Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan

Wound Dehiscence (Burst Abdomen)

Disusun oleh:
Deana Annisa Aziz
1811040010

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
Laporan Pendahuluan

Wound Dehiscence (Burst Abdomen)


A. Latar Belakang

Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi luka operasi yang terinfeksi. Komplikasi
lain penyembuhan luka dipindah; yang lambat, morbiditas dan mortalitas yang meningkat, serta
lama rawat yang berkepanjangan. Penyembuhan luka sangat buruk dan luka terbuka kembali.
Luka menetap, meluas, dan penyembuhan menjadi lebih lama serta risiko infeksi meningkat.
Kata lain dari dehiscence adalah kegagalan mekanik penyembuhan luka insisi. Insisi pada
operasi menstimulasi proses penyembuhan yang melalui empat fase berbeda dan
berkesinambungan yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Selama hemostasis,
trombosit beragregasi, zat pembeku darah mengalami aktivasi dan degranulasi. Bekuan darah
didegradasi, pembuluh kapiler melebar, cairan memasuki sisi luka, dan aktivasi kaskade
komplemen. Makrofag, sel yang lisis dan neutrofil merupakan sediaan sitokin dan faktor
pertumbuhan yang esensial untuk penyembuhan luka. Pada fase proliferasi terjadi pembentukan
jaringan granulasi yang dimulai pada hari ketiga pasca operasi dan berakhir beberapa minggu.
Terpenting pada fase tersebut fibroblas bergerak ke arah luka dan merespon sintesis kolagen.
Fase maturasi dimulai pada hari ketujuh pasca operasi dilanjutkan deposisi jaringan kolagen dan
remodeling untuk meningkatkan kekuatan regangan luka.

Malnutrisi sering dihubungkan dengan komplikasi yang terjadi pada tindakan


pembedahan. Meskipun masih sulit menyatakan hubungan penyebabnya, telah diketahui bahwa
malnutrisi dapat menghambat penyembuhan luka operasi, daya tahan tubuh (imunokompetens),
penurunan fungsi otot jantung, dan respiratori. Lebih jauh lagi pasien malnutrisi akan
mempunyai risiko morbiditas lebih tinggi sebanding dengan lama rawat yang lebih panjang,
apabila dibandingkan dengan pasien bergizi baik. Nutrisi yang optimum merupakan kunci utama
untuk pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka. Terdapat dua proses yang dapat melengkapi
penyembuhan luka yaitu aktivasi respon stres pada fase akut terhadap luka serta malnutrisi energi
dan protein yang terjadi. Pemberian dukungan nutrisi pada periode perioperatif tersebut dapat
menurunkan komplikasi terutama infeksi berat pada pasien malnutrisi.

B. Etiologi

Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan beberapa


penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor
pre-operative, operative, dan post-operative (British Medical Journal: 1966).

a. Pre operasi

Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien sebelum


operasi dan karakteristik pasien.
1. Jenis kelamin

Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat
pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini dapat dipicu karena faktor merokok,
pada pria sering mengalami batuk persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen dan lebih beresiko terjadi burst abdomen.

2. Umur

Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst


abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar 1,3%, sedangkan pada
pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al, Principles Of Surgery) Burst
abdomen sering terjadi pada usia>60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan
otot dinding rongga perut melemah. (Lotfy, 2009) Hal ini mungkin dikarenakan
hal-hal sebagai berikut:

a. Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering ditemukan


yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.

b. Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin dalam


kelompok usia ini.

c. Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan muntah berulang.

3. Anemia

Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi


dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. (Lotfy,
2009). Pada beberapa studi dikemukakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin
(<10mg mg/dl) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya burst abdomen.

4. Hipoproteinemia

Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan


penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl
memiliki resiko burst abdomen. (Saktya, 2011).

5. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan
merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan
delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.

6. Kortikosteroid

Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi


makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga kortikosteroid dapat
menurunkan sistem imun sehingga jika terjadi suatu infeksi, proses penyembuhan
luka terhambat.

7. Merokok

Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten,


batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.

8. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)

Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas


mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.
Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi
yangmerupakan proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat
proses penyembuhan luka. Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai penanda
malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses
penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan.Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan
DNA.Kekurangan ini mengarah ke jaringan selular miskin, yang menyebabkan
kekuatan luka hilang.

9. Operasi yang bersifat emergensi

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya


burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik
pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana
(elektif).

10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)

Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama.


(Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal
tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga
akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Sehingga pengendalian DM
yang baik dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai faktor resiko.
b. Operasi

1. Tipe insisi

Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar daripada
transverse incision. Midline incision tidak anatomis karena incisi ini memotong serabut
aponeurotik, sedangkan pada transverse incision memotong diantara serabut. Kontraksi
pada dinding abdomen akan memberikan tekanan untuk membantu penutupan luka. Pada
midline incision, kontraksi ini dapat menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan,
sedangkan pada transverse incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak
digunakan karena dengan teknik ini lapangan pandang saat operasi menjadi lebih luas
untuk melakukan explorasi. Tipe insisi midline Tipe insisi transversal.

2. Jahitan luka

Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki faktor resiko


terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar 14,8% sedangkan pada teknik
interrupted X hanya sebesar 2,17%. C

c. Post operasi

1. Peningkatan tekanan intra-abdominal

Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan retensi
urine.Setelah beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus tidak dapat
dielakkan.Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya mereka menggunakan otot-otot abdomen
sebagai otot tambahan untuk respirasi. Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak
dapat meningkatkan tekanan intra abdomen. Beberapa factor yang berperan dalam
peningkatan tekanan abdomen seperti obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis
dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot
dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang
akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan
menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam
rongga abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen
diantaranya:

a. Mengangkat beban berat

b. Batuk dan bersin yang kuat

c. Mengejan akibat konstipasi


2. Infeksi pada luka

Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses penyembuhan luka.


Gagalnya penyatuan fasia karena adanya nekrosis dipercaya dapat menyebabkan burst
abdomen. Selain itu terjadinya burst abdomen atau wound dehiscence dapat disebabkan
oleh beberapa factor sistemik dan local yang berpengaruh terhadap timbulnya luka
komplikasi ini.

a. Faktor Sistemik.

Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30 tahun tetapi pada
pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi laparotomi hanya didapatkan sebanyak 5 %.
Burst abdomen banyak dijumpai pada pasien dengan Diabetes mellitus, uremia,
immunosuppresion, jaundice, sepsis, hipoalbuminemia, pasien dengan obesitas, riwayat
keganasan, maupun pasien dengan penggunaan obat-obatan kortikosteroid.

b. Faktor Lokal.

Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst abdomen diantaranya
adalah: penutupan luka yang tidak adekuat, peningkatantekanan intraabdomen, dan
gangguan pada proses penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi karena
kombinasi ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul salah satu saja. Jenis
incise pada saat operasi seperti incise transversal maupun longitudinal sampai saat ini
tidak berpengaruh terhadap insiden dari burst abdomen.

3. Penutupan jahitan dari Luka Operasi

Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah factor yang penting
dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan fasial memberikan kekuatan pada saat
penutupan, dan ketika fascia terbuka atau rusak (disrupts) luka akan terbuka dan menjadi
rusak. Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi sangat penting untuk penutupan luka
yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena
terputusnya jahitan sampai kedalam fascia.

Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan operasi yang bagus dan
bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat diperhatikan selama operasi, penempatan dan
penautan jahitan yang tepat, dan pemilihan material jahitan yang sesuai.Jahitan
ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm.

Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas operasi yang terlalu
melekat dan rapat pada tepi fascia.Pada pasien dengan factor resiko terjadinya luka
dehiscence, para ahli bedah harus melakukan penutupan yang kedua pada operasi
pertama, dan melakukan perawatan ekstra untuk mencegah terjadinya luka dehiscence.
Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti asam polyglycolic, polypropylene, dan
yang lain, digunakan untuk penjahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka
yang mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten terhadap
degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata yang rendah terhadap
terjadinya luka yang rusak.Komplikasi luka menurun dengan adanya obliterasi pada
daerah “dead space”. Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise
operasi untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.

4. Gangguan pada Penyembuhan Luka Infeksi merupakan factor yang berhubungan


pada separuh lebih terjadinya luka karena rusak. Adanya drain, seroma, dan luka
hematom juga sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang terlambat. Normalnya,
“healing ridge” ( penebalan kira-kira 0,5 cm dari masing-masing sisi jahitan) tampak
pada akhir dari minggu pertama setelah operasi. Jika muncul jenis luka seperti ini maka
secara klinis penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat, dan ini biasanya tidak
muncul pada luka yang rusak.

5. Terapi Radiasi

Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein normal, mitosis,


migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.

C. Tanda dan Gejala

Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya abses di
intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada dehiscence fascia dan atau
lapisan otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak yang
biasanya berhubungan dengan batuk yang berat disertai muntah-muntah, hal ini
membuat pasien merasa sangat gelisah dan iritabilitas disertai dengan peningkatan
temperature (febrile) dan adanya cairan yang keluar dari luka operasi membuat pasien
kurang nyaman. Seringkali disertai perut yang distended (membesar dan tegang) yang
menandai adanya infeksi di daerah tersebut (Brunner & Suddarth. 1997). Keadaan umum
pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan pasien tampak sangat
kesakitan.Luka yang terjadi pada dinding abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak.
Dalam satu hari keadaan ini akan diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang
menganga pada operasi kulit (incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan
salah satu tanda adanya burst abdomen.

a. Nyeri setelah beberapa hari operasi

b. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah

c. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)

d. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah
tersebut
e. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan
pasien tampak sangat kesakitan

2.9 Prognosis

Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan
range 9,4% - 43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit
salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif tidak segera ditangani
maka pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.

2.10 Komplikasi

a. Perdarahan

b. Infeksi luka operasi

Infeksi Luka Operasi (ILO)/ Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/Surgical Site


Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ ruang yang terjadi dalam 30
hari paska operasi atau dalm kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada
ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan dan termasuk juga
instrumentasi.

Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria jenis-jenis SSI ada
tiga sebagai berikut :

1) Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )

Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :

a. Terdapat cairan purulen.

b. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.

c. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi

d. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

2) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan
yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
a. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.

b. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.

c. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.

d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

3) Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau
dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :

a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam

b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam

c. Ditemukan abses

d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

e. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus) Peritonitis adalah peradangan yang


biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut ( peritoneum). Peritoneum
adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi
selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.

f. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif

g. Kebocoran usus

h. Trauma abdomen mayor

i. Sepsis abdomen yang kasar

j. Retro peritoneal hematom.

k. Kehilangan jaringan pada dinding perut

D. Patofisiologi

Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada
faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia, penyakit
diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan
dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian
tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,
hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst
abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan
tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.

Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah
satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat
protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan
luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).

Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan
jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral
pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan
dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak
dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika
irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan
akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.

Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang menyebabkan
suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya
pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang
cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban
berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Kebiasaan merokok sejak muda
menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen. Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis,
migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat
penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.

Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan penyembuhan luka,
maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan ditemukan
peningkatan tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan suplai
oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi abdomen juga sering
ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan
terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat menyebabkan diskontinuitas
jaringan sehingga menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi terjadi
infeksi (Medical Journal, 2011).
PATHWAY

Faktor resiko pre Faktor resiko saat Faktor resiko post


operasi operasi operasi

a.Tipe insisi a. Batuk


a.Batuk b.Jahitan luka b. Distensi
b.Anemia c.Tipe anestesi abdominal
c.Malnutrisi d.Sayatan c. Ascites
d.Hypoalbumin e.teknik d. Vomiting
e.Merokok penutupan e. Kebocoran
f. Usia laparatomi usus
g.DM f.bahan jahitan f. Infeksi
h. jenis kelamin g.perencanaan g. Hematom
operasi h. Ketidaksei
mbangan
Anemia
elektrolit
i. Jaundice
Tipe insisi
Penurunan hb
Batuk
Midline incision
Penurunan suplai
O2 ke jaringan Intra abdomen

Titik lemah
abdomen Ketegangan pada luka
Memperlambat proses
penyembuhan luka

Burst abdomen Jahitan terbuka Menekan jahitan pd dinding abd


MK:
Kurangnya penatalaksanaan
Penyembuhan luka Perlukaan pada daerah Luka op terbuka kerusakan
pemajanan/mengingat.
yang gagal yang abdomen integritas
Salah interetasi informasi
kulit
Keluarnya jaringan usus dr Repair abdomen
bekas luka
Penurunan nafsu Respon tubuh Kurangnya pengetahuan
makan mengeluarkan rasa nyeri mengenai penyakit yang
Perlukaan ulang
diderita pasien Terpapar udara luar pada daerah
abdomen
MK: MK: Nyeri
Ketidaksimbangan MK: Kurang Kuman masuk ke
nutrisi dari pengetahuan pembuluh darah
kebutuhan tubuh Nyeri pada abdomen Respon Luka Kerusa
tubuh
MK: Resiko Infeksi Terpa kan
nyeri kulit
r
Metabolisme udara
meningkat luar Bekas
MK:
luka op
Nyeri

Frekuensi nafas MK: Pola nafas


tidak efektif MK:
meningkat
Gg.
Citra
tubuh
E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat memperparah penyakit.
Pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.

2. Sinar X abdomen

Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.

3. CT scan atau MRI

Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh manusia, juga sebagai evaluasi
terhadap tindakan atau operasi maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.

4. Tes Darah lengkap

Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah lengkap dan
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel
darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien dimana dapat dibagi
menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.

1. Terapi non-operatif

Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak disertai adanya eviserasi.
Perawatan luka yang dilanjutkan dengan penutupan secara steril perlu dilakukan. Pasien
dianjurkan tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang dibasahi dengan
cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk membantu proses penutupan luka.
Diharapkan luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah membaik, maka dapat
direncanakan operasi. Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:

a. Inform Consent

b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT dekompresi.

c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.

d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.


e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama dua hari sekali.

f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi protein dan serat
pada pasien dengan burst abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.

2. Terapi operatif

Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai adanya burst abdomen
adalah dengan memperbaiki kembali luka operasi yang ditimbulkan segera dengan terlebih
dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan isotonis ringer lactate yang
mengandung antibiotic dan kemudian dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.

Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair ini harus dilakukan
dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi general. Lepas dahulu jahitan
yang telah dilakukan pada operasi pada bagian yang mengalami burst, kemudian explore bagian
terdalam dari luka yang rusak dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian
jahitan yang terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.

Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan isotonis yang mengandung
antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan perbaikan jahitan dengan memberikan jahitan
ekstra untuk mencegah timbulnya luka dehisence berulang.

Operasi Pembedahan

Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan menggunakan jarum dan
benang yang sesuai (monofilamen nilon atau poligycolic acid), setelah repair jahitan selesai luka
ditutup dengan kassa basah steril dan diberi antibiotik, kemudian ditutup kembali sehingga tidak
terkontaminasi dengan dunia luar.

1. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian yang
lemah, otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada.

2. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka disarankan untuk operasi
kembali.

3. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit kembali pada tempat jahitan semula
yang mengalami perobekan.

4. Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.

5. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek pada permukaan yang
dalam dari luka pada kedua sisi.

6. Masukkan jahitan luka yang dalam.


7. Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk mengambil potongan yang
dalam dari jari, memakai materi jahitan yang banyak dan hindari tegangan yang berlebihan pada
luka.

8. Tutup kulit dengan agak longgar dan mempertimbangkan pemakaian pengering luka
dangkal. Jika terjadi infesi luka yang buruk , jangan biarkan luka terbuka dan bungkuslah.

a) Penumpukan Jahitan

Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah :

1) Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap.

2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval stikjahitan 3cm atau kurang.

3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium melewati kulit) atau
(semua lapisan kecuali kulit) mungkin digunakan.

4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukan bekas luka yang tidak
sedap dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu
berikutnya(meningkatkan resiko infeksi)

5) Jangan mengikat terlalu kuat

6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling tidak tiga minggu.

Pada sebagian kecil pasien bisa mendapat penatalaksanaannya yang tepat. Teknik yang tidak
aman atau terkadang tidak mungkin untuk menutup dinding perut dengan benar. Beberapa
kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor pencetus pada dinding perut yang tidak dapat
menutup, meliputi:

a. Trauma abdomen mayor

b. Sepsis abdomen yang kasar

c. Retro peritoneal hematom.

d. Kehilangan jaringan pada dinding perut.

Penderita setelah operasi biasanya masih mengeluh soal lain. Setelah operasi ia
merasakan bagian yang dioperasi seperti tertarik dan nyeri. Untuk mengatasi keluhan tadi,
kini tersedia jala sintetis yang dikenal dengan mesh. Penggunaannya menguntungkan bagi
penderita pascaoperasi, karena otot perutnya tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak akan
merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat menyebabkan elevasi dari
tekanan intra abdominal dan syndrome ruang abdomen berikutnya. Pada kasus kasus tertetu
(exs.jika penyebabnya memungkinkan untuk diselesaikan dengan cepat) mungkin bisa
menutup abdomen untuk sementara waktu dengan membungkus luka dan mengambil
tindakan lebih lanjut dalam waktu 24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen
biasanya menunjukan:

1. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada lubang.

2. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang menembus lapisan tebal
dinding abdomen.

Perubahan balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya, akhirnya berpengaruh pada
permukaan yang bisa dibungkus dengan pemindahan robekan kulit (transparansi kulit).

Upaya Pencegahan

Faktor resiko burst abdomen masih bisa dikurangi melalui penanganan pasien secara
terpadu sejak sebelum operasi sampai setelah operasi. Untuk mencegah terjadinya burst
abdomen diantaranya adalah:

a. Tehnik penjahitan yang tepat dan benar

Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi sebaiknya menggunakan jarum, benang,
dan tehnik jahitan yang benar.Jahitan yang dibuat jangan terlalu berdekatan dan jangan
terlalu kencang sehingga mengakibatkan luka yang ditimbulkan tidak sembuh dengan
sempurna.

b. Teknik operasi yang baik

Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena tehnik operasi yang kurang
baik diantaranya tehnik operasi yang tidak mencapai lapisan fascia atau salah satunya
dengan meninggalkan jaringan yang sudah tidak vital dalam rongga abdomen, hal ini
cenderung untuk terjadinya infeksi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya burst
abdomen sebaiknya operator benar- benar memahami operasi yang akan dilakukan dan
bertindak sebaik mungkin.

c. Mencegah peningkatan intraabdomen

Peningkatan dari tekanan abdomen menghambat dari penyembuhan luka bahkan


mengakibatkan luka yang terjadi mengalami kerusakan sehingga dapat terbuka kembali.
Adapun hal-hal yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen adalah:
batuk, muntah, banyak mengejan, asites, dan dilatasi usus atau adanya ileus paralitik.
Oleh karena itu untuk mengontrol adanya peningkatan intraabdomen selain
menganjurkan kepada pasien untuk tidak melakukan hal diatas, maka dengan melakukan
follow up setiap hari kepada pasien post operativ dari bising ususnya dan dengan
pemasangan nasogastric tube untuk dekompresi.

d. Mencegah terjadinya infeksi

Infeksi sangat banyak penyebabnya oleh karena itu pada luka post laparotomy
harus dilakukan rawat luka se aseptis mungkin dengan menggunakan peralatan yang
steril. Selain itu juga diikuti dengan pemberian antibiotika profilaksis.

e. Mengobati penyakit penyerta dari pasien

Selain hal-hal seperti diatas terjadinya burst abdomen dapat dipicu karena
penyerta dari pasien diantaranya : hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundince,
penyakit keganasan, diabetes mellitus, sehingga dapat menghambat proses penyembuhan
luka. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut juga harus diperhatikan dan diregulasi
dengan baik.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

a. Identitas Klien

a. Nama : Nn. W

b. Umur : 17 th

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Agama : islam

e. Suku/bangsa : jawa

g. Pendidikan : pelajar

h. Pekerjaan : -

i. Status : belum menikah

j. Alamat : Karanggede 001/006 Lumbir Banyumas

b. Keluhan utama

Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri pada daerah sekitar luka
operasi di perut akibat membukanya luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan
adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang

Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan penanganan yang
telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.

d. Riwayat Penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan burst
abdomen. Seperti anemia,hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain.

e. Riwayat penyakit keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.

a. Pola Fungsi Kesehatan :

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk
mempertahankan kondisi sehat.

2. Pola nutrisi dan metabolic

Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini)
yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi makan
yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan dan mamakan
pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual, muntah, dan kesulitan
menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas.Bila di perlukan, lakukan pengkajian terhadap
pengetahuan klien/keluarga tentang diet yang harus di ikuti serta bila ada larangan adat atau
agamapada suatu makanan tertentu.

3. Pola eliminasi

Kaji eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi uri (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini), yang meliputi
: frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan lain-lain. Bila di temukan adanya keluhan
pada eliminasi, hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang di
maksud.

4. Pola aktivitas dan latihan

Kaji aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang.Mobilitas selama sakit di lihat dan
aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting, berpakaian, berhias, dan
penggunaan instrumen.
5. Pola tidur dan istirahat

Kaji kualitas dan kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat ini),
meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan klien sewaktu
bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat
bangun, terbangun dini, atau tidak bisa melanjutkan tidur.

6. Pola hubungan dan peran

Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.

7. Pola sensori dan kognitif

Kaji kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status mental dan
orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan dan pengecapan.

8. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran
akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri.

9. Pola reproduksi dan seksual

Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja-
dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelamin.

10. Pola peran-berhubungan

Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim
kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan
orang lain.

11. Pola mekanisme koping

Kaji mekanisme koping yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/ konflik/
stres/ kecemasa.

12. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat
sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.

b. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat.

2. B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun, nadi meningkat
namun lemah, akral teraba basah, pucat dan dingin serta takikardia.

3. B3 (Brain) : Terjadi peningkatan tekanan pada intra-abdominal yang menyebabkan luka


sehingga menimbulkan rasa nyeri.

4. B4 (Bladder) : Berkurangnnya pemasukan cairan sehingga terjadi Penurunan keluaran


urine

5. B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering. Dilanjutkan
dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :

a. Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan dan apakah ada distensi
abdomen. Pada pasien hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak dan terdapat
rembesan darah.

b. Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut, nyeri 2 cm pada
sekitar luka.

c. Perkusi : normal atau tidak normal

d. Auskultasi : bising usus normal

6. B6 (Bone) : Lemah, turgor jelek

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (Hematologi) :

a. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )

b. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )

c. Hematokrit< dari 40-52%

d. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3

e. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik


Intervensi : Manajemen nyeri
b. Hambatan mobilitas ditempat tidur b.d nyeri
Intervensi : Ppengaturan posisi
c. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tonjolan tulang
Intervensi : Manajemen tekanan
d. Risikoperlambatan pemulihan pasca bedah b.d infeksi area bedah pasca bedah
Intervensi : Kontrol Infeksi
e. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d sepsis
Intervensi : Monitor cairan

Anda mungkin juga menyukai