Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada SKDI, hemoroid derajat 1-2 merupakan standar kompetensi 4A,

sedangkan derajat 3-4 adalah standar kompetensi 3A. Saat ini penyakit hemoroid

sering terjadi dan merupakan anal disorders yang paling banyak didiagnosis.

meskipun angka kejadiannya sulit ditemukan secara akurat karena sebagian besar

pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak mencari perawatan dari dokter (1,2).

Sebagian besar penderita penyakit jenis ini tidak dinyatakan dengan benar serta

banyaknya layanan non-medis di Indonesia yang terlibat dalam perawatan,

khususnya pengobatan alternatif. Di poli gastrointestinal dr. Rumah sakit Cipto

Mangunkusumo ada 150 pasien yang dirawat setiap tahun selama periode 2005-
(3)
2010 . Sebuah penelitian terhadap pasien yang menjalani skrining kanker

kolorektal rutin menemukan prevalensi wasir 39%, dengan 55% pasien

melaporkan tidak ada gejala(1)

Terminologi hemoroid adalah hem asal Yunani (darah) dan rhoos artinya

mengalir, sesuai dengan definisi sebelumnya dilebarkan vena anal /

varises(3).Mayoritas keluhan yang ditemukan adalah perdarahan defekasi,

terutama pada hemoroid internal derajat kedua dan ketiga (3). Dalam hal perbedaan

dalam prevalensi menurut gender, sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat

menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan kejadian antara pria dan wanita.

Faktor risiko lain yang dilaporkan dalam prevalensi hemoroid menunjukkan

bahwa mereka muncul 1,5 kali lebih sering di Kaukasia daripada Afrika Amerika

1
(3)
. Hemoroid lebih lazim pada orang berusia 45 hingga 65 tahun, dengan jumlah

pasien cenderung menurun di atas usia 65 dan pasien di bawah usia 20 tahun(1).

Meskipun penyebab pastinya tidak dipahami dengan baik, hemoroid

dikaitkan dengan kondisi mweningkatnya tekanan dalam pleksus vena hemoroid,

seperti mengejan saat buang air besar akibat sembelit. Faktor resiko lainnya

termasuk obesitas, kehamilan, diare kronis, hubungan seksual anal, sirosis dengan

asites, disfungsi dasar panggul, dan diet rendah serat(1). Berbagai pilihan terapi

telah berkembang selama periode waktu tertentu. Namun, tidak ada pilihan

tunggal yang dapat dianggap sebagai standar perawatan(8)

Tujuan dari pembuatan referat ini ialah untuk mengetahui dan memahami

mengenai hemoroid secara komprehensif.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hemoroid

Hemoroid adalah kelompok jaringan pembuluh darah (pleksus vascular),

otot polos, dan jaringan ikat yang tersusun sepanjang anal canal yang difiksasi ke

sfingter anal oleh ligamen Treitz dan Park. Mereka merupakan jaringan normal

pada individu sehat sebagai bantalan yang membantu system sfingter anus untuk

mengefakuasi feses serta menjaga kontinensia. Meskipun hemoroid adalah

struktur normal, istilah hemoroid mengacu pada kondisi patologis atau proses

simtomatik(4).

Hemoroid adalah tonjolan anal cushion abnormal yang mewakili kondisi

patologis yang ditandai oleh perdarahan anal dan prolaps benjolan anal (3).

Hemoroid mewakili perubahan patologis ketika massa atau jaringan yang terdiri

dari otot dan serat elastis, jaringan ikat serta pembuluh darah yang membesar dan

menggembung. Sehingga berada pada kondisi yang ditandai oleh prolaps bantalan

anal (anal cushion) yang dapat menyebabkan perdarahan dan nyeri(7).

Hemoroid paling baik didefinisikan sebagai "pembesaran dan perpindahan

bantal anal ke distal." Dilatasi abnormal dan distorsi ireguler pada pembuluh

darah bersama dengan kerusakan pada jaringan ikat pendukung terlihat pada

hemoroid(8)

2.2 Anatomi

Investigasi pada anal kanal janin menunjukkan tonjolan mukosa dan

submukosa di atas linea dentata yang membentuk anal cushion. Ini menunjukkan

3
bahwa struktur telah berkembang dalam embrio. Anal cushion terletak di lateral

kiri, posterior kanan dan anterior kanan, untuk tujuan klinis dikenal sebagai posisi

arah jam 3, 7 dan 11 dan ditutupi oleh mukosa rectum dengan suplai saraf aferen(3)

Hemoroid interna terletak di atas linea dentata. Mereka ditutupi oleh epitel

kolumnar dan tidak dipersarafi oleh serabut nyeri visceral. Hemoroid interna

dinilai berdasarkan tingkat prolaps. Hemoroid eksterna terletak di bawah linea

dentata. Mereka ditutupi dengan epitel skuamosa dan dipersarafi oleh saraf

somatik yang dapat menghasilkan rasa sakit. Hemoroid eksterna umumnya

asimptomatik kecuali mereka yang mengalami trombosis. Pada Trombus

hemoroid akan terjadi nyeri akut(4)

4
2.3 Patofisiologi

Ada faktor yang berperan penting dalam perkembangan hemoroid, antara lain(3) :

1. Mekanik

Setiap kelemahan jaringan ikat dan ligamen pengikat anal cushion

membuat anal cushion prolaps selama defekasi tinja keras dengan

mengejan . Kebiasaan buang air besar dalam posisi duduk memainkan

peran penting dalam perkembangan hemoroid, karena sumbu rectum

diposisikan dengan beban yang terfokus pada anus. Selanjutnya, prolaps

anal cushion seperti itu tidak dapat direduksi secara spontan, tetapi secara

manual.

2. Hemodinamik

Aliran balik vena karena tersumbatnya anastomosis dari arteriovenous

menyebabkan pembengkakan dan penebalan serta memperbesar anal

cushion menyebabkan prolaps yang tidak dapat direduksi karena adanya

sfingter anal. Faktor-faktor ini dapat ditemukan dengan salah satu lebih

dominan. Hemoroid interna ditemukan sebagai kombinasi dari buang air

5
besar dengan tinja keras dan kerusakan anal cushion yang disebabkan

degenerasi jaringan ikat.

Kerusakan tersebut membuat aliran darah pada pleksus hemoroid mengalami

stagnasi dan edema lebih lanjut menyebabkan anal cushion yang membesar. Suatu

kondisi yang membuat anal cushion mengalami prolaps secara permanen atau

bermanifestasi sebagai perdarahan anus karena area tersebut diketahui sangat

rentan. Stasis aliran vaskular menyebabkan berkumpulnya leukosit yang

kemudian melekat pada endotel dan diikuti oleh pelepasan mediator inflamasi

seperti prostaglandin dan radikal bebas, peningkatan permeabilitas kapiler,

kerapuhan endotel, dan nekrosis dinding pembuluh darah(3)

2.4 Patogenesis

Patogenesis hemoroid disebut multifaktorial. Banyak faktor yang

mempengaruhi adalah pola makan dan kebiasaan diet, tonisitas sfingter anal,

massa feses keras, mengejan, gestasi dan posisi duduk di toilet. Faktor-faktor ini

menyebabkan gangguan aliran balik diikuti oleh edema dan tonjolan anal cushion,

penurunan tonus sfingter yang memperburuk prolaps yang dimanifestasikan

dalam benjolan dan atau perdarahan anal(3)

Peningkatan kronis tekanan intraabdominal, dan dengan tidak adanya katup

pada pembuluh darah rektum, dapat membatasi drainase vena dari sinusoid

selama buang air besar, menghasilkan dilatasi abnormal anastomosis arteriolar-

venular pleksus hemoroid interna. Posisi tegak, kehamilan, obesitas, asites,

mengejan karena buang air besar, pengangkatan beban yang berat dan olahraga

berat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen(6)

6
Posisi duduk selama buang air besar, tidak memungkinkan pelurusan sudut

anorektal (Sebaliknya, sudut ini dihilangkan jika buang air besar dilakukan dalam

posisi jongkok) sehingga mengharuskan upaya yang lebih besar dan tekanan

intraabdominal yang berlebih untuk mengatasi hambatan dalam proses penurunan

tinja. Kondisi sembelit (karena tidak adanya diet serat) dipertimbangkan faktor

risiko penting untuk pengembangan wasir penelitian terbaru meragukan

hubungan ini. Namun, sembelit meningkatkan tekanan intraabdomen dan

langsung menghambat aliran balik vena, melalui efek tinja keras yang menekan

vena rektum, sementara tinja keras menngakibatkan tekanan intra-anal yang kuat

pada anal cushion selama defekasi. Selain itu, prolonged defekasi pada pasien

konstipasi dapat menyebabkan evakuasi berulang dan tidak efektif, yang

menghambat aliran balik vena(6)

Otot submukosa anal dengan kuat menghubungkan anal cushion ke sfingter

internal. Ligamen Park menghubungkan anal cushion dengan kuat ke otot

longitudinal. Karena anal cushion dan sfingter internal bergerak berlawanan arah

(awal tergelincir ke bawah, lalu rileks), kedua bagian dari Ligamen Treitz

memanjang dan meregang saat buang air besar. Pengulangan dan siklus

pemanjangan dan pemendekan Treitz yang diikuti pengejanan kronis akhirnya

mengalami disintegrasi. Ligamen Treitz juga dapat mengalami degenerasi dengan

bertambahnya usia. Hasil akhirnya adalah adanya prolapse anal cushion diluar

anus setelah defekasi. Di tingkat awal hemoroid penyakit (derajat 1 dan 2), anal

cushion akan balik kembali ke anus tanpa usaha dari pasien. Selanjutnya,

disintegrasi bertambah dengan otot longitudinal yang mengakibatkan secara

7
permanen di luar anus, baik secara manual reversibel (tingkat 3) atau

nonreversible (derajat 4)(6)

2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesis
Hemoroid interna mudah didiagnosis berdasarkan temuan klinis, baik

benjolan atau tonjolan, dan perdarahan anal. Perdarahan anal mungkin

mencerminkan banyak diagnosis lain di daerah kolorektal. Sehingga harus

didiagnosis berdasarkan visualisasi yang jelas dari pemeriksa. Karakteristik darah

(darah segar, tetesan setelah buang air besar) selain sensasi menyakitkan (sumber,

durasi, sebelum- atau, setelah buang air besar). Harapan pasien juga harus

dilanjutkan sebagai penilaian untuk pemilihan perawatan(3). Simtomatik hemoroid

interna sering muncul dengan perdarahan merah segar tanpa rasa sakit, prolaps,

kotor (soiling), jaringan yang prolapse seperti anggur dirasakan mengganggu,

gatal, atau kombinasi dari gejala. Pendarahan biasanya menetes setelah tinja dan

jarang menyebabkan anemia(1)

Hemoroid eksterna biasanya disertai nyeri ringan hingga berat, karena

distensi kulit akibat trombosis dan berhubungan dengan aktivitas fisik yang

8
berlebihan, mengejan, diare, atau perubahan pola makan. Pengurangan rasa sakit

dalam 5-7 hari ditemukan berkorelasi dengan resolusi trombosis. Trombosis

eksternal dapat diikuti dengan erosi kulit yang mengakibatkan pendarahan(3).

Hemoroid eksterna dapat serupa dengan hemoroid interna, tetapi dapat menjadi

menyakitkan, terutama saat trombosis. Pasien yang lebih muda dari 40 tahun

dengan dugaan perdarahan hemoroid tidak memerlukan evaluasi endoskopi jika

mereka tidak memiliki bendera merah (mis., penurunan berat badan, perut sakit,

demam, tanda - tanda anemia), tidak punya pribadi atau riwayat keluarga kanker

kolorektal atau radang usus penyakit, dan membaik dengan terapi. Faktor risiko

untuk kanker kolorektal adalah riwayat keluarga kanker kolorektal, polip

adenomatosa. Sehingga perlu follow up pada pasien dengan perdarahan rectum

tidak menjalani endoskopi karena kejadian kolorektal kanker pada orang dewasa

yang lebih muda meningkat. Sehingga, Pasien lebih tua dari 40 tahun dengan

pendarahan dubur dan pasien yang lebih muda dengan faktor risiko harus

menjalani evaluasi usus penuh dengan kolonoskopi, computed tomographic

kolonografi(1)

Hal yang paling penting untuk dicatat sebagai keluhan mayoritas adalah

pendarahan setelah buang air besar. Tetesan darah segar hanya dari feses mengacu

pada karakteristik hemoroid. Hati-hati pada derajat 4, darah segar yang menjadi

karakter hemoroid tidak ditemukan pada banyak kasus. Hal ini ditemukan

berkorelasi dengan penebalan mukosa dan fibrotik. Setiap darah yang ditemukan

setelah buang air besar biasanya tidak memiliki hubungan dengan hemoroid.

Keluhan umum lainnya adalah prolaps anal, yang dialami saat benjolan keluar

saluran anal selama buang air besar yang mungkin atau mungkin tidak bisa

9
direduksi. Gejala lain yang ditemukan adalah, lendir perianal, pruritus, daerah

sekitar yang kotor, dan anemi(3)

2.5.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan inspeksi daerah perineum dan rectal saat pasien istirahat dan

sambal mengejan. pasien dapat berada di dekubitus lateral, lithotomy, atau posisi

jackknife yang rentan (pasien pronasi dengan meja disesuaikan sehingga pinggul

tertekuk, dengan kepala dan kaki di tingkat yang lebih rendah). Adanya hemoroid

eksternal atau prolaps wasir internal dapat terlihat jelas(1)

Pemeriksaan colok dubur bisa mendeteksi massa, adanya nyeri, dan

konsistensi, tetapi hemoroid internal kecil kemungkinan untuk teraba kecuali

mereka membesar atau prolapse(1). Pemeriksaan colok dubur adalah prosedur

penting pada hemoroid, tidak ditujukan untuk mengkonfirmasi hemoroid tetapi

untuk cara mengetahui adanya komplikasi seperti trombosis atau kelainan lain di

daerah perianal. Pasien diinstruksikan untuk mengejan sebelum prosedur,

sehingga anal cushion yan prolapse dapat terlihat. Dengan manuver semacam ini,

hemoroid internal stage 2 akan terlihat jelas. Langkah selanjutnya adalah menilai

tonus sfingter anal, mukosa rektum, ampula, dan prostat pada pria atau serviks

pada wanita. Sfingter anal hipertonik menunjukkan spasme yang mungkin

ditemukan pada adanya fisura anal. DRE tidak boleh dilakukan jika ada rasa sakit

pada stage 3 dan 4. Dalam praktek klinis, prosedur dilakukan dalam posisi lateral

dekubitus kiri atau posisi Sim, yang nyaman bagi pasien. Posisi litotomi

merupakan posisi terbaik untuk memeriksa saluran anus serta rektum, meskipun

posisi bukan posisi yang nyaman untuk wanita(3) Dokter harus menghindari

penggunaan istilah jam untuk menggambarkan lesi, karena posisi pasien dapat

10
bervariasi. Sebaliknya, gunakan istilah yang berhubungan dengan pasien, seperti

anterior, posterior, kiri, atau kanan(1)

2.5.3 Pemeriksaan penunjang


Anoskopi adalah cara yang efektif untuk memvisualisasikan hemooroid

internal yang tampak seperti tonjolan keunguan melalui anoscope(1) Anoskopi dan

proktoskopi. Prosedur ini ditujukan untuk mengeksplorasi mukosa mulai dari anal

canal hingga rektum, termasuk struktur mukosa dan linea dentata. Melalui

prosedur ini, diagnosis harus dibuat terutama pada mereka yang tidak mengalami

prolaps karena prosedur ini memberikan visualisasi anal cushion yang baik di

dalam anal canal(3)

Sigmoidoskopi. Ada dua jenis sigmoidoskopi yang tersedia, yaitu tipe kaku

(rigid) dan fleksibel. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan instrumen

melalui anus, langsung ke rektum dan sigmoid (lebih kurang sekitar 25 cm dari

garis anokutan sampai ke sigmoid). Dengan penggunaan alat tersebut, diagnosis

banding mudah disingkirkan, terutama mengenai, sumber perdarahan(3)

2.6 Klasifikasi hemoroid interna

Melaui pemeriksaan, maka hemoroid interna dapat dibagi menjadi :

 Grade I tidak prolaps di bawah linea dentata dan terlihat pada anoskopi

atau kolonoskopi

 Grade II prolaps bawah linea dentata tetapi dapat tereduksi spontan.

 Grade III prolapse dan membutuhkan reduksi manual

 Grade IV prolaps dan tetap di bawah garis dentate dan tidak dapat

direduksi.

11
2.7 Diagnosis Banding

Pada pasien dewasa, adanya bleeding rectum harus dipikirkan adanya

kemungkinan karsinoma kolorektal, penyakit divertikel, polip adenomatous, dan

fisura ani. Pada penderit anak dapat terjadi polip rectum atau fisura ani.

Sedangkan jika ditemukan benjolan dapat dipikirkan adanya prolapse rekti atau

prolapse ani(9)

12
2.8 Tatalaksana

Manajemen wasir mengacu pada klasifikasinya, Harus dicatat bahwa rujukan itu

tidak mutlak.

1. Tatalaksana konservatif

Lini pertama tatalaksana konservatif hemoroid adalah diet tinggi serat (25

hingga 35 g per hari), suplemen serat,peningkatan intake air, berendam / mandi air

hangat dan konsumsi pelunak feses. Suplementasi serat mengurangi perdarahan

hemoroid sebesar 50% dan memperbaiki gejala keseluruhan. Mandi dengan air

hangat mengurangi rasa sakit sementara waktu. konsumsi air yang tinggi dan diet

tinggi serat dapat dilakukan pada hemoroid derajat 1 hingga 4 yang ditujukan

untuk melunakkan feses, sehingga tidak mengejan selama buang air besar(1)

Kedua, menghindari faktor risiko, termasuk pelatihan toilet. Ketiga,

medikamentosa yang sesuai dengan derajat menggunakan pengobatan lokal dan

sistemik untuk memberikan vasokonstriksi, kontrol inflamasi, pengobatan

13
permeabilitas / perubahan pembuluh darah dan untuk meningkatkan kontraksi

sistem otot anal cushion(1)

Banyak industry yang membuat krim dan supositoria untuk mengobati

hemoroid. Kombinasi steroid, anestesi, antiseptik, astringents (witch hazel),

pelindung (zinc oksida), dekongestan (fenilefrin) mungkin efektif dalam

menghilangkan sementara gejala akut penyakit hemoroid. Biasanya obat-obatan

sering menggabungkan dua atau lebih bahan-bahan ini. Suplemen yang

mengandung bioflavonoid (mis., hidrosmin, diosmin, hesperidin, rutosides)

umumnya digunakan untuk menghilangkan gejala hemoroid. Obat flavonoid oral

dapat mengontrol perdarahan akut. Mereka meningkatkan tonus pembuluh darah,

mengurangi kapasitas vena, mengurangi permeabilitas kapiler, memfasilitasi

drainase limfatik dan miliki efek anti-inflamasi. Sebuah meta-analisis besar

menunjukkan bahwa ia memiliki manfaat yang signifikan efek pada perdarahan,

pruritus, keputihan dan keseluruhan perbaikan gejala(1,5)

Lini pertama pengobatan juga dapat diberikan Nitrogliserin topikal 0,4%

Salep untuk mengurangi nyeri dubur yang disebabkan oleh trombosis, meskipun

lebih umum digunakan untuk fisura anal. Injeksi tunggal toksin botulinum ke

dalam sfingter anal secara efektif mengurangi nyeri trombosis hemoroid

eksternal(5)

2. Minimal invasive treatment

Saat ini ada pergeseran paradigma dalam pengelolaan hemoroid ke intervensi

minimal daripada pembedahan. Pasien dengan hemoroid akut dapat dikelola

dengan baik di klinik sehari dengan ligasi rubber-band, injeksi skleroterapi,

14
infrared fotokoagulasi, cryosurgery, operasi laser dan dearterialisasi hemoroid

trans anal.

a. Injeksi Skleroterapi

Berbagai sklerosant solution telah digunakan untuk diinjeksikan. Solusio 5%

fenol dalam almond oil lebih umum digunakan dan mungkin memiliki risiko

nekrosis mukosa lebih rendah. Sclerosant disuntikkan pada basal dari hemoroid,

yang akan menyebabkan respon inflamasi yang akan berakhir pada fibrosis.

Berbagai macam sclerosan telah digunakan termasuk etanolamin, quinin,

hipertonik saline, dan 5% fenol dalam minyak (4). Perawatan injeksi lebih

sederhana, aman dan cepat, tetapi mungkin tidak seefektif RBL. Modalitas

pengobatan ini seharusnya diperuntukkan bagi pasien yang gejala utamanya

perdarahan dan terapi konservatif belum memperbaiki gejala. Indikasi lain

mungkin termasuk pasien dengan risiko tinggi perdarahan sekunder (pasien

dengan antikoagulan dan pasien dengan sirosis lanjut) dan mereka yang

immunocompromized. Komplikasinya termasuk perdarahan (baik langsung atau

sekunder), nyeri (yang dapat dilokalisasi), atau gejala prostat jika injeksi

dilakukan terlalu dalam. Suntikan prostat dapat menyebabkan retensi urin (sering

sembuh secara spontan), epididimitis, prostatitis (timbul sebagai nyeri pada

ejakulasi dan haemospermia) dan bahkan prostat abses(5)

b. Infrared photocoagulation

Infrared coagulation yaitu aplikasi langsung gelombang inframerah ke

hemoroid yang mengakibatkan nekrosis proksimal hemoroid dan pengelupasan

jaringan. Diperlukan beberapa aplikasi pada setiap hemoroid dan masing-masing

membutuhkan beberapa detik. Komplikasi dan efikasi hampir sama dengan RBL

15
dengan rasa sakit yang lebih minimal terkait dengan rendahnya volume nekrosis

jaringan. Tetapi jarang dilakukan karena biaya yang mahal (5). IRC dapat

dimasukkan melalui probe fiberoptic sekali pakai yang dimasukkan melalui

saluran endoskopi. Lebih umum, IRC dilakukan menggunakan sistem

nonendoskopi yang terdiri dari power unit dengan lampu tungsten-halogen. Probe

cahaya infrared ditempatkan lebih superior dari anal cushion lalu diaktifkan,

mengubah cahaya inframerah menjadi panas. Panasnya akan menyebabkan

koagulasi dan nekrosis, dengan akhir fibrosis dari submucosa(4)

c. Cryotheraphy

Menggunakan nitrogen cair untuk mmembekukan hemoroid dan

mengakibatkan nekrosis. Efek samping yang umum adalah discharge serosa yang

banyak. Teknik ini telah sebagian besar ditinggalkan. Suatu bentuk cryotherapy

yang tidak merusak menggunakan terapi dingin untuk menghasilkan

vasokonstriksi, analgesia,dan relaksasi otot, dan meningkatkan kualitas hidup

pada pasien dengan hemoroid(4)

d. Rubber band ligation

Tatalaksana terbanyak yang biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan. RBL

menggunakan perangkat / device yang membuat rubber band terpasang pada

setiap hemoroid melalui protoskop. Karet ini akan mengkonstriksi suplai darah

yang menyebabkan hemoroid menjadi iskemik sebelum dienyahkan sekitar 1-2

minggu kemudian. Fibrosis yang dihasilkan mengurangi prolapse hemoroid.

Meski mudah dilakukan, harus diperhatikan untuk menempatkan band dengan

benar agar mengurangi potensi untuk nyeri hebat. Literatur tentang efikasi dan

keamanan RBL sangat banyak. Tingkat rekurensi yang dilaporkan meliputi dari

16
11% hingga lebih dari 50%. Rekurensi dapat diobati dengan re-banding atau oleh

intervensi bedah. Nyeri akut sering terjadi, meskipun hanya berlangsung beberapa

jam setelah prosedur. Umumnya gejala nyeri jangka pendek dapat dikurangi

dengan injeksi anestesi lokal(5)

Dalam RBL, instrument ligase di masukkan melalui speculum untuk

menggenggam atau menyedot jaringan heoroid yang menjadi target untuk

memfasilitasi penempatan karet gelang diatas hemoroid. melalui anoscope, sebuah

bander (instrument ligasi) dimasukkan dan diarahkan ke puncak (apex) hemoroid.

Hemoroid kemudian diikat menggunakan karet gelang Lalu hemoroid akan

iskemik dan nekrosis, mukosa anal akan tertarik ke atas dan basal yang nekrotik

akan mengerutkan mucosa bersama, secara efektif mengelevasi anal mukosa

inferior(1). Ligasi yang adekuat menyebabkan iskemia dan nekrosis dan benjolan

yang kemudian terlepas dalam 5-7 hari setelah ligasi. Masih ada kontroversial

mengenai jumlah ligations. Evaluasi setelah ligasi harus diberikan dalam 2-3

minggu, jika masih ada manifestasinya, maka ligasi tambahan diperlukan. Metode

seperti ini efektif pada tingkat 2 dan 3. Beberapa pertimbangan yang harus

diperhatikan adalah ligasi harus ditempatkan di area yang tertutup mukosa. Jika

penempatan ligasi terlalu distal, kulit yang dicurigai yang terdiri dari saraf

somatik akan menimbulkan sensasi menyakitkan. Sehingga, ligasi harus

ditempatkan di apikal atau sedikit kranial. Prosedur ini dikontraindikasikan pada

mereka yang mengonsumsi obat anti-platelet dan pasien imunocomprimised(4)

e. Bipolar, direct current and radiofrequency ablation therapy

Aplikasi hasil diatermi bipolar watt rendah dalam koagulasi jaringan.

Prosesnya memakan waktu hingga 30 detik dan diperlukan aplikasi berulang pada

17
tempat yang sama. Komplikasi, termasuk rasa sakit, perdarahan dan fisura, terjadi

pada sekitar 10% pasien. Prosedurnya melibatkan aplikasi dari probe ke hemoroid

cushion dan penerapan arus searah rendah untuk sekitar 10 menit per hemoroid.

Efikasi hasil sangat baik setara dengan injeksi skleroterapi dan RBL, tetapi

dengan prosedur memakan waktu lebih lama secara signifikan. Ablasi

radiofrekuensi memotong dan mengkoagulasi jaringan hemoroid menggunakan

lebih sedikit daya daripada peralatan listrik lainnya. Perbandingan dengan RBL,

metode ini dengan sedikit rasa sakit. Tetapi, sekali lagi peralatan mahal(5)

3. Surgical treatment

Tiga tujuan bedah hemoroidektomi adalah untuk menghilangkan hemoroid

simptomatik, mengurangi jaringan ambeien yang prolaps (mucopexy), dan

meminimalkan rasa sakit dan komplikasi. Umumnya, semakin besar eksisi,

semakin besar rasa sakit dan semakin lama periode pemulihan tanpa pengurangan

signifikan dalam kemungkinan komplikasi. Pada hemoroid derajat 3 dan 4, jika

pengobatan konservatif tidak efektif, dan kekambuhan cukup tinggi, prosedur

bedah adalah pilihan terbaik. Hemoroidektomi konvensional efektif untuk

mengurangi gejala dan menghilangkan hemoroid. Masalah yang dihadapi setelah

prosedur konvensional ini sering ditemukan, seperti nyeri, perdarahan, stenosis

anal, inkontinensia, dan pengotoran. Ini adalah alasan mengapa hemoroidektomi

konvensional ditinggalkan dan digantikan oleh hemorrhoidopexy. Ada sejumlah

manajemen bedah wasir(1)

 Operasi hemoroidektomi, yaitu teknik Milligan-Morgan, closed

hemoroidektomy teknik Ferguson dan teknik Fansler Arnold

18
 hemoroidopexy dengan stapler (Longo PPH) (PPH: Procedure for prolapse

and hemmorrhoids).

Kontra indikasi: manipulasi bedah bukan pilihan perawatan pada masa kehamilan

dan pasca melahirkan. Pada wanita subur, kehamilan disebut penyebab utama

hemoroid. Penggunaan kontrasepsi oral menunjukkan korelasi dengan kejadian

hemoroid. Sehingga hemoroidektomi di kontraindikasikan pada gestasi dan pasca

persalinan. Sfingter anal yang melemah pada orang tua, hemoroidektomi pada

usia ini menyebabkan tingginya insiden inkontinensia. Hemoroidektomi pada

pasien dengan Crohn dan kolitis terutama pada anorektal diikuti oleh tingginya

insiden komplikasi pasca operasi. Mereka dengan defisiensi imun menyebabkan

penyembuhan yang tertunda dan fistula perianalIndikasi untuk operasi wasir

terdiri dari:

 Hemoroid derajat 3 dan 4, baik internal maupun eksternal atau kombinasi

 Prolaps dan trombosis pada wasir

 Gagal dalam prosedur klinis

 Hemoroid dengan komorbiditas.

Hemoroidektomi konvensional lebih menyakitkan dan terkait dengan lebih

banyak kehilangan darah dan waktu pemulihan yang lebih lama, tetapi memiliki

tingkat kekambuhan yang jauh lebih rendah

a. Open hemoroidektomi

Untuk teknik terbuka, kulit yang menutupi elemen eksternal dari hemoroid

dipotong bersama dengan elemen mukosa dengan ligase pada pedicle hemoroid.

Ferguson hemoroidektomi juga menghilangkan jaringan hemoroid vaskular tetapi

19
mempertahankan anoderm, secara teoritis membatasi pasca operasi discharge dan

mempercepat proses penyembuhan. Eksisi bedah terutama dilakukan melalui

hemoroidektomi tertutup dan sebagian besar adalah hemoroidektomi terbuka

(pengangkatan jaringan hemoroid dengan defek mukosa dibiarkan terbuka).

Teknik konvensional ini adalah yang paling banyak efektif untuk tingkat III atau

IV yang berulang dan sangat bergejala (1,5)

b. Stapled Hemoroidoplexy

Prosedur bedah tambahan adalah stapled hemoroidoplexy. Ini sering disebut

sebagai stapled hemoroidektomi,yang seringkali keliru karena jaringan yang

dikeluarkan bukanlah hemoroid yang sebenarnya, tetapi mukosa proksimal yang

agak longgar yang telah berkontribusi terhadap ambeien yang prolaps. Dalam

prosedur ini, jaringan mukosa 4 cm proksimal dari linea dentate dilepas dan

dijepit secara melingkar sehingga bagian distal hemoroid terangkat kembali di

atas ambang anal dan saling menempel (mucopexy). Sebuah penelitian percobaan

menunjukkan prevalensi hemoroid berulang lebih sering terjadi setelah stapled

hemoroidoplexy dibandingkan eksisi konvensional(1)

Hemoroidopexy of Longo. Prosedurnya menggunakan stapler diusulkan oleh

Antonio Longo dari University of Palermo, Italia pada tahun 1998. Prosedur ini

ditujukan untuk mengurangi gejala dengan strategi untuk merekonstruksi secara

anatomis dan fisiologis tanpa pengangkatan pleksus hemoroid secara radikal.

Teknik ini mengurangi perpanjangan prolaps dengan pengangkatan mukosa secara

melingkar dari anus proksimal. Ini akan menarik anal cushion ke posisi

anatominya. Studi menunjukkan bahwa hemoroidopexy stapler diikuti oleh risiko

kekambuhan yang lebih rendah, lebih sedikit rasa sakit, dan dapat diterapkan

20
dalam pengurangan prolapse hemoroid(3) Dengan melakukan itu, prosedur tidak

hanya mengganggu

suplai darah ke pleksus, mengurangi pembengkakan, tetapi juga menarik mukosa

yang berlebihan ke dalamnya saluran anal mengurangi prolaps(5).

c. Hemorrhoidal artery ligation

Ligasi arteri hemoroid, juga dikenal sebagai transanal dearterialisasi

hemoroid, adalah terapi yang menjanjikan untuk wasir kelas II atau III. Dalam

prosedur ini, arteri superfisial proksimal yang secara langsung berhubungan

dengan hemoroid diisolasi dan diikat. Dengan menggunakan spekulum anal

dengan atau tanpa probe Doppler suture/ jahitan telah dikembangkan untuk

membantu teknik ini. Ligasi arteri hemoroid tampaknya memiliki hasil

keseluruhan mendekati orang-orang dari hemoroidektomi konvensional dengan

rasa sakit pasca operasi serupa(1)

2. 9 Komplikasi

Nyeri dan kepenuhan anal pada minggu pertama setelah operasi

hemoroidektomi atauu hemoroidopexy. Obat-obatan lokal yang digunakan untuk

mengelola rasa sakit pasca operasi, dengan memberikan salep nitrogliserin topical.

Injeksi botulinum pasca operasi serta metronidazol oral atau topikal (Flagyl;

Metrogel) juga pilihan, meskipun efektivitasnya masih diragukan. Selain rasa

sakit, komplikasi umum di awal pasca operasi periode termasuk perdarahan,

retensi urin, dan hemoroid eksternal trombosis. Jarang tetapi berpotensi

komplikasi yang mengancam jiwa yang harus diidentifikasi meliputi awal abses,

sepsis, perdarahan masif, dan peritonitis. Komplikasi pada periode pasca operasi

21
selanjutnya termasuk hemoroid berulang, stenosis anal,dan inkontinensia tinja,

semuanya sering lebih rendah daripada di awal pasca operasi(1)

Komplikasi pasca operasi telah dilaporkan adalah retensi urin, perdarahan

pasca operasi, dan sindrom PPH (radang sfingter internal). Beberapa komplikasi

hemoroidektomi dilaporkan, yaitu

a. Nyeri pasca operasi. Eksisi konvensional menginduksi rasa sakit yang

parah dalam banyak kasus. Ini ber korelasi dengan penggunaan diatermi

yang berlebihan dalam eksisi wasir. Diathermy diikuti oleh ujung saraf

yang rusak seperti yang ditemukan pada luka bakar tingkat 3. Keuntungan

dari teknik ini adalah hemostasis yang baik, sehingga membuat visualisasi

yang jelas dan keamanan sfingter anal dapat dijaga selama operasi.

Delayed pain dapat ditemukan pada minggu pertama pasca operasi.

Analgesik, pencahar, dan mandi duduk biasanya efektif untuk

mengendalikan rasa sakit. Studi menunjukkan bahwa hemoroidektomi

dengan stapler diikuti oleh insiden nyeri pasca operasi yang lebih rendah.

b. Inkontinensia. Rectal menjadi distanded karena akumulasi massa tinja

sebagai pasien menghindari buang air besar yang menyakitkan. Untuk

inkontinensia ini, pemberian fleet enema dan analgesik sangat membantu.

c. Perdarahan pasca operasi. ditemukan dalam 24 jam pertama setelah

operasi dan biasanya disebabkan oleh prosedur hemostasis yang tidak

memadai. Pendarahan sekunder pada 7-14 hari pasca operasi, biasanya

disebabkan oleh luka selama buang air besar. Pemberian flavonoid efektif

karena meningkatkan aliran balik vena dan memperbaiki kerapuhan

pembuluh darah yang menstabilkan mukosa, sehingga secara efektif

22
mencegah perdarahan pasca operasi. Pilihan lain adalah pemberian

adrenalin l / 10.000 submukosa melalui proktoskopi

d. Striktur anal. Ini adalah manifestasi yang jarang terjadi setelah

hemoroidektomi. Striktur anal ditemukan karena ada kulit perianal

berlebihan yang diangkat secara intraoperatif.

e. Skin tag. Manifestasi seperti itu jarang membutuhkan eksisi bedah.

f. Sepsis. Risiko piemia portal setelah hemoroidektomi cukup minimal dan

jarang menyebabkan masalah klinis.

g. Kekambuhan. Kekambuhan wasir mengikuti hemoroidektomi

konvensional telah dilaporkan sebanyak 5%.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Timothy Mott, MD, 2018, Hemorrhoids: Diagnosis and Treatment Options,

American Family Physician, February 1, 2018 Volume 97, Number 3

2. Tetsuo Yamana, MD, 2017, Japanese Practice Guidelines for Anal Disorders

I. Hemorrhoids, American Family Physician..

3. Lalisang, Toar JM (2016) "Hemorrhoid: Pathophysiology and Surgical

Management A Literature reviews," The New Ropanasuri Journal of Surgery:

Vol. 1 : No. 1 , Article 9.

4. Sandler S Robert, 2019, Rethinking What We Know About Hemorrhoids, The

Aga institute

5. Brown L Steven, 2017, Haemorrhoids: an update on management, Department

of Surgery, Sheffield Teaching Hospitals

6. Margetis Nikolaos, 2019, Pathophysiology of internal hemorrhoids, Hellenic

Society of Gastroenterology

7. G. G. Ravindranath, 2018, Prevalence and risk factors of hemorrhoids: a study

in a semi-urban centre, International Surgery Journal

8. Ketan Vagholkar, 2018, Hemorrhoids: which is the best therapeutic option?,

International Surgery Journal

24

Anda mungkin juga menyukai