Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE II


PADA KARSINOMA MAMMAE ST. IV DENGAN METASTASE PARU

Pembimbing dr. Suhartono HT, Sp. PD FS, M.Kes, FINASIM Disusun oleh : Athieqah Asy-Syahidah 110.2007.051 FK YARSI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 22 OKTOBER 2012 29 DESEMBER 2012 RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA 2012

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Suku bangsa Agama Alamat Tgl masuk II. II.1 DATA DASAR ANAMNESIS : Autoanamnesa (7 Desember 2012) : Batuk sejak 2 bulan SMRS : Sesak napas sejak 1 bulan SMRS dan tubuh terasa lemas : Ny. TT : 47 tahun : Perempuan : Wiraswasta : Papua : Protestan : Pademangan IV 23/28, Jakarta Utara : 22 November 2012

Diambil dari Keluhan Utama Keluhan tambahan

Riwayat penyakit sekarang : Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai mengeluhkan batuk batuk yang dirasakan makin lama makin memberat. Batuk disertai dahak atau lendir yang berwarna putih. Batuk tidak pernah bercampur dengan darah. Setiap kali batuk, pasien mengeluarkan dahak atau lendir tidak lebih dari satu sendok teh atau kurang dari 5cc. Batuk dirasakan terus menerus dan memberat pada malam hari sehingga pasien kesulitan untuk tidur dan merasakan nafsu makannya berkurang sehingga tubuh pasien terasa lebih lemas. Dikarenakan batuk yang semakin mengganggu tersebut, pasien datang untuk berobat ke RSPAD GS pada tanggal 22 November 2012. Selain batuk yang dirasakan sangat mengganggu, pasien juga mengeluhkan adanya sesak napas. Sesak napas mulai terasa sejak kurang lebih satu bulan SMRS, sesak berupa napas yang pendek pendek, dirasakan hanya sesekali saja, terutama pada saat pasien berjalan ke kamar mandi ( 5 meter). Pasien tidak kesulitan berbaring terlentang atau hanya dengan satu bantal saja. Pasien juga menyangkal pernah terbangun di tengah malam karena

sesak napasnya. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, keringat di malam hari, ataupun rasa nyeri di dada. Pada bulan Desember tahun 2011, pasien pertama kali merasakan adanya benjolan pada payudara kirinya yang berukuran 3x7cm. Benjolan dirasakan keras, berbenjol tidak bisa digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa membesar. Pasien saat itu melakukan terapi acupressure berupa batang kayu yang ditusuk tusukkan ke telapak kaki. Pasien merasakan benjolan yang mengecil sampai 3x3cm setelah terapi. Tidak berapa lama setelah itu, pasien melakukan terapi ceragem berupa aliran listrik lewat pinggangnya. Semenjak saat itu terdapat juga beberapa benjolan kecil menyerupai bisul dengan ukuran bervariasi, mulai dari sebesar kacang hijau sampai sebesar kelereng di sekitarnya. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya enam bulan SMRS, pasien berobat ke RS Dharmais dan dinyatakan telah menderita kanker payudara kiri lalu dirujuk ke departemen bedah onkologi RSPAD GS. Dilakukan biopsi pada tumor, lalu pasien diberitahukan bahwa kanker payudara tersebut telah menyebar sampai ke paru - parunya. Pada saat itu keadaan pasien tampak lemah dan diketahui kadar Hb pasien yang turun dan gula darah pasien yang meningkat, pasien lalu dirawat selama 10 hari. Sekitar bulan Oktober 2012 keadaan pasien membaik, dan mulai melakukan radiasi untuk pertama kalinya, namun setelahnya, kondisi pasien memburuk kembali. Hb pasien kembali turun dan gula darahnya tinggi. Pasien kembali dirawat selama hampir satu bulan dan mulai diberikan kemoterapi oral. Pasien diberikan insulin Novorapid 3x10 unit selama perawatan. Pada November 2012, pasien melakukan pemasangan cellsite. Pasien mengakui adanya penurunan berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini. Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak 5 tahun lalu. Awalnya pasien merasakan pusing dan berjalan sempoyongan seperti hendak pingsan, pasien lalu langsung berobat dan diketahui gula darah pasien yang tinggi. Pada saat itu, pasien mengakui adanya rasa ingin buang air kecil terus menerus terutama pada malam hari, rasa haus dan rasa lapar yang terus menerus. Pasien diberikan glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya. Pasien cenderung menjaga pola makannya dengan mengurangi makan nasi dan makanan atau minuman yang manis manis. Gula darah pasien berkisar di atas 200-an. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gangguan atau keluhan berupa pingsan, serangan jantung, rasa baal atau kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki, serangan stroke seperti bicara pelo atau anggota gubuh sulit digerakkan, ataupun luka yang tidak kunjung sembuh. Kira kira sekitar

empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan penglihatan berupa rabun pada saat melihat jauh. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat Alergi disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Penyakit Jantung disangkal Riwayat Penyakit Ginjal disangkal Riwayat penyakit keluarga : Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat DM disangkal Riwayat Asma disangkal Riwayat Penyakit Jantung disangkal Riwayat Penyakit Ginjal disangkal Riwayat Kebiasaan : Riwayat kebiasaan merokok disangkal Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal II.2 PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda vital : Tampak sakit sedang : Kompos mentis : TD S N Tinggi badan : 165 cm Berat Badan : 53 kg IMT : BB/TB= 53/(1,65) = 19,47 (normo weight) : 110/80 mmHg : 36,5 C : 84 x/mnt, reguler, isi penuh

RR : 22 x/mnt, reguler

Keadaan gizi : Baik Kulit Kepala Rambut : Kuning langsat, ikterik (-), turgor cukup : Normocephale : Sebagian hitam terdapat sedikit uban, tidak mudah dicabut

Mata Telinga Hidung Gigi & Mulut

: Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/: Bentuk normal, serumen -/: Deviasi septum (-), secret (-), darah (-) : Bibir tidak sianosis, bibir kering, gusi tidak berdarah, lidah kotor (-), Tonsil tidak membesar (T1-T1) tenang, oral Hygiene cukup.

Tenggorokan Leher KGB Axilla

: Faring tidak hiperemis : Kelenjar tyroid tidak teraba membesar; KGB tidak teraba membesar. : KGB Axillaris dextra teraba membesar, ukuran sekitar 5x7cm, teraba lunak, permukaan rata, tidak nyeri tekan, bisa digerakkan.

Thoraks Paru : Inspeksi : Payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata, nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan. Tampak lenting lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya. Pergerakan dinding dada tidak simetris saat statis dan dinamis kanan > kiri Palpasi Perkusi Auskultasi : Vokal fremitus kanan > kiri : Redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4 pada lapang paru kanan. : SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru, rhonki +/ + minimal pada basal paru kanan dan kiri, wheezing -/Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis sulit dinilai : Batas atas Batas kiri Auskultasi : ICS III Linea sternalis sinistra : Sulit dinilai Batas kanan : ICS V Linea sternalis dextra : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Ekstremitas sianosis : akral

: Datar, tidak tegang : Bising usus (+) normal : Timpani, Nyeri ketok (-) : Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Shifting dullness (-) hangat, edema
-

Pulsasi arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis teraba ABI : 0,909 (Tek. Sistol arteri dorsalis pedis 100mmHg)

II.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Laboratorium 1 : 19 November 2012 Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC 19/11/2012 8,9 30 4,2 9300 432.000 71 21 30 26/11/2012 10 32 4,4 11.700 339.000 72 33 31 Nilai Normal 13-18 g/dl 40-52 % 4,3-6 jt/l 4.800-10800/L 150000-400000/L 80-96 fl 27-32 pg 32-36 g/dl

Ps: 24 Nov 2012 - Transfusi PRC 500 cc/hari bertahap s/d Hb di atas 10g/dl Laboratorium 2 :

Tanggal

Jam

Kurva Harian Gula Darah 180

24/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

Terapi : Novorapid 3x12 iu

25/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

144

26/11/13

06.00 12.00 18.00 24.00

105 180 159

27/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

320

28/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

182

29/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

244

Terapi : Novorapid naikkan 3x14 iu 30 / 11 / 2011 Konsul Paru : A: Ca Mammae Sinistra metastasis Paru Pneumonitis P: Levofloxacin drip 1x750mg Kalmetason 3x1mg
9

3/12/12

06.00 12.00

402

II.3

Thorax Foto

Tanggal 20 Oktober 2012

Tanggal 22 November 2012

10

III.

RESUME Ny. TT, 43 th, datang pada tanggal 22 November 2012 ke RSPAD GS dengan

keluhan batuk yang semakin memberat sejak dua bulan SMRS. Batuk disertai dahak berwarna putih, sekitar 5cc. Batuk dirasakan terutama pada malam hari sehingga pasien kesulitan untuk tidur dan merasakan nafsu makannya berkurang. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak napas sejak kurang lebih satu bulan SMRS, terutama pada saat pasien berjalan ke kamar mandi ( 5 meter). Pasien pertama kali merasakan adanya benjolan berukuran 3x7cm pada payudara kirinya sekitar satu tahun lalu. Benjolan dirasakan keras, permukaan tidak rata, tidak bisa digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa membesar. Terdapat juga beberapa benjolan kecil menyerupai bisul dengan ukuran bervariasi. Enam bulan SMRS, pasien dinyatakan menderita kanker payudara, dengan pemeriksaan lebih lanjut didapatkan bahwa kanker tersebut telah bermetastase ke paru parunya. Pasien mulai melakukan radiasi dan telah mendapatkan kemoterapi oral, pasien juga telah melakukan pemasangan cellsite. Selama pengobatan, keadaan pasien sempat melemah dikarenakan Hbnya yang turun serta gula darahnya yang tidak teratur. Pasien mengakui adanya penurunan berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini. Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak 5 tahun lalu. Pasien diberikan glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya. Gula darah pasien berkisar di atas 200an. Sekitar empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan penglihatan berupa rabun pada saat melihat jauh. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis, KGB axillaris dextra membesar, pada thorak terlihat payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata, nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan. Tampak lenting lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya. Pergerakan dinding dada tidak simetris saat statis dan dinamis kanan > kiri. Dari palpasi didapatkan vokal fremitus kanan > kiri. Perkusi, redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4 pada lapang paru kanan. Auskultasi, SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru terutama paru kiri, rhonki +/+ minimal pada basal paru kanan dan kiri. Batas kiri jantung sulit dinilai. Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 19 November 2012 didapatkan anemia

11

mikrositik hipokrom dan trombositosis, pada 26 November 2012 didapatkan anemia mikrositik hipokrom dan leukositosis. Pada kurva harian gula darah tercatat kadar yang tidak stabil, dimana gula darah tertinggi tercatat pada tanggal 3 Desember 2012 sebesar 573g/dl, namun aseton (-). Sebelumnya pasien mulai diterapi dengan kalmetason dan levofloxacin. Dari hasil foto thorak didapatkan kesan kardiomegali dan ca mammae dengan metastase ke paru. IV. DAFTAR MASALAH 1. DM tipe 2, normo weight, Gula Darah belum terkontrol 2. Ca Mammae St. IV metastasis paru V. PENGKAJIAN MASALAH 1. DM tipe 2, normo weight, GD belum terkontrol Atas dasar : S : Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak 5 tahun lalu. Pasien diberikan glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya. Gula darah pasien berkisar di atas 200-an. Sekitar empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan penglihatan berupa rabun pada saat melihat jauh. O : IMT : 19,47 KGDH :

12

Tanggal

Jam

Kurva Harian Gula Darah 180

24/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

25/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

144

26/11/13

06.00 12.00 18.00 24.00

105 180 159 A: tipe DM 2,

27/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

normo weight, 320 GD belum terkontrol P : Rdx:

28/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

182

29/11/12

06.00 12.00 18.00 24.00

244

3/12/12

06.00 12.00 18.00 24.00

402 573 458

4/12/12

06.00 12.00 18.00 24.00

357 389

13

KGDH rutin, GDP, GD2PP, HbA1C, profil lipid, CCT, PUK, EKG, konsul mata Rth: IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 12 jam Diet DM 1700 kkal/hari Injeksi subkutan Novorapid 3x18 unit Red: Menerangkan kepada pasien tentang penyakit DM, menerangkan pola hidup sehat, menganjurkan aktivitas jasmani

2. Ca Mammae St. IV metastasis paru Atas dasar : S : Pasien pertama kali merasakan adanya benjolan berukuran 3x7cm pada payudara kirinya sekitar satu tahun lalu. Benjolan dirasakan keras, permukaan tidak rata, tidak bisa digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa membesar. Terdapat juga beberapa benjolan kecil menyerupai bisul dengan ukuran bervariasi. Enam bulan SMRS, pasien dinyatakan menderita kanker payudara, dengan pemeriksaan lebih lanjut didapatkan bahwa kanker tersebut telah bermetastase ke paru - parunya. Pasien mulai melakukan radiasi dan telah mendapatkan kemoterapi oral, pasien juga telah melakukan pemasangan cellsite. Selama pengobatan, keadaan pasien sempat melemah dikarenakan Hbnya yang turun serta gula darahnya yang tidak teratur. Pasien mengakui adanya penurunan berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini. O : Mata KGB Axilla : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/: KGB Axillaris dextra teraba membesar, ukuran sekitar 5x7cm, teraba lunak, permukaan rata, tidak nyeri tekan, bisa digerakkan. Paru : Inspeksi : Payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata, nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan. Tampak lenting

14

lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya. Pergerakan dinding dada tidak simetris saat statis dan dinamis kanan > kiri Palpasi Perkusi Auskultasi Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : Vokal fremitus kanan > kiri : Redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4 pada lapang paru kanan. : SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru, rhonki +/+ minimal pada basal paru kanan dan kiri, wheezing -/: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis sulit dinilai : Batas kiri : Sulit dinilai

Foto rontgen : kesan metastasis paru A : Ca Mammae St. IV metastasis paru P : Rawat bersama dengan Bedah Onkologi dan Paru

VI.

PROGNOSIS : Ad vitam : ad malam Ad fungtionam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam

15

TINJAUAN PUSTAKA
I. DIABETES MELLITUS TIPE 2
a. Definisi (7) Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. b. Klasifikasi (7)

16

Tabel 1. Klasifikasi DM b. Diagnosis(7) Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

17

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): - 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa - berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan - diperiksa kadar glukosa darah puasa q diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit - berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai - diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa - selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L). GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).

18

Berikut adalah skema langkah langkah diagnosis diabetes mellitus :

Faktor resiko DM tipe 2 (8) Usia >45 tahun


19

Berat badan lebih: 110% BB idaman atau IMT > 23kg/m2 Hipertensi (TD 140/90mmHg) Riwayat DM dalam garis keturunan. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >4000gram. Riwayat DM gestasional. Riwayat TGT atau GDPT. Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme. Kolesterol HDL 35mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL.

c. Penatalaksanaan

20

1. Edukasi Meliputi pemahaman tentang penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia.(9) 2. Terapi gizi medis Adapun tujuan dar terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai da mempertahankan: Kadar glukosa darah mendekati normal glukosa puasa berkisar 90 -130 mg/dL glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dL

21

kadar A1c < 7% Tekanan darah <130/80mmHg Profil lipid: kolesterol LDL <100 mg/dL kolesterol HDL >40 mg/dL trigliserida <150 mg/dL Berat badan senormal mungkin(8)

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, Protein 10-15%, dan Lemak 20-25%. Jumlah kandungan kolesterol disarankan <300mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Polly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat : 25gr/hari, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal perhari: Laki laki : 30 kal/kgBB idaman. Wanita : 25 kal/kgBB idaman.

Penentuan status gizi berdasarkan IMT: Dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (7) Berat badan kurang BB normal BB lebih Dengan resiko Obes I Obes II <18,5 18,5 22,9 23,0 23 24,9 25 29,9 30

Penentuan status gizi berdasarkan Rumus Broaca(7) Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg
22

Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat Badan Ideal (BBI) = ( TB dalam cm 100 ) x 1 kg BB normal : BB ideal + 10 % BB kurus : < BBI 10 % BB Gemuk : > BBI + 10 % Koreksi atau penyesuaian : Umur diatas 40 tahun : - 5% Aktivitas ringan : +10% Aktivitas sedang : +20% Aktivitas berat : +30% Berat badan gemuk : -20% Berat badan lebih : -10% Berat badan kurus : +20% Stres metabolik : +10-30% Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kalori. 3. Latihan jasmani Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi , persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum. Frekwensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu. Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate). Durasi : 30 -60 menit. Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan MHR (Maximum Heart rate) : 220 umur.

23

4. Obat hipoglikemik oral : A. Pemicu Sekresi Insulin 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. B. Penambah sensitivitas terhadap insulin 1. Glitazone Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Per- oxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. 2. Biguanid Obat ini contohnya adalah metformin, mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan

24

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. c. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. d. Golongan Incretin Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu Glucose Dependent Insulinotropic Polypeptide (GIP) dan Glucagon Like Peptyde 1 (GLP-1). Kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhdapa asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin. GLP-1 juga menekan sel alfa pancreas dalam mensekresi glucagon, memperlambat engosongan lambung dan memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan hiperglikemia. 1. Dipeptidyl Peptidase IV inhibitor GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV. Penghambatan DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Contoh : sitagliptin dan vildagliptin. 2. GLP-1 Mimetik dan Analog GLP-1 mimetik tersedia dalam bentuk injeksi subkutan, diberikan satu atau dua kali sehari. Obat golongan ini belum beredar di Indonesia.

25

Cara Pemberian OHO, terdiri dari: - OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal - Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan - Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan - Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan - Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan - Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama -Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

5. Insulin. Indikasi : penurunan berat badan yang cepat. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

26

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Hiperglikemia dengan asidosis laktat. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional ynag tidak terkendali dengan perencanaan makan. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindukasi dan atau alergi terhadap OHO.4 Konsep Insulin : Insulin basal : jumlah insulin yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat glukoneogenesis, mencegah ketogenesis Insulin prandial : jumlah insulin dibutuhkan untuk mengkonversi makanan ke energi cadangan, tidak terjadi hiperglikemia postprandial Insulin koreksi : jumlah insulin pasien di RS akibat stres/penyakit

Memulai alur terapi : Insulin dimulai : Kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL Kadar glukosa darah acak menetap >300 mg/dL A1C >10% Ketonuria

Mulai terapi dengan Insulin + intervensi pola hidup. Keadaan lain : DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan) Prinsip dasar:

Insulin prandial + insulin basal menirukan sekresi insulin fisiologis Insulin basal:

Kerja cepat drip intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap) Insulin kerja panjang secara subkutan

27

Jenis : insulin NPH, insulin detemir, dan insulin glargine. Preparat Insulin yang tersedia :

28

Action Profiles of Insulins


Aspart, glulisine, lispro 4 5 hours
Plasma insulin levels Regular 6 8 hours NPH 12 16 hours

Detemir ~14 hours


Ultralente 18 20 hours

Glargine ~24 hours

0 1 2 3 4 5 6 7 8 91 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4

Hours
Burge MR, Schade DS. Endocrinol Metab Clin North Am . 1997;26:575 -598; Barlocco D. Curr Opin Invest Drugs. 2003;4:1240 -1244; Danne T et al. Diabetes Care. 2003;26:3087 -3092

29

d. Penilaian hasil terapi 1. Pemeriksaaan glukosa darah. 2. Pemeriksaan A1c. 3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri. 4. Pemeriksaaan glukosa urin 5. Penentuan benda kriteria keton pengendalian DM. e. Komplikasi DM I. Komplikasi akut 1. 2. 3. Ketoasidosis diabetik Hiperosmoral nonketotik Hipoglikemia II. Komplikasi menahun 1. Makroangiopati : Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati : Retinopati diabetik Nefropati diabetic 3. 4. Neuropati diabetik Ulkus diabetikum

30

31

II.

Ca Mammae dengan Metastasis Paru

a. Definisi(1) Ca mammae adalah sekelompok sel tidak normal yang terus tumbuh di dalam jaringan mammae (Tapan, 2005). Ca Mammae adalah kanker yang menyerang jaringan payudara yang menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004). b. Etiologi(2) Saat ini belum ditemukan data yang pasti yang menjadi faktor penyebab utama penyakit ca mammae. Sampai saat ini terjadinya ca mammae diduga akibat interaksi yang rumit dari banyak faktor seperti faktor genetika, lingkungan, dan hormonal yaitu kadar hormon estrogen dalam tubuh yang berlebihan (Harianto, 2005). c. Faktor Risiko(3) Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara. Ada beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya ca mammae yaitu : 1. Riwayat keluarga Wanita yang memiliki riwayat keluarga ada yang menderita ca mammae seperti pada ibu, saudara perempuan, atau adik/kakak memiliki resiko terkena ca mammae 2 hingga 3 kali lebih tinggi. 2. Hormon Haid pertama (menarche) sebelum umur 10 tahun, mati haid (menopause) setelah umur 55 tahun, tidak menikah atau tidak pernah melahirkan anak, melahirkan anak setelah umur 35 tahun dan tidak pernah menyusui anak. 3. Umur Wanita berumur >30 tahun mempunyai kemungkinan lebih besar mendapat kanker payudara dan kemungkinan tersebut bertambah setelah menopause. 4. Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma/benturan, operasi payudara akibat tumor jinak atatu tumor ganas kontralateral. 5. Wanita yang mendapat radiasi sebelumnya pada payudara atau dinding dada.

32

6. Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa. 7. Wanita yang pernah mengalami operasi tumor ovarium resikonya 3 hingga 4 kali lebih tinggi 8. Lama menggunakan kontrasepsi oral 9. Pola konsumsi makanan berlemak 10. Kurangnya aktivitas fisik (Indarti, 2005). d. Patofisiologi(4) Ca mammae, sama seperti keganasan lainnya penyebab dari keganasan ini merupakan multifaktoral baik lingkungan maupun faktor herediter, diantaranya adanya lesi pada DNA menyebabkan mutasi genetik, mutasi gen ini dapat menyebabkan ca mammae, kegagalan sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan abnormal dari growth factor menyebabkan rangsangan abnormal antara sel stromal dengan sel epitel, adanya defek pada DNA repair genes seperti BRCA1, BRCA2, yang pada prinsipnya meningkatkan aktivitas proliferasi sel serta kelainan yang menurunkan atau menghilangkan regulasi kematian sel (Heffner, 2005). Ca mammae terjadi karena hilangnya kontrol atau proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi secara terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang, sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong. Lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan keluar dari kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh. Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti biasanya. Ca mamae berasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara. Pertumbuhan dimulai dari dalam duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut karsinoma noninvasif. Kemudian tumor

33

menerobos ke luar dinding duktus atau kelenjarr di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksiler atau supraklavikuler membesar. Ca mammae pertama kali menyebar ke kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati, paru, pleura, dan otak (Heffner, 2005).

e.

Klasifikasi(5) Tipe Ca mammae berdasarkan gambaran histopatologi : 1. Karsinoma duktal menginflitrasi


34

Adalah tipe histopatologi yang paling umum, merupakan 75 % dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras saat palpasi. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis ke nodus aksila, tulang, paru, hepar dan otak 2. Karsinoma lobular menginfiltrasi Tipe ini umumnya multisentris, dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua mammae. Karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan meningeal. 3. Karsinoma modular Pada 6 % karsinoma modular tumbuh dalam kapsul, dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat, sehingga prognosis seringkali lebih baik. 4. 5. Karsinoma musinus Karsinoma duktal-tubular Pada 3 % karsinoma musinus adalah penghasil lendir, juga tumbuh dengan lambat. Hanya 2% dan jarang terjadi, karena metastasis aksilaris secara histologi tidak lazim maka prognosisnya sangat baik. 6. Karsinoma inflamantori Merupakan tipe karsinoma mammae yang jarang (1-2 %) dan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari karsinoma mammae yang lain. Tumor ini nyeri tekan dan sangat nyeri, mammae secara abnormal keras dan membesar. Kulit diatas tumor merah dan agak hitam. Sering terjadi edema dan retraksi papilla mammae . f. Stadium(5) Salah satu cara yang dokter gunakan untuk menggambarkan stadium dari kanker adalah system TNM. System ini menggunakan tiga criteria untuk menentukan stadium kanker: 1. Tumor itu sendiri. Seberapa besar ukuran tumornya dan dimana lokasinya ( T, Tumor ) 2. Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah menyebar kekelenjar getah bening disekitarnya? ( N, Node ) 3. Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain ( M, Metastasis )

35

STADIUM 0 :Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Noninvasive Cancer. Yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara. STADIUM ITumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada pembuluh getah bening.

STADIUM IIa :Pasien pada kondisi ini :


36

1. Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada titik-titik pada saluran getah bening di ketiak ( axillary limph nodes ) 2. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum menyebar ke titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak ( axillary limph nodes ). 3. Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.

STADIUM IIB :Pasien pada kondisi ini : 1. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak melebihi 5 cm. 2. Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak. 3. Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.

37

STADIUM III A :Pasien pada kondisi ini : 1. Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening ketiak. 2. Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening ketiak.

STADIUM III B :Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara. Atau didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.

STADIUM IIIC :Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada

38

pembuluh getah bening dalam group N3 ( Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah bening dibawah tulang selangka )

STADIUM IV :Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu :Tulang, paru-paru,liver atau tulang rusuk.

G GRADE

39

Untuk mengetahui Grade Kanker, sample-sample hasil biopsy dipelajari dibawah microscope. Suatu grade kanker payudara ditentukan berdasarkan pada bagaimana bentuk sel kanker dan perilaku sel kanker dibandingkan dengan sel normal. Ini akan memberi petunjuk pada team dokter seberapa cepatnya sel kanker itu berkembang.Berikut adalah Grade dalam kanker payudara :GRADE 1 :Ini adalah grade yang paling rendah, sel kanker lambat dalam berkembang, biasanya tidak menyebar.GRADE 2 :Ini adalah grade tingkat sedangGRADE 3 :Ini adalah grade yang tertinggi, cenderung berkembang cepat, biasanya menyebar. METASTASIS KE PARU MELALUI (6): 1. Penyebaran langsung dari pusat primer Yang melibatkan paru, pleura maupun struktur mediastinum. Penyebaran seperti ini sering didapati pada tumor thyroid, Ca esophagus, thymoma, dan keganasan thymus, limfoma, dan tumor ganas sel induk. 2. Penyebaran hematogen Dari emboli tumor ke arteri paru, atau arteri bronchial. Hal ini biasanya memperlihatkan adanya nodul pada paru dan umumnya sering pada tumor tumor primer yang memiliki pembuluh darah. Tumor ganas anak yang sering bermetastasis ke paru adalah tumor wilms, neuroblastoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing. Sedangkan tumor ganas pada orang dewasa adalah karsinoma payudara, tumor tumor ganas alat cerna, ginjal dan testis 3. Penyebaran melalui saluran limfe Yang melibatkan paru, pleura, maupun kelenjar getah bening paru. Paru dapat terkena metastasis akibat sel tumor yang menjalar melalui saluran limfe yang berasal dari metastasis hematogen, metastasis kelenjar getah bening hilus, maupun tumor abdomen bagian atas. Penyebaran melalui saluran limfe dari tumor yang berada ekstrathoraks ke kelenjar getah bening paru juga dapat melalui duktus thorasikus, dengan keterlibatan retrograde kelenjar getah bening hilus dan parenkim paru. Tumor yang biasanya bermetastasis dengan cara ini umumnya adalah Ca mammae, abdomen, pankreas, prostat, serviks, dan thyroid. Anak sebar melalui saluran limfogen sering menyebabkan pembesaran kelenjar

40

mediastinum yang dapat mengakibatkan penekanan pada trakea, esophagus, dan vena kava superior dengan keluhan keluhannya. Pada anak biasa menetap di saluran limfe peribronkhial atau perivaskular yang secara radiologik memberi gambaran bronkovaskular yang kasar secara dua sisi atau satu sisi hemitoraks atau gambaran garis garis berdensitas tinggi yang halus seperti rambut. 4. Penyebaran melalui ruang pleura Misalnya invasi tumor primer ke pleura (misalnya thymoma) ataupun Ca paru. 5. Penyebaran endobronkhial Dari tumor jalan nafas. Mekanisme metastasis ini jarang terjadi. Penyebaran ini biasanya terjadi pada pasien dengan Ca bronkhioloalveolar. Namun dapat dilihat juga pada kanker paru lainnya. GEJALA METASTASIS PARU(6) Gejala biasanya muncul pada pasien pasien yang mengalami metastasis multiple (80 95%). Dyspneu dapat terjadi sebagai akibat dari masa tumor yang menggantikan jaringan parenkim paru, obstruksi jalan nafas, maupun efusi pleura. Dyspneu yang tiba tiba berhubungan dengan perkembangan yang cepat dari suatu efusi pleura, pneumothoraks, maupun perdarahan ditempat lesi. Walaupun pada metastasis paru pasien dapat dikatakan tanpa gejala akibat metastasisnya, namun pasien hampir selalu memiliki gejala akibat tumor primer yang dideritanya. Ketika metastasis paru ditemui tanpa adanya gejala gejala pada tempat yang diduga pusat tumornya, maka kita harus curiga akan adanya silent tumor, seperti tumor pankreas maupun kandung empedu. Pasien dengan limfangitis karsinomatosa biasanya mengalami dyspneu yang progresif, dan batuk kering. Metastasis endobronkhial biasanya menyebabkan wheezing atau hemoptosis. Metastasis yang menjalar ke pleura dapat menyebabkan nyeri pleura, dan metastasis apical dapat menyebabkan sindrom pancoast.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiana, Lina. 2004. Kanker pada Wanita, Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya. 2. Harianto, Rina M dan Hery S. 2005. Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, No.1, hh. 84-99. 3. Indarti, Rini dan Henry Setiawan. 2005. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker Payudara. Magister Programme of Epidemiology, University of Diponegoro, Semarang, Indonesia No 5248. 4. Heffner, Linda J dan Danny J Schust. 2005. At Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 5. Tjindarbumi, D. 2002. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya dalam Deteksi Dini Kanker. Jakarta : FK UI. 6. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2006. Hal 148 151. 7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2di Indonesia 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 8. Gustaviani, retno. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed IV. Jakarta, Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2006. p; 975 985. 9. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Metabolik Endokrinologi : Diabetes Melitus. Ed 2. Jakarta, Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Unuversitas Indonesia : 2006. p;9 15.

42

Anda mungkin juga menyukai