval dengan panjang 0.10-0.15 mm dan akan menetas
dalam 3-4 hari.
b. Setelah telur menetas, maka tungau telah memasuki fase kedua
yaitu larva. Larva hanya mempunyai 3 pasang kaki dan
mempunyai masa hidup 3-4 hari.
c. Larva kemudian akan keluar dari terowongan dan bermigrasi ke
permukaan kulit dan mencari stratum korneum yang masih intak.
Kemudian larva tersebut akan menggali terowongan pendek yang
biasa disebut dengan kantong untuk berganti kulit/ molting pouch.
d. Setelah berganti kulit, maka larva akan berlanjut memasuki fase
ketiga yaitu nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki dan berukuran
lebih besar. Nimfa kemudian akan menjadi tungau dewasa.
e. Tungau dewasa berbentuk bulat dan tidak mempunyai mata.
Tungau betina mempunyai panjang 0.30-0.45 mm dengan lebar
0.25-0.35 mm sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil
yaitu sekitar ½ ukuran tungau betina
f. Perkawinan antar tungau dewasa terjadi ketika tungau jantan
memasuki molting pouch dari tungau betina dan hanya akan terjadi
sebanyak 1 kali. Setelah dibuahi, tungau betina akan menjadi fertil
sepanjang siklus hidupnya.
g. Tungau betina yang telah dibuahi akan meninggalkan molting
pouch dan bermigrasi ke permukaan kulit untuk menggali
terowongan yang akan menjadi tempat hidup selanjutnya.
h. Tungau betina akan secara terus menerus memperpanjang
terowongannya dan menyimpan telurnya disana hingga masa
hidupnya berakhir, yaitu kurang lebih selama 1-2 bulan
5
Gambar 2. Gambaran siklus hidup Sarcoptes scabiei.6

Skabies umunya ditularkan melalui kontak langsung yang lama dan


sering dengan penderita, namun pada sedikit kasus dapat juga ditularkan
secara tidak langsung melalui barang penderita.8,9
Gejala utama dari skabies adalah munculnya rasa gatal yang hebat.
Patofisiologi pasti dan mekanisme molekular yang pasti dari timbulnya rasa
gatal pada penderita skabies masih belum diketahui, namun terdapat
beberapa hipotesa terkait mekanisme terjadinya gatal yang telah disebutkan
dalam beberapa literatur. Tersensitisasinya reseptor gatal/ prurireceptor
oleh antigen dari tungau yang kemudian memunculkan respon imun,
umumnya respon imun bawaan melalui sistem komplemen. Kemudian sel
mast yang teraktivasi melalui sistem komplemen maupun IgE akan
mengeluarkan histamin dan menimbulkan rasa gatal. Protease yang berasal
dari feses tungau serta sel keratinosit yang hancur juga dapat mengaktifasi
prurireceptor.10
Selain itu timbul respon imun adaptif yang pada skabies klasik,
mayoritas diperankan oleh Th1 sedangkan pada skabies krusta, mayoritas
diperankan oleh Th2. Th1 akan mengaktifasi sitokin prurireceptor melalui
interferon γ dan IL-2 sedangkan Th2 akan menarik eosinofil, aktifasi sitokin

6
prurireceptor melalui IL-31 dan aktifasi sel mast melalui IgE. CD8+ dari
sel T sitotoksik juga diketahui berperan penting dalam terjadinya apoptosis
sel keratin yang nantinya akan menyebabkan hiperproliferasi epidermis
pada skabies krusta.10

IV. MANIFESTASI KLINIS


Penderita skabies biasanya mengeluhkan rasa gatal yang hebat, terutama
terjadi di malam hari hingga dapat mengganggu tidur. Keluhan serupa juga
biasanya dikeluhkan oleh orang yang berada disekitar penderita. Keluhan
biasanya muncul 4-6 minggu setelah infestasi terjadi, namun dapat muncul
dalam 2-3 hari pada individu yang sebelumnya sudah pernah mengalami
infestasi. Walaupun keluhan belum muncul, penderita tersebut sudah dapat
menularkan ke orang lain. Lesi pada kulit sangat bervariasi mulai dari tidak
adanya ruam sama sekali hingga ke erythroderma generalisata.1,6,9
Pada status dermatologis biasanya didapatkan1:
a. Lesi ditempat infestasi tungau
b. Hipersensitivitas pada kulit
c. Lesi sekunder akibat gesekan dan garukan
d. Infeksi sekunder
e. Hiperinfestasi
Lesi yang dapat ditemukan berupa :
a. Terowongan intraepidermal
Berupa peninggian pada kulit dengan panjang 0,5-1 cm yang
dapat tersusun linear maupun serpingiosa yang disertai dengan
vesikel atau papul pada ujungnya. Satu terowongan diciptakan
oleh 1 ekor tungau betina yang berukuran 5 mm. Distribusi dari
lesi ini tersebar pada area tanpa atau sedikit folikel rambut,
khususnya pada area dengan stratum korneum yang tipis dan
lembut, seperti pada sela-sela jari tangan dan kaki, bagian ventral
pergelangan tangan, bagian dorsal siku, areola mammae,

7
umbilikus, bokong, genitalia eksterna, perut bagian bawah dan
ketiak.1,7,
Skabies dengan nodul bewarna merah/ merah muda/ coklat
berdiameter 5-20 mm dengan terowongan biasanya dapat terlihat
pada lesi awal. Distribusi dari lesi ini tersebar pada scrotum,
penis, ketiak, pinggang, bokong dan areola.1

Gambar 3. Gambar klinis skabies pada regio manus, tepatnya area sela-sela jari
tangan. Dapat terlihat terowongan dengan warna kulit yang berbentuk linear
disertai dengan vesikel atau papul pada ujungnya. 1

b. Hiperinfestasi skabies
Lesinya berupa lesi hiperkeratosis dan atau krusta. Dapat
juga ditemukan dermatosis dengan tampilan seperti kutil pada
kaki dan tangan, hiperkeratosis pada kuku dan sisik kemerahan
pada wajah, leher, kulit kepala serta batang tubuh. Distribusi dari
lesi ini dapat menyebar secara generalisata ataupun terlokalisir.1,7
c. Lesi sekunder
Lesi sekunder berupa ekskoriasi dari papul, plak eczema dan
impetigo biasa ditemukan. Pada kulit yang digaruk secara terus
menerus, likenifikasi dan prurigo nodularis juga dapat terjadi.

8
Pada skabies, infeksi sekunder biasanya disebabkan oleh S.
aureus dan S. pyogenes.1,7
Berdasarkan gambaran lesi dan individu terkait, skabies dapat dibagi atas
beberapa kategori :
a. Skabies klasik/tipikal
Ditandai dengan adanya erupsi papular eritem, terowongan
dan rasa gatal yang hebat. Papul bersifat multipel, bewarna
kemerahan dengan diameter 1-2 mm. Beberapa papul dapat
mengalami ekskoriasi atau terdapat krusta dan skuama
disekitarnya.9 Vesikel atau pustul juga dapat ditemukan. Skabies
klasik biasanya memiliki 5-15 tungau yang menginfestasi tubuh
penderita.7
b. Skabies atipikal
Ditandai dengan ditemukannya lesi pada kulit kepala, lesi
berupa nodul atau bula ataupun skabies krusta. Lesi pada kulit
kepala biasanya terjadi pada populasi khusus, yaitu bayi berusia
dibawah 12 bulan, anak-anak, individu lanjut usia dan individu
dengan keadaan imunodefisiensi. Nodul keras yang bewarna
merah kecoklatan hingga ungu sering ditemukan bahkan
berbulan-bulan setelah pengobatan dilakukan.7
Skabies krusta yang memiliki lesi hiperkeratosis dan dapat
disertai gambaran psoriasis biasanya tersebar secara menyeluruh
bahkan hingga ke kepala dan leher. Eosinofilia serta pembesaran
kelenjar getah bening secara menyeluruh seringkali terjadi,
namun keluhan gatal tidak selalu muncul. Pada skabies krusta,
hingga 4.700 tungau dapat ditemukan pada 1 gram kerokan kulit
penderita.7

9
Gambar 7. Gambar klinis skabies pada regio truncus
posterior, glutea dan femur. Dapat terlihat gambaran plak
hiperkeratosis yang konfluen.1

V. DIAGNOSIS
Diagnosis dari skabies ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk menilai
faktor resiko yang ada serta pengamatan pada ujud kelainan kulit dan
pemeriksaan mikroskopis yang ada. Penenegakkan diagosis dapat
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis yang telah ditetapkan oleh
International Alliance for the Control of Scabies IACS, yang terdiri atas 4
Kelas dengan 8 Subkategori, berupa11
a. Skabies terkonfirmasi
Minimal salah satu dari :
A1 : Tungau, telur atau feses terlihat dalam sampel kerokan kulit
secara mikroskopis
A2 : Tungau, telur atau feses tervisualisasikan dalam peralatan
imaging
A3 : Tungau tervisualisasikan dengan dermoscopy

10
b. Skabies secara klinis
Minimal salah satu dari :
B1 : Tampak terowongan tungau
B2 : Lesi tipikal yang ada pada organ genital pria penderita
B3 : Lesi tipikal yang terdistribusi pada tempat predileksi disertai
dengan 2 riwayat khas
c. Suspek Skabies
C1 : Lesi tipikal yang terdistribusi pada tempat predileksi disertai
dengan 1 riwayat khas
C2 : Lesi atipikal atau distribusi tidak pada tempat predileksi
disertai dengan 2 riwayat khas
Riwayat khas berupa
- Gatal
- Kontak erat dengan individu yang memiliki keluhan gatal atau
mempunyai lesi tipikal pada area predileksi
Diagnosis dari skabies juga dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari
4 tanda kardinal skabies yaitu5 :
a. Pruritus nokturna
b. Terdapat sekelompok orang dengan penyakit yang sama
c. Menemukan terowongan pada area predileksi
d. Menemukan tungau pada pemeriksaan laboratotium

VI. DIAGNOSIS BANDING


a. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis yang
terjadi terutama dimulai pada masa anak-anak dengan perjalanan
alamiah yang bervariasi. Gatal yang merupakan gejala khas seringkali
timbul terus menerus pada kasus yang parah dan dapat megakibatkan
gangguan tidur dan kulit rentan terhadap infeksi. Pasien dermatitis

11
atopik sering dijumpai komorbiditas atopik seperti asma dan rhinitis
alergi.1
Dermatitis topik memiliki puncak prevalensi dari 15% sampai 20%
pada anak usia dini di negara berkembang. Penyakit ini memiliki
tingkat remisi bervariasi dengan banyak gejala yang dialami pasien
dapat berlanjut atau berulang pada saat dewasa.1 Dermatitis atopik
dibagi menjadi 3 subset berdasarkan usia onset kejadian yaitu early
onset, late onset dan senile onset. Early onset merupakan subset yang
paling umum dijumpai dengan 60% kasus ditemukan pada usia 1
tahun.12
Lesi ekzematosa akut dicirikan oleh papulovesikel eritemosa
seringkali disertai dengan krusta. Sedangkan lesi subakut dan kronis
sering menampilkan skuama, ekskoriasi dan likenifikasi. Distribusi lesi
ekzematosa bervariasi berdasarkan umur pasien. Pada bayi dengan
dermatitis atopik umumnya merupakan tipe akut dengan predileksi area
pada kepala dan permukaan ekstremitas ekstensor. Pada anak-anak dan
dewasa dapat dijumpai bentuk kronis dari dermatitis atopik dengan
likenifikasi dan ruam pada area lipatan.5
b. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan adalah inflamasi yang terjadi pada kulit
akibat respon terhadap pajanan bahan iritan, fisik atau biologis yang
kontak pada kulit tanpa mediasi respon imun. Seringkali penyakit ini
dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan pekerjaan. Lokasi yang
paling sering terkena ialah tangan diikuti oleh wajah dan kaki.1,13
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kemerahan, vesikel,
fisura dan oozing. Biasanya dapat diserta kondisi kulit kering atau
gangguan sawar kulit. Pasien juga dapat mengeluhkan rasa gatal,
terbakar atau nyeri pada lesi. Apabila pajanan dihentikan maka keluhan
akan dirasakan membaik.1,13

12
VII. TATALAKSANA
Tatalaksana tradisional yang bisa dilakukan untuk mengobati
skabies adalah dengan pemberian obat topikal berupa permethrin 5% dan
obat oral berupa ivermectin. Tatalaksana supportif untuk mengurangi gatal
juga dapat diberikan.
a. Non-medikamentosa8
Edukasi meliputi :
1. Penjelasan terkait penyakit, tatalaksana dan prognosis
2. Ketaatan dan kepahaman penggunaan dan konsumsi obat yang
diresepkan secara rutin
3. Menghindari bertemu dengan orang lain
4. Menghindari garukan pada lesi
5. Penjelasan terkait tatalaksana yang juga harus diberikan pada
partner seksual, individu yang berkontak erat dan individu
yang tinggal satu atap dengan penderita
6. Membersihkan dan mencuci seprai, sarung bantal, sarung
guling, selimut, pakaian dan handuk yang ada ditempat tinggal
penderita dengan menggunakan air panas dan kemudian
dijemur pada secara berkala selama pengobatan.
b. Medikamentosa6,8,9
Prinsip pengobatan yaitu menggunakan skabisida yang
dapat membunuh semua stadium tungau untuk pasien dan
individu yang berkontak erat dengan pasien.
1. Skabies klasik/tipikal
Satu atau lebih pengobatan dibawah ini dapat diberikan.
a) Krim permethrin 5%
Permethrin sudah terbukti aman dan efektif dalam
mengobati skabies dan termasuk ke dalam obat lini pertama
dari pengobatan skabies. Permethrin dapat mematikan
tungau dan telur secara bersamaan. Biasa diberikan selama

13
8-15 jam dari leher hingga jari kaki. Minimal pemakaian
sebanyak 2 kali (dapat lebih) dengan jarak pemakaian satu
dengan yang lainnya 1 minggu. Permethrin dapat digunakan
pada anak mulai usia 2 bulan.
b) Salep sulfur 5-10%
Sulfur merupakan salpe berbasis petrolatum yang aman
digunakan pada anak-anak dibawah 2 bulan. Dioleskan
selama 8 jam selama 3 malam berturut-turut.
c) Krim lindane 1%
Penggunaan lindane sebagai obat skabies sudah disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) namun bukan
sebagai pengobatan lini pertama. Biasa diberikan selama 8-
15 jam dari leher hingga jari kaki dapat diulang apabila
belum sembuh dengan jarak pemakaian satu dengan yang
lainnnya 1 minggu. Penggunaan yang salah atau berlebihan
mempunyai efek toksik untuk sistem saraf pusat dan perifer.
Tidak sengaja menelan lindane juga diketahui dapat
menimbulkan efek serupa. Lindane tidak dapat diberikan
pada bayi prematur, anak-anak, lansia, individu dengan
riwayat kejang atau dengan kulit yang sangat sensitif serta
pada wanita hamil dan menyusui
d) Krim dan losion crotamiton 1%
Crotamiton terbukti aman apabila digunakan sesuai
aturan pakai namun seringkali mengalami kegagalan
pengobatan pada aturan pakai yang tidak sesuai. Crotamiton
dapat diberikan pada orang dewasa. Anak-anak tidak
direkomendasikan untuk menggunakan obat ini.
e) Emulsi benzil benzoat
Benzil benzoat merupakan obat topikal alternatif jika
permethrin tidak bisa diberikan karena diketahui dapat

14
menyebabkan iritasi pada kulit. Obat ini dapat diberikan
selama 24 jam penuh.
f) Ivermectin
Ivermectin merupakan antiparasit oral yang biasa
diberikan pada infestasi cacing. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa pemberian ivermectin pada skabies
yang gagal dalam pengobatan sebelumnya terbukti aman
dan efektif. Pada skabies klasik ivermectin 200 mcg/kgBB
oral bisa diberikan sebanyak 2 dosis dengan jarak 1 dosis
dengan dosis lainnya 1 minggu. Ivermectin tidak dapat
diberikan pada anak dengan berat <15kg, wanita hamil dan
menyusui.
2. Skabies atipikal
Pengobatan oral dan topikal harus diberikan
a) Ivermectin
Pada skabies atipikal, khususnya skabies krusta,
ivermectin harus diberikan secara bersamaan dengan
pengobatan topikal. Ivermectin dapat diberikan tergantung
dengan derajat keparahan penyakit yaitu 3 dosis (hari ke 1,
2 dan 8), 5 dosis (hari ke 1, 2, 8, 9 dan 15), atau 7 dosis (hari
ke 1, 2, 8, 9, 15, 22, 29).
b) Krim permethrin 5%
Pada skabies atipikal permethrin digunakan setiap 2-3
haru sekali dalam 1-2 minggu.
c) Emulsi benzil benzoat 25%
Pada skabies atipikal, benzil benzoat dapat digunakan
apabila permethrin gagal atau tidak bisa diberikan. Benzil
benzoat bisa diberikan bersamaan dengan minyak pohon teh.
Penggunaan konsentrasi rendah (10-12,5%) dapat diberikan
pada anak-anak.

15
d) Krim keratolitik
Keratolitik topikal dapat diberikan untuk mengurangi
pembentukan krusta dan membantu absorbsi obat topikan
berupa permethrin atau benzil benzoat.
3. Simptomatik
Antihistamin oral H1 berupa hydroxyzine diketahu lebih
efektif untuk mengurangi gatal pada skabies dibandingkan
dengan dyphenhydramine atau cyproheptadine. Efek samping
yang mungkin muncul adalah rasa kantuk dan penurunan
kesadaran.
4. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder oleh bakteri umum terjadi pada penderita
skabies. Pada infeksi sekunder ringan dapat diberikan
antibiotik topikal berupa mupirocin, asam fusidat dan
retapamulin. Antibiotik topikal harus diberikan secara hati-hati
karena dapat menyebabkan resistensi bakteri dan juga reaksi
alergi. Pada infeksi sekunder yang berat, antibiotik perlu
diberikan secara sistemik.

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam.
Quo ad functionam : dubia ad bonam.
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kang S, Amagai M, Bruckner A, Enk A, Morgolis D, McMichael A et al.


Fitzpatrick's dermatology. 9th ed. New York: McGraw-Hill; 2019.
2. Micali G, Lacarrubba F, Verzì AE, Chosidow O, Schwartz RA. Scabies:
Advances in Noninvasive Diagnosis. PLoS Negl Trop Dis. 2016;
10(6):e0004691
3. Anderson KL, Strowd LC. Epidemiology, Diagnosis, and Treatment of Scabies
in a Dermatology Office. J Am Board Fam Med. 2017; 30(1):78-84
4. Ratnasari AF, Sungkar S. Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang
berhubungan di pesantren X, Jakarta Timur. E-Journal Kedokteran Indonesia,
2014; 2(1):251-256
5. Saleha S. Skabies : etiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan dan
pencegahan. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2016
6. CDC. Scabies [Internet]. Cdc.gov. 2019
7. Thomas C, Coates S, Engelman D, Chosidow O, Chang A. Ectoparasites:
Scabies [Internet]. Pubmed. 2020
8. Tarbox M, Walker K, Tan M. Scabies [Internet]. Pubmed. 2018
9. Leung A, Lam J, Leong K. Scabies: A Neglected Global Disease [Internet].
Pubmed. 2020
10. Jannic A, Bernigaud C, Brenaut E, Chosidow O. Scabies Itch [Internet].
Pubmed. 2018
11. Engelman D, Fuller D, Steer A. A Consensus criteria for the diagnosis of
scabies: A Delphi study of international experts [Internet]. Pubmed. 2018
12. Kolb L, Ferrer-Bruker SJ. Atopic Dermatitis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov.
2021
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.

17
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. N
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jebres, Surakarta
Tanggal Periksa : 3 Januari 2022
No. RM : 0147xxxx

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Gatal pada tangan kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi
dengan keluhan gatal pada sela-sela jari kanan dan kiri. Keluhan ini sudah
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awal mulanya timbul bintik kemerahan
yang berisi cairan dan lama-lama bertambah banyak. Pasien awalnya
mengira keluhan ini disebabkan karena mengganti sabun cuci piring
namun setelah pasien beralih ke sabun cuci piring sebelumnya ternyata
keluhan tidak menghilang. Pasien juga bercerita kalau ayah mertuanya
yang tinggal serumah juga mengeluhkan keluhan gatal yang sama.
Keluhan gatal dirasa terus menerus dan memberat saat malam hari
sehingga mengganggu tidur pasien. Pada saat siang hari gatal yang
dirasakan sedikit berkurang dibanding saaat malam hari.
Pasien sebelumnya pernah mengoleskan klobetasol, kalpanax® dan
fungiderm yang dibeli sendiri di apotik namun keluhan tetap muncul. Oleh
karena keluhan yang tidak kunjung membaik, pasien memutuskan untuk
berobat ke poli kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi.

18
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : alergi makan terong
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit atopi : alergi cuaca dingin
Riwayat penyakit asma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa pada anggota keluarga : (+) ayah mertua
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit atopi : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tanggga. Pasien tinggal bersama anak,
suami dan kedua mertuanya. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

F. Riwayat Gizi dan Kebiasaan


Riwayat makanan : Pasien makan 3x sehari dengan nasi,
sayur dan lauk.
Riwayat kebersihan : Pasien mandi 2x sehari pada pagi
dan sore hari, menggunakan alat
mandi yang berbeda dengan
keluarga. Pasien mengganti pakaian
setelah dipakai.

19
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sehat, kompos mentis GCS E4V5M6
Tanda Vital : TD : 115/75 mmHg
Frekuensi nadi : 89x/menit
Frekuensi napas : 18x /menit
Suhu : 36.4oC
SpO2 : 98%
Kepala : normosefal
Wajah : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : lihat status dermatologi
Ekstremitas Bawah : dalam batas normal
Genital : dalam batas normal

20
B. Status Dermatologis

A B

C D

Gambar 8. (A), (B), (C), (D) : pada regio manus dexra et sinistra tampak papul dan
patch hiperpigmentasi multiple diskrit dengan eksoriasi pada beberapa bagian

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Skabies
2. Dermatitis atopik
3. Dermatitis kontak iritan
21
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Skin craping (KOH 10%)

Gambar 9. Hasil pemeriksaan mikroskopis menggunakan KOH


10%, tidak ditemukan adanya tungau, telur maupun skibala.

VI. DIAGNOSIS
Skabies

VII. TERAPI
a. Non-medikamentosa
Edukasi:
1. Perjalanan penyakit, tatalaksana dan prognosis
2. Ketaatan dan kepahaman mengenai penggunaan obat yang diresepkan
3. Menghindari garukan pada lesi
4. Penjelasan mengenai tatalaksana yang harus diberikan pada indvidu
yang kontak erat dengan pasien dan individu yang tinggal 1 atap
5. Membersihkan dan mencuci sprei, sarung bantal, sarung guling,
selimut, pakaian dan handuk yang ada di tempat tinggal penderita
22
dengan menggunakan air panas dan kemudian dijemur pada tempat
yang terkena sinar matahari secara berkala selama dan setelah
pengobatan
b. Medikamentosa
1. Setirizin 10mg 1x1 (malam) PO
2. Permethrin krim 5% dioles 1 kali sehari selama 8 jam pada seluruh
tubuh kecuali wajah dan kepala. Dapat diulang dengan jarak pemakaian
1 minggu
3. Gentamisin salep 0,1% dioles 2 kali sehari pada area ekskoriasi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

23

Anda mungkin juga menyukai