Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.

T DENGAN PENYAKIT

HEMOROID DI RUANG DAHLIA PMI KOTA BOGOR

Nama : Meylita Tri Rahayu

NIM : 09170000037

PROGAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. T DENGAN PENYAKIT

HEMOROID DI RUANG DAHLIA

PMI KOTA BOGOR

Telah Disahkan

Pada tanggal:

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Yeni Koto, S.Kep, M.Kes ) ()

PROGAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Anatomi dan fisiologi

1. Anatomi

Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan

membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).

Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh

otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani

adalah sekitar 15cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis dibagi menjadi

belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria

mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan

duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior

mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens,

kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke

rectum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan

dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Gambar 2.1
2. Fisiologi

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena

mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis

superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena

hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga

merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena

hemoroidalis superior, media, dan inverior, sehingga tekanan portal yang

meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan

mengakibatkan hemoroid.

Gambar 2.2

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :(1) kontraksi lamban dan tidak

teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat

beberapa haustra; dan (2) peistaltik massa, merupakan kontraksi yang


melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa

feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua

sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah makan,

terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu.

Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi

dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan

oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh

sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem

saraf voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen

sakral kedua dan keempat.Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui

saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum

dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang

berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan

anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi

pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi

dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi

voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen

secara terus-menerus (maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat

dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfinfter eksterna dan levator ani.

Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi

menghilang.

Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering

ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan

pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa. Bila defekasi tidak

sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang. Air


tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras, dan

menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang

keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut

sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan

timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini

merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). (Price,

2005)

B. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen

individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang

terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid

(Smeltzer, 2002).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di

daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar

linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut

hemoroid eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran

vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna

(Sudoyo, 2006).

Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan

rektum (Potter, 2006).

C. Etiologi

Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada

buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak

memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,


merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus,

tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan

perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut

yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan-

makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi. (Sudoyo,

2006)

Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar

tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk

sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor penyebab

hemoroid. (Oswari, 2003)

Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi,

makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi

adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan

intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak

berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)

D. Patofisiologi

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan

aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi

yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,

pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang

disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena

hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem

portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.

Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya

merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis

eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-

ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu

membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres

duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya

merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih

lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.

(Price, 2005). Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :

derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal

anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran

hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus

secara spontan. Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi

ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang

permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark.

(Sudoyo, 2006)

Gambar 2.3

Sumber :

E. Manifestasi Klinis

Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan

perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal


dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan

oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini

dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal

tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan

menimbulkan perdarahan atau prolaps. (Smeltzer, 2002)

F. Penatalaksanaan

Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan

hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama

defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-

satunya tindakan yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang

berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu.Rendam duduk

dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch

hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran

berkurang.

Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid.

Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik

terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang

mendasarinya.Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran

kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps.

Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid

dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai

timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur

ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang

berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.

Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas,


yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah,

dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam

proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital

dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan

kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan

melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan

Gelfoan atau kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)

G. Komplikasi

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,

dan strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan

suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005)

Komplikasi hemoroid antara lain :

1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan

dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat luka

di anus.

2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak

normal) dari selaput lendir usus/anus.

3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.

4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur

sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin

sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.

(Dermawan, 2010).

H. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges tahun 2000 pengkajian fokus keperawatan


hemoroidectomy meliputi:

1. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Kelemahan, malaise.

2. Sirkulasi

Tanda:Takikardi (nyeri ansietas), pucat (kemungkinan adanya perdarahan)

3. Eliminasi

Gejala :Riwayat adanya hemoroid, ketidakmampuan defekasi (konstipasi),

rasa tidak puas waktu defekasi.

Tanda : Konstipasi (kerasnya) terdapat goresan darah atau nanah, keluar

darah sesudah atau sewaktu defekasi, perdarahan biasanya

berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang dekat.

Hemoroid interna seringkali berdarah waktu defekasi, sedangkan

hemoroid eksterna jarang berdarah.

4. Makanan/ cairan

Gejala : Anoreksia, mual dan muntah

5. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan

Tanda : Terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau berdenyut

6. Keamanan

Gejala : Gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan konstipasi

Tanda : konstipasi
7. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga hemoroid, pola defekasi buruk

Rencana pemulangan : perubahan pola makan yang buruk dengan tinggi

serat, dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan dan aktifitas

perawatan diri dan pemeliharaan, perubahan rencana diit.

I. Intervensi dan Rasional

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya jaringan

perifer.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2X24 jam dengan

kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, Klien tampak rileks.

Intervensi :

• Kaji skala nyeri

Rasional : menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang

tepat.

• Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Rasional :untuk mengurangi rasa nyeri.

• Beri posisi tidur yang nyaman.

Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.

• Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : identifikasi dini komplikasi nyeri.

• Berikan bantalan flotasi dibawah bokong saat duduk.

Rasional : menghindari penekanan pada daerah operasi.

• Kolaborasi untuk rendam duduk setelah tampon diangkat.

Rasional:kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu


menghilangkan ketidaknyamanan.

• Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

Rasional : mengurangi nyeri.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan respon paru.

Tujuan : pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil : pola nafas efektif, bunyi nafas normal.

Intervensi :

• Kaji frekuensi kedalaman pernafasan

Rasional : mengetahui frekuensi pernafasan.

• Beri posisi kepala lebih tinggi

Rasional : memudahkan pernafasan.

• Kolaborasi pemberian oksigen.

Rasional : membantu memaksimalkan pernafasan.

3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.

Tujuan : konstipasi tidak terjadi.

Kriteria hasil : klien dapat buang air besar secara rutin 1x sehari, feses tidak

keras.

Intervensi :

• Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat.

Rasional : serat dapat merangsang peristaltik dan eliminasi regular.

• Anjurkan untuk banyak minum air putih.

Rasional : cairan yang banyak bertujuan untuk mempermudah

defekasi.

c.Berikan huknah gliserin.

Rasional : untuk membantu mempermudah buang air besar.


4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi di daerah

anorektal.

Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2X24 jam.

kriteria hasil : Luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas

normal

Intervensi :

• Observasi tanda-tanda vital

Rasional : peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator

dini proses infeksi.

• Berikan rendam duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-

2 minggu.

Rasional : mematikan kuman penyebab infeksi.

• Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.

Rasional : Merupakan tanda-tanda infeksi.

• Ganti tampon setiap kali setelah

BAB. Rasional : mencegah infeksi.

• Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotik.

Rasional : membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot karena takut

gerak.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3X24 jam dengan kriteria hasil : Klien mampu melakukan

aktifitas sesuai keadaan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, klien dapat

mempertahankan posisi yang fungsional.

Intervensi :
• Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas.
Rasional : Meningkatkan tidur.

• Beri posisi yang nyaman.

Rasional : Meningkatkan pola tidur.

• Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan sedatif setengah jam

sebelum tidur.

• Rasional : Mengurangi gangguan tidur.

(Wartonah, 2006)

Rasional : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien dalam

beraktivitas.

• Anjurkan pada klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.

Rasional : untuk menghindari kekakuan pada otot.

• Hindari duduk dengan posisi yang tetap dalam waktu lama.

Rasional : menghindari regangan pada anorectal

• Ubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan klien.

Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post hemoroidectomy.

Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan

perawatan selama 3X24 jam dengan kriteria hasil : Pasien dapat tidur 6-8

jam setiap malam, Secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih

segar

Intervensi :

• Lakukan kajian masalah gangguan tidur pasien dan penyebab kurang

tidur.

Rasional : Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana


perawatan.

• Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur.


23
24
27

Anda mungkin juga menyukai