Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S
DENGAN HEMOROID YANG DILAKUKAN TINDAKAN HEMOROIDECTOMY
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
SEMARANG

DISUSUN OLEH :
1. Ulfa Widiyasari,S.Kep.,Ns
2. Syarief Satria Aji,A.Md.Kep.
3. Uyun Asihhana,A.Md.Kep.

PENGURUS DAERAH
HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA
JAWA TENGAH
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan perioperatif merupakan suatu proses tindakan keperawatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
akan dilakukan tindakan pembedahan atau prosedur invasif. Perawat diharuskan memberikan
asuhan keperawatan perioperatif dengan tetap menjamin kenyamanan dan privasi pasien. Inti
dari asuhan keperawatan pada setiap pasien adalah sikap caring perawat. Sikap caring ini
selalu diperlihatkan pada klien dalam memenuhi kebutuhan pasien dengan menekan pada
hubungan perawat dan pasien yang profesional sesuai dengan kondisi pasien.
Menurut Majid (2011), tindakan pembedahan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan yaitu perioperatif phase atau pra operasi, intraoperatif phase atau intra operasi,
dan postoperatif phase atau pasca operasi. Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu
dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman
bedah yang akan mempengaruhi fisiologis dan psikologis pasien. Sehingga perawat dituntut
untuk melakukan proses keperawatan yang maksimal sehingga kepuasan pasien dapat
tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan yang prima.
B. Tujuan Penulisan
Melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien hemoroid
dengan tindakan Hemoroidektomy Instalasi Bedah Sentral RS Roemani Muhammadiyah
Semarang tahun 2022.
C. Ruang Lingkup
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam tugas seminar kelompok ini adalah asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien hemoroid dengan tindakan Hemoroidektomy. Asuhan
keperawatan ini dilakukan pada pasien dengan diagnosa medis hemoroid di Instalasi Bedah
Sentral RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan pada
tanggal 23 Juni 2022. Jenis pengambilan data yang akan digunakan adalah kualitatif dengan
studi kasus yang dilakukan pada satu orang pasien.
D. Manfaat
Asuhan Keperawatan ini dapat digunakan oleh praktisi keperawatan untuk bahan masukan
dan evaluasi dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan perioperatif khususnya pada
pasien dengan tindakan Hemoroidektomy dengan indikasi Hemoroid.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang asalnya dari plexus hemorrhoidalis kemudian di bawah atau luar linea dentatae
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di sebut hemoroid eksterna lalu
di atas atau di dalam linea dentatae, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa
(submukosa) di sebut hemoroid interna biasanya seseorang yang mengalami hal ini
anal canalnya masih normal (Setiati, dkk, 2015).
B. PREVALENSI
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018),
di Indonesia prevalensi hemoroid berkisar 5,7% dari total 265 juta orang
terkena hemoroid. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2014
menyatakan jumlah penderita hemoroid di dunia diperkirakan 230 juta orang.
Berdasarkan data dari The National Center of Health Statistics di Amerika Serikat
pada tahun 2013, prevalensi hemoroid sekitar 4,4%.
C. ETIOLOGI
Menurut Damayanti (2017) terjadinya hemoroid dipengaruhi oleh beberapa
faktor risiko yaitu kehamilan, tekanan dalam perut yang besar, obesitas, obat-obatan
pencahar seperti supositoria, perubahan hormonal, kurang minum, diet rendah serat,
usia 45 sampai dengan 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan yang banyak
duduk, mengejan terlalu lama, konstipasi kronik, pelvic malignancy, PPOK dengan
batuk kronis, diare kronis, dan berbagai macam penyakit atau sindrom lainnya yang
berdampak pada peningkatan tekanan vena pelvis. Selain itu kebanyakan dari pasien
dengan gejala hemoroid mempunyai riwayat keluarga yang mengalami hemoroid.
D. ANATOMI FISIOLOGI
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari
colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk
lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid
bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi
oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.
gambar 1.1 : usus besar-rectum

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi
belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon
tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu
sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian proksimal
rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria sakralis media
dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka
interna dan aorta abdominalis.

gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum

Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-
vena ini.

gambar 1.3 : vena-vena pada rectum


Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik
setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna
berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis
kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai
rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi
rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus
anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot
dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen
(manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter
otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang (Mott, Latimer, & Edwards,
2018).
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala hemoroid menurut Lohsiriwat (2012) yaitu :
a. Mengalami gatal atau iritasi, sakit, merah dan bengkak di sekitar anus
b. Benjolan yang posisinya menggantung di luar anus, terasa nyeri dan sensitif bila
terkena sentuhan. Benjolan bisa terdorong masuk kembali ke dalam anus setelah
buang air besar tanpa rasa nyeri, yang ditandai dengan darah berwarna merah
terang yang menetes dari dubur
c. Kotoran keluar dengan sendirinya dari lubang anus
d. Keluarnya lendir setelah buang air besar
F. KLASIFIKASI HEMOROID
Menurut Gebbensleben, Hilger & Rohde (2009) klasifikasi hemoroid dibagi menjadi
2 yaitu :

1. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah pembengkakan vena pada pleksus hemoroidalis
superior, di atas linea dentate dan tertutup oleh mukosa. Hemoroid interna dapat
dikelompokkan dalam empat derajat. Pada derajat pertama, hemoroid
menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu defekasi. Pada
stadium awal seperti ini tidak terdapat prolaps. Pada derajat kedua, hemoroid
menonjol melalui kanalis analis pada saat mengedan ringan tetapi dapat masuk
kembali secara spontan. Pada derajat ketiga, hemoroid menonjol saat mengejan
dan harus didorong masuk secara manual sesudah defekasi. Dan pada derajat
keempat, hemoroid yang menonjol keluar dan tidak dapat dapat didorong masuk
kembali (Lohsiriwat, 2015).
2. Hemoroid Eksterna

Hemoroid eksterna adalah terjadinya varises pada pleksus hemoroidalis


inferior dibawah linea dentate dan tertutup oleh kulit. Hemoroid ini
diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan
bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk ini sangat nyeri dan gatal
karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna
kronik berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan dan
sedikit pembuluh darah (Sudarsono, 2015).

G. PATOFISIOLOGI
Hemoroid terjadi akibat kerusakan jaringan ikat pada bantalan anal yang
kemudian mengakibatkan aliran darah di pleksus vena hemoroid tersumbat dan
bengkak. Sumbatan aliran vaskuler ini menyebabkan marginalisasi leukosit yang
kemudian menempel pada endotel dan diikuti dengan pelepasan mediator inflamasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, kerapuhan endotel, dan akhirnya terjadi nekrosis
dinding vaskuler. Beberapa faktor risiko seperti konstipasi, kebiasaan mengejan saat
buang air besar, kehamilan, dan kaitan dengan gaya hidup (misalnya pekerjaan yang
melibatkan angkat berat dan duduk dalam waktu lama) dikatakan dapat menyebabkan
atau memperparah timbulnya gejala hemoroid (Meitaqwatiningarum, Simadibrata &
Nareswari, (2021).
H. PATHWAY
Mengedan, konstipasi, kehamilan, angkat beban, kurang minum

Kongesti vena hemoroidalis

Gangguan aliran balik

Pembengkakan vena hemoroidalis

Hemoroid

Pre OP Intra OP Post OP

Trauma (Hemoroidektomy) Pembedahan


Resiko injuri Respon psikologis prolapse vena

Trauma defekasi Ketakutan Gangguan Perdarahan massif Inadekuat pertahan primer Terputus jaringan Program terapi
Rasa Nyaman
Perdarahan anus Ansietas konsenterasi plasma darah Resiko Infeksi Merangsang saraf Gangguan
Rasa
Nyaman
Resiko Syok Termoregulasi terganggu Nyeri
Akut

Hipotermia Ruangan dingin

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Pradiantini & Dinata (2021) pemeriksaan penunjang hemoroid yang dapat
dilakukan yaitu dengan :
1. Pasien dengan umur dibawah 50 tahun yang memiliki resiko rendah terkena
hemoroid, dapat dilakukan pemeriksaan fleksibel sigmoidoskopi yang terbukti
sebagai pemeriksaan awal yang tepat
2. Kolonoskopi wajib dilakukan pada pasien yang lebih tua dan memiliki sejarah
neoplasma kolorektal baik pribadi maupun keluarga, penyakit radang usus,
perubahan kebiasaan buang air besar, penurunan berat badan yang signifikan
baru-baru ini, dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia defisiensi
besi
3. Pemeriksaan dengan anoskopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang
tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati
keempat kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vascular yang
menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit, ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata
4. Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
5. Endosonografi anorektal biasanya tidak dilakukan untuk diagnosis penyakit
hemoroid, tetapi dapat bermanfaat untuk menentukan apakah hemoroid
berhubungan dengan penebalan jaringan submukosa dan sfingter anal internal dan
eksternal.
J. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana yang umum dilakukan adalah diet dan modifikasi gaya hidup,
obat topikal, obat oral (yang mengandung flavonoid atau kalsium dobesilat), office-
based procedures, hingga tindakan pembedahan. Namun, efek samping obat yang
mungkin tidak diinginkan dan risiko komplikasi, tindakan pembedahan membuat
pasien mencari alternatif pengobatan yang lebih aman (Lalisang, 2016).
K. KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid tersering adalah perdarahan, trombosis, dan strangulasi.
Perdarahan paling sering terjadi pada tahap awal hemoroid derajat II. Perdarahan
berulang yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi . Hemoroid strangulasi
adalah hemoroid yang telah prolaps dengan suplai darah terhalangi oleh sfingter ani,
sehingga trombosis dan edema menetap diluar. Penderita menghindari duduk, jalan
dan defekasi karena terjadi nyeri akibat peningkatan tekanan di dalam dan luar kanalis
anal. Selain itu dapat pula terjadi dermatitis perianal akibat iritasi perianal, hygiene
yang buruk karena adanya skin tag dan akibat reaksi alergi obatobat topical (Ansari,
Khan, Itrat & Zulkiflie M, 2014).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Usia : 37 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Candi Sari
e. Suku : Jawa
f. Pendidikan : SMA
g. Dirawat diruang : Ayub 2
h. Tanggal masuk RS : 22 Juni 2022
i. Diagnosa : Hemoroid
j. No CM : 31XXXX
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama saat masuk RS
Pasien mengeluh cemas saat akan dilakukan operasi
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke RS Roemani Muhammadiyah Semarang pada tanggal 22 juni
2022. Pasien datang dengan keluhan cemas karena akan menjalankan operasi
hemoroidektomy yang sudah dijadwalkan oleh dokter. Pasien di bawa keruang
IBS RS Roemani pada tanggal 23 juni 2022 pada pukul 11.00 WIB, dilakukan
pengkajian didapatkan pasien mengatakan cemas dan takut akan dilakukan
tindakan Hemoroidektomy. Pasien tampak cemas saat masuk ke ruang IBS.
Pasien kemudian dibawa masuk ke ruang OK I dan dilakukan anastesi dengan
SA. Perawat instrument melakukan persiapan alat dan perawat sirkuler
membantu persiapan ruangan. Pukul 11.10 WIB pasien yang sudah dilakukan
anastesi setelah dilakukan time out operator yang dibantu oleh asisten dan
perawat instrument mulai melakukan tindakan pembedahan. TD pasien 112/67
mmHg, N : 82, RR : 20 x/mnt, SpO2 : 98%. Perdarahan + 60 cc. Saat operasi
pasien mengeluh dingin, akral teraba dingin. Pukul 11.45 WIB pasien dibawa
keruang RR dan dilakukan penilaian dengan Bromage score. Di ruang RR
pasien mengeluhkan kurang nyaman setelah dilakukan operasi karena terpasang
kassa di anusnya dan pasien tampak kurang nyaman. TD : 121/81 mmHg, N :
79, RR : 20 x/mnt, SpO2 : 99%.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM, jantung, atau penyakit keturunan
yang lainnya.

B. ANALISA DATA
No Data Problem Etiologi
1 Subjektif : pasien mengatakan Ansietas Krisis situasional
cemas dan takut akan dilakukan
tindakan operasi hemoroidektomy
Objektif : pasien tampak cemas
2 Subjektif : Saat operasi pasien Hipotermi Terpapar suhu
mengeluh dingin lingkungan rendah
Objektif : TD pasien 112/67
mmHg, N : 82, RR : 20 x/mnt,
SpO2 : 98%. Perdarahan + 60 cc.
akral teraba dingin.
3 Subjektif : pasien Gangguan rasa Efek samping terapi
mengeluhkan kurang nyaman nyaman
setelah dilakukan operasi karena
terpasang kassa di anusnya.
Objektif : pasien tampak kurang
nyaman.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(D.0080) Ansietas b.d krisis situasional dibuktikan dengan pasien tampak cemas dan
pasien merasa takut
(D.0034) Hipotermi b.d terpapar suhu lingkungan rendah
(D.0074) Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Ansietas Tingkat ansietas (L.09093) 1 Identifikasi tingkat ansietas
b.d krisis Setelah dilakukan tindakan pasien
situasional keperawatan selama 1x1 jam maka 2 Monitor tanda- tanda ansietas
tingkat ansietas menurun dengan 3 Temani pasien untuk
kriteria hasil: mengurangi kecemasan
1 verbalisasi khawatir akibat 4 Gunakan pendekatan dengan
kondisi yang dihadapi tenang dan menyakinkan
menurun (5) 5 Anjurkan pasien untuk banyak
2 perilaku gelisah menurun(5) berdoa

2. Hipotermi 1 Periksa tanda-tanda


b.d Setelah dilakukan intervensi vitalpasien
terpapar keperawatan 1x1 jam maka pasien 2 Berikan edukasi jika di
suhu tidak mengeluh dingin dan pasien ruangan operasi memiliki suhu
lingkungan kooperatif yang rendah
rendah 3 Berikan selimut untuk pasien

3. Gangguan Status Kenyamanan (L.08064) 1 Identifikasi tingkat


rasa Setelah dilakukan intervensi kenyamann pasien
nyaman keperawatan 1x1 jam maka pasien 2 Menjelaskan tentang tanda-
b.d efek tidak mengeluh kurang nyaman tanda infeksi
samping dengan kriteria hasil: keluhan kurang 3 Menjelaskan cara merawat
terapi nyaman menurun luka bekas operasi

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No No Dx Implementasi Respon ttd


1. 1 Mengidentifikasi tingkat DS: pasien mengatakan
ansietas pasien cemas berkurang
DO: pasien kooperatif
2. 1 Menganjurkan pasien untuk DS: pasien mengatakan
banyak berdoa dan menemani cemas berkurang
pasien untuk mengurangi DO: pasien kooperatif
kecemasan

3. 2 memeriksa tanda-tanda vital DS: pasien mengatakan


pasien dan memberikan edukasi masih terasa agak dingin
jika di ruangan operasi memiliki berkurang
suhu yang rendah DO: TD pasien 112/67
mmHg, N : 82, RR : 20
x/mnt, SpO2 : 98%.
Perdarahan + 60 cc. akral
teraba dingin.
4. 2 memberikan selimut untuk DS: pasien mengatakan
pasien masih terasa dingin
berkurang
DO: pasien tampak dingin
berkurang
5. 3 mengidentifikasi tingkat DS: pasien mengatakan
kenyamann pasien sudah sedikit nyaman
DO: pasien tampak lebih
nyaman

F. EVALUASI

No No Dx Evaluasi ttd
1. 1 S: pasien mengatakan cemas berkurang
O: pasien tampak lebih relaks dan siap untuk operasi
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
2. 2 S: pasien mengatakan dingin sudah berkurang
O: 121/77 mmHg, N : 79, RR : 20 x/mnt, SpO2 : 98%.
Perdarahan + 60 cc.
A: masalah teratasi sebagian
P: hentikan intervensi
3. 3 S: pasien mengatakan sudah menerima tingkat kenyamanan
pasien
O: pasien tampak lebih nyaman
A: masalah teratasi sebagian
P: hentikan intervensi

G. LANGKAH-LANGKAH
1. Persiapan Anestesi
a. Jenis anestesi : Spinal Anestesi
b. Premedikasi :
1) Anti Emetik : Ondansetron 4 mg, IV bolus
2) Anti Perdarahan : Asam Traneksamat 250mg dan 500mg
3) Anti Nyeri : Ketorolac 30 mg, tramadol 100mg
4) Anti Biotik Profilaksis : Cefazolin 2 gr (dioplos dalam 100 ml
NaCl 0,9 %).

2. Perhitungan alat dan bahan habis pakai

Jumlah
No Instrumen dan Sponge Tak
Pre Intra + Post
Terpakai
Instrumen
1 Kidney tray (Bengkok) 1 1 - 0 1
2 Bowl (Kom) 2 2 - 0 2
3 Anatomis Pinset 2 2 - 0 2
4 Chirugis Pinset 2 2 - 0 2
5 Hemostatic Forceps 1 1 - 0 1
6 Needle Holder 1 1 - 0 1
7 Pean Lurus 2 2 - 0 2
8 Gunting Jaringan 1 1 - 0 1
9 Gunting Benang 1 1 - 0 1
10 ESU 1 1 - 0 1
11 Towel klem 3 3 - 0 3
12 Canul Suction 1 1 - 0 1
Bahan Habis Pakai
1 Glove steril 3 3 - 0 3
2 Apron 3 3 - 0 3
3 Underpad 1 1 - 0 1
4 Jas Operasi 3 3 - 0 3
5 NaCl 0.9% 350 cc 200 cc - 0 150 cc
6 Providone iodin 10% 100 cc 100 cc - 0 100 cc
7 Supositoria 1 1 - 0 1
8 Kassa steril 10 10 - 0 10
9 Plester hypafix 10 cm 10 cm - 0 10 cm
10 Benang chromic no 3.0 (Tapper) 1 1 - 0 1

3. Pengelolaan Pasien Perioperatif

Serah Terima Pasien


1. Pasien datang ke ruangan IBS diantar oleh perawat ruangan Ayub 2 kemudian dilakukan
serah terima pasien
2. Memindahkan pasien dari brankart ruangan ke brangkart kamar bedah
3. Menganti pakaian pasien dengan pakaian operasi, memakaikan topi operasi, dan
memasang siderail brangkart
4. Melakukan pengecekan pengisian ceklist yang berisikan lama pasien puasa, inform
concent, identitas pasien, dan kelengakapan berkas pasien
5. Mengkaji keadaan pasien di ruangan pra induksi, meliputi tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital, alergi,
Persiapan Meja Operasi
Alasi meja operasi dengan duk bersih dan underped, kemudian pasien dipindahkan ke meja
operasi
Sign In
1. Perawat sirkuler melakukan sign in sebelum dilakukan anastesi dengan minimal dihadiri
oleh dokter anastesi, perawat anastesi dan perawat bedah.
a. Apakah pasien telah memberikan konfirmasi kebenaran identitasnya, lokasi
operasinya, prosedurnya, dan telah memberikan persetujuan tindakan dalam
informed concent) (ya)
b. Apakah lokasi operasi sudah diberi tanda/marking? (ya)
c. Apakah mesin dan obat anastesi telah dicek dan lengkap? (ya, sudah lengkap)
d. Apakah pulse oximeter sudah terpasang dan berfungsi? (ya, berfungsi baik)
e. Apakah pasien memiliki riwayat alergi? (tidak ada alergi)
f. Resiko kesulitan jalan nafas atau resiko aspirasi? (tidak)
g. Resiko kehilangan darah > 500 ml? (tidak ada)
2. Persiapan tim bedah, anastesi dan pengelolaan pasien
a. Dokter operator, asisten operator, perawat instrument menggunakan APD (topi,
masker, apron, sendal/sepatu tertutup)
b. Perawat instrument menyiapkan instrument yang akan digunakan
c. Perawat sirkuler memasang pulse oximeter, bedside monitor, sphignomanometer
dan menempatkan infus pada tiang infus, cek mesin suction dan pasang tabung
d. Tim anastesi melakukan anastesi dengan teknik spinal anastesi
e. Perawat sirkuler mengatur posisi pasien supinasi
Srubing
1. Dokter operator, asisten operator, perawat instrument melepaskan acessoris
2. Melipat lengan baju 10 cm diatas siku
3. Membasahi tangan dan lengan sampai 5 cm diatas siku dibawah air mengalir
4. Membersihkan kuku dengan menggunakan pembersih kuku dibawah air mengalir dari
arah dalam keluar
5. Menuang cairan chlorehexidine 4% ke spoon secukupnya
6. Membasahi spoon dan remas-remas sampai berbusa, lumuri dan gosok seluruh
permukaan tangan dampai 5 cm diatas siku dengan gerakan memutar
7. Menyikat kuku jari pada masing-masing tangan selama 1 menit (60kali) dengan arah
menjauhi badan
8. Membuang sikat dan bilas dengan air mengalir (spon tetap dipegang)
9. Menuang cairan chlorehexidine 4% ke spoon lahi, remas spon sampai berbusa, lumuri
kembali tangan sampai ¾ lengan (dengan gerakan memutar)
10. Menggunakan spon untuk membersihkan tangan kanan dan kiri (mulailah menggosok
telapak tangan selama 15 kali, punggung tangan 15 kali, kemudian seluruh jari secara
berurutan. Setiap jari digosok seolah mempunyai 4 sisi) lalu buang spon kemudian bilas
tangan dibawah air yang mengalir
11. Menuang cairan chlorehexidine 4% ke tangan, gosok telapak tangan sampai pergelangan
tangan, dan lakukan cuci tangan prosedural
12. Membilas dengan air mengalir sampai bersih (sampai 5 cm diatas siku)
13. Membiarkan air mengalir dari arah tangan sampai siku, jangan dikibas
14. Mempertahankan posisi tangan agar telapak tangan sejajar dengan bahu
Gowning dan Gloving
1. Dokter operator, perawat instrumen, asisten operator mengeringkan tangan dengan
towel (handuk) kemudian memakai jas operasi dan glove steril. (jari-jari tidak boleh
melewati manset jas operasi)
2. Perawat sirkuler menalikan jas operasi bagian belakang
Asepsis
Perawat instrumen memberikan kassa steril yang telah dijepit dengan sponge holder forceps
dan bowl yang berisi povidon iodine 10% kepada operator untuk melakukan asepsis pada
area operasi dari area insisi melingkar keluar
Drepping
Melakukan drepping untuk mempersempit / memberikan batas tegas area operasi. Perawat
instrument memberikan duk steril kepada asisten operator untuk melakukan drapping dan
memasang selang suction dan ESU kemudian difiksasi dengan duk klem.
Time Out
Time out di bacakan oleh Perawat sirkuler :
1. Menyebutkan nama dan peran masing-masing
2. Mengkonfirmasi klien mengenai (identitas klien (nama dan no RM), diagnosa, prosedur
operasi)
3. Antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit? ( ya )
4. Antisipasi kejadian kritis
a. Operator
1) Hal kritis atau langkah tak terduga apakah yang mungkin diambil? (tidak ada)
2) Berapa estimasi lama operasi ? (1 jam)
3) Antisipasi kehilangan darah yang dipersiapkan? (tidak ada)
b. Tim Anestesi
Adakah terdapat hal penting mengenai pasien yang perlu di perhatikan? (hemodinamik
pasien)
c. Tim Keperawatan
1) Sterilitas sudah dipastikan (termasuk hasil indikator)? (sudah steril sesuai
indikator)
2) Adakah masalah atau perhatian khusus mengenai peralatan? (tidak ada)
5. Dipersilahkan operator memimpin Doa

4. Langkah-Langkah Operasi

No Tindakan Yang Dilakukan Alat/Bahan Yang Digunakan


1 Cek area operasi memakai pinset chirurgis untuk - Pinset chirurgis (1)
memastikan keberhasilan tindakan anastesi dengan - Klem haemorhoid
rangsang atau sensitifitas nyeri, dilanjutkan
memberikan 2 klem haemorhoid untuk menjepit
hemoroid pasien kemudian tarik
2 Perawat instrument memberikan ESU kepada perator - ESU
untuk menginsisi hemoroid sambil dilakukan dappers - Kassa steril
menggunakan kassa steril oleh asisten operator
sampai jaringan sekitar terpotong
3 Perawat instrument memberikan benang cut gut - Gunting jaringan
chromic no 0 untuk menjahit jaringan haemoroid (metzenbums)
selanjutnya memberikan gunting jaringan kepada - Gunting benang
operator untuk menggunting jaringan hemoroid dan - Bengkok (kidney tray)
menerima jaringan hemoroid yang sudah dipotong
kemudian letakkan pada bengkok selanjutnya
memberikan gunting benang
4 Selanjutnya berikan pean kepada operator untuk - ESU
menjepit sumber perdarahan, kemudian berikan ESU - Klem bengkok (hemostatic
untuk menghentikan perdarahan pada area operasi forsep)
5 SIGN OUT
Lakukan perhitungan instrument yang digunakan
Nama Jml Jml Jml Jml
Sebelum intra Tambahan pasca
Instrument 29 29 0 29
Jarum 1 1 0 1
Kassa 20 20 0 20
a. Apakah terdapat permasalahan peralatan yang perlu disikapi? (tidak ada)
b. Kepada operator, dokter anastesi, dan tim keperawatan apakah terdapat pesan
khusus untuk pemulihan pasien? (tidak ada)
c. Rencana tindakan yang telah dilakukan sama dengan rencana tindakan yang
disusun.
d. Specimen diletakkan dalam container yang berisi cairan formalin 10% dan
diperlihatkan kepada keluarga kemudian jaringan di PA (diberi label nama
pasien, tanggal lahir, no RM)
6 Jika semua instrument dan bahan habis pakai - Pinset anatomis
dinyatakan sudah lengkap dan dipastikan tidak ada - Cromic no 0 tapper
yang tertinggal mulai dilakukan penjahitan diarea - Needel holder
yang dilakukan oprasi. Perawat instrument - Gunting benang
memberikan pinset anatomis, needel holder, dan - Kassa steril
benang chromic no 0 tapper kepada operator untuk - Nacl
menjahit dan memberikan gunting benang untuk
memotong benang sambil melakukan dappers
menggunakan kassa steril , disemprot meggunakan
cairan Nacl sampai dinyatakan perdarahan berhenti
7 Setelah semua hemoroid terangkat, lakukan evaluasi - Kassa steril
kembali perdarahan kemudian lakukan dappers
8 Kemudian berikan kassa steril yang digulung - Kassa steril
kemudian direndam kedalam providon iodin 10% - Providone iodine 10%
kemudian oleskan menggunakan jelly sebagai - Jelly
dappers
9 Bersihkan luka dengan menggunakan Nacl kemudian - Plester (hypafic)
tutup menggunakan kassa kering dan fiksasi - Nacl
meggunakan plester - Kassa steril
10 1. Perawat sirkuler merapikan dan membersihkan pasien dengan towel
2. Perawat instrument meletakkan instrument ketempat box alat kotor setelah
dihitung kelengkapannya.
3. Perawat instrument, sirkuler, operator melepas jas steril, melepas sarung tangan,
apron, setelah itu lakukan 6 langkah cuci tangan.
4. Tim anastesi melakukan pengecekkan kesadaran dan respon pada pasien
5. Setelah itu pindahkan pasien ke brangkar dan di bawa ke recovery room
6. Sampai di RR, perawat RR melakukan observasi hemodinamik, pemasangan BSM
(Bed Side Monitor)
7. Monitor kesadaran pasien, TTV, dan atur pasien
8. Setelah itu melukan penilaian mengenai kondisi pasien selama selesai oprasi
menggunakan Bromage score dan pasien dipindahkan ke bangsal jika score 1 dan
pasien memiliki score bromage score 1,saat keluar RR
9. Timbang terima antara perawat RR dengan perawat ruang rawat inap.

DAFTAR PUSTAKA
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyono, A. W., K, M. S., Setiohadi, B., & Syam, A. F. (Eds.).
(2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (VI ed.). Jakarta Pusat, Indonesia:
Publishing, Interna.

Damayanti, L. (2017). Gambaran pasien hemoroid di instalasi rawat inap departemen


bedah rumah sakit umum pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 4(1), 15-21.

Mott T, Latimer K, Edwards C, 2018, Hemorrhoids: Diagnosis and Treatment


Options, 97(3), 172-179, [online], (diunduh 28 Agustus 2019), tersedia dari:
https://www.aafp.org/afp/2018/0201/p172.html.

Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical management.


World J Gastroenterol 2012; 18(17): 2009-2017 [PMID: 22563187 DOI:
10.3748/wjg.v18.i17.2009]

Lohsiriwat, V. (2015). Treatment of hemorrhoids: A coloproctologist’s view. World


Journal of Gastroenterology, 21(31), 9245– 9252. https://doi.org/10.3748/wjg.
v21.i31.9245

Meitaqwatiningarum, F., Simadibrata, C. L., & Nareswari, I. (2021). The


Effectiveness of Acupuncture Therapy in Patient with Hemorrhoid: A Case
Report. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 7(3), 121-124.

Pradiantini, K. H. Y., & Dinata, I. G. S. (2021). Diagnosis dan Penatalaksanaan


Hemoroid. Ganesha Medicine, 1(1), 38-47.

Lalisang, T. J. (2016). Hemoroid: Pathophysiology and Surgical Management


Literature review. The New Ropanasuri Journal of Surgery, 1(1), 31–36.
https://doi.org/10.7454/nrjs.v1i1.9
Ansari AH, Khan RM, Itrat M, Zulkiflie M (2014). A Comprehensive review of
haemorrhoids with Unani (Greeco-Arabic) and moderm decription. International
Journal of Basic Medicine and Clinical Research, 1(3): 52-65. [Cited 2021 Jan 12];
Available From: https://www.omicsonline.org/open-access/prevalence-of-
fissureinanoamong-the-patients-of-anorectal-complaints-visiting-nium-hospital2376-
0214-1000344.php?aid=51671

Anda mungkin juga menyukai