Selain penelitian ini memiliki beberapa kelebihan, seperti sampel yang besar,
data yang diambil saat lockdown di Jerman, dan kriteria inklusi dan ekslusi yang
ketat, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang perlu didiskusikan.
Pertama, kami tidak dapat mengekslusikan bias seleksi. Meski tingkat keparahan dari
OCD (OCI-R: M = 27.64, SD = 11.47) setidaknya setara dengan penelitian OCD yang
lain, secara signifikan lebih banyak perempuan (74%) dibandingkan laki-laki yang
berpartisipasi dalam penelitian terakhir. Walaupun OCD umumnya dapat menyerang
laki-laki dan perempuan, OCD yeng terkait kontaminasi lebih banyak terjadi pada
perempuan (American Psychiatric Association, 2014), dan persentase perempuan
dalam penelitian online sebelumnya telah dilaporkan cukup tinggi (selama pandemi
COVID-19, misalnya, 65% adalah wanita di Qiuet al., 2020), berpotensi menjelaskan
tingginya partisipasi perempuan dalam penelitian kami. Meskipun metode pemilihan
sampel sebelumnya sudah ditekankan untuk memperkirakan perubahan prevalensi
gangguan kejiwaan selama COVID-19 (Pierce et al., 2020), kami ingin menekankan
bahwa kami tidak memperkirakan prevalensi OCD di penelitian ini. Tujuan dari
penelitian ini adalah menilai efek pandemi COVID-19 pada orang dengan OCD pra-
pandemi. Untuk memastikan kualitas data yang tinggi, kami merekrut hampir 400
partisipan melalui beragam sumber dan menggunakan pengukuran psikopatologi
yang sudah teruji, dan kami juga mengeksklusi peserta dengan pola respon sistematis.
Namun, orang-orang yang terkena dampak selama pandemi COVID-19 yang lebih
banyak berpartisipasi dalam penelitian ini, berpotensi melebih-lebihkan efeknya. Di
sisi lain, orang yang sangat merasakan dampak pandemi ini mungkin tidak
termotivasi untuk mengikuti penelitian ini, sehingga menurunkan efeknya.
Diperlukan desain longitudinal, menggunakan data psikopatologi yang dinilai
sebelum pandemi untuk sepenuhnya mengkonfirmasi interpretasi kami.
Kedua, penilaian mengandalkan self report. Ini termasuk, untuk misalnya,
penilaian peserta tentang tingkat keparahan gejala mereka saat ini pada OCD (OCI-R)
dan depresi (PHQ-9), perubahan gejala OCD selama pandemi COVID-19, dan
pernyataan diagnosis OCD oleh para ahli. Meskipun ini adalah batasan, hal ini
mungkin dapat meningkatkan partisipasi studi karena OCD sangat berkaitan dengan
rasa malu dan juga disebut gangguan "tersembunyi" (Hollander, 1997). Untuk
mempertahankan persyaratan partisipasi penelitian seminimal mungkin, pendekatan
ini penting untuk menilai sampel OCD yang representatif. Selain itu, tidak adanya
kuesioner tentang OCD selama pandemi COVID-19 di saat penelitian kami, kami
mengembangkan kuesioner baru sebagai tanggapan terhadap kecepatan wabah di
Eropa dan untuk memungkinkan kami segera memulai penilaian. Kuesioner
dirancang dengan cermat berdasarkan konsensus ahli dan kuesioner yang sudah
dikembangkan sebelumnya, tetapi kami berfokus pada level pertanyaan dalam
analisis daripada skor total. Ini menyoroti sifat eksplorasi penelitian ini.
Kesimpulan
Sejauh ini, ini adalah penelitian pertama di Jerman yang mendukung asumsi
bahwa orang dengan OCD (Fineberg et al., 2020; Fontenelle & Miguel, 2020),
khususnya orang yang suka mencuci tangan berulang-ulang, berisiko mengalami
peningkatan gejala selama pandemi COVID-19. Hasil penelitian kami
menggarisbawahi kebutuhan intervensi terapeutik yang mudah diakses dan efektif
untuk mencegah potensi efek jangka panjang pandemi pada populasi ini.