HEMORRHOID
OLEH :
REINALDO BOBBY YUWONO
G991902046
PENDAHULUAN
Hemorrhoid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan
merupakan suatu keadaan yang patologis (tidak normal), namun bila sudah mulai
menimbulkan keluhan, harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
Hemorrhoid dari kata ''haima'' dan ''rheo''. Dalam medis, berarti pelebaran pembuluh
darah vena (pembuluh darah balik) di dalam pleksus hemorrhoidalis yang ada di
daerah anus. Dibedakan menjadi 2, yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna
yang pembagiannya berdasarkan letak pleksus hemorrhoidalis yang terkena
(Murbawani, 2006). Hemorrhoid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa
pelebaran pembuluh (dilatasi) vena. Pelebaran pembuluh vena yang terjadi di daerah
anus sering terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises daerah anus dan
perianus. Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan
pembuluh vena. Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering disebut wasir,
ambeien atau hemorrhoid. Hemorrhoid dapat dibagi atas hemorrhoid interna dan
hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid dapat disebabkan karena bendungan sentral seperti
bendungan susunan portal pada sirosis hepatic, herediter atau penyakit jantung
koroner, serta pembesaran kelenjar prostate pada pria tua, atau tumor pada rektum
(Patologi F.K.UI, 1999).
Dewasa ini, pola makan masyarakat semakin berubah sesuai dengan tuntutan
keadaan. Banyak para pekerja yang hanya mengutamakan rasa kenyang di banding
gizi dari makanan yang hendak dimakan. Yang penting, cepat dan bisa langsung
kenyang. Kebanyakan makanan-makanan itu sangat rendah kandungan seratnya.
Padahal mengonsumsi makanan rendah serat terlalu banyak dapat menyebabkan
susah buang air besar. Bila sudah mengalami kesulitan dalam buang air besar, maka
pada akhirnya untuk mengeluarkan faeses kita harus mengejan. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah di daerah anus, yakni pleksus hemorrhoidalis akan merenggang,
membesar karena adanya tekanan yang tinggi dari dalam. Bila hal ini terjadi secara
terus-menerus, maka pembuluh darah itu tidak akan mampu kembali ke bentuk
semula. Kejadian ini dialami pula oleh wanita yang sedang hamil dan seseorang yang
obesitas. Lama kelamaan, akan terjadi penonjolan hemorrhoid yang tidak dapat
dimasukkan kembali ke dalam anus, sehingga harus dilakukan operasi (Murbawani,
2006). Hemorrhoid yang membesar dapat disertai dengan prolaps yang melalui anus.
Bila prolaps tidak segera diobati dapat menjadi kronik dan bisa terinfeksi atau
mengalami trombosis. Bila prolaps sudah terinfeksi akan menimbulkan rasa nyeri
yang hebat dan akan terjadi pendarahan yang banyak. Penderita hemorrhoid yang
sudah prolaps pada saat defekasi akan keluar darah yang banyak dan rasa nyeri
(Isselbacher, dkk, 2000).
Hemorrhoid dapat dicegah dengan minum air putih yang cukup, makan
sayuran yang banyak, dan buah-buahan yang banyak, sehingga membuat feces tidak
mengeras. Apabila banyak memakan makanan yang mengandung serat dan banyak
minum air putih yang banyak dapat meperlancar defekasi, selain itu ginjal menjadi
sehat (Gotera, 2006). Selain itu hemorrhoid dapat dicegah dengan cara olah raga yang
cukup, duduk tidak terlalu lama dan berdiri tidak terlalu lama (Merdikoputro, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Mansjoer (2008), etiologi dari
hemoroid adalah:
1. Faktor predisposisi:
a. Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembul
uh darah, dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup.
Sehingga
darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan
di pleksus hemoroidalis.
c. Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat.
d. Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat.
e. Psikis
2. Faktor presipitasi:
a. Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu
defekasi.
b. Fisiologis
c. Radang
d. Konstipasi menahun
e. Kehamilan
f. Usia tua
g. Diare kronik
h. Pembesaran prostat
i. Fibroid uteri
j. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal
C. PATOFISIOLOGI
D. KLASIFIKASI
1. Hemorrhoid Interna
Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar terdapat
peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan
terjadi pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna
disebut dengan hemorrhoid interna (Isselbacher, dkk, 2000). Hemorrhoid interna jika
varises yang terletak pada submukosa terjadi proksimal terhadap otot sphincter anus.
Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer,
yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil
terdapat diantara ketiga letak primer tersebut (Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid
interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh lapisan epitel dari
mukosa, yang merupakan benjolan vena hemorrhoidalis interna. Pada penderita
dalam posisi litotomi terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles
disebut: three primary haemorrhoidalis areas (Bagian Bedah F.K. UI, 1994).
Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan dari
benjolan hemorrhoid.
Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi prolaps
hemorrhoid yang dapat masuk sendiri
Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps
hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV : hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi. (Bagian
Bedah F.K.U.I, 1994).
2. Hemorrhoid Eksterna
Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan, tapi
dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri
pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti
infeksi, abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna
yang prolaps dan terjepit, terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan
penderita skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi.
Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat dijumpai
timbul pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam
pleksus hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya.
Trombosis analis eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering terlihat pada
pasien yang tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui,
mungkin karena tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan
berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena. Pasien
memperlihatkan pembengkakan akuta pada pinggir anus yang sangat nyeri (David, C,
1994).
Derajat IV: Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali (Merdikoputro, 2006).
E. MANIFESTASI KLINIK
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid
eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan
edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut
dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid
ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse (Smeltzer dan Bare,
2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya
timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis. Perdarahan
umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus
hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat
berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-
lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan
sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut,
akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
Kotoran di pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang
mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal akan mengalami
iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema dan peradangan.
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang keras, yang
membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang
(Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi
epitel penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran.
Selanjutnya secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam
rectal secara digital dan dengan anoskopi. Pada
pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila
masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk
melihat hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada
pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan ini
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer,
2008).
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan
pola makan dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki
defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap
bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel
management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan,
pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata
sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya
diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau
keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan
mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan
meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).
2. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu :
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam
BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool
softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara
lain psyllium atau isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain
Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll.
Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,
merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan
penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
b. Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan
rasa gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur
pelumas (lubricant) vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi
local digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan
kortikosteroid.
c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya
luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya
tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran
diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized,
dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo,
2006).
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan
dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan
gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan
plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan
Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada
pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan
derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum
pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin berkurang
pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan
hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus
dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan diatas
luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh
hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan
melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali.
Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales
interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem
dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah
itu klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer,
2008).
4. Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non
farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain
tindakan skleroterapi hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid
dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).
BAB III
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. M
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Karyawan Kantor
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Benjolan di anus
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di anus sejak 1 minggu SMRS,
benjolan dirasakan terlebih dahulu keluar sebelum feses, disertai
darah menetes apabila keluar bersamaan dengan konsitensi feses
yang keras dan terasa nyeri. Benjolan masuk secara spontan. Feses
seperti kotoran kambing (-), lendir (-). Pasien belom memberikan
pengobatan apapun untuk mengtasi keluhan yang dirasakan.
. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Sakit ringan, GCS E4V5M6 compos mentis, gizi kesan
cukup
B. Tanda Vital Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/ menit
Rr : 20 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,6 0C
. RESUME
1. RESUME ANAMNESA
Benjolan di dubur
Benjolan dapat masuk kembali
Rasa nyeri saat BAB, terkadang disertai darah
Pasien kurang konsumsi makanan serat, riwayat BAB tidak rutin,
pasien sering menahan BAB saat bekerja
2. RESUME PEMERIKSAAN
Vital Sign : Tensi : 110/70 Nadi : 72x/mnt
Suhu: 36,6 oC Respirasi: 20x/mnt
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik Regio Anorektal (Rectal Toucher)
- Inspeksi : dubur hiperemis, darah (-)
- Palpasi :
o Jepitan Sphincter Ani kuat
o Ampula : kolaps (-)
o Mukosa : licin, teraba benjolan arah jam 3, konsistensi
kenyal, licin, nyeri tekan (+)
o Prostat : tidak teraba
o Jari : feses (+) darah (+)
E. DIAGNOSA
Diagnosa Kerja
- Hemorrhoid Eksterna Grade II
F.PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
- Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan
- Minum air sebanyak 30-40 mL/kgBB/ hari gelas sehari.
- Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat
merasa akan BAB, jangan ditahan. Hindari mengedan.
2. Medikamentosa
- Dulcolax tab 3x5mg
- Borraginol N-supp 2x1
- Ardium tab 6x500mg
Penulisan Resep
RS UNS Surakarta
23 Maret 2020
Dokter : dr. X Sp.PD, M.Kes
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Dulcolax
Dulcolax merupakan obat untuk mengatasi sembelit atau susah buang air
besar. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet yang diminum dan kapsul yang
mengandung 10 mg bisacodyl.
C. Ardium
Ardium merupakan tablet herbal yang mengandung
Flavonoid. Ardium digunakan untuk membantu meringankan
gangguan peredaran darah di kaki/varises, serta wasir kronik
dan akut. Ardium mengandung fraksi flavonoid murni
termikronisasi dengan ekstrak citus sinensis pericarpum yang
setara dengan diosmin 450mg dan hesperidin 50mg.
Indikasi: Wasir, perdarahan akut dan kronik, insufisiensi
vena kronik organic dan idiopatik dari ekstremitas bawah,
misalnya rasa berat, nyeri, panas, edema, gangguan
fungsional, dan kram tungkai pada malam hari.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas.
Efek Samping: Gangguan minor pada saluran cerna dan
neurovegetatif.
Dosis:
- Hemorrhoid akut: 6 tablet/hari selama 4 hari, lalu 4 tablet/ hari
selama 3 hari berikutnya.
- Hemorrhoid kronik dan insufisiensi Vena: 2 tablet/hari selama 2
bulan.
Kemasan : Dus, 4 blister @ 15 tablet
Farmakokinetik :
1. Absorbsi
Ardium mengandung 450 mg diosmin dan 50 hesperidin, tersedia
dalam bentuk sediaan mikronisasi. Partikel bahan aktifnya berukuran
kurang dari 2 mikron sehingga muda terabsorbsi dengan cepat dan
baik Absorbsi Ardium mencapai 72%, yaitu mencapai 4 kali lipat dari
sediaan yang tak dimikronisasi. Konsentrasi obat maksimal tercapai
dalam waktu 1 jam. Makanan tidak mempengaruhi absorbsi, bahkan
pada beberapa orang tertentu, pemberiannya dianjurkan bersama
makanan untuk mengurangi gangguan saluran cerna.
2. Distribusi
Ardium terdistribusi secara cepat ke hampir seluruh tubuh seperti
saluran cerna, hati, jantung, otot, dan saluran limfe. Ardium
mempunyai konsentrasi yang tinggi pada jaringan ikat bawah kulit
dan saluran limfe
3. Metabolisme
Ardium dimetabolisme terutama di saluran cerna dan hepar menjadi
beberapa metabolit seperti asam hippuric, hydroksi phenil propionic
dan diosmetin. Khusu diosmetin adalah metabolit yang juga
mempunyai aktivitas plebotropik.
4. Eliminasi
Ardium sebagain besar di eliminasi melalui feses sekitar 80%,
sebagian lagi melalui urin dalam bentuk tidak aktif. Ardium diduga
mengalami siklus enterohepatic dengan waktu parauh 11 jam.
Farmakodinamik:
1. Aktivitas Venotropik
Dua tablet Ardium sehari secara bermaka memperbaiki tonus Vena.
Perbaikan tonus ini terjadi tanpa adanya perubahan pada jantung
maupun arteri. Efek perbaikan tonus vena terjadi dalam waktu 1 jam
sesudah dosis pertama serta bertahan selama 24 jam. Perbaikan
tonus vena diduga errat kaitanya dengan perbaikan sensitivitas vena
terhadap rangsangan non-adrenalin. Ardium menyebabkan vena
lebih peka terhadap rangsangan non-adrenalin, yang akhirnya
menimbulkan kontraksi otot polos vena. Dengan kata lain dibutuhkan
konsentrasi non-adrenalin yang lebih kecil pada vena untuk
berkontraski. Lama sensitivitas juga sejalan dengan perbaikan tonus
vena, yaitu terjadi selama 24 jam dengan pemberian 1 kali sehari.
2. Aktivitas Limfatik
Ardium selain aktif memperbaiki tonus vena, juga bekerja pada
sistem limfatik, terutama pada fungsi drainage. Peneliian
menggunakan Ardium yang dilabel dengan radioaktif menunjukkan
konsentrasi di sistem limfatik. Ardium bekerja meningkakan kontraksi
saluran limfe maupun tekanan limfatik, sehingga dapat memperbaiki
fungsi drainage sistem limfe. Efek ini sesuai dengan kaidah
farmakodinamik, yaitu bersifat “dose dependent” berarti makin tinggi
dosis akan makin baik drainage limfatiknya. Mekanisme kerja pada
sistem limfatik juga berhubungan dengan adanya sensitisasi saluran
limfe terhadap adanya non-adrenalin. Drainage limfatik sangat
bermakna mengatasi limfedema.
3. Sistem Mikrosirkulasi
Mekanise kerja Ardium lainnya terhadap sistem mikrosirkulasi adalah:
a. Perbaikan fungsi kapiler
Dengan cara memperbaiki resistensi kapiler dan mengurangi
fragilitasnya sehingga kapiler tidak mudah rusak. Hal ini
terbukti dengan pengukuran angiosterrogram, dimana
dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk merusakkan
kapiler. Ardium juga mengurangi hipermeabilitas kapiler yang
dapat dievaluasi dengan “radio-labelled albumin”, terlihat
jelas pengurangan kebocoran albumin ke interstitial.
b. Hambatan Pelepasan mediator inflamasi
Ardium terbukti mengurangi pelepasan mediator inflamasi
yang berperan dalam proses peradangan perikapiler pada
insufisiensi vena kronis seperti histamine, bradikinin, dan
leukotrin. Hal ini jelas akan sangat mengurangi inflamasi
perikapiler dan rasa nyeri.
c. Perbaikan Hemorheologi
Aktivitas Ardium pada sistem mikrosirkulasi tercermin dari
perbaikan fungsi hemorheologi, terutama pada eritrosit dan
leukosit, terbukti tetrjadi kenaikan velositas eritrosit dan
leukosit serta menghambat destruksi yang disebabkan oleh
leukosit. Mekanisme kerja pada leukosit terutama dengan
menghambat proses adheis, migrasi, dan trapping. Ardium
juga memperbaiki nutrisi jaringan yang dapat dilihat dari
peningkatan tekanan parsial oksigen darah yang diukur
dengan laser Doppler dan oksimeteri transkutaneus.
DAFTAR PUSTAKA