Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

Post Operasi Hemoroidektomi

Disusun Oleh :

DARMIATI
NIM. 070116B087

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami

berbagai tipe hemoroid berdasarkan luas vena yan terkena. Hemoroid juga

biasa terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra abdomen yang meningkat oleh

karena pertumbuhan janin dan juga karena adanya perubahan hormon

menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis. Pada kebanyakan wanita,

hemoroid yang disebabkan oleh kehamilan merupakan hemoroid temporer

yang berarti akan hilang beberapa waktu setelah melahirkan. Hemoroid

diklasifiksasikan menjadi dua tipe. Hemoroid internal yaitu hemorod yang

terjadi diatas stingfer anal sedangkan yang muncul di luar stingfer anal disebut

hemorod eksternal. (Brunner & Suddarth, 1996)

Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar

35% penduduk. Hemoroid bisa mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun

wanita. Insiden penyakit ini akan meningkat sejalan dengan usia dan mencapai

puncak pada usia 45-65 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa,

tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Berdasarkan hal

ini kelompok tertarik untuk membahas penyakit hemoroid.


B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan perencanaan Asuhan Keperawatan pada klien post

hemoridektomi

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan penyakit

PPOK

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit

PPOK

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

penyakit PPOK

d. Mampu mengimplementasikan dari rencana keperawatan pada klien

dengan penyakit PPOK

e. Mendapatkan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien

dengan Penyakit PPOK.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami

berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan

diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner &

Suddarth, 2002)

Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa

pelebaran pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah

tersebut disebut sebagai venecsia atau varises di daerah anus atau perianus.

Pelebaran pembuluh darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan

darah dalam susunan pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan

pembuluh darah, tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar

anorektal (Smeltzer, 2001).

2. Etiologi

Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut

Sjamsuhidayat & Jong (2004) yaitu:

a. Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter

menjadi tipis dan atonis.


b. Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal menyebabkan

pembuluh darah hemorodialis meregang dan dapat diperparah ketika

terjadi tekanan saat persalinan.

c. Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat

defekasi terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi

normal, sehingga feses tetap menjadi kering dan keras.

d. Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk

terlalu lama dan mengangkat beban yang berat memiliki faktor

predisposisi untuk terjadi hemoroid.

e. Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.

f. Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat

g. Obesitas

3. Patofisiologi dan Pathway

a. Patofisiologi

Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada

daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat

membantu menahan beban. Namun apabila distensi terus menerus akan

terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena.

Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat

konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati

kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan

hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam

sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah

terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra
abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat

kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan

tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena

terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan menjadi hemoroid.

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan

penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras

secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap

bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang

mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan

menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang

tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti

kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan

yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa

lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Price

& Wilson, 2005).

Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi

beberapa klasifikasi diantaranya :

1) Hemoroid internal

Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis

interna yang kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam

massa jaringan yang mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan

vena. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III dan

IV sebagai berikut :
a) Derajat I : Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak

prolaps keluar kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan

anorektoskop

b) Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan

menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan

c) Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat

masuk kembali ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari

d) Derajat IV : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan

cenderung untuk mengalami trombosis dan infark

2) Hemoroid eksternal

Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea.

Hemoroid eksterna dibagi menjadi :

a) Hemoroid akut : Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir

anus dan merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa

sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit

merupakan reseptor nyeri.

b) Hemoroid kronis atau skin tag : Hemoroid ini berupa satu atau

lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit

pembuluh darah.
b. Pathway
Pre Hemoroidektomi
Post Hemoroidektomi
4. Manifestasi Klinis

a. Hemoroid

Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal

menurut Mansjoer (2000) diantaranya :

1) Hemoroid internal

- Prolaps dan keluar mukus

- Perdarahan rektal

- Rasa tidak nyaman

- Gatal

2) Hemoroid eksternal

- Rasa terbakar

- Nyeri (jika mengalami trombosis)

- Gatal

b. Post Hemoroidektomi :

1) Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat

Konstipasi

2) Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi

3) Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.

4) Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.


5. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Penatalaksaan Konservatif

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat

ditatalaksana dengan pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut

antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi

serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat

menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010).

Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan

bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan

serta dapat direkomendasikan pada derajat awal hemoroid (Zhou

dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan

konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi

mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan

awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid,

meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.

Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan

antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman

pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus

dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen

flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi

hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum


diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield,

2008).

2) Pembedahan

Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila

hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan

penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan

pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas)

menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:

a) Hemoroid internal derajat II berulang.

b) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala

c) Mukosa rektum menonjol keluar anus

d) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti

fisura.

e) Kegagalan penatalaksanaan konservatif

f) Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:

a) Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil

phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau

hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa

hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema,

reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis

intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada

sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau

mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk,


2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009)

menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi

jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.

b) Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan

rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan

scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke

dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan

perdarahan.

c) Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke

jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrument

tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya

jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan

koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini

singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

d) Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk

mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh darah

yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid

internal derajat rendah.

e) Laser haemorrhoidectomy.

f) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.

Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang

dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi

arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan

hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture.


Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi

ukuran hemoroid.

g) Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan

temperatur yang sangat rendah untuk merusak jaringan.

Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,

menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur

ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup

mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang

dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological

Association, 2004).

h) Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan

mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate

line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah

berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini

juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy

(Halverson, 2007).
b. Penatalaksanaan Keperawatan

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk

mengumpulkan data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat

diketahui kebutuhan penderita tersebut.

a. Pre Operasi

Subjektif

1) Pola makan dan minum

- Kebiasaan

- Keadaan saat ini

2) Riwayat kehamilan

Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan

hemorrhoid berkembang cepat

3) Riwayat penyakit hati

Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih

besar.
4) Gejala / keluhan yang berhubungan

- Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus

- Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan

(menetes)

- Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini,

faktor-faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat

menguranginya serta upaya atau obat-obatan yang sudah

digunakan)

- Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus

Obyektif

1) Pemeriksaaan daerah anus

- Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna

dapat dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna

dan apakah ada tanda trombus juga amati apakah ada lesi.

- Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)

2) Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :

- Warna kulit

- Warna konjungtiva

- Waktu pengisian kembali kapiler

- Pemeriksaan Hb

b. Post Operasi

1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah

pengkajian mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman),

pengkajian mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi.


Selain itu juga penting dilakukan pengkajian mengenai harapan

klien setelah operasi.

2) Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah

mengenai kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.

3) Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya

perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil.

Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan

setelah BAB dan buang air kecil.

4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah

mengenai aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri,

pengkajian keadaan kelemahan yang dialami klien.

5) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan

tidur yang dialami klien akibat nyeri.

6) Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang

dilakukan klien bila timbul nyeri.

7) Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan

yang dialami klien setelah operasi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan hemoroid (Doenges

dkk, 1999) meliputi :

Pre operasi

a. Nyeri b.d agen injuri biologis (pembengkakan, trombus pembuluh

darah pada anus)

b. Konstipasi b.d nyeri pada saat defekasi


c. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat

konstipasi.

d. Cemas b.d. rencana pembedahan

e. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.

Post operasi

a. Nyeri b.d agen injuri fisik (luka insisi post hemoroidektomi)

b. Resiko konstipasi b.d hemoroidektomi

c. Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan

konstruktur nyeri.

d. Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidektomi

e. Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri.

f. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.

g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi

perdarahan.
3. Rencana Keperawatan

Pre Operatif

Dx
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Konstipasi Setelah 1.Berikan dan 1.Mencegah
dilakukan anjurkan minum dehidrasi secara
berhubungan
tindakan kurang lebih 2 oral.
dengan keperawatan liter/hari.
selama 2 x 24 2.Berikan posisi
pembesaran
jam diharapkan semi fowler
vena konstipasi pada tempat 2.Meningkatkan
teratasi. tidur. usaha evakuasi
hemoroidalis.
KH: 3.Anjurkan feses.
a.Pola BAB mengkonsumsi
(1- makana tinggi 3.Makanan tinggi
normal
serat. serat dapar
2x/minggu).
4.Auskultasi melancarkan
b.Konsistensi bunyi usus. proses defekasi.
feses lunak.
c.Warna feses 5.Hindari 4.Bunyi usus
kuning. makanan yang secara umum
membentuk gas. meningkat pada
d.Klien tidak 6.Kurangi / diare dan
takut untuk batasi makana menurun pada
BAB. seperti produk konstipasi.
e.Tidak ada susu. 5.Menurnnkan
nyeri pada saat 7.Berikan distres gastrik dan
BAB. laktasif sesuai distensi abdomen.
program dokter.
6.Makanan ini
diketahui sebagai
penyebab
konstipasi.
7.Membantu
melancarkan
proses defekasi.
2. Nyeri Setelah 1.Berikan Posisi 1.Minimalkan
berhubungan dilakukan yang nyaman. stimulasi/meningkatkan
tindakan relaksasi.
dengan keperawatan 2.Meminimalkan
adanya selama 3 x 24 2.Berikan
tekanan di bawah
jam bantalan
hemoroid bokong/meningkatkan
diharapkan dibawah bokong
relaksasi.
pada daerah nyeri teratasi. saat duduk.
KH: 3.Untuk menentukan
anal. 3.Observasi
a.Wajah intervensi selanjutnya.
tanda-tanda
pasien tampak vital. 4.Pengalihan perhatian
meringis. melalui kegiatan-
b.Skala nyeri 4.Ajarkan teknik
kegiatan.
berkurang 0-3 untuk
atau hilang. menguranyi rasa
c.Klien dapat nyeri seperti
istirahat tidur. membaca,
menarik nafas 5.Meningkatkan
d.TTV
panjang, relaksasi.
Normal
TD: 100/80 menonton TV,
mmHg dll.
5.Berikan
kompres dingin 6.Menurunkan
pada daerah ketidaknyamanan fisik.
anus 3-4 jam
dilanjutkan
7.Mengurangi nyeri
dengan redam
dan menurunkan
duduk hangat 3-
rangsang saraf simpatis
4 x/hari.
dan untuk mengangkat
6.Berikan hemoroid.
lingkungan yang
tenang.
7.Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
analgesik,
pelunak feses
dan dilakukan
hemoroidectomi.
3. Perdarahan Setelah 1.Observasi 1.Untuk menentukan
berhubungan dilakukan TTV. tindakan selanjutnya.
tindakan
dengan 2.Monitor 2.Untuk menentukan
keperawatan banyaknya tingkat kehilangan
pecahnya selama 3 x 24 perdarahan cairan.
jam
vena klien.
diharapkan 3.Untuk mengetahui
hemoroidalis kekurangan 3.Kaji ulang tingkat kelemahan
nutrisi tingkat toleransi klien.
yang
terpenuhi. aktifiitas klien. 4.Mengurangi
ditandai KH: 4.Memandirikan ketergantungan
dengan a.Konjungtiva klien dalam aktifitas klien dengan
klien merah melakukan bantuan perawat.
perdarahan
muda. aktifitas sehari-
waktu BAB. Kolaborasi:
b.Hb Normal hari.
(12-14 g/dl). 1.Untuk menentukan
Kolaborasi: kebutuhan nutrisi yang
c.Tidak ada 1.Konsultasikan tepat pada klien.
perdarahan nutrisi untuk
v.hemoroid. 2.Untuk membantu
klien dengan proses pembekuan
d.Dapat ahli gizi. darah dan Untuk
melakukan 2.Berikan meningkatkan produksi
aktivitas vitamin K dan sel darah merah.
mandiri. B12 sesuai 3.Untuk menentukan
e.Klien tidak indikasi. diet yang tepat bagi
cepat lelah 3.Konsultasi klien.
setelah dengan ahli gizi.
beraktivitas. 4.Untuk menggantikan
4.Berikan cairan banyaknya darah yang
f.Aktifitas IV. hilang selama
klien sudah perdarahan.
tidak dibantu
oleh perawat.
Post Operatif

1. Gangguan Setelah 1. Beri posisi 1. Dapat menurunkan


rasa nyaman dilakukan tidur yang tegangan abdomen
tindakan menyenangkan 2. Melindungi pasien
nyeri pada keperawatan pasien. dari kontaminasi
luka operasai selama 2 x 24 silang selama
jam 2. Ganti balutan penggantian
berhubungan
berkurangnya setiap pagi sesuai balutan. Balutan
dengan rasa nyeri pada tehnik aseptik basah bertindak
adanya jahitan daerah pasca sebagai penyerap
operasi. 3. Latihan jalan kontaminasi
pada luka sedini mungkin eksternal
KH:
operasi dan 3. Menurunkan
a.tidak terdapat 4. Observasi masalah yang
terpasangnya rasa nyeri pada
daerah rektal terjadi karena
cerobong luka operasi apakah ada imobilisasi
anus. b.pasien dapat perdarahan 4. Perdarahan pada
beraktivitas jaringan, inflamasi
sesuai 5. Berikan lokal atau
kemampuan penjelasan terjadinya infeksi
tentang tujuan dapat
c.sekala nyeri 0- pemasangan meningkatkan rasa
3 cerobong anus nyeri
d.klien tampak (untuk 5. Pengetahuan
rileks mengalirkan sisa- tentang manfaat
sisa perdarahan cerobong anus
yang di dalam dapat membuat
bisa keluar) pasien paham guna
6. Cerobong anus cerobong anus
dilepas sesuai untuk kesembuhan
advice dokter lukanya
6. Meningkatkan
fungsi fisiologis
anus dan
memberikan rasa
nyaman pada
daerah anus pasien
karena tidak ada
sumbatan
2. Resiko infeksi Setelah 1. Observasi 1. Respon autonomik
berhubungan dilakukan tanda vital meliputi TD,
tindakan respirasi, nadi yang
dengan keperawatan 2. Observasi berhubungan
pertahanan selama 2 x 24 balutan setiap 2 dengan keluhan /
jam infeksi jam, periksa penghilang nyeri .
primer tidak
tidak terjadi. terhadap Abnormalitas tanda
adekuat. perdarahan dan vital perlu di
KH:
bau. observasi secara
a.tidak terdapat lanjut
tanda-tanda 3. Ganti balutan 2. Deteksi dini
infeksi (dolor, dengan teknik terjadinya proses
kalor, rubor, aseptik infeksi dan /
tumor, pengawasan
fungsiolesa) 4. Bersihkan area penyembuhan luka
b.TTV Normal perianal setelah oprasi yang ada
(TD: 120/80 setiap defekasi sebelumnya
mmHg, N: 96 3. Mencegah meluas
x/menit, S: 36,7 5. Berikan diet dan membatasi
O
C, RR: 18 rendah serat dan penyebaran luas
x/menit) minum yang infeksi atau
cukup kontaminasi silang
c.luka 4. Mengurangi /
mengering mencegah
kontaminasi daerah
luka
5. Mengurangi
rangsangan pada
anus dan mencegah
mengedan pada
waktu defekasi

3. Kurang Setelah 1. Diskusikan 1. Pengetahuan


pengetahuan dilakukan pentingnya tentang diet
tindakan penatalaksanaan berguna untuk
berhubungan keperawatan diet rendah sisa melibatkan pasien
dengan selama 2 x 24 atau serat. dalam
jam klien dapat merencanakan diet
kurangnya
melakukan dirumah yang
informasi perawatan area 2. Demontrasikan sesuai dengan yang
perawatan anal dirumah. perawatan area dianjurkan oleh
anal dan minta ahli gizi
dirumah. pasien 2. Pemahaman akan
menguilanginya meningkatkan
KH: kerja sama pasien
3. Berikan dalam program
a.pasien
rendam duduk terapi,
mengerti
meningkatkan
tentang
penyembuhan dan
perawatan
4. Bersihakan proses perbaikan
dirumah
area anus dengan terhadap
b.keluarga baik dan penyakitnya
mengerti keringkan 3. Meningkatkan
tentang proses seluruhnya kebersihan dan
penyakit dan setelah defekasi kenyaman pada
perawatannya daerah anus (luka
c.pasien atau polaps)
menunjukkan 4. Melindungi area
wajah tengang anus terhadap
kontaminasi
kuman-kuman
yang berasal dari
sisa defekasi agar
tidak terjadi infeksi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hemoroid adalah distensi vena di daerah anorektal. Sering terjadi

namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan

perdarahan. Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh

masyarakat. Akibat dari adanya hemoroid adalah timbulnya rasa tidak nyaman.

Hemoroid bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi juga aspek kosmetik

bahkan sampai aspek sosial. Hemoroid mengakibatkan komplikasi,diantaranya

adalah terjadi trombosis, peradangan, dan terjadi perdarahan. Hemoroid juga

dapat menimbulkan cemas pada penderitanya akibat ketidaktahuan tentang

penyakit dan pengobatannya.

B. Saran

Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan

pengobatannya pada penderita hemoroid. Menginformasikan tentang

pencegahan-pencegahan terjadinya hemoroid dengan cara :

1. Makan makanan tinggi serat, vitamin K, dan vitamin B12.

2. Sarankan untuk tidak banyak duduk atau kegiatan yang menenkan daerah

bokong.

3. Sarankan untuk tidak terlalu kuat saat mengedan karena dapat menambah

besar hemoroid.

4. Sarankan agar mengurangi makan makanan pedas yang dapat mengiritasi

hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan

Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001).

Kapita selekta kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media

Aesculaplus.

NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.)

Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik

Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses

penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta:

EGC.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi

8 vol 3. Jakarta: EGC

Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3).

Jakarta: EGC.

Alimul, H. A. A. 2007.Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC


Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan

dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9.

Jakarta: EGC.

Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor:

R.Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media

Aeskulapius.

Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta:

Arima Medika.

Sudoyo Aru, dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3, edisi keempat.

Internal Publishing. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai