Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

LOW BACK PAIN (SPONDYLOSIS LUMBAL)

Disusun oleh:
Deana Annisa Aziz
1811040010

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
A. Latar Belakang
1. Low Back Pain
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah,
yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri
punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga
dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau
penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan
bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi
fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur
yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Anonim, 2014).
B. Etiologi

Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling banyak adalah


penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan nyeri
rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitorinaria atau sistem
kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat juga
menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan beberapa
faktor, ialah (a) otot, (b) discus intervertebralis, (c) sendi apofiseal, anterior, sakroiliaka,
(d) kompresi saraf / radiks, (e) metabolik, (f) psikogenik, (g) umur.

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelaianan yang terjadi pada
tulang belakang, otot, discus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain: (1) kelainan kongenital /
kelainan perkembangan, seperti spondylosis dan spondilolistesis, kiposcoliosis, spina
bifida, ganggguan korda spinalis, (2) trauma minor, seperti regangan, cedera whiplash,
(3) fraktur, seperti traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya osteoporosis, infiltrasi
neoplastik, steroid eksogen, (4) hernia discus intervertebralis, (5) degeneratif kompleks
diskus misalnya osteofit, gangguan discus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio
neurogenik, gangguan sendi vertebra, gangguan sendi atlantoaksial misalnya arthritis
reumatoid, (6) arthritis spondylosis, seperti artropati facet atau sacroiliaka, autoimun
misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter, (7) neoplasma, seperti metastasisi,
hematologic, tumor tulang primer, (8) infeksi / inflamasi, seperti osteomyelitis vertebral,
abses epidural, sepsis discus, meningitis, arachnoiditis lumbal. (9) metabolik osteoporosis
– hiperparatiroid, (10) vaskuler aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri vertebral, (11)
lainnya, seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, sindrom nyeri
kronik.

1) Spondylosis

a) Definisi Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang.


Spondylosis ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus
intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra
sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan
foramen intervertebralis dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada
spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan tertekan radiks oleh
kantong durameter yang mengakibatkan iskemik dan radang (Harsono dan
Soeharso, 2005).

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra


atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita.
Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis
lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur
yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh
orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam
menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar. Spondylosis lumbal seringkali
merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang terbentuk karena adanya
proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen
L4 – L5 dan L5 – S1. Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami
spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan
ligamen (terutama ligamen flavum) (Regan, 2010).

b) Tanda dan gejala Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan


dengan ketidakstabilan lumbal, sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya
dan serangan nyeri yang berulang – ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada
kasus spondylosis berhubungan erat dengan aktivitas yang dijalani oleh penderita,
dimana aktivitas yang dijalani terlalu lama dengan rentang perjalanan yang
panjang.

Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki tubuh yang sehat.
Nyeri sering timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan
keterbatasan gerak pada regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada area ini.
Pemeriksaan neurologis dapat memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps
diskus yang lama (misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap sangat lanjut,
gejala dan tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar unilateral dapat
timbul (Appley, 2013).

C. Tanda dan Gejala


Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan biokimia
atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi yang serupa
pun dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada umumnya sindroma
lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang menyebabkan LBP termasuk
sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri
tekan seluruh daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak kelompo
otot yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada
saraf tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.
Fibromialgia mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan,
rasa lelah, dan nyeri otot (Dachlan, 2009).
Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas,
dan nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat
penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya
dimulai dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara berangsur – angsur
tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap atau
kadang – kadang berkurang. Selain itu juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala
yang penting pula yaitu apakah adanya sekret uretra, retensi urine, dan inkontinensia
(Apley, 2013).
D. Patofisiologi

Patologi Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada
tulang belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan
ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau
taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit.

Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain: (a)
annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak
pada berbagai sisi, (b) nucleus pulposus kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang,
(d) perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat
hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala (Yulianza, 2013). Sedangkan
pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan
oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum
dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor
predisposisi terjadinya brush fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi
memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada
selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi
akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan
perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
Pathway

Long back pain

Faktor degeneratif

Kelainan pada tulang belakang

Lumbal L3-L4 Spondylosis Proses degenerasi

Keterbatasan gerak pada rasio lumbal menyempitnya jarak vertebra

Hambatan mobilitas fisik osteofit

tertekan radiks oleh kantong durameter

osteoarhritis

Nyeri
E. Penatalaksanaan
Sebagian besar nyeri punggung dapat hilang sendiri dan akan sembuh dalam enam
minggu dengan tirah baring, penguranga stress dan relaksasi. Klien harus tetap di tempat
tidur dengan matras yang padat/kayu penyangga dan tidak membalik selama dua sampa
tiga hari. Menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan stres, klien diposisikan
sedemikian rupa sehinga fleksi lumbal lebih, yang dapat mengurangi tekanan pada
serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan klien sedikit
menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutut dan panggul di tekuk (posisi
melingkar) dengan meletakkan bantal diantara lutut dan tungka serta menggunakan
sebuah bantal dibawah kepala. Hindari posisi tengkurap karena dapa memperberat
lordisis.
Kadang klien perlu diberikan penanganan konservatif aktf dan fisioterapi. Traksi
pelvis intermiten dengan beban traksi 7-13kg memungkinkan penambahan fleksi lumbal
dan relaksasi otot. Fisioterapi ditujukan untuk mengurangi nyeri dan spasame otot.
Perlu diberikan obat-obatan untuk menangani nyeri. Analgetik narkotik untuk
meutus lingaran nyeri, relaksan otot, dan obat penenang untuk merilekskan klien
danmengurang spasme otot pasien.
- Komplikasi
Spondylosis lumbal menggambarkan adanya osteofit yang timbul dari vertebra
lumbalis. Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi lateral vertebra.
Pembentukan osteofit timbul karena terdapat tekanan pada ligamen. Apabila hal ini
mengenai saraf, maka akan terjadi kompresi pada saraf tersebut, dan dari hal itu dapat
menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun menjalar, parastesia atau mati rasa, dan
kelemahan otot (Woolfson, 2008).
- Prognosis

Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal ini sulit
untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan kecacatan yang
nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang mempengaruhinya,
seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya dapat menyebabkan
kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami
degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan adanya nyeri pada daerah
punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam
waktu 3 bulan.
Konsep Dasar Keperawatan

Pengkajian

a. Pola persepsi kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat jatuh

b) Riwayat terakhir masuk rumahsakit

2) Riwayat kesehatan sekarang

a) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena nyeri akut

b) Intoleransi aktivitas

3) Riwayat kesehatan keluarga

a) Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga

b. Pola nutrisi dan metabolic

1) Nafsu makan hilang, mual muntah,kembung

2) Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi dan tengkorak)

c. Pola eliminasi

1) Perubahan pola berkemih seperti : inkontenensia Turin,anuria

2) Asistensi abdomen, bising usus (-)

d. Pola aktivitas dan latihan

1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena nyeri akut

2) Merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri, kejang otot)

e. Pola tidur dan istirahat

1) Kaji frekuensi tidur

2) Adakah kualitas tidur tidak cukup

f. Pola kognitif dan persepsi

1) Adanya sinkope / pusing, sakit kepala berat


2) Kelemahan, kesemutan, nyeri

3) Pemakaian korset

g. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

2) Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira

3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama

1. Masalah hubungan dan peran dengan sesama

i. Pola reproduksi-seksualitas

a) Adanya masalah pada reproduksi

j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

a) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, letupan

suara hati, gelisah.

b) Hal yang membuat pasien marah, takut, cemas, tegang.

k. Nilai dan kepercayaan

a) Bagaimana kepercayaan klien, apakah sebelum dan sejak

sakit sering berdoa

b) Apakah klien menyerahkan sakitnya sepenuhnya kepada

Tuhan.
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri akut b.d agen Tujuan Terapi relaksasi - Menciptakan


cedera biologis Setelah dilakukan tindakan lingkungan nyaman
- Ciptakan lingkungan
keperawatan selama 2x24jam untuk mendukung
yang tenang dan
diharapkan nyeri pada pasien terapi relaksasi
berkurang tanpa distraksi
dengan lampu yang
Kriteria hasil
redup
NOC: Tingkat nyeri
- Gunakan suara yang
Indikator
lembut dengan irama
- Nyeri yang dilaporkan1/3 yang lambat untuk
- Ekspresi nyeri pada
wajah 1/3 setiap kata
- Fokus menyempit 1/3 - Tunjukkan dan
- Mengernyit 1/3
praktikkan teknik
Skala pengukuran
1: berat relaksasi pada klien
2: cukup berat - Dorong klien untuk
3: sedang
4: ringan mengulang praktik
5: tidak ada teknik relaksasi
2. Hambatan mobilitas Tujuan Terapi latihan - Memberikan Rom
fisik b.dgangguan Setelah dilkukan tindakan untuk mengaktifkan
- Monitor lokasi dan
muskuloskeletal keperawatan selama 2x24 lagi sendi sendi
diharapkan ROM aktif kecenderungan
yang kaku
adanya nyeri dan
Kriteria hasil ketidaknyamanan
NOC: pergerakan sendi: selama
punggung pergerakan/aktivitas
Indikator - Bantu pasien
- Ekstensi 30 derajat 1/3 mendapatkan posisi
- Fleksi 90 derajat 1/3 tubuh yang optimal
- Rotasi (R) 1/3
- Rotasi (L) 1/3 untuk pergerakan

1: deviasi berat kisaran normal sendi pasif maupun


aktif
2: deviasi yang cukup besar dari
kisaran normal - Latihan ROM pasif

3:deviasi sedang dari kisaran atau ROM dengan


normal bantuan sesuai
4:deviasi ringan dari kisaran indikasi
normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran
normal

Anda mungkin juga menyukai