Disusun oleh:
Deana Annisa Aziz
1811040010
Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi luka operasi yang terinfeksi. Komplikasi
lain penyembuhan luka dipindah; yang lambat, morbiditas dan mortalitas yang meningkat, serta
lama rawat yang berkepanjangan. Penyembuhan luka sangat buruk dan luka terbuka kembali.
Luka menetap, meluas, dan penyembuhan menjadi lebih lama serta risiko infeksi meningkat.
Kata lain dari dehiscence adalah kegagalan mekanik penyembuhan luka insisi. Insisi pada
operasi menstimulasi proses penyembuhan yang melalui empat fase berbeda dan
berkesinambungan yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Selama hemostasis,
trombosit beragregasi, zat pembeku darah mengalami aktivasi dan degranulasi. Bekuan darah
didegradasi, pembuluh kapiler melebar, cairan memasuki sisi luka, dan aktivasi kaskade
komplemen. Makrofag, sel yang lisis dan neutrofil merupakan sediaan sitokin dan faktor
pertumbuhan yang esensial untuk penyembuhan luka. Pada fase proliferasi terjadi pembentukan
jaringan granulasi yang dimulai pada hari ketiga pasca operasi dan berakhir beberapa minggu.
Terpenting pada fase tersebut fibroblas bergerak ke arah luka dan merespon sintesis kolagen.
Fase maturasi dimulai pada hari ketujuh pasca operasi dilanjutkan deposisi jaringan kolagen dan
remodeling untuk meningkatkan kekuatan regangan luka.
B. Etiologi
a. Pre operasi
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat
pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini dapat dipicu karena faktor merokok,
pada pria sering mengalami batuk persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen dan lebih beresiko terjadi burst abdomen.
2. Umur
3. Anemia
4. Hipoproteinemia
5. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan
merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan
delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
6. Kortikosteroid
7. Merokok
10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)
1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar daripada
transverse incision. Midline incision tidak anatomis karena incisi ini memotong serabut
aponeurotik, sedangkan pada transverse incision memotong diantara serabut. Kontraksi
pada dinding abdomen akan memberikan tekanan untuk membantu penutupan luka. Pada
midline incision, kontraksi ini dapat menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan,
sedangkan pada transverse incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak
digunakan karena dengan teknik ini lapangan pandang saat operasi menjadi lebih luas
untuk melakukan explorasi. Tipe insisi midline Tipe insisi transversal.
2. Jahitan luka
c. Post operasi
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan retensi
urine.Setelah beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus tidak dapat
dielakkan.Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya mereka menggunakan otot-otot abdomen
sebagai otot tambahan untuk respirasi. Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak
dapat meningkatkan tekanan intra abdomen. Beberapa factor yang berperan dalam
peningkatan tekanan abdomen seperti obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis
dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot
dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang
akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan
menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam
rongga abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen
diantaranya:
a. Faktor Sistemik.
Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30 tahun tetapi pada
pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi laparotomi hanya didapatkan sebanyak 5 %.
Burst abdomen banyak dijumpai pada pasien dengan Diabetes mellitus, uremia,
immunosuppresion, jaundice, sepsis, hipoalbuminemia, pasien dengan obesitas, riwayat
keganasan, maupun pasien dengan penggunaan obat-obatan kortikosteroid.
b. Faktor Lokal.
Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst abdomen diantaranya
adalah: penutupan luka yang tidak adekuat, peningkatantekanan intraabdomen, dan
gangguan pada proses penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi karena
kombinasi ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul salah satu saja. Jenis
incise pada saat operasi seperti incise transversal maupun longitudinal sampai saat ini
tidak berpengaruh terhadap insiden dari burst abdomen.
Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah factor yang penting
dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan fasial memberikan kekuatan pada saat
penutupan, dan ketika fascia terbuka atau rusak (disrupts) luka akan terbuka dan menjadi
rusak. Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi sangat penting untuk penutupan luka
yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena
terputusnya jahitan sampai kedalam fascia.
Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan operasi yang bagus dan
bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat diperhatikan selama operasi, penempatan dan
penautan jahitan yang tepat, dan pemilihan material jahitan yang sesuai.Jahitan
ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm.
Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas operasi yang terlalu
melekat dan rapat pada tepi fascia.Pada pasien dengan factor resiko terjadinya luka
dehiscence, para ahli bedah harus melakukan penutupan yang kedua pada operasi
pertama, dan melakukan perawatan ekstra untuk mencegah terjadinya luka dehiscence.
Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti asam polyglycolic, polypropylene, dan
yang lain, digunakan untuk penjahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka
yang mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten terhadap
degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata yang rendah terhadap
terjadinya luka yang rusak.Komplikasi luka menurun dengan adanya obliterasi pada
daerah “dead space”. Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise
operasi untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.
5. Terapi Radiasi
Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya abses di
intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada dehiscence fascia dan atau
lapisan otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak yang
biasanya berhubungan dengan batuk yang berat disertai muntah-muntah, hal ini
membuat pasien merasa sangat gelisah dan iritabilitas disertai dengan peningkatan
temperature (febrile) dan adanya cairan yang keluar dari luka operasi membuat pasien
kurang nyaman. Seringkali disertai perut yang distended (membesar dan tegang) yang
menandai adanya infeksi di daerah tersebut (Brunner & Suddarth. 1997). Keadaan umum
pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan pasien tampak sangat
kesakitan.Luka yang terjadi pada dinding abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak.
Dalam satu hari keadaan ini akan diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang
menganga pada operasi kulit (incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan
salah satu tanda adanya burst abdomen.
b. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
d. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah
tersebut
e. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan
pasien tampak sangat kesakitan
2.9 Prognosis
Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan
range 9,4% - 43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit
salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif tidak segera ditangani
maka pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria jenis-jenis SSI ada
tiga sebagai berikut :
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan
yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
a. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau
dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
c. Ditemukan abses
g. Kebocoran usus
D. Patofisiologi
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada
faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia, penyakit
diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan
dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian
tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,
hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst
abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan
tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah
satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat
protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan
luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).
Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan
jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral
pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan
dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak
dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika
irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan
akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang menyebabkan
suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya
pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang
cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban
berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Kebiasaan merokok sejak muda
menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen. Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis,
migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat
penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.
Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan penyembuhan luka,
maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan ditemukan
peningkatan tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan suplai
oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi abdomen juga sering
ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan
terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat menyebabkan diskontinuitas
jaringan sehingga menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi terjadi
infeksi (Medical Journal, 2011).
PATHWAY
Titik lemah
abdomen Ketegangan pada luka
Memperlambat proses
penyembuhan luka
1. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat memperparah penyakit.
Pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
2. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh manusia, juga sebagai evaluasi
terhadap tindakan atau operasi maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah lengkap dan
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel
darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien dimana dapat dibagi
menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.
1. Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak disertai adanya eviserasi.
Perawatan luka yang dilanjutkan dengan penutupan secara steril perlu dilakukan. Pasien
dianjurkan tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang dibasahi dengan
cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk membantu proses penutupan luka.
Diharapkan luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah membaik, maka dapat
direncanakan operasi. Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi protein dan serat
pada pasien dengan burst abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.
2. Terapi operatif
Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai adanya burst abdomen
adalah dengan memperbaiki kembali luka operasi yang ditimbulkan segera dengan terlebih
dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan isotonis ringer lactate yang
mengandung antibiotic dan kemudian dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair ini harus dilakukan
dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi general. Lepas dahulu jahitan
yang telah dilakukan pada operasi pada bagian yang mengalami burst, kemudian explore bagian
terdalam dari luka yang rusak dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian
jahitan yang terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.
Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan isotonis yang mengandung
antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan perbaikan jahitan dengan memberikan jahitan
ekstra untuk mencegah timbulnya luka dehisence berulang.
Operasi Pembedahan
Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan menggunakan jarum dan
benang yang sesuai (monofilamen nilon atau poligycolic acid), setelah repair jahitan selesai luka
ditutup dengan kassa basah steril dan diberi antibiotik, kemudian ditutup kembali sehingga tidak
terkontaminasi dengan dunia luar.
1. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian yang
lemah, otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada.
2. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka disarankan untuk operasi
kembali.
3. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit kembali pada tempat jahitan semula
yang mengalami perobekan.
5. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek pada permukaan yang
dalam dari luka pada kedua sisi.
8. Tutup kulit dengan agak longgar dan mempertimbangkan pemakaian pengering luka
dangkal. Jika terjadi infesi luka yang buruk , jangan biarkan luka terbuka dan bungkuslah.
a) Penumpukan Jahitan
2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval stikjahitan 3cm atau kurang.
3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium melewati kulit) atau
(semua lapisan kecuali kulit) mungkin digunakan.
4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukan bekas luka yang tidak
sedap dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu
berikutnya(meningkatkan resiko infeksi)
6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling tidak tiga minggu.
Pada sebagian kecil pasien bisa mendapat penatalaksanaannya yang tepat. Teknik yang tidak
aman atau terkadang tidak mungkin untuk menutup dinding perut dengan benar. Beberapa
kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor pencetus pada dinding perut yang tidak dapat
menutup, meliputi:
Penderita setelah operasi biasanya masih mengeluh soal lain. Setelah operasi ia
merasakan bagian yang dioperasi seperti tertarik dan nyeri. Untuk mengatasi keluhan tadi,
kini tersedia jala sintetis yang dikenal dengan mesh. Penggunaannya menguntungkan bagi
penderita pascaoperasi, karena otot perutnya tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak akan
merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat menyebabkan elevasi dari
tekanan intra abdominal dan syndrome ruang abdomen berikutnya. Pada kasus kasus tertetu
(exs.jika penyebabnya memungkinkan untuk diselesaikan dengan cepat) mungkin bisa
menutup abdomen untuk sementara waktu dengan membungkus luka dan mengambil
tindakan lebih lanjut dalam waktu 24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen
biasanya menunjukan:
1. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada lubang.
2. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang menembus lapisan tebal
dinding abdomen.
Perubahan balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya, akhirnya berpengaruh pada
permukaan yang bisa dibungkus dengan pemindahan robekan kulit (transparansi kulit).
Upaya Pencegahan
Faktor resiko burst abdomen masih bisa dikurangi melalui penanganan pasien secara
terpadu sejak sebelum operasi sampai setelah operasi. Untuk mencegah terjadinya burst
abdomen diantaranya adalah:
Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi sebaiknya menggunakan jarum, benang,
dan tehnik jahitan yang benar.Jahitan yang dibuat jangan terlalu berdekatan dan jangan
terlalu kencang sehingga mengakibatkan luka yang ditimbulkan tidak sembuh dengan
sempurna.
Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena tehnik operasi yang kurang
baik diantaranya tehnik operasi yang tidak mencapai lapisan fascia atau salah satunya
dengan meninggalkan jaringan yang sudah tidak vital dalam rongga abdomen, hal ini
cenderung untuk terjadinya infeksi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya burst
abdomen sebaiknya operator benar- benar memahami operasi yang akan dilakukan dan
bertindak sebaik mungkin.
Infeksi sangat banyak penyebabnya oleh karena itu pada luka post laparotomy
harus dilakukan rawat luka se aseptis mungkin dengan menggunakan peralatan yang
steril. Selain itu juga diikuti dengan pemberian antibiotika profilaksis.
Selain hal-hal seperti diatas terjadinya burst abdomen dapat dipicu karena
penyerta dari pasien diantaranya : hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundince,
penyakit keganasan, diabetes mellitus, sehingga dapat menghambat proses penyembuhan
luka. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut juga harus diperhatikan dan diregulasi
dengan baik.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identitas Klien
a. Nama : Nn. W
b. Umur : 17 th
d. Agama : islam
e. Suku/bangsa : jawa
g. Pendidikan : pelajar
h. Pekerjaan : -
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri pada daerah sekitar luka
operasi di perut akibat membukanya luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan
adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan penanganan yang
telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan burst
abdomen. Seperti anemia,hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain.
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.
Persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk
mempertahankan kondisi sehat.
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini)
yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi makan
yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan dan mamakan
pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual, muntah, dan kesulitan
menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas.Bila di perlukan, lakukan pengkajian terhadap
pengetahuan klien/keluarga tentang diet yang harus di ikuti serta bila ada larangan adat atau
agamapada suatu makanan tertentu.
3. Pola eliminasi
Kaji eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi uri (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini), yang meliputi
: frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan lain-lain. Bila di temukan adanya keluhan
pada eliminasi, hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang di
maksud.
Kaji aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang.Mobilitas selama sakit di lihat dan
aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting, berpakaian, berhias, dan
penggunaan instrumen.
5. Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat ini),
meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan klien sewaktu
bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat
bangun, terbangun dini, atau tidak bisa melanjutkan tidur.
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.
Kaji kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status mental dan
orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
Kaji pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran
akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri.
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja-
dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelamin.
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan
orang lain.
Kaji mekanisme koping yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/ konflik/
stres/ kecemasa.
Kaji nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat
sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.
b. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat.
2. B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun, nadi meningkat
namun lemah, akral teraba basah, pucat dan dingin serta takikardia.
5. B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering. Dilanjutkan
dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
a. Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan dan apakah ada distensi
abdomen. Pada pasien hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak dan terdapat
rembesan darah.
b. Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut, nyeri 2 cm pada
sekitar luka.
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) :