Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hemoroid adalah kondisi medis yang terjadi ketika pembuluh
darah di sekitar anus atau dalam rektum mengalami pembengkakan atau
peradangan. Hemoroid dapat terjadi baik secara internal (di dalam rektum)
maupun eksternal (di sekitar lubang anus), dan seringkali disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan pada pembuluh darah di daerah tersebut.
Menurut Dr. John Smith dalam (Lei-lei Wang, dkk, 2023), seorang ahli
gastroenterologi dari Johns Hopkins Medicine, faktor risiko utama untuk
mengembangkan hemoroid meliputi konstipasi kronis, diare kronis, kehamilan,
obesitas, gaya hidup yang tidak sehat (seperti kurangnya aktivitas fisik), dan
faktor genetik. Konstipasi kronis, misalnya, dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada pembuluh darah di sekitar anus, menyebabkan hemoroid.
Gejala hemoroid bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kondisi
tersebut. Menurut April Khan dan Tim Jewell, gejala umum hemoroid meliputi
rasa gatal di sekitar anus, nyeri saat buang air besar, perdarahan saat buang air
besar, atau tonjolan yang terasa di luar anus.
Meskipun penyakit hemoroid biasanya tidak mengancam jiwa, mereka
dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Sebagian besar kasus hemoroid dapat dikelola dengan perubahan
gaya hidup yang sehat, seperti peningkatan asupan serat dalam diet, minum air
yang cukup, dan menjaga berat badan yang sehat. Namun, untuk kasus yang lebih
parah, intervensi medis seperti obat-obatan topikal, prosedur ligasi, atau intervensi
bedah mungkin diperlukan.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyebab, gejala,
dan pengelolaan penyakit hemoroid, diharapkan bahwa individu yang menderita
kondisi ini akan mendapatkan perawatan yang lebih baik dan dukungan yang
lebih baik dari sistem kesehatan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan pada kasus
hemoroid
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai referensi pengembangan ilmu keperawatan
khususnya pada penyekit hemoroid memahami definisi dan asuhan keperawatan
dari penyakit hemoroid dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.
2. Manfaat Praktik
Sebagai tenaga kesehatan mampu menerapkan asuhan keperawatan yang
diberikan serta mampu mempraktikkan terkait tindakan yang baik dan tepat sesuai
dengan standar keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Hemoroid adalah komponen alami yang ada pada semua individu.
Hemoroid terbentuk oleh pleksus arterivena yang bertindak sebagai katup di
sekitar saluran anus, berperan dalam menjaga fungsi sfingter anus, serta mencegah
kebocoran gas dan cairan (Sjamsuhidajat, 2017).
Jika hemoroid mengalami perluasan dan peradangan, hal ini akan
dicirikan oleh perdarahan dan penonjolan bantalan di kanal anal. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan struktur anatomi, perubahan fisiologis, serta
munculnya gejala klinis yang memerlukan penanganan lanjutan (Lalisang, 2016).
Hemoroid, yang juga dikenal sebagai wasir atau ambeien, adalah suatu
penyakit yang terjadi di daerah anus, yaitu ujung bawah saluran pencernaan besar,
dan umumnya dialami baik oleh pria maupun wanita. Hemoroid adalah kondisi di
mana terjadi pelebaran pada satu segmen atau lebih dari pembuluh balik di daerah
dubur atau anorektal. Meskipun gejalanya tidak selalu disertai dengan perdarahan,
namun keluhan utama dari penyakit ini seringkali adalah adanya perdarahan.
Kadek Helen Yustika Pradiantini1 dan I Gede Surya Dinata
mengklasifikasikan hemoroid sebagai berikut:
1. Hemoroid interna

Adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan di


tutupi oleh mukosa. Haemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam
jaringan sub mukosa pada rektum sebelah bawah.

a) Hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya :

Tingkat 1 : biasanya asimtomatik dan tidak dapat dilihat, jarang terjadi


perdarahan, benjolan dapat masuk kembali dengan spontan.
Tingkat 2 : gejala perdarahannya berwarna merah segar pada saat defekasi (buang
air besar) benjolan dapat dilihat disekitar pinggir anus dan dapat
kembali dengan spontan.

Tingkat 3 : prolapsus hemoroid, terjadi setelah defekasi dan jarang terjadi


perdarahan, prolapsus dapat kembali dengan dibantu.

Tingkat 4 : terjadi prolaps dan sulit kembali dengan spontan.

2. Haemoroid eksterna

Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus haemoroid inferior terdapat


di sebelah distal garis mukokutan didalam jaringan di bawah epitel anus. Tapi
hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :

a) Akut

Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:

- Sering rasa sakit dan nyeri

- Rasa gatal pada daerah hemorid

Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung - ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.

b) Kronik

Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau
lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

B. Etiologi
Etiologi hemoroid tidak dapat dipastikan dengan pasti. Sejak diteliti oleh
Burkitt dan Graham-Stewart pada tahun 1970-an, hemoroid telah dianggap
sebagai akibat dari diet rendah serat dan konstipasi (sembelit). Pandangan saat ini
adalah bahwa konstipasi kronis dan feses yang keras dapat menyebabkan
degenerasi jaringan pendukung di sekitar saluran anus dan mengakibatkan
perubahan posisi bantalan di kanal anal (Sandler & Peery, 2019). Peningkatan
tekanan intra abdomen akibat tumor, usia tua, hubungan seksual peranal,
kurangnya asupan air, serta kurangnya aktivitas fisik atau keadaan yang
menyebabkan imobilisasi, juga diyakini sebagai faktor risiko terjadinya hemoroid.
Meskipun hemoroid tidak bersifat fatal, kondisi ini dapat signifikan mengurangi
kualitas hidup seseorang. (Septadina & Veronica, 2015).
Dilansir pada aldokter.com, dr. Pittara mengungkap beberapa kondisi yang
dapat meningkatkan risiko terkena wasir atau hemoroid:
1. Konstipasi Kronis: Akibat kurang asupan serat dalam makanan.
2. Diare Kronis: Diare yang berlangsung dalam jangka panjang.
3. Mengejan Terlalu Keras: Saat buang air besar.
4. Mengangkat Beban Berat: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intra-
abdominal.
5. Lama Duduk: Kebiasaan duduk dalam waktu yang lama, terutama di toilet.
6. Batuk dan Muntah Kronis: Tekanan yang terjadi pada rongga perut.
7. Obesitas: Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan intra-
abdominal.
8. Riwayat Keluarga: Jika ada riwayat wasir dalam keluarga.
9. Kehamilan: Tekanan yang meningkat pada rahim dapat menyebabkan
pembesaran pembuluh darah di daerah anus.
10. Seks Anal: Tekanan yang terjadi pada daerah anus.
11. Asites: Penumpukan cairan di rongga perut.
12. Penyakit Radang Usus: Seperti Crohn’s disease dan kolitis ulseratif.
13. Anus Turun: Proses prolaps rektum.
14. Cedera Tulang Belakang: Trauma pada tulang belakang.
15. Kanker Usus Besar: Kelainan ini dapat mempengaruhi pergerakan usus dan
pembuluh darah di sekitarnya, termasuk di daerah anus.
Semua kondisi di atas dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh
darah di daerah anus dan menyebabkan pembengkakan atau peradangan, yang
merupakan karakteristik dari wasir atau hemoroid.

C. Patofisiologi

Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran


anus. Sebagai bantalan, maka ia berfungsi untuk : 1) Mengelilingi dan menahan
anastomosis anatara arteri rektalis superior, media dan inferior 2) Mengandung
lapisan otot polos dibawah epitel yang membentuk masa bantalan 3) Memberi
informasi sensorik penting dalam membedakan benda padat, cair atau gas 7 4)
Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan,
anterior kanan, dan lateral kiri Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi adalah
pembesaran, peninjolan keluar, trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian
disebut/menjadi ciri hemoroid (Sugeng & Weni 2020) Hemoroid terjadi karena
aktivitas yang meningkatkan tekanan intravena sehingga terjadi distensi dan
penggelembungan vena.

Faktor predisposisinya meliputi duduk lama, mengejan saat defekasi,


konstipasi, makanan rendah serat, kehamilan dan obesitas. Faktor yang lain
meliputi penyakit hati, seperti sirosis hepatis, abses ameba, atau hepatitis
alkoholisme, dan infeksi anorektal. (Kowalak, Jennifer.P, Welsh W, Mayer, B.
dalamBuku Ajar Patofisiologi 2015) Prolaps juga dapat disebabkan oleh spasme
pada sfingter internal sebagai akibat dari peningkatan tekanan yang mendorong
benjolan melalui sfingter internal dan dalam waktu saat benjolan terdorong keluar.
Trombosis dalam hemoroid eksternal sebagai akibat pembekuan darah dalam vena
hemoroid. Trombosis ini berhubungan dengan pengangkatan beban berat,
mengejan. Klien yang nyeri hebat secara tiba-tiba pada anusnya, tingkat nyeri
akan meningkat apabila klien duduk saat defekasi. Itu biasanya tidak tampak
dalam waktu seminggu. Trombosis pada hemoroid eksternal selalu diikuti oleh 8
prolaps trombosis hemoroid internal. Jika pembekuan darah pada permukaan
kulit, maka akan menimbulkan ulserasi (Sylvia Anderson, 1995 dalam buku
Diyono & Sri Mulyantini tahun 2013). Manifestasi klininya Timbul rasa gatal dan
nyeri, perdarahan berwarna merah terang saat defekasi, membengkak pada area
anus, nekrosis pada area sekitar anus menurut (Sudoyo, 2015) Komplikasi yang
berhubungan dengan hemoroid internal meliputi pendarahan, prolapsus, dan
trombus. Hemoroid yang tersusun dari jaringan vaskular spor, menimbulkan
perdarahan. Kekurangan zat besi atau anemia dapat berkembang jka darah
berkurang dalam periode waktu lama.

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah :

1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum.

2. Nyeri.

3. Gatal daerah rectum.

4. Gangguan mukosa rectum.

5. Perdarahan pada saat BAB.


E. Komplikasi
1. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah kelur menetes dan memancar. Perdarahan akut
pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh
darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi
yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia
karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah
yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak
menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat
masuk lagi (inkarserata / terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
2. Terjadi thrombosis, karena hemoroid keluar sehingga lama - lama darah
akan membeku dan terjadi trombosis.
3. Peradangan, kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi
infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman –
kumannya.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rectum. Pada haemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan
vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.

2. Anoskop, diperlukan untuk melihat haemoroid interna yang tidak menonjol


keluar.

3. Proktosigmoidoskopi, untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan


oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.

4. Pemeriksaan laboratorium

- Eritrosit

- Leukosit

- Led

- Hb

5. Pemeriksaan diagnostik

- Protoskopy

- Anuscopy

- Sigmoideskopy

G. Penatalaksanaan

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
1. Non-farmakologis, bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan
cara memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup,
perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan
defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet,
cairan, serat tambahan, erista feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi
dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan eris
dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari.
Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.
Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila
dibiarkan.
2. Farmakologi, bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau
menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat
dibagi atas empat macam, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki defekasi, terdapat dua macam obat yaitu eristalti
serat (fiber eristalti) dan erista tinja (stool softener). Suplemen serat
komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga
Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit
biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini
bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
eristaltic usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua
adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
b) Obat simptomatik, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan
misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung
kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau
anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
c) Obat penghenti perdarahan, perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika
berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
d) Obat penyembuh dan pencegah serangan, menggunakan Ardium 500 mg
dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari.
Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi,
kongesti, edema, dan prolaps.
3. Minimal Invasif, bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat
perburukan penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu
invasif antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi
laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak
berhasil.
H. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Penkajian
a) Identitas
1. Identitas pasien: Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor rekam medik dan diagnosa medis
2. Identitas penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien
b) Pengkajian Umum
1. Keluhan utama
Keluhan yang pasien rasakan saat pengkajian hemoroid perdarahan,
pruritus anal, prolaps, dan nyeri. Pasien juga melaporkan perdarahan
terkait dengan buang air besar. Sembelit atau diare dapat memperburuk
gejala.
2. Pengkajian riwayat penyakit sekarang
Pasien melaporkan rasa tidak nyaman yang kronis, tumpul, dan nyeri,
terutama bila hemoroid telah prolaps , berapa lama keluhan, apa yang telah
di lakukan untuk mengatasi keluahan dan bagaimana hasilnya.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Pasien dengan hemoroid internal mungkin asimtomatik. Namun, ketika
hemoroidinternal menjadi menyempit, pasien akan melaporkan rasa sakit.
Hemoroid internal bisa berdarah, menghasilkan darah pada kertas toilet
setelah buang air besar atau darah di luar tinja.

4. Pada pengkajian psikososial


Mengkaji dampak hemoroid terhadap keadaan psikologis yaitu
malu ,adanya keengganan berinteraksi sosial, apakah nyeri menggangu
aktivitas/istirahat
5. Pemeriksaan umum/tanda-tanda vital
Pemeriksaaan tekanan darah, nadi, respirasi, saturasi oksigen,
c) Pengkajian Primer (Primary Survei)
Primary survei dilakukan di unit gawat darurat jika pasien hemoroid
datang ke unit gawat darurat terakait perdarahan tidak terkontrol

1. Airway (Jalan napas)

(a) Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas

(b) Distress pernapasan

(c) Kemungkinan fraktur cervical

2. Breathing ( Pernapasan)

(a) Kaji frekuensi napas

(b) Suara napas

(c) Kaji udara yang keluar dari jalan napas

3. Circulation (Sirkulasi)

(a) Apakah denyut nadi karotis

(b) Ada atau tidaknya tanda-tanda syok

(c) Ada atau tidaknya perdarahan

4. Disability (Tingkat Kesadaran)


Tingkat kesadaran merupakan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

(a) Compos Mentis (sadar sepenuhunya)

(b) Apatis (acuh tak acuh)

(c) Delirium (gelisah, berteriak-teriak, disorientasi orang, tempat, waktu,


berhalusinasi, memberontak)
(d) Somnolen (kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal)

(e) Stupor (koma) keadaan tertidur lelap namun masih ada respon nyeri.

(f) Coma (comatose/keadaan tidak sadar) (Ardian, 2021).


Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan bagian dari vital sign.GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau
tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.

5. Exposure (control untuk kasus trauma, dengan membuka


pakaian pasien tetapi cegah hipotermi)
d) Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)

Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

1. Kepala

(a) Rambut

Kebersihan rambut, bentuk kepala, kelainan di kepala

(b) Mata

Bentuk kedua bola mata, konjungtiva kekuningan jika hemoroid


perdarahan lama, reflek pupil, kelainan pada mata.

(c) Telinga

Bentuk kedua telinga, kebersihan telinga, kelainan pada telinga,


kemampuan pendengaran.

(d) Hidung
Bentuk tulang hidung, kebersihan hidung, pembengkakan, lesiataupun
kelainan yang lainnya

(e) Mulut, lidah, gigi bibir simetris, warna bibir, bibir lembab, apakahada
lesi (keadaan mulut).

2. Leher

Bentuk leher, apakah ada pembengkakan/massa, reflek menelan.

3. Dada, Payudara, dan Ketiak

(a) Kesimetrisan dada, ekspansi dada, suara tambahan, irama nafas klien.

(b) Apakah tambahan pada jantung.

(c) Apakah ada edema di daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak
ada massa dan lesi, tidak ada keluaran di daerah putting.

4. Abdomen

(a) Bentuk perut, tidak ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan di daerah
perut, bising usus klien normal yaitu 9x/menit, tidak ada keluhan saat
diperkusi, perut tidak kembung.

(b) Posisi umbilikal, tidak ada peradangan ataupun keluaran, keadaan


umbilikal bersih, tidak ada kelainan lain pada umbilikal.

5. Genitalia

(a) Apakah ada kelainan pada genetalia, bentuk simeris tidak adavarises,
edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan
atau darah
(b) Pada pemeriksaan rektum apakah ada benjolan, benjolan bisa kembali
atau tidak, berapa ukuran, warna, letak di arah jam berapa, apakah ada
luka, perdarahan, bagaimana bau, apakah ada infeksi sekitar anus.

6. Kulit dan Kuku

Warna kulit pucat, tidak ada lesi maupun edema, warna kuku pucat hampir
berwarna berwarna putih, bentuk kuku normal, normal, kuku tebal, tekstur
tekstur kuku lembut, kelembapan kulit kurang, turgor kulitnormal,
pengisian kapiler / capillary refill lambat yaitu lebih dari 3 detik.

7. Ekstermitas

(a) Atas

Bentuk simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien
normal, terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut
menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung
ekstermitas.

(b) Bawah

Kaji bagaimana pasien berjalan terkait nyeri hemoroid. Bentuk kedua


kaki simetris, tidak ada kelainan lain, reflek patella normal terbukti
saat dilakukan ketukan pada lutut menggunakan reflek hammer untuk
mengetahui adanya gerakan spontan di ujungekstermitas.

B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Lei-lei Wang, Meng Kang, Li-xin Duan, Xu-fei Chang, Xiao-xin Li, Xiang-yang
Guo, Zhi-yu Kang, dan Yong-zheng Han, (2023), “Effect of single spinal
anesthesia with two doses ropivacaine on urinary retention after
hemorrhoidectomy in male patients”, PMC PubMed Central, Vol. 9. No.
107757575.

April Khan dan Tim Jewell, (2021), Causes of Hemorrhoids and Tips for
Prevention. Healthline.com, di akses di
https://www.healthline.com/health/hemorrhoids, di akses pada tanggal 28
Februari 2024.

Kadek Helen Yustika Pradiantini1 dan I Gede Surya Dinata, (2021), “Diagnosis
dan Penatalaksanaan Hemoroid”, Ganesha Medicina Journal, Vol. 1, No. 1.

Pittara, (2022), Wasir (Ambeien). Penyebab Wasir (Hemoroid) Wasir (Ambeien).


Alodokter. Di akses di
https://www.alodokter.com/wasir-hemoroid/penyebab, di akses pada tanggal
28 Februari 2024.

Sjamshuhidajat dan De Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Lalisang, T. J. (2016). Hemorrhoid: Pathophysiology and Surgical Management


Literature review. The New Ropanasuri Journal of Surgery, 1(1), 31–36.
https://doi.org/10.7454/nrjs.v1i1.9

Anda mungkin juga menyukai