Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Skabies masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia.

Infestasi dari tungau ektoparasit Sarcoptes scabiei masih menjadi endemik

di banyak negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 300 juta orang telah

terinfeksi skabies hingga saat ini. Beberapa laporan epidemiologis

melaporkan prevalensi skabies di berbagai negara. Di Brazil sebanyak 8,8%

penduduk di perkampungan miskin terkena skabies, kemudian di negara

Australia pada komunitas penduduk asli ditemukan kasus skabies sebanyak

13,4%. Di negara berkembang seperti Indonesia prevalensi skabies

mencapai 4,6-12,95%. Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi

Lampung tahun 2011 jumlah kasus baru penyakit skabies berjumlah 1135

orang dan tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari 2x lipat menjadi

2941 orang. Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di

daerah terpencil tapi juga di kota-kota besar seperti Jakarta, karena kondisi

kota Jakarta yang sangat padat merupakan faktor pendukung perkembangan

scabies. Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak

Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari sembilan rumah sakit di tujuh kota

besar di Indonesia, jumlah penderita skabies terbanyak didapatkan Jakarta

yaitu 335 kasus di tiga rumah sakit.1

Skabies merupakan penyakit yang identik dengan rasa gatal. Penyakit

tersebut lebih sering terjangkit pada lingkungan yang tidak terawat, kurang

1
2

bersih, padat, lingkungan sosial-ekonomi rendah dan lingkungan pergaulan

yang akrab. Dengan meningkatnya jumlah penduduk serta kondisi

lingkungan penduduk yang semakin padat, maka kemungkinan besar resiko

penyakit menular akan meningkat pula, terutama masalah penyakit kulit

yang cara penularannya lebih cepat seperti skabies.2

1.2 Definisi

Infeksi pada kulit yang disebabkan oleh host-spesifik tungau yang

seluruh siklus hidupnya berada di lapisan epidermis kulit.3 Infeksi ini

terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak

langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain -

lain).4

1.3 Sinonim

The itch, gudik, budukan, gatal agogo.4

1.4 Epidemiologi

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang

bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis

seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara,

Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara. Prevalensi di

negara berkembang mencapai 4-100% dari populasi umum.3

Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan

tropis. Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin.

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene

buruk, salah diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.


3

Penyakit ini dapat termasuk PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual) pada

orang dewasa.4

Sekitar 300 juta kasus skabies dilaporkan terjadi di seluruh dunia

setiap tahunnya. Bencana alam, perang, dan kemiskinan menyebabkan

kepadatan penduduk dan peningkatan laju penularan. Sebuah survei

terhadap anak-anak di panti asuhan di Pulau Pinang, Malaysia menemukan

bahwa infeksi skabies paling tinggi terjadi di antara anak-anak berusia 10-

12 tahun.5

Prevalensi skabies di negara berkembang, antara lain di India adalah

sampai dengan 13% dan 30 % prevalensi skabies pada anak usia di bawah 6

tahun di Bangladesh. Enam pondok pesantren di daerah Lamongan Jawa

Timur, prevalensi skabies mencapai 64,2%.Di Instalasi Rawat Inap Bagian

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada

2002-2006, tercatat 1,6% penderita skabies dari 427 penderita anak usia 0-

14 tahun.6

1.5 Etiologi

Skabies disebabkan oleh parasit tungau Sarcoptes scabiei var hominis

filum Arhtropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya

cembung, bagian perutnya rata, dan memiliki 8 kaki. Tungau ini tidak bisa

terbang atau melompat. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan

tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x

250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240
4

mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2

pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada

betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga

berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.7

Gambar 1.1
Morfologi Sarcoptes scabiei.8
Sumber : Burns DA, Chapter 38: Diseases Caused by Arthropods and Other
Noxious Animals, In: Rook’s Textbook of Dermatology, Ed. 8, pp. 38.36 –
38.42, USA: Blackwell Publishing.
1.6 Patogenesis

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang

masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau

betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam

stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil

meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang

dihasilkan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan

selama itu tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva

berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari

terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali


5

terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi

nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa.

Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan

waktu antara 8 – 12 hari.7

Gambar 1.2
Siklus Hidup Sarcoptes scabiei.4

Tungau skabies lebih memilih area tertentu untuk membuat

terowongan dan menghindari area yang memiliki banyak folikel

pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat 5-15 tungau, kecuali

pada Norwegian skabies - individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau

ini.4

Sarcoptes scabiei bertahan hidup di suhu ruangan selama 24-36 jam,

yaitu sekitar 210C, dan 40-80% tungau skabies ini hidup di lingkungan

yang relatif lembab. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya,

menunjukkan bahwa tungau skabies ini banyak juga ditemukan pada

benda-benda berdebu di dalam rumah penderita skabies.8

1.7 Manifestasi Klinis


6

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes

scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan

gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.

Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infeksi skabies, yaitu : 4,7

1. Pruritus nocturna4,7

Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam

hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih

lembab dan panas.7

2. Mengenai Sekelompok Orang4,7

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga

biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah

pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke

seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan

individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit

sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi

pembawa (carrier) bagi individu lain.7

3. Adanya Terowongan (Kunikulus)4,7

Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi yang berwana

putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjangnya 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau

vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum

korneum. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi

karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat. Jika timbul infeksi

sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-


7

lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum

korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola

mamae (wanita), umbilikus, bokong, skrotum, penis, labia (wanita), dan

perut bagian bawah dan pada bayi menyerang telapak tangan, telapak

kaki, wajah, dan kepala.7

4. Menemukan Sarcoptes scabiei4,7

Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang

diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.

Selain tungau, dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).7

Gambar 1.3
Skabies pada Sela-sela Jari Tangan3
Sumber : Burkhrat CN, Burkhrat CG, 2012, Chapter 208: Scabies, Other
Mites, and Pediculosis, In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, Ed. 8, Vol. 1, pp. 2569-2572, San Fransisco: Mc. Graw-Hill
Companies Inc.
8

Gambar 1.4
Skabies pada Genitalia.8
Sumber : Burns DA, Chapter 38: Diseases Caused by Arthropods and
Other Noxious Animals, In: Rook’s Textbook of Dermatology, Ed. 8, pp.
38.36 – 38.42, USA: Blackwell Publishing.

Gambar 1.5
Skabies pada Kaki.8
Sumber : Burns DA, Chapter 38: Diseases Caused by Arthropods and
Other Noxious Animals, In: Rook’s Textbook of Dermatology, Ed. 8, pp.
38.36 – 38.42, USA: Blackwell Publishing.
1.8 Bentuk Klinis

 Skabies Norwegia

Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan

dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk

ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat
9

ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat pada

pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisik, gangguan imunologik,

dan psikosis.7

 Skabies Nodular

Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering

terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan

immunokompromais.7

1.9 Diagnosis

Jika gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan;

penderita sering datang dengan lesi bervariasi. Pada umumnya diagnosis

klinis ditegakkan jika ditemukan dua dari empat cardinal signs, yaitu:

pruritus nocturna, mengenai sekelompok orang, menemukan terowongan,

atau menemukan tungau Sarcoptes scabiei. Untuk melakukan hal tersebut,

terowongan harus ditemukan, namun hal ini perlu keahlian. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan, yaitu :4,5

1. Kerokan Kulit4,5

Pengujian pasti bergantung pada identifikasi tungau atau telurnya,

fragmen cangkang telur, atau skibala. Papul atau kanalikuli yang utuh

ditetesi dengan minyak mineral lalu dilakukan kerokan dengan

meggunakan skalpel steril ukuran 15 yang bertujuan untuk mengangkat

atap papula atau kanalikuli (hindari perdarahan). Bahan pemeriksaan

diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu

diperiksa dibawah mikroskop. Mengerok 15 atau lebih liang sering

menghasilkan hanya 1 atau 2 telur atau tungau, kecuali pada kasus


10

crusted scabies, di mana banyak tungau akan ditemukan. Untuk

pemeriksaan kasus cruted scabies Tambahkan 10% potasium

hidroksida ke kulitnya. Tujuannya adalah untuk melarutkan kelebihan

keratin dan memungkinkan pemeriksaan mikroskopik yang adekuat.5

Gambar 1.6
Tungau Skabies Hasil Kerokan Kulit di Bawah Mikroskop Perbesaran
40x.5

Sumber : Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,


https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada
25 Agustus 2018 pukul 21.21 WIB.

2. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)5

Terowongan dapat ditentukan lokasinya dengan menandai dengan

tinta yang dapat dihapus, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah itu, tinta

dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan

lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta di

dalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran

kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk S. Teknik ini

sangat berguna pada anak-anak dan pada individu dengan terowongan

sangat sedikit.5
11

3. Uji Tetrasiklin5

Solusio tetrasiklin topikal adalah alternatif untuk Burrow ink test.

Setelah diaplikasikan dan menghilangkan tetrasiklin berlebih dengan

alkohol, terowongan diperiksa di bawah lampu Wood. Tetrasiklin yang

tersisa di dalam liang itu memantulkan warna kehijauan. Cara ini lebih

disukai karena tetrasiklin adalah larutan tak berwarna dan area kulit

yang luas bisa diperiksa. 5

Uji tetrasiklin dan burrow ink test jarang dilakukan karena sering

menghasilkan negatif palsu. Hal ini terjadi karena biasanya pasien

datang dalam keadaan penyakit yang lanjut dan kebanyakan telah terjadi

infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak

dapat dimasuki tinta atau salep.1

4. Pemeriksaan dengan Isolasi (Adhesive Tape Test)5

Isolasi diaplikasikan ke area yang dicurigai sebagai terowongan

dan kemudian lepaskan dengan kencang dan cepat. Isolasi tersebut

kemudian diaplikasikan pada slide mikroskop dan diperiksa. Adhesive

Tape Test mudah dilakukan dan memiliki nilai prediksi positif dan

negatif yang tinggi, sehingga menjadi tes skrining yang baik.5

5. Pemeriksaan Histopatologis5

Gambaran histologis dari skabies cukup khas untuk menegakkan

diagnosis, meskipun hasilnya umum terjadi pada berbagai reaksi

arthropoda. Jika terowongan dipotong, tungau, larva, ova, dan kotoran

dapat diidentifikasi di dalam stratum korneum. Dilakukan dengan cara

menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis,
12

dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan berhati-hati

dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan

di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian

diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi irisan dengan pewarnaan

Hematoksilin and Eosin.5

Gambar 1.7
Tungau Skabies dalam Stratum Korneum.5
Sumber : Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 25
Agustus 2018 pukul 21.21 WIB.

Gambar 1.8
Tungau Multipel dalam Hiperkeratotik Stratum Korneum Pada Skabies
Norwegian.5
13

Sumber : Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,


https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 25
Agustus 2018 pukul 21.21 WIB.
Infiltrat dermal superfisial dan dalam tersusun dari limfosit, histiosit,

sel mast, dan eosinofil adalah karakteristik lesi skabies. Spongiosis dan

pembentukan vesikel dengan eksositosis eosinofil dan kadang-kadang

neutrofil hadir, seperti pada gambar di bawah.5

Gambar 1.9
Gambaran Seekor Tungau Sarcoptes scabiei.5
Sumber : Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 25
Agustus 2018 pukul 21.21 WIB.

1.10 Diagnosis Banding


14

Gambar 1.10
Diagnosis Banding Skabies.3

Sumber : Burkhrat CN, Burkhrat CG, 2012, Chapter 208: Scabies, Other
Mites, and Pediculosis, In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
Ed. 8, Vol. 1, pp. 2569-2572, San Fransisco: Mc. Graw-Hill Companies
Inc.

Tabel 1.1 Diagnosis Banding Skabies


Prurigo Hebra Etiologi : Penyebab pasti belum diketahui.

Multifaktorial (herediter, suhu, gigitan serangga,

investasi parasit, faktor atopi).7

Gejala klinis : Papul-papul miliar tidak berwarna,

berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat.

Rasa gatal yang hebat sehingga memicu garukan terus

menerus. Bisa timbul erosi, ekskoriasi, krusta,

hiperpigmentasi, dan likenifikasi. Jika kronik, terdapat

hiperpigmentasi dan likenifikasi.7

Predileksi : Ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik,

dapat meluas ke pantat dan perut, wajah dapat pula

terkena. Biasanya bagian distal lengan dan tungkai lebih

parah dibandingkan bagian proksimal.7

Gigitan Serangga Etiologi : Kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga

yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen

yang dikeluarkan serangga.7

Predileksi : Seluruh tubuh (tergantung area gigitan atau

sengatan).7

Gejala Klinis : Berupa eritema, edema, panas, nyeri,


15

bisa berbentuk papul-papul yang dikelilingi urtika dan

zona eritematosa yang muncul bersamaan di tempat

gigitan. Terasa sangat gatal.7

1.11 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat

efektivitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan

yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan

faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.3

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh

permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan

di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan

area belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah

dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus

diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang

adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu.

Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan

yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti

scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid

sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan

gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid

yang lengkap.4

Syarat obat yang ideal ialah :7


16

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.

2. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian

4. Mudah diperoleh dan harganya murah.

Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati

(termasuk penderita yang hiposensitisasi).7

A. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Penatalaksanaan secara umum berupa edukasi pada pasien skabies :4

1. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan

pengobatan yang sama dan serentak selama 4 minggu.

2. Pengobatan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam

hari sebelum tidur.

3. Ganti pakaian, handuk, sprei kamar, dan sofa yang sudah

digunakan, selalu cuci dengan teratur, rendam dengan air panas dan

disetrika.

4. Jangan ulangi penggunaan skabisid dalam kurang dari seminggu

walaupun rasa gatal mungkin masih timbul selama beberapa hari.

B. Penatalaksanaan Farmakologis

Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan

skabies dapat berupa topikal maupun oral antara lain :

a. Belerang endap (Sulfur Presipitatum)4,7

Belerang endap dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau

krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka

penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya


17

yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang

menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari

2 tahun.7

b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%)4,7

Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.

Digunakan dalam bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24

jam, diberikan setiap malam selama 3 hari. Terapi ini

dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan

anak-anak kurang dari 2 tahun, lebih efektif untuk resistant crusted

scabies.4

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam

selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,

dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.7

c. Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan/Lindane)4,7

Kadarnya 1% dalam krim atau losion, gel, termasuk obat

pilihan, karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan,

dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di

bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan

saraf pusat.7

Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat

(SSP) tungau. Tidak berbau, dan tidak berwarna. Pemakaian secara

tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-

24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan dapat diaplikasikan

kembali setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva


18

yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya.

Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta

menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping

neurotoksik SSP (ataksia, tremor, dan kejang) akibat pemakaian

berlebihan.4

d. Krotamiton 10% (Crotonyl-N-Ethyl-OToluidine)4,7

Sediaan dalam krim 10% atau losion juga merupakan obat

pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal;

harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Tingkat keberhasilan

bervariasi antara 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika

diaplikasikan dua kali sehari setelah mandi selama lima hari

berturut-turut. Tidak dapat digunakan untuk wajah, disarankan

mengganti semua pakaian dan sprei serta dicuci dengan air panas

setelah penggunaan Kromatiton untuk mencegah kembalinya

tungau. Efek samping iritasi bila digunakan jangka panjang; obat

ini tidak mempunyai efek sistemik.4,7

e. Ivermectin4

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh

Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip

antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktivitas antibiotik,

diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan luas

pada pengobatan hewan, mamalia; pada manusia digunakan untuk

pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis, dilaporkan

efektif untuk skabies. Diberikan oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB


19

untuk pasien berumur lebih dari 5 tahun. Formulasi ivermectin

topikal juga dilaporkan efektif. Efek samping yang sering adalah

dermatitis kontak, dapat juga terjadi hipotensi, edema laring, dan

ensefalopati.4

f. Permetrin 5%4,7

Merupakan pilihan pertama, tersedia dalam bentuk krim

5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci

bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian

kedua setelah 1 minggu, dan pemberian ketiga 1 minggu setelah

pemberian kedua.4

Gambar 1.11
Terapi Skabies Berdasarkan Siklus Hidup Sarcoptes scabiei.4

Sumber : Tan ST, Jessica A, Krisnataligan, 2017, Skabies: Terapi


Berdasarkan Siklus Hidup, CDK-254, Vol. 44(7), pp. 507-510.

Target utama pengobatan adalah membran sel skabies. Obat

membuat ion Cl masuk ke dalam sel secara berlebihan, membuat

sel saraf sulit depolarisasi dan parasit akan paralisis/ lumpuh. Obat

ini efektif membunuh parasit, tapi tidak efektif untuk telur. Oleh

karena itu, penggunaan permetrin hingga 3 kali pemberian sesuai


20

siklus hidup tungau. Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh

tungau yang baru menetas.4

Permetrin jarang diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan,

wanita hamil, dan ibu menyusui karena keamanannya belum dapat

dipastikan. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang

tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa

rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena kulit sensitif dan

terekskoriasi.4

Berdasarkan sumber lain, terapi farmakologis skabies dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 1.12
Terapi Skabies.4

Sumber : Tan ST, Jessica A, Krisnataligan, 2017, Skabies: Terapi Berdasarkan


Siklus Hidup, CDK-254, Vol. 44(7), pp. 507-510.
Pengobatan simptomatik berupa obat antipruritus seperti obat anti-

histamin dapat mengurangi gatal yang menetap selama beberapa minggu

setelah terapi anti-skabies yang adekuat. Untuk bayi, dapat diberikan

hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau

emolient pada lesi yang kurang aktif, pada orang dewasa dapat digunakan

triamsinolon 0,1%. Setelah pengobatan berhasil membunuh tungau skabies,


21

masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous

atau masa penyembuhan.4

Pasien dapat diobati dengan emolien dan kortikosteroid topikal;

antibiotik topikal tergantung infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.

Crotamiton antipruritik topikal dapat digunakan. Keluhan pruritus dapat

berlanjut selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena

respons kekebalan tubuh terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap,

mungkin karena salah diagnosis, aplikasi obat salah, sehingga tungau skabies

tetap ada. Kebanyakan skabies kambuh karena reinfeksi.4

1.12 Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-

orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi

dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk

mencegah penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah

mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi

asimptomatik.3

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui sprei, bantal,

handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci

bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat

hidup hingga 3 hari di luar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga

harus dibersihkan (vacuum cleaner).3

1.13 Komplikasi

Infeksi sekunder dapat terjadi dan post streptococcal

glomerulonefritis dapat terjadi akibat skabies-induced pioderma yang


22

disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Limfangitis dan septikemia juga

telah dilaporkan terjadi pada kasus skabies berkrusta. Investasi skabies juga

bisa memicu terjadinya pemfigoid bulosa.3

1.14 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta

syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain

higiene, serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati,

maka penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik.


BAB 2

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. NHW

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Pelajar SMP

Alamat : Menur IV / 21, Kota Surabaya

No. RM : 846052

Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2019

Jenis Pasien : Umum

2.2 Anamnesis

 Keluhan Utama : Gatal-gatal di selangkangan

 Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita datang ke poli Kulit dan

Kelamin RSU Haji Surabaya pada tanggal 13 Desember 2019 dengan

keluhan gatal di selangkangan sejak 2 minggu yang lalu. Gatal muncul

bersama dengan bintil-bintil di kemaluan. Gatal yang dirasakan penderita

lebih hebat pada malam hari sehingga membuat penderita sulit tidur.

Pada awalnya muncul bintil-bintil lalu semakin digaruk semakin timbul

luka. Pasien belum berobat ke dokter, namun sudah memberikan bedak

salicyl di area yang gatal sejak 3 hari yang lalu.

 Riwayat Penyakit Dahulu :

23
24

- Tidak pernah memiliki penyakit seperti sekarang.

 Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

 Riwayat Alergi

- Alergi obat disangkal.

- Asma disangkal

- Alergi makanan disangkal.

 Riwayat Pengobatan

Bedak salycil 3 hari

 Riwayat Sosial

- Pasien merupakan santri SMP di pondok sejak 1 tahun yang lalu

- Teman-teman di pondok pasien banyak yang mengalami keluhan

serupa

- Pasien satu kamar dengan 10 orang, 6 teman sekamar pasien

mengalami keluhan serupa.

- Pasien tidak pernah menjemur kasur, bantal, dan guling

- Sarung bantal, guling, dan sprai dicuci 3 bulan sekali

- Air yang digunakan PDAM.

- Mandi menggunakan sabun bayi sebanyak 2x sehari di kamar mandi

bersama.

- Handuk pasien dicuci 2 bulan sekali, dan dijemur bersama dengan

handuk teman-temannya.

- Air minum menggunakan air galon.


25

- Pasien mencuci pakaiannya bersama dengan teman-temannya

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : Compos Mentis

 BB/TB : 39 kg/147cm

 Kepala : Dalam batas normal

 Leher : Dalam batas normal

 Thorax : Dalam batas normal

 Abdomen : Dalam batas normal

 Ekstremitas : Lihat status dermatologi

 Genitalia : Lihat status dermatologi

 Glutes : Dalam batas normal

Status Dermatologi

Status dermatologi : Pada regio genitalia eksterna dan inguinal dextra

et sinistra, tampak multiple papul eritematosa, pustul, vesikel, bula

purulen, krusta, dan ekskoriasi serta erosi. Pada regio genitalia eksterna

didapatkan gambaran kunikulus berbentuk garis lurus berwarna putih

dengan ukuran 1cm disertai pustul di ujungnya.

Pemeriksaan Penunjang

- Kerokan Kulit

Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan tungau, telur, dan atau

larva dari Sarcoptes scabei yaitu dengan mengerok lesi kulit dasar

vesikel, pustula, atau terowongan. Pemeriksaan dilakukan dengan


26

mengambil kerokan dasar pustula di lipatan paha pasien kemudian

diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x, tidak

ditemukan gambaran tungau.

Gambar 2.1

Hasil Kerokan Kulit (Perbesaran 10x).

2.4 Resume

Penderita datang ke poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya pada

tanggal 13 Desember dengan keluhan gatal di selangkangan sejak 2

minggu yang lalu. Gatal muncul bersama dengan bintil-bintil di

kemaluan. Gatal yang dirasakan penderita lebih hebat pada malam hari

sehingga membuat penderita sulit tidur. Pada awalnya muncul bintil-bintil

lalu semakin digaruk semakin timbul luka. Pasien merupakan santri di

pondok, teman-teman di pondok banyak yang mengalami penyakit yang

sama.
27

Status dermatologi : Pada regio genitalia eksterna dan inguinal dextra

et sinistra, tampak multiple papul eritematosa, pustul, vesikel, bula

purulent, krusta, dan ekskoriasi serta erosi. Pada regio genitalia eksterna

didapatkan gambaran kunikulus berbentuk garis lurus berwarna putih

dengan ukuran 1cm disertai pustul di ujungnya.

2.5 Diagnosis

Skabies dengan infeksi sekunder

2.6 Diagnosis Banding

2.7 Planning

 Diagnosis : Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis yang dialami pasien

(3 dari 4 cardinal sign)

 Terapi :

a. Non medikamentosa :

- Pakaian, sprei, selimut dan handuk dicuci secara terpisah dengan

air panas dan disetrika.

- Seluruh orang-orang yang sering kontak dengan pasien terutama

keluarga dan teman-teman pondok yang kontak dengan penderita

harus diobati secara bersamaan agar tidak terjadi penularan.

- Memakai barang pribadi sendiri tidak bergantian dengan teman.

- Menjaga kebersihan diri dengan mandi teratur 2x sehari

menggunakan sabun mandi

- Menjaga kebersihan bak mandi dengan menguras bak mandi 1

minggu sekali
28

- Sering menjemur kasur, 1-2 minggu sekali.

- Rutin mencuci handuk, sprei, selimut sarung bantal seminggu

sekali, dan menjemur handuk

b. Medikamentosa

- Permethrin 5% 30g krim, aplikasi hanya sekali, dioleskan pada

malam hari seluruh tubuh dari leher hingga ujung kaki dan dicuci

setelah 8 – 10 jam. Bila pada pengolesan pertama belum sembuh

maka dapat diulangi lagi 1 minggu kemudian.

- Antihistamin : Cetirizine tablet 1x10mg.

- Klindamisin 150mg 4x1 untuk 5-7 hari

 Monitoring

- Keluhan pasien

- Bentukan efloresensi

 Edukasi

- Beritahukan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakitnya,

penyebab, rencana pengobatan serta prognosis penyakitnya.

- Menjelaskan cara pemakaian obat-obatan yang diberikan, efek

samping yang mungkin muncul dan berapa lama pengobatannya.

- Menganjurkan kepada pasien untuk membiasakan cuci tangan yang

bersih.

- Mencuci dan mengganti sprei dan sarung bantal secara rutin

- Menjaga kebersihan bak mandi, sebaiknya dibersihkan 1 minggu

sekali

- Kontrol 1 minggu lagi.


29

2.8 Prognosis

Baik selama pasien melakukan pengobatan dengan baik dan

mengikuti petunjuk pemakaian obat yang benar.

2.9 Foto Kasus


30

Gambar 2.2
Lesi Skabies Pada Regio Genitalia dan Groin Dextra et Sinistra
35

BAB 3
PEMBAHASAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabies var, hominis dan produknya. Ditandai gatal malam

hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang

tipis, hangat dan lembab.

Penderita datang dengan keluhan gatal di selangkangan sejak 2 minggu yang

lalu. Gatal muncul bersama dengan bintil-bintil di genitalia. Gatal yang dirasakan

penderita lebih hebat pada malam hari sehingga membuat penderita sulit tidur.

Pada awalnya muncul bintil-bintil lalu semakin digaruk semakin timbul luka.

Pasien belum berobat sama sekali.

Pasien tinggal di pondok pesantren di Surabaya sejak 1 tahun yang lalu.

Pasien tidur bersama 10 orang temannya dalam satu kamar. Teman-teman di

pondok pasien banyak yang mengalami keluhan serupa. 6 teman sekamar pasien

mengalami keluhan serupa.

Pada pemeriksaan fisik di regio genitalia dan cruris atau groin dextra et

sinistra, tampak multiple papul eritematosa, pustul, vesikel, bula purulen, krusta,

dan ekskoriasi serta erosi. Pada regio genitalia eksterna didapatkan gambaran

kunikulus berbentuk garis lurus berwarna putih dengan ukuran 1cm disertai pustul

di ujungnya. Pada pemeriksaan kerokan kulit tidak ditemukan tungau.

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa termasuk dalam

Cardinal Sign adalah pruritus nokturnal yaitu rasa gatal terasa lebih hebat pada

malam hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab

35
36

dan panas. Selain itu, penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga

biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah

pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh

penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang

hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan

keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carrier) bagi individu lain. Sesuai

dengan pasien ini dimana terdapat tetangga mengalami keluhan yang sama. Selain

itu juga didapatkan kunikulus atau terowongan pada tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang 1cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Tempat

predileksinya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-

sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak

bagian depan, areola mame, umbilicus, bokong. Menemukan tungau merupakan

hal yang paling menunjang diagnosis, dapat ditemukan satu atau lebih stadium

hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran(skibala), akan

tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian

besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak

spesifik.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis dengan

scabies karena memenuhi 3 dari 4 tanda kardinal.

Pada pasien ini didapatkan infeksi sekunder karena didapatkan pustul, krusta,

erosi, ekskoriasi, dan bula purulen, hal ini sesuai dengan literatur bahwa jika

timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-

lain).

36
37

Planning terapi yang diberikan kepada pasien adalah medikamentosa dan

non medikamentosa. Untuk non medikamentosa seperti, pakaian, sprei, selimut

dan handuk dicuci secara terpisah dengan air panas dan disetrika. Sesuai dengan

literatur mengatakan bahwa pengobatan secara menyeluruh terhadap orang-orang

di sekitar pasien. Dalam kasus ini dapat diberikan pengobatan kepada teman 1

kamar dan keluarga pasien.

Adapun terapi farmakologis pada kasus ini diberikan permethrin 5% 30g

krim, aplikasi hanya sekali, dioleskan pada malam hari seluruh tubuh dari leher

hingga ujung kaki dan dicuci setelah 8 – 10 jam. Bila pada pengolesan pertama

belum sembuh maka dapat diulangi lagi 1 minggu kemudian. Antihistamin

Cetirizine tablet 1x10mg dan Klindamisin 150mg 4x1 untuk 5-7 hari

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa prinsip pengobatan

pada Skabies adalah scabisid yang dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali

area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,

genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Selain itu

diberikan klindamisin untuk mengatasi infeksi sekunder yang paling banyak

disebabkan karena Streptococcus pyogenes.

37
38

BAB 4

KESIMPULAN

Infeksi pada kulit yang disebabkan oleh host-spesifik tungau yang seluruh

siklus hidupnya berada di lapisan epidermis kulit yaitu Sarcoptes scabiei. Gejala

klinis khas nya adalah 4 tanda utama atau cardinal sign pada infeksi skabies,

antara lain : pruritus nokturna, menyerang secara berkelompok, adanya

terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi, dan menemukan tungau

Sarcoptes scabiei.

Prinsip pengobatan adalah skabisid topikal yang harus dioleskan di seluruh

permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di

daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area

belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit

kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Terapi Untuk melakukan

pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang kontak langsung atau

dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan

ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena seseorang

mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode

inkubasi asimptomatik.

Pemilihan terapi yang diberikan kepada pasien adalah permethrin 5% 30 g

krim, aplikasi hanya sekali, dioleskan pada malam hari seluruh tubuh dari leher

hingga ujung kaki dan dicuci setelah 8 – 12 jam. Bila pada pengolesan pertama

belum sembuh maka dapat diulangi lagi 1 minggu kemudian. Selain itu, diberikan

terapi antihistamin Cetirizine 1x sehari 3-7 hari, dan klindamsin 4x150mg selama

5-7 hari. Pasien diminta kontrol lagi 1 minggu kemudian.

38
39

39
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Shobirin MY, Mayasari D, 2017, Penatalaksanaan Skabies pada Anak

Perempuan Usia Satu Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga,

Journal Medula Unila, Vol. 7(3), pp. 50-56.

2. Nindrya ZB, Sungkar S, 2014, Tingkat Pengetahuan Mengenai Gejala

Klinis Skabies dan Hubungannya Dengan Karakteristik Demografi Santri

di Pesantren X, Jakarta Timur, Literature Review FK UI, pp. 1-16.

3. Burkhrat CN, Burkhrat CG, 2012, Chapter 208: Scabies, Other Mites, and

Pediculosis, In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Ed. 8,

Vol. 1, pp. 2569-2572, San Fransisco: Mc. Graw-Hill Companies Inc.

4. Tan ST, Jessica A, Krisnataligan, 2017, Skabies: Terapi Berdasarkan

Siklus Hidup, CDK-254, Vol. 44(7), pp. 507-510.

5. Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,

https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada

25 Agustus 2018 pukul 21.21 WIB.

6. Kurniati, Iskandar Z, Yulianto L, 2014, Kesesuaian Gambaran Klinis

Patognomonis Infestasi Skabies dengan Kepositifan Pemeriksaan

Dermoskop dan Kerokan Kulit, Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin, Vol. 26(1), pp. 14-21.

7. Boediardja SA, Ronny PH, 2017, Skabies, In: Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, Ed. 7, Cetakan 4, pp. 137-140, Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

36
37

8. Burns DA, Chapter 38: Diseases Caused by Arthropods and Other

Noxious Animals, In: Rook’s Textbook of Dermatology, Ed. 8, pp. 38.36 –

38.42, USA: Blackwell Publishing.

37

Anda mungkin juga menyukai