Disusun Oleh :
201920401011178
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Sarcoptes scabiei. Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut
ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi
27% populasi umum dan insidensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja.1
Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang
seluruh indonesia adalah 4,6% hingga 12,95%.4 Di Indonesia, penyakit ini masih
menjadi masalah, tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar
bahkan di Jakarta. Kondisi kota Jakarta yang padat merupakan faktor pendukung
Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota
skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan
komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman
yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui
2
kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila
hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari
ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan
tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian
menurunkan angka kekambuhan yang timbul dari penyakit, hal ini dapat dihindari
jika pasien patuh terhadap pengobatan dan melukakan pola hidup yang bersih dan
sehat. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi dan dukungan keluarga yang optimal
penatalaksanaan penyakitnya.6
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies
acarina, ordo astigmata, dan famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei
manusia.7
Tungau Sarcoptes scabei ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa
disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia,
dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara
langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak
langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah
sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-
2.2 Epidemiologi
% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Suatu survei
yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali,
Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa
4
tersebut mengidap skabies. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada
kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden
tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan
prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan
anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua
golongan umur.8
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.8
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus scabies yang merupakan
5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies
adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan
tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai
2.3 Etiologi
varietas hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo
5
astigmata, dan famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei memiliki
punggungnya cembung, bagian dadanya rata, dan tidak memiliki mata. Tungau
sedangkan tungau jantan berukuran 0,2-0,25 mm. S.scabiei memiliki dua segmen
tubuh yaitu bagian anterior yang disebut nototoraks dan bagian posterior yang
disebut notogaster. Larva mempunyai tiga pasang kaki sedangkan nimfa memiliki
empat pasang kaki. Tungau dewasa mempunyai empat pasang kaki, dua pasang
kaki di bagian depan dan 2 pasang kaki di bagian belakang. Dua pasang kaki
bagian belakang tungau betina dilengkapi dengan rambut dan pada tungau jantan
hanya pasangan kaki ketiga saja yang berakhir dengan rambut sedangkan
tungau jantan berbentuk huruf Y yang terletak di antara pasangan kaki keempat.
6
2.4 Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei
yaitu: telur, larva, nimfa dan tungau dewasa. Infestasi dimulai ketika tungau
betina gravid berpindah dari penderita skabies ke orang sehat. Tungau betina
dewasa berjalan di permukaan kulit dengan kecepatan 2,5 cm per menit untuk
masuk ke dalam kulit dan membuat terowongan sempit dengan permukaan yang
setelah kontak pertama dengan menyekresikan saliva yang dapat melarutkan kulit.
tangan dan sela-sela jari tangan. Tempat lainnya adalah siku, ketiak, bokong,
perut, genitalia, dan payudara. Pada bayi, lokasi predileksi berbeda dengan
dewasa. Predileksi khusus bagi bayi adalah telapak tangan, telapak kaki, kepala
dan leher.
betina akan membuat terowongan di kulit sampai perbatasan stratum korneum dan
stratum korneum kulit yang tipis. Tungau betina hidup selama 30-60 hari di dalam
7
Tungau betina bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari. Seekor tungau
betina dapat bertelur sebanyak 40-50 butir semasa hidupnya. Dari seluruh telur
yang dihasilkan tungau betina, kurang lebih hanya 10% yang menjadi tungau
dewasa dan pada seorang penderita biasanya hanya terdapat 11 tungau betina
segera keluar dari terowongan induknya untuk membuat terowongan baru atau
hidup di permukaan kulit. Larva menggali terowongan dangkal agar mudah untuk
menjadi nimfa. Dalam waktu 3-4 hari, larva berubah menjadi nimfa yang
panjangnya 160 μm dan nimfa kedua panjangnya 220-250 μm. Nimfa kedua
8
sempurna. Nimfa jantan hanya mengalami satu fase perkembangan. Nimfa
berkembang menjadi tungau dewasa dalam waktu tiga hari. Waktu sejak telur
menetas sampai menjadi tungau dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan hidup
2.5 Patogenesis
lainnya. Seluruh tahapan hidup tungau, yaitu larva, protonimfa, tritonimfa dan
manusia, gejala klinis berupa inflamasi kulit baru timbul 4-8 minggu setelah
inflamasi hospes.
bawaan dan didapat dari kulit hospes berperan sebagai pertahanan lini pertama
Tungau merangsang keratinosit dan sel dendritik melalui molekul yang terdapat di
dalam telur, feses, ekskreta, saliva, dan cairan sekresi lain seperti enzim dan
hormon, serta aktivitas organ tubuh seperti chelicerae, pedipalps dan kaki selama
9
S.scabiei memproduksi banyak saliva saat membentuk terowongan dan
merupakan sumber molekul yang dapat memodulasi inflamasi atau respons imun
fibroblas, sel endotel mikrovaskular serta sel imun seperti sel langerhans,
makrofag, sel mast dan limfosit. Diduga sel langerhans dan sel dendritik lain
regional yaitu tempat respons imun didapat diinisiasi melalui aktivasi sel limfosit
T dan limfosit B.
receptor antagonist (IL-1ra) dari sel fibroblas dan keratinosit pada model kulit
reseptor IL-1 yang terdapat pada banyak sel termasuk sel limfosit T, sel limfosit
B, natural killer cell, makrofag dan neutrofil. Ekstrak tungau skabies mengandung
molekul yang menekan ekspresi molekul adhesi interselular dan vaskular yaitu
1 (VCAM-1) serta E-selectin oleh kultur sel endotel mikrovaskular kulit manusia.
neutrofil dan sel lain ke dalam dermis sehingga mengganggu respons pertahanan
hospes.
sel penyaji antigen (antigen presenting cell) sedangkan ekstrak tungau skabies
10
permukaan sel penyaji antigen. Pada akhirnya, interaksi kompleks MHC-II
antigen dan reseptor limfosit T yang penting untuk aktivasi dan proliferasi sel
atau terhambat.
yang dekat dengan mulut tungau sehingga terowongan yang semula kering
menjadi kaya air dan nutrisi. Hal tersebut dibuktikan oleh pencernaan antibodi di
skabies setelah dua hari. IL-8 adalah kemokin yaitu suatu kemotaktik untuk
fibroblas dermis, sel endotel mikrovaskular kulit, dan sel dendritik yang
neutrofil.
sistem komplemen manusia yaitu jalur klasik, alternatif dan lektin. Aktivasi
11
memudahkan Streptococcus grup A menginfeksi lesi skabies dan menyebabkan
pioderma.
ekstrak tungau dan tungau hidup juga dapat melakukan up-regulation sekresi
sitokin proinflamasi oleh keratinosit, fibroblas dan sel endotel. Oleh karena itu
yang memicu respons protektif dengan yang menghambat. Durasi infestasi dan
2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan apabila pada penderita terdapat dua dari empat
1. Pada anamnesa didapatkan rasa gatal yang menonjol terutama pada malam
2. Terdapat beberapa orang dekat yang menderita penyakit yang sama, misalnya
meninggi warna keabuan lurus atau berkelok dengan panjang ±10 mm, yang
pada ujungnya dapat disertai papul, vesikel, urtika, ekskoriasi dan krusta atau
dapat juga disertai pustula yang timbul dikarenakan adanya infeksi sekunder.
Dimana lokasi predileksinya yaitu pada kulit stratum korneum yang tipis pada
daerah seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipatan aksila, areola mamae (perempuan), scrotum, penis dan
labia. Pada bayi, skabies dapat menginfestasi telapak tangan dan telapak kaki
12
4. Menemukan tungau pada pemeriksaan mikroskopis.
13
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis :
kotoran (scylaba)
2. Ink Burrow test Papul skabies diolesi tinta India menggunakan pena
vaskulitis. Oleh karena itu skabies disebut juga “the greatest imitator”
2.9 Tatalaksana
14
1. Permetrin 5% dalam krim (paling efektif) kurang toksik jika
dicuci setelah 8-10 jam. Bila belum sembuh diulangi seminggu kemudian.
1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
permetrin 5%.
bentuk salep atau krim. Pemakaian dioleskan pada malam hari ± 8 jam
iritasi. Dapat dipakai pada anak <2 bulan dan ibu hamil.
diberikan selama 24 jam lalu dicuci. Obat ini sulit diperoleh, sering
5. Ivermectin 200 mg/KgBB dosis tunggal, dapat diulang 1-2 minggu, 2-3
gatal dapat diberikan antihistamin per oral. Perlu diperhatikan jika diantara
15
anggota keluarga ada yang menderita skabies juga harus diobati. Karena
sifatnya yang sangat mudah menular, maka apabila ada salah satu anggota
dicuci dengan air panas. Jangan terlalu menggosok lesi karena akan
menyebabkan iritasi.
2.10 Prognosis
16
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien:
Nama : An. A
Usia : 10 Tahun
Alamat : Kediri
Agama : Islam
17
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Ada saudara yang memiliki keluhan yang
sama dengan pasien.
6. Riwayat Sosial : pasien sering bermain bersama saudaranya yang
tempat tidur.
18
3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik
3.4 Diagnosis :
Prurigo
3.6 Penatalaksanaan
Dubia ad bonam
19
3.8 Foto kasus
20
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit dengan keluhan, gatal-gatal pada
bagian sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, dan sedikit
dibagian kelamin dan bokong. Gatal dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien
merasakan gatal semakin hari semakin memberat, terutama pada malam hari.
Pasien sulit tidur malam, selama 3 hari karena gatal. Awalnya hanya bintik merah
dibagian ibu jari tangan, namun semakin lama semakin menjalar berwarna
kemerahan, bersisik, dan kadang keluar nanah. Pasien sebelumnya bermain dan
tidur pada satu tempat tidur dengan adik spupunya yang memiliki keluhan yang
sama. Riwayat alergi disangkal.
Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai
dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal
skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan. Tanda kardinal yang ditemukan
adalah pruritus nokturna dan adanya orang sekitar pasien yang mengalami
keluhan yang sama yaitu adik spupu pasien.
Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi didaerah sela-
sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, dan penis didapatkan pustul
dan papul eritem, disertai dengan skuama halus, krusta, dan ekskoriasi karena
sering menggaruk. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, berdasarkan teori
dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang
tipis, namun karena pada anak-anak lapisan stratum korneum tubuhnya sebagian
besar masih tipis maka penyebarannya dapat bersifat atipikal.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah Permetrin
(Scabimite) cream 5% yang dioleskan setelah mandi sore ke seluruh permukaan
kulit tubuh dari leher sampai kaki sekali dalam seminggu. Pada teori yang telah
dikemukakan bahwa obat topikal yang paling baik diberikan pada anak-anak
berupa permetrin 5% mengingat obat ini efektif pada semua stadium skabies dan
toksisitasnya yang rendah. Untuk mengobati gejala infeksi sekunder diberikan
21
antibiotik topikal. Sedangkan obat sistemik yang diberikan adalah Cetirizin oral
yang diminum 10 mg/dosis sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian
juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies
tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap hidup
dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari Sarcoptes
scabiei.
22
DAFTAR PUSTAKA
84.
6. Hong MY, Lee CC, Chuang MC, Chao SC, Tsai MC, Chi CH. Factors related
Indonesia.
November:22/279-292.
23
10. Itzhak Brook. 1995. Microbiology Of Secondary Bacterial Infection In
31.
12. Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit Karena Parasit Dan Insecta. Dalam : Atlas
24