PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hemoroid adalah kondisi medis yang terjadi ketika pembuluh
darah di sekitar anus atau dalam rektum mengalami pembengkakan atau
peradangan. Hemoroid dapat terjadi baik secara internal (di dalam rektum)
maupun eksternal (di sekitar lubang anus), dan seringkali disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan pada pembuluh darah di daerah tersebut.
Menurut Dr. John Smith dalam (Lei-lei Wang, dkk, 2023), seorang ahli
gastroenterologi dari Johns Hopkins Medicine, faktor risiko utama untuk
mengembangkan hemoroid meliputi konstipasi kronis, diare kronis, kehamilan,
obesitas, gaya hidup yang tidak sehat (seperti kurangnya aktivitas fisik), dan
faktor genetik. Konstipasi kronis, misalnya, dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada pembuluh darah di sekitar anus, menyebabkan hemoroid.
Gejala hemoroid bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kondisi
tersebut. Menurut April Khan dan Tim Jewell, gejala umum hemoroid meliputi
rasa gatal di sekitar anus, nyeri saat buang air besar, perdarahan saat buang air
besar, atau tonjolan yang terasa di luar anus.
Meskipun penyakit hemoroid biasanya tidak mengancam jiwa, mereka
dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Sebagian besar kasus hemoroid dapat dikelola dengan perubahan
gaya hidup yang sehat, seperti peningkatan asupan serat dalam diet, minum air
yang cukup, dan menjaga berat badan yang sehat. Namun, untuk kasus yang lebih
parah, intervensi medis seperti obat-obatan topikal, prosedur ligasi, atau intervensi
bedah mungkin diperlukan.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyebab, gejala,
dan pengelolaan penyakit hemoroid, diharapkan bahwa individu yang menderita
kondisi ini akan mendapatkan perawatan yang lebih baik dan dukungan yang
lebih baik dari sistem kesehatan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan pada kasus
hemoroid
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai referensi pengembangan ilmu keperawatan
khususnya pada penyekit hemoroid memahami definisi dan asuhan keperawatan
dari penyakit hemoroid dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.
2. Manfaat Praktik
Sebagai tenaga kesehatan mampu menerapkan asuhan keperawatan yang
diberikan serta mampu mempraktikkan terkait tindakan yang baik dan tepat sesuai
dengan standar keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Hemoroid adalah komponen alami yang ada pada semua individu.
Hemoroid terbentuk oleh pleksus arterivena yang bertindak sebagai katup di
sekitar saluran anus, berperan dalam menjaga fungsi sfingter anus, serta mencegah
kebocoran gas dan cairan (Sjamsuhidajat, 2017).
Jika hemoroid mengalami perluasan dan peradangan, hal ini akan
dicirikan oleh perdarahan dan penonjolan bantalan di kanal anal. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan struktur anatomi, perubahan fisiologis, serta
munculnya gejala klinis yang memerlukan penanganan lanjutan (Lalisang, 2016).
Hemoroid, yang juga dikenal sebagai wasir atau ambeien, adalah suatu
penyakit yang terjadi di daerah anus, yaitu ujung bawah saluran pencernaan besar,
dan umumnya dialami baik oleh pria maupun wanita. Hemoroid adalah kondisi di
mana terjadi pelebaran pada satu segmen atau lebih dari pembuluh balik di daerah
dubur atau anorektal. Meskipun gejalanya tidak selalu disertai dengan perdarahan,
namun keluhan utama dari penyakit ini seringkali adalah adanya perdarahan.
Kadek Helen Yustika Pradiantini1 dan I Gede Surya Dinata
mengklasifikasikan hemoroid sebagai berikut:
1. Hemoroid interna
2. Haemoroid eksterna
a) Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung - ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.
b) Kronik
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau
lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.
B. Etiologi
Etiologi hemoroid tidak dapat dipastikan dengan pasti. Sejak diteliti oleh
Burkitt dan Graham-Stewart pada tahun 1970-an, hemoroid telah dianggap
sebagai akibat dari diet rendah serat dan konstipasi (sembelit). Pandangan saat ini
adalah bahwa konstipasi kronis dan feses yang keras dapat menyebabkan
degenerasi jaringan pendukung di sekitar saluran anus dan mengakibatkan
perubahan posisi bantalan di kanal anal (Sandler & Peery, 2019). Peningkatan
tekanan intra abdomen akibat tumor, usia tua, hubungan seksual peranal,
kurangnya asupan air, serta kurangnya aktivitas fisik atau keadaan yang
menyebabkan imobilisasi, juga diyakini sebagai faktor risiko terjadinya hemoroid.
Meskipun hemoroid tidak bersifat fatal, kondisi ini dapat signifikan mengurangi
kualitas hidup seseorang. (Septadina & Veronica, 2015).
Dilansir pada aldokter.com, dr. Pittara mengungkap beberapa kondisi yang
dapat meningkatkan risiko terkena wasir atau hemoroid:
1. Konstipasi Kronis: Akibat kurang asupan serat dalam makanan.
2. Diare Kronis: Diare yang berlangsung dalam jangka panjang.
3. Mengejan Terlalu Keras: Saat buang air besar.
4. Mengangkat Beban Berat: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intra-
abdominal.
5. Lama Duduk: Kebiasaan duduk dalam waktu yang lama, terutama di toilet.
6. Batuk dan Muntah Kronis: Tekanan yang terjadi pada rongga perut.
7. Obesitas: Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan intra-
abdominal.
8. Riwayat Keluarga: Jika ada riwayat wasir dalam keluarga.
9. Kehamilan: Tekanan yang meningkat pada rahim dapat menyebabkan
pembesaran pembuluh darah di daerah anus.
10. Seks Anal: Tekanan yang terjadi pada daerah anus.
11. Asites: Penumpukan cairan di rongga perut.
12. Penyakit Radang Usus: Seperti Crohn’s disease dan kolitis ulseratif.
13. Anus Turun: Proses prolaps rektum.
14. Cedera Tulang Belakang: Trauma pada tulang belakang.
15. Kanker Usus Besar: Kelainan ini dapat mempengaruhi pergerakan usus dan
pembuluh darah di sekitarnya, termasuk di daerah anus.
Semua kondisi di atas dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh
darah di daerah anus dan menyebabkan pembengkakan atau peradangan, yang
merupakan karakteristik dari wasir atau hemoroid.
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
2. Nyeri.
4. Pemeriksaan laboratorium
- Eritrosit
- Leukosit
- Led
- Hb
5. Pemeriksaan diagnostik
- Protoskopy
- Anuscopy
- Sigmoideskopy
G. Penatalaksanaan
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
1. Non-farmakologis, bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan
cara memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup,
perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan
defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet,
cairan, serat tambahan, erista feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi
dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan eris
dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari.
Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.
Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila
dibiarkan.
2. Farmakologi, bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau
menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat
dibagi atas empat macam, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki defekasi, terdapat dua macam obat yaitu eristalti
serat (fiber eristalti) dan erista tinja (stool softener). Suplemen serat
komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga
Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit
biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini
bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
eristaltic usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua
adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
b) Obat simptomatik, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan
misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung
kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau
anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
c) Obat penghenti perdarahan, perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika
berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
d) Obat penyembuh dan pencegah serangan, menggunakan Ardium 500 mg
dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari.
Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi,
kongesti, edema, dan prolaps.
3. Minimal Invasif, bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat
perburukan penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu
invasif antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi
laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak
berhasil.
H. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Penkajian
a) Identitas
1. Identitas pasien: Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor rekam medik dan diagnosa medis
2. Identitas penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien
b) Pengkajian Umum
1. Keluhan utama
Keluhan yang pasien rasakan saat pengkajian hemoroid perdarahan,
pruritus anal, prolaps, dan nyeri. Pasien juga melaporkan perdarahan
terkait dengan buang air besar. Sembelit atau diare dapat memperburuk
gejala.
2. Pengkajian riwayat penyakit sekarang
Pasien melaporkan rasa tidak nyaman yang kronis, tumpul, dan nyeri,
terutama bila hemoroid telah prolaps , berapa lama keluhan, apa yang telah
di lakukan untuk mengatasi keluahan dan bagaimana hasilnya.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Pasien dengan hemoroid internal mungkin asimtomatik. Namun, ketika
hemoroidinternal menjadi menyempit, pasien akan melaporkan rasa sakit.
Hemoroid internal bisa berdarah, menghasilkan darah pada kertas toilet
setelah buang air besar atau darah di luar tinja.
2. Breathing ( Pernapasan)
3. Circulation (Sirkulasi)
(e) Stupor (koma) keadaan tertidur lelap namun masih ada respon nyeri.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Kepala
(a) Rambut
(b) Mata
(c) Telinga
(d) Hidung
Bentuk tulang hidung, kebersihan hidung, pembengkakan, lesiataupun
kelainan yang lainnya
(e) Mulut, lidah, gigi bibir simetris, warna bibir, bibir lembab, apakahada
lesi (keadaan mulut).
2. Leher
(a) Kesimetrisan dada, ekspansi dada, suara tambahan, irama nafas klien.
(c) Apakah ada edema di daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak
ada massa dan lesi, tidak ada keluaran di daerah putting.
4. Abdomen
(a) Bentuk perut, tidak ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan di daerah
perut, bising usus klien normal yaitu 9x/menit, tidak ada keluhan saat
diperkusi, perut tidak kembung.
5. Genitalia
(a) Apakah ada kelainan pada genetalia, bentuk simeris tidak adavarises,
edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan
atau darah
(b) Pada pemeriksaan rektum apakah ada benjolan, benjolan bisa kembali
atau tidak, berapa ukuran, warna, letak di arah jam berapa, apakah ada
luka, perdarahan, bagaimana bau, apakah ada infeksi sekitar anus.
Warna kulit pucat, tidak ada lesi maupun edema, warna kuku pucat hampir
berwarna berwarna putih, bentuk kuku normal, normal, kuku tebal, tekstur
tekstur kuku lembut, kelembapan kulit kurang, turgor kulitnormal,
pengisian kapiler / capillary refill lambat yaitu lebih dari 3 detik.
7. Ekstermitas
(a) Atas
Bentuk simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien
normal, terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut
menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung
ekstermitas.
(b) Bawah
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Lei-lei Wang, Meng Kang, Li-xin Duan, Xu-fei Chang, Xiao-xin Li, Xiang-yang
Guo, Zhi-yu Kang, dan Yong-zheng Han, (2023), “Effect of single spinal
anesthesia with two doses ropivacaine on urinary retention after
hemorrhoidectomy in male patients”, PMC PubMed Central, Vol. 9. No.
107757575.
April Khan dan Tim Jewell, (2021), Causes of Hemorrhoids and Tips for
Prevention. Healthline.com, di akses di
https://www.healthline.com/health/hemorrhoids, di akses pada tanggal 28
Februari 2024.
Kadek Helen Yustika Pradiantini1 dan I Gede Surya Dinata, (2021), “Diagnosis
dan Penatalaksanaan Hemoroid”, Ganesha Medicina Journal, Vol. 1, No. 1.
Sjamshuhidajat dan De Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC