Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TINJAUAN

II.1 Deskripsi Penyakit


A. Definisi

Hemorrhoid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa

pelebaran (dilatasi) pembuluh darah vena. Pelebaran pembuluh vena sering

terjadi di daerah anus. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises

daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan darah dalam

susunan pembuluh vena. Pelebaran pembuluh vena di daerah anus tersebut

disebut wasir, ambeien atau hemoroid (Bagian Patologi FK UI, 1999).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena

di dalam plexus hemorrhoidalis yang ada di daerah anus (Sudoyo, 2006).

Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, dan membengkak di lapisan

rektum (Potter, 2006)

Gambar 1. Bentuk Hemoroid

B. Etiologi
Etiologi penyakit hemoroid antara lain mengejan terlalu keras pada

waktu defekasi, kontipasi atau diare kronik, posisi tubuh misalnya duduk

dalam waktu yang lama, penggunaan closet duduk/jongkok yang tidak

tepat, penyakit yang meningkatkaan tekanan intra abdomen (tumor usus,

tumor abdomen), hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang

makan-makanan berserat (sayur dan buah), kurangnya olahraga/mobilisasi

(Sjamsuhidajat & Jong, 2004; Reeves, 2001; Sudoyo, 2006).


C. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya hemoroid antara lain (Smeltzer dan Bare,

2002; Mansjoer, 2008; Bagian Bedah FK UI,1995) :


1. Faktor predisposisi
1) Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menjadi factor keturunan adalah dinding

pembuluh darah yang lemah dan tipis, dan bukan hemoroidnya.


2) Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga

darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di

pleksus hemoroidalis.
3) Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat
4) Pekerjaan seperti orang yang harus berdiri dan duduk lama atau

mengangkat beban terlalu berat mempunyai predisposisi untuk

hemoroid
5) Psikis
2. Faktor Presipitasi
1) Mekanis
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya peningkatan

tekanan dalam rongga perut. Misalnya penderita hipertrofi prostat,

konstipasi, dan mengedan pada waktu defekasi.


2) Fisiologis
Bendungan pada peredaran darah portal misalnya pada penderita

sirosis hepatis
3) Radang
Adalah faktor penting yang menyebabkan fitalitas jaringan di

daerah itu berkurang


4) Kehamilan
Pada wanita hamil, janin pada uterus serta perubahan hormonal

menyebabkan pembuluh darah hemoroidalis meregang. Semua

vena dapat diperparah saat terjadinya tekanan selama persalinan.

Hemoroid pada wanita hamil hanya merupakan komplikasi yang

bersifat sementara (Pearl, 2004).


5) Umur
Pada usia tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga

otot sfingter menjadi tipis dan atonis

D. Patofisiologi

Konstipasi, mengejan, kehamilan, tumor Penyakit hati kronik


rektum, pembesaran prostat, fibroid arteri
Hipertensi
portal

Peningkatan tekanan intraabdomen Vena hemoroidalis superior


mengalihkan darah ke dalam
sistem portal
Gangguan sfingter anal

Distensi terus-menerus Mudah terjadi aliran


balik

Gangguan vena rektum dan dan Tekanan


intraabdomen
vena haemoroidalis

Kongesti vena Vena prolaps

Hemoroid
Menurut Price (2000) dan Smeltzer (2002), patofisiologi hemoroid

adalah akibat dari kongesti vena (keadaan dimana terdapat darah secara

berlebihan pada pembuluh darah vena) yang disebabkan oleh gangguan

vena rektum dan vena haemoroidalis. Hemoroid timbul karena pelebaran

(dilatasi), pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang

disebabkan oleh faktor penyebab dan gangguan aliran balik dari vena

hemoroidalis. Faktor penyebab antara lain konstipasi, sering mengejan,

kehamilan, pembesaran prostat, tumor rektum dan fibroid arteri.

Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah

anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu

menahan beban. Namun bila distensi terjadi terus menerus akan timbul

gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi

tersebut bisa disebabkan karena adanya gangguan sfingter anal akibat

konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat.

Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena

adalah peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan

peningkatan tekanan vena porta dan tekanan vena sistemik, yang

kemudian akan ditransmisi ke daerah anorektal. Peningkatan tekanan yang

berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot disekitarnya

sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan yang berulang antara lain adalah konstipasi,

kehamilan dan hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps,

berkembang menjadi trombus atau terjadi perdarahan.


Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal

sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian

ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena

tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari

otot sekitarnya sehingga vena prolaps dan menjadi haemoroid.

Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal

sering mengakibatkan hemoroid karena vena haemoroidalis superior

mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki

katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Hipertensi portal menyebabkan

peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal hepatica,

dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran

pembuluh darah vena di daerah anus (Underwood, 1999).

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui

vena mesenterika superior, vena mesentrika inferior, dan vena

hemoroidalis superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah

ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena

iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis

antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan

portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke

dalam vena dan mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006)

E. Klasifikasi Wasir

Hemoroid dapat diklasifikasikan menjadi hemoroid eksterna dan

hemoroid interna. Hemoroid eksterna berupa pelebaran vena subkutan di


bawah atau di luar linea dentate sedangkan hemoroid interna berupa

pelebaran vena submukosa di atas linea dentate (Marcellus, 2004).

1. Hemoroid interna
Hemoroid interna adalah

pembengkakan vena pada

pleksus hemoroidalis superior, di

atas linea dentate dan tertutup

oleh mukosa. Pleksus

hemoroidalis interna dapat

membesar, apabila membesar

terdapat peningkatan yang

berhubungan dalam massa

jaringan yang mendukungnya, dan terjadi pembengkakan vena

(Isselbacher, 2000).

Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu (Sudoyo, 2006) :


1) Derajat I : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps

(menonjol) ke luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan

anorektoskop

2) Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps (menonjol) di luar

anus tetapi dapat kembali secara spontan.

3) Derajat III : Sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat

kembali secara spontan, harus didorong (manual).

4) Derajat IV. Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan

cenderung untuk mengalami trombosis dan infark.


2. Hemoroid Eksterna

Hemoroid eksterna adalah terjadinya varises (pembengkakan

dan pelebaran) pada pleksus hemorodialis inferior di bawah linea

dentate dan tertutup oleh kulit. Hemoroid eksterna mempunyai 3

bentuk yaitu bentuk hemoroid biasa yang letaknya distal (dibawah)

linea dentate, bentuk trombosis, dan bentuk skin tags. Biasanya

benjolan pada hemoroid eksterna akan keluar dari anus bila mengejan,

tapi dapat dimasukkan kembali dengan jari. Rasa nyeri menandakan

adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi atau

abses perianal (Felix, 2006).

Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi

hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 (Djumhana, 2010)

:
1) Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruaan pada pinggir

anus dan sebenarnya adalah hematoma. Tanda dan gejala yang

sering timbul adalah nyeri rasa gatal pada daerah hemoroid. Kedua

tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung-ujung saraf pada

kulit merupakan reseptor nyeri.

2) Kronik
Hemoroid eksterna kronik terdiri atas satu lipatan atau lebih dari

kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh

darah.

F. Manifestasi Klinik
Sedangkan tanda dan gejala menurut Lumenta (2006) pasien

hemoroid dapat mengeluh hal-hal seperti berikut :


1) Perdarahan
Keluhan yang sering dan timbul pertama kali yakni : darah segar

menetes setelah buang air besar (BAB), biasanya tanpa disertai nyeri

dan gatal di anus. Pendarahan dapat juga timbul di luar waktu BAB,

misalnya pada orang tua. Perdarahan ini berwarna merah segar.

2) Benjolan

Benjolan terjadi pada anus yang dapat menciut/ tereduksi secara

spontan atau manual yang merupakan ciri khas atau karakteristik

hemoroid.

3) Nyeri dan rasa tidak nyaman

Dirasakan bila timbul komplikasi thrombosis (sumbatan komponen

darah di bawah anus), benjolan keluar anus, polip rectum, skin tag.

4) Basah, gatal dan hygiene yang kurang di anus

Akibat pengeluaran cairan dari selaput lendir anus disertai perdarahan

merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian

dalam bahkan dapat menyebabkan pembengkakan kulit.

II.2 Penatalaksanaan Terapi


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer

(2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non

farmakologis, farmakologis. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan

untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat

hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi.

Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat

IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak ada respon terhadap

pengobatan medis.

a. Terapi Non Farmakologi

Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola

makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi

merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan

derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program

(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan

perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal

pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang

lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi

jongkok ini tidak diperlukan mengejan lebih banyak karena mengejan dan

konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).

Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan

hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama


defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sayur mungkin

satu-satunya tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

b. Terapi Farmakologi
Obat-obat farmakologis yang digunakan untuk hemorrhoid dibagi

menjadi 4, yaitu :

1. Memperbaiki defekasi
Obat yang memperbaiki defekasi yaitu suplemen serat (fiber

suplement) dan pelican tinja (laksan atau pencahar) seperti Bisakodil

(Dulcolax, Bicolax, Laxacod, Laxamex, Stolax), Microlax, Laxarec,

Laxadine.
2. Meredakan keluhan subyektif (obat simtomatik) yang bertujuan untuk

menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena

kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali

dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptik lemah.

Sediaan pengurang keluhan yang ada di pasaran dalam bentuk

ointment atau suppositoria antara lain Anusol, Boraginol N, Boraginol

S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan kortikosteroid untuk

mengurangi radang daerah hemoroid atau anus antara lain Ultraproct,

Anusol HC. Sediaan bentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid

interna, sedangkan sediaan salep digunakan untuk hemoroid eksterna

(Sudoyo, 2006).
3. Menghentikan perdarahan. Perdarahan menandakan adanya luka pada

dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.

Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin


(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama

dagang “Ardium” (Sudoyo, 2006).


4. Menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala. Obat

penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan

Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang

lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian

Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per

hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini

didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan

dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga

makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan

(Sudoyo, 2006).
BAB III
TINJAUAN OBAT

1. Boraginol N (Obat Keras)

Komposisi :
 Lithospermi radix extr
 Benzokain
 Dibucaine HCl
 Diphenhydramine HCl
 Cetrimide
Produsen : Takeda
Bentuk Sediaan : Suppositoria, Salep
Dosis : Supp 1 supp 3 kali sehari, Salep Oleskan 2-3 kali

sehari
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap komponen obat
Indikasi : Wasir bagian dalam dan luar, wasir yang disertai

perdarahan, luka terbuka pada anus, prolaps anus


Efek Samping : Reaksi alergi pada kulit seperti terasa terbakar,

pruritus, kemerahan, urtikaria, dan edema

2. Venaron

Komposisi : Sophora Japonica extr. 300 mg


Produsen : Teguhsindo Lestaritama
Bentuk Sediaan : Kapsul
Dosis : 2-3 x sehari 1 kapsul
Indikasi : Wasir/Hemoroid, pencegahan Varises
Efek Samping : Gangguan saluran cerna kadang-kadang dapat

terjadi

BAB III
KAJIAN PIO

1. SKRINING ADMINISTRATIF

1 Nama Dokter √ 7 Nama Obat √

2 SIP Dokter √ 8 Jumlah Obat √

3 Alamat Dokter √ 9 Cara pakai obat √

4 Tanggal resep - 10 Nama pasien √

5 Tanda R/ √ 11 Umur pasien -

6 Paraf Dokter - 12 Alamat pasien -

Berdasarkan skrining administratif, diketahui bahwa permasalahan


administratif dalam resep tersebut yaitu :
 Tidak ada tanggal penulisan resep
Solusi : menanyakan pada Dokter terkait tanggal penulisan resep.
 Alamat pasien tidak tercantum
Solusi : menanyakan langsung kepada pasien (Ny. Novia) atau
pendamping pasien mengenaai alamat tempat tinggal pasien
2. SKRINING FARMASETIK

Bentuk
No. Nama Obat Potensi Obat Stabilitas Obat Inkompatibilitas
Sediaan

Lithospermi radix extr 0,009 mg


Benzokain 10 mg
Dibucaine HCl 0,25 mg
1. Boraginol N Salep Penyimpanan pada suhu kamar -
Diphenhydramine HCl 0,25 mg
Cetrimide 1,25 mg

2. Venaron Kapsul Sophora Japonica extr. 300 mg Penyimpanan pada suhu kamar -
3. SKRINING FARMASETIK

Bentuk
No Nama Obat Potensi Obat Stabilitas Obat
Sediaan

Lithospermi radix extr 0,009

mg, Benzokain 10 mg,


Penyimpanan
Dibucaine HCl 0,25 mg,
1. Boraginol N Salep pada suhu
Diphenhydramine HCl 0,25 kamar

mg, Cetrimide 1,25 mg

Penyimpanan
Sophora Japonica extr. 300
2. Venaron Kapsul pada suhu
mg
kamar

4. SKRINING KLINIS

Aturan
No Nama Obat Indikasi KI Efek Samping
Pakai

1. Boraginol N Oleskan Wasir bagian Hipersensitivitas Reaksi alergi


2-3 kali
dalam dan luar, terhadap pada kulit
sehari
wasir yang seperti terasa
disertai terbakar,
perdarahan, pruritus,
luka terbuka komponen obat kemerahan,
pada anus, urtikaria, dan
prolaps anus edema

Suplemen
untuk
memenuhi
2-3 kali Gangguan
2. Venaron kebutuhan Hipersensitif
sehari saluran cerna
kalsium dan
DHA selama
hamil

RESEP
DIALOG
A = Apoteker
P = Pasien

P = Assalamualaikum
A = Waalaikumsalam bu, ada yang bisa dibantu?
P = Saya mau nebus resep mas, ini resepnya
A = Oo iya bu, apa benar ini dengan pasien atas nama Ny. Yanti?
P = Iya mas benar
A = Kalau boleh tau alamat rumah ibu dimana ya?
P = Jalan Letjen Sutoyo mas, di Solo
A = Oh baiklah bu, kalau begitu tunggu sebentar ya saya ambilkan dulu obatnya
P = Baik mas

Beberapa saat kemudian


A = Bu ini obatnya ada semua, apa ibu punya waktu sebentar untuk ke ruangan saya?
Biar nanti saya jelaskan tentang obatnya di dalam
P = Tidak usah mas, di sini aja, soalnya saya kan ga bisa duduk jadi mau cepet-cepet
aja mas
A = Oh baiklah bu. Sebelumnya apakah dokter sudah menjelaskan tentang
penggunaan dan fungsi dari obat ini?
P = Belum mas, belum sama sekali
A = Oh baiklah bu, kalau begitu ini obatnya ada 2, yaitu Boraginol N dan Venaron.
Untuk Boraginol sendiri adalah sediaan salep bu, jadi dipakainya dengan cara
oleskan secukupnya salep pada kasa pembalut lalu tempelkan pada bagian
wasirnya bu, kasa ini diganti yang baru sekitar 2-3 kali sehari ya bu, dan jangan
lupa cuci tangan baik sebelum maupun sesudah pemakaian ya bu. Yang satunya
lagi adalah kapsul Venaron, diminum 3 kali sehari sesudah makan. Ini obatnya
bisa disimpan di kotak obat atau suhu ruang aja bu. Apakah sudah jelas?
P = Iya jelas mas
A = Kalau ibu tidak keberatan, bisa diulangi lagi bu cara pemakaiannya?
P = Oh iya, salep Boraginol N di oles pada kasa lalu diganti 3 kali sehari, kalau
kapsul Venaron diminum 3 kali sehari setelah makan
A = Baik bu, ada hal lain yang ingin ditanyakan?
P = Tidak ada mas, saya buru-buru soalnya
A = Oke bu, semoga lekas sembuh ya
P = Baik mas terima kasih
DAFTAR PUSTAKA

Acheson A.G., Schofield J.H., 2008. Management of Haemorrhoids. British Medical


Journal.

American Gastroenterological Association. 2004. American Gastroenterological


Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of
Hemorrhoids. American Gastroenterological Association Clinical Practice
Comitee.

Anonim. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 12 2012/2013. Penerbit Asli
(MIMS Pharmacy Guide). Jakarta

Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995.


Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta

Djumhana. 2010. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid. Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung

Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran dan
Farmasi. Jakarta. Available from: http://www.majalah-farmacia.com

Halverson, A., 2007. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal surgery

Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal Disease : A
Comprehensive Review. J. American College of Surgeons

Lumenta, Nico A., 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya :
Manajemen Hidup Sehat. Gramedia. Jakarta

Mansjoer, dkk., 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2 Cetakan Keenam.
Medica Aesculpalus FKUI. Jakarta.

Marcellus SK. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.

Potter, & Perry, A. G., 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Dan Praktik Edisi 4, Volume 2. Penerbit EGC. Jakarta
Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C., 2006. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8, Volume 1,2. Alih bahasa oleh Agung
Waluyo, dkk., Penerbit EGC, Jakarta.
Sudoyo, A.W., 2006 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI. Jakarta

Thomas. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Kanisius. Yogyakarta.

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 2 Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai