Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS HEMOROID

Ardi Nur Setiyono


NIM 1403009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Menurut beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah :
1. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006).
2. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam plexus hemoroidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
3. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai
tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
4. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales
(Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu thrombosis, ruptur,
radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah
pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Mansjoer (2008), etiologi dari
hemoroid adalah :
1. Faktor predisposisi :
a. Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh
darah, dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga darah
mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di
pleksus hemoroidalis.
c. Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat.
d. Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat.
e. Psikis.

2. Faktor presipitasi :
a. Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra
abdominal) misalnya, mengedan pada waktu defekasi.
b. Fisiologis
c. Radang
d. Konstipasi menahun
e. Kehamilan
f. Usia tua
g. Diare kronik
h. Pembesaran prostat
i. Fibroid uteri
j. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal

C. KLASIFIKASI
Hemoroid umumnya diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan derajat prolaps. Hemoroid
internal berasal dari pleksus vena hemoroidal inferior di atas garis mukokutaneus
(dentate/pectinate) dan ditutupi oleh mukosa, sementara hemoroid eksternal merupakan
dilatasi pleksus vena hemoroidal yang terletak di bawah garis dentate dan ditutupi oleh
epitel skuamosa. Hemoroid campuran (interno-eksternal) muncul baik di atas dan di bawah
garis dentate.

Untuk tujuan praktis, hemoroid internal dinilai berdasarkan tampilan klinis dan tingkat
prolaps, yang dikenal sebagai klasifikasi Goligher ini:

1. Hemoroid derajat satu (grade I): Bantalan anal berdarah tetapi tidak prolaps.
2. Hemoroid derajat dua (grade II): Bantalan anal prolaps melalui anus pada saat
mengejan tapi menghilang secara spontan.
3. Hemoroid derajat tiga (grade III): Bantalan anal prolaps melalui anus pada saat
mengejan dan memerlukan pendorongan dengan jari untuk kembali ke dalam lubang
anus.
4. Hemoroid derajat empat (grade IV): prolaps akan tetap keluar setiap saat dan tidak
dapat direduksi.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006) patofisiologi hemoroid
adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan venous rektum dan vena
hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid antara lain factor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai
jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi
kronik,diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang
minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi.
Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering
mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan
tumor rectum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam
sistem portal. Selain itu sistem portal tidak memiliki katup, sehingga mudah terjadi aliran
balik.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenteric
superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan
portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).

PATHWAY

Faktor resiko
hemoroid

Dilatasi &
distensi
pembuluh
darah

Hemoroid

Iritasi tekan
Prolabs &
E. MANIFESTASI KLINIK
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan
nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali
ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern
yang mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama
hemoroid intern akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses
atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah
segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”. Kadang perdarahan
hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang
membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan
prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul
oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam
menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal
akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema
dan peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang keras,
yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang
(Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya secara
sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan anoskopi.
Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila masih
dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat hemoroid
interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak boleh
mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain
seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan
yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan
defekasi disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan,
serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok
ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya
diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar
rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena
mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo,
2006).
2. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu :
1. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP
yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener).
Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau
isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu
obat laksan atau pencahar antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine),
Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic
surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi
cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
2. Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa
gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur pelumas (lubricant)
vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi local digunakan untuk
menghilangkan nyeri serta diberikan kortikosteroid.
3. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan
untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin
(10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau
“Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan
paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah
(Sudoyo, 2006).
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan
Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih
cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized
flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8
minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan
derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan
secara bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan
dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter
rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan
kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif
selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya
flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan diatas
luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales
interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan melakukan reseksi. Lalu
usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang pada teknik operasi Langenbeck,
vena-vena hemoroidales interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan
jelujur dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer,
2008).
4. Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis,
farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).

G. KONSEP ASKEP HEMOROID


1. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita hemoroid
pre dan post hemoroidektomi menurut Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam,
meliputi:
a. Demografi
Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk
yang berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa
mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan
pada saat defekasi, pola makan yang salah bias mengakibatkan feses menjadi
keras dan terjadinya hemoroid, kehamilan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan, hipertensi
portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering mengedan
saat BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif, kurang olahraga atau
imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat berat, duduk atau berdiri
terlalu lama.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran
mukosa kering, kadar hemoglobin turun
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan saat BAB.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan
beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah
operasi).

6) Pola persepsi sensori dan kognitif


Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post
hemoroidektomi yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri, sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi
dan adanya pus.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri, ansietas,
peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma jaringan,
masalah tentang pekerjaan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak pucat
2) Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi,
hipotensi.
5) Abdomen : nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
6) Kulit : Turgor kulit menurun, pucat.
7) Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat
benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan
e. Pemeriksaan penunjang
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid yaitu :
1) Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup
bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat
apabila penderita diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur
hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak
cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
2) Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol
ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati keempat
kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol
ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
3) Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat
yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau
tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hemoroid pre dan
post operasi hemoroidektomi menurut Carpenito-Moyet (2007), Smeltzer &
Bare (2002), NANDA (2007) :
a. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat rencana pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit atau
jaringan anal.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma jaringan sekunder pada luka
di anus yang masih baru.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area
rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan reflek
spasme otot spingter ani sekunder akibat operasi.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.
f. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi.
3. FOKUS INTERVENSI
Fokus intervensi pada pasien pre dan post operasi hemoroid menurut
Doenges (2000), Carpenito-Moyet (2007), dan NANDA (2007) :
a. Cemas berhubungan dengan krisis situasi sekunder akibat rencana
pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang. Kriteria hasil :
Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam berhadapan
dengan mereka. Tampil santai, dapat beristirahat/ tidur cukup melaporkan
penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi
1) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan
prosedur pembedahan.
Rasional : rasa takut yang berlebihan atau terus-menerus akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.
2) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan factual.
Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu
pasien untuk menghadapinya secara realistis.
3) Catat ekspresi yang berbahaya/ perasaan tidak tertolong, pre okupasi
dengan antisipasi perubahan/ kehilangan, perasaan tercekik.
Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang ditunjukkan
dengan antisipasi prosedur pembedahan/ diagnosa/ prognosa penyakit.
4) Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun
pada ruang operasi.
Rasional : pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan
ketidakmampuan untuk melatih control.
5) Instruksikan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi.
Rasional : mengurangi perasaan tegang dan rasa cemas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/
jaringan anal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.
Kriteria hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka.
2) Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik untuk meningkatkan
kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Intervensi
1) Beri penguatan pada balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptic yang ketat.
Rasional : lindungi luka dari kontaminasi, mencegah akumulasi cairan yang
dapat menyebabkan eksoriasi.
2) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius.
3) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses
penyembuhan.
4) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : mencegah kontaminasi luka
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma jaringan sekunder pada luka di
anus yang masih baru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami
perdarahan.
Kriteria hasil :
Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal, pasien tidak mengalami
perdarahan, tanda-tanda vital berada dalam batas normal : tekanan darah 120
mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan : 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 – 37 C.
Intervensi
1) Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada pasien
sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
2) Monitor tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3) Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan.
Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat
membantu menentukan intervensi selanjutnya.
4) Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain
jika diperlukan.
Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung
terapi yang diberikan pada pasien sehingga mampu memberikan hasil yang
maksimal.
5) Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan : pemberian transfusi, medikasi.
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan
untuk menghentikan perdarahan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area
rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan refleks
spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan
2) Feses lembek, tidak nyeri saat BAB.
3) Tampak rileks, dapat istirahat tidur.
4) Ikut serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan
Intervensi
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur
2) Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.
Rasional : posisi tidur miring tidak menekan bagian anal yang mengalami
peregangan otot untuk meningkatkan rasa nyaman.
3) Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.
Rasional : untuk meningkatkan mobilisasi tanpa menambah rasa nyeri.
4) Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rectal hangat atau
sit bath dilakukan 3-4x/ hari.
Rasional : meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan odema dan
meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).
5) Dorong penggunaan teknik relaksasi : latihan nafas dalam, visualisasi,
pedoman, imajinasi.
Rasional : menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali perhatian
dan meningkatkan kemampuan koping.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami
infeksi.
Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan
infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah
infeksi.
Intervensi
1) Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.
Rasional : mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosocomial
2) Cuci tangan dengan cermat
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu.
3) Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptic
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
4) Observasi terhadap manifestasi klinis infeksi (demam, drainase, purulen)
Rasional : deteksi dini proses infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS HEMOROID

Ardi Nur Setiyono


NIM 1403009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2017
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan 30 Mei 2017 di Ruang Anggrek RS Pantiwilasa Citarum
Semarang secara autoanamnesa.

1. IDENTITAS
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 28 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tambakmulyo RT6/XIII Semarang
No RM : 577307
Tanggal masuk : 30 Mei 2017 Jam : 08 : 45 WIB
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat : Tambakmulyo RT6/XIII Semarang
Hubungan dengan klien : Istri
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh BAB bercampur / dilumuti darah.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke RS Pantiwilasa Citarum Semarang tanggal 30 Mei 2017 pukul 07.35 WIB dengan
keluhan BAB berdarah sudah 2 hari, + 3 kali BAB berdarah, BAB berdarah bila feses keras,
perdarahan terjadi karena adanya benjolan di anus, tidak terjadi perdarahan di daerah lain,
warna darah merah segar, klien merasakan badannya lemas, BAB tidak teratur dan susah, BAK
lancar.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien menderita hemoroid sudah + 1 tahun yang lalu tetapi tidak dilakukan tindakan operasi
sehingga sekarang kambuh kembali.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan keluarga
5. Genogram

Ket :

: Laki- Laki

: Perempuan

: Perkawinan

: KLien
C. REVIEW of SISTEM (ROS)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
Skala Koma Gaslgow : Verbal: 5 Motorik: 6 Mata: 4
TB/BB : 168/56
Tanda-Tanda Vital : 130/90 mmHg, RR 20x/menit, Spo2 97%, Suhu 36,7 °C
1. Sistem Pernafasan
Gejala (Subyektif)
a. Dispnea : klien mengatakan tidak ada sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Pernapasan : klien menagatakan pernah mengalami flu dan
demam
c. Pemajanan Terhadap Udara Berbahaya : -
d. Kebiasaan Merokok : klien mengatakan tidak merokok
e. Batuk :-
f. Sputum :-
g. Penggunaan Alat Bantu :-
h. Lain-Lain :-
Tanda (Obyektif)
a. Inspeksi
 Warna kulit : kulit sawo matang
 Clubbing finger : kurang dari 3 detik
 Dada : simetris :
 Frekuensi dan irama pernafasan : 20x/menit :
 Irama nafas : reguler
b. Palpasi
 Taktil fremitus : Normal
 Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : tidak ada suara tamabahan
2. Sistem kardiovaskuler
Gejala (Subyektif)
Klien mengatakan tidak ada nyeri dada.
Tanda (Obyektif)
a. Inspeksi
 Sklera : tidak ada ikterik
 Konjungtiva : tidak ananemis
 Ictus cordis : tidak tampak
b. Palpasi
 Ictus cordis : tidak tampak
 Capilary Refill : kurang dari 3 detik
c. Perkusi
 Bunyi perkusi jantung : Sonor
 Batas jantung : Normal
 Lain-lain :-
d. Auskultasi
 Bunyi jantung I, II : teratur
 Gallop : tidak ada
 Murmur/Bising Jantung : tidak ada
 Derajat murmur :-
 Lain-lain :-
3. Sistem Gastrointestinal
Data (Subyektif)
a. Diit biasa (tipe) : Jumlah makan per hari : 3x sehari
b. Pola diit : Makan terakhir : tidak teratur
c. Nafsu/selera makan : nafsu makan Mual muntah : tidak
d. Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri
e. Alergi makanan : alergi seafood
f. Masalah mengunyah/menelan : tidak ada
g. Pola BAB : 1x sehari
h. Kesulitan BAB: Konstipasi : ada
i. Penggunaan laksantif : tidak ada
j. BAB terakhir : sehari yang lalu
k. Riwayat perdarahan : pendarahan ketika BAB
l. Riwayat inkontinensia alvi : tidak ada
m. Riwayat hemoroid : ada hemoroid
n. Lain-lain :-
Tanda (Obyektif)
a. Kondisi mulut : mulut bersih
Mukosa mulut : mukosa mulut bersih
Lidah : -
b. Antropometri
Berat badan : 56
Tinggi badan : 168 cm
IMT : 56/1,682 = 19,85 (normal)
LILA :-
c. Inspeksi : Tidak ada kelainan pada mulut
d. Auskultasi
 Bising usus : 10 x/menit
 Pengkajian pristalti : Normal
e. Palpasi :
 Nyeri tekan, kuadran : Tidak ada nyeri tekan dan masa tambahan
 Edema : Tidak ada edema
 Tugor kulit : Cepat kembali
f. Perkusi : Thympani
g. Hemoroid : terdapat hemoroid
4. Sistem perkemihan
Gejala (subyektif)
a. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : klien punya gagal ginjal
b. Riwayat penggunaan diuretic : Tidak pernggunakan deuretic
c. Rasa nyeri/rasa terbakar saat kencing : Tidak ada rasa nyeri
d. Kesulitan BAK : Tidak ada kesulitan BAK
Tanda (Oyektif)
a. Pola BAK : Dorongan :Frekuensi:5-6x Sehari
Retensi : Tidak ada retensi urine
b. Perubahan kandung kemih : Tidak ada perubahan kandung kemih
Distensi kandung kemih : Tidak ada penekanan kandung kemih
c. Karakteristik urine :Warna: jernih Jumlah: 200 cc
Bau : khas urine
5. Sistem persyarafan
Gejala (subyektif)
a. Rasa ingin pingsan atau pusing : Tidak ada rasa pusing/ ingin pingsan
b. Kesemutan,/kebas/kelemahan : Tidak ada rasa kesemutan/kebas/kelemahan
c. Kesulitan menelan : Tidak ada kesulitan saat menelan
d. Gejala sisa stroke : Tidak memiliki riwayat stroke
e. Kejang : Tidak ada riwayat kejang
6. Sistem immune
Gejala (subyektif)
Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap
 Hepatitis B
 Polio
 Campak
7. Sistem reproduksi
Gejala (Subyektif)
a. Rabas penis :-
b. Gangguan prostat : -
c. Sukumsisi :-
d. Vasektomi :-
e. Melakukan pemeriksaan sendiri :-
f. Paudara/testis :-
g. Protoskopi :-
8. Sistem Muskuloskeletal
Gejala (Subyektif)
Riwayat cidera kecelakaan : tidak pernah
a. Fraktur/dislokasi : tidak ada fraktur
b. Atritis/sendi tak stabil : Tidak ada masalah persendian
c. Masalah punggung : Tidak mempunyai masalah punggung
d. Riwayat penggunaan kortikosteroid : Ridak ada riwayat penggunaan kortikosteroid
Tanda (Obyektif)
a. Kekuatan 5 5
5 5
b. Masa/tonus otot : Tidak ada masa/tonus otot
c. Tremor : Tidak memiliki riwayat tremor
d. Rentang gerak : Tidak ada masalah tentang pergerakan
e. Kelainan fungsi : Tidak ada kelainan fungsi otot
f. Infeksi : Tidak mempunyai riwayat infeksi
g. Pola aktivitas :
0 1 2 3 4
Kemampuan klien
Berpindah dari tempat tidur √
Berdiri √
Ambulasi √
Melakukan ADL √

Keterangan : 0 : Mandiri, 1: Alat bantu, 2 : Di bantu orang lain, 3:Dibantu oranng

lain dan alat, 4: Tergantung total.

9. System endokrin
Gejala (Subyektif)
a. Poliuria : Tidak ada poliuria
b. Polidipsia : Tidak ada polidipsia
c. Polifagia : Tidak ada polifagia
d. Susah tidur : Tidak ada gangguan tidur
e. Sering merasa lemah : Tidak ada rasa lemah
f. Gangguan pengelihatan (mata kabur) : tidak ada gangguan
g. Perubahan menstruasi : Tidak ada perubahaan pada menstruasi
h. Sering luka : Klien jarang luka
i. Riwayat penggunaan kortikosteroid jangka panjang : Tidak ada riwayat
penggunaan kortikosteroid jangka panjang
j. Riwayat penyakit keturunan dalam keluarga : Klien tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan
k. Riwayat trauma kepala : Tidak ada riwayat trauma kepala
l. Riwayat pengangkatan kelenjar tyroid : Tidak ada riwayat pengangkatan
kelenjar tiroid
Tanda (Obyektif)
a. Tubuh sangat pendek : Tubuhnya tidak pendek
b. Luka sulit sembuh : Tidak ada riwayat luka sulit sembuh
c. Peningkatan suhu tubuh : Suhu tubuh dalam batas normal 36,7 °C
d. Penurunan berat badan : Tidak ada penurunan berat badan
e. Tremor : Tidak ada riwayat tremor
f. Berjerawat banyak : tidak ada jerawat
10. System Integument
Gejala (Subyektif)
a. Riwayat gangguan kulit : Tidak ada riwayat gangguan kulit
b. Keluhan klien : Tidak ada keluhan klien tentang masalah kulit
Tanda (Obyektif)
a. Penampilan lesi kulit : Tidak ada lesi pada kulit
b. Abnormalisasi kuku : Kuku tampak normal
c. Abnormalitas Rambut : Distribusi rambut dalam rentang normal
d. Penyebaran/Kualitas rambut : kualitas rambut baik
e. Luka bakar (Derajat/persen): Tidak ada riwayat luka bakar

11. Sistem sensori


Gejala (subjektif) : Tidak ada gangguan persepsi sensori, pengelihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapannya masih berfungsi dengan baik.

12. Sistem Hematologi


Gejala (Subjektif)
a. Riwayat kesehatan keluarga (anemia, perdarahan) : Ibu mempunyai riwayat
anemia.
b. Riwayat kesehatan klien : Klien memiliki masalah kesehatan hemoroid
dimana kalau pasien BAB terkadang keluar darah.
Tanda (Obyektif)
a. Jenis golongan darah : AB
b. Tanda-tanda infeksi : Tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Perdarahan : ada perdarahan ketika BAB
d. Warna kulit : sawo matang
e. Dispneu : Klien sesak pada saat beraktifitas

D. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan labolatorium hematologi pada Tn. A tanggal 30 Mei 2017
Pemeriksaan labolatorium tanggal 30 april 2017
Pemeriksaan Hasil Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,5 13,2-17,3 g/dl
Hematokrit 41,7 40-52 %
Leukosit 5,7 3,8-10,6 10∧ 9/L
Trombosit 200 150-400 10∧ 9/L
CT - BT
Masa pembekuan/ CT 4:01 3-5 menit
Masa endarahan / BT 2:02 1-3 menit
KIMIA KLINIK
Gula darah sewaktu 70 <120 mg/dL

2. Terapi medikasi
Infus Rl 20 tpm
Injeksi cefobactam 1x 1 gr
Injeksi Ceftriaxone 1x 1 gr
E. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1 DS: Klien mengatakan Krisis situasional/ Ansietas/cemas
merasa khawatir sebelum maturasi: akan
operasi menghadapi operasi,
DO: Wajah klien tampak kondisi kritis,
tegang menghadapi persalinan,
kelahiran anaak BBLR

2 DS: nyeri secara verbal/ Agen-agen penyebab Nyeri akut

nonverbal setelah operasi cidera fisik operasi

DO:

P: post operasi hemorid

Q: seperti ditusuk tusuk

R: nyeri di bagian anus

S: 5 (sedang)

T: nyeri hilang timbul

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas/cemas berhubungan dengan Krisis situasional/ maturasi: akan menghadapi

operasi, kondisi kritis, menghadapi persalinan, kelahiran anaak BBLR ditandai

dengan Klien mengatakan merasa khawatir sebelum operasi, Wajah klien tampak

tegang.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cidera fisik oerasi di tandai

dengan nyeri secara verbal/ nonverbal setelah operasi

P: post operasi hemorid

Q: seperti ditusuk tusuk

R: nyeri di bagian anus


S: 5 (sedang)

T: nyeri hilang timbul

G. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Kep. NOC NIC Rasioal
1 Ansietas/ Cemas terkontrol 1. Pengurangan Kecemasan 1. Pasien tidak cemas lagi
Cemas Setelah dilakukan a. Identifikasi tingkat dan a. rasa takut yang
berhubungan asuhan faktor penyebab kecemasan. berlebihan atau terus-
dengan krisis keperawatan b. Bina hubungan saling menerus akan
situasional/ selama 3x24 jam: percaya. mengakibatkan reaksi
maturasi: akan 1. Pasien c. Bantu dan dampingi pasien stress yang berlebihan.
menghadapi melaporkan dapat untuk mengungkapkan b. hubungan kepercayaan
operasi, tidur dengan perasaan dan masalah yang antara pasien dan perawat
kondisi kritis, nyenyak dan dialami. meningkat
menghadapi merasa rileks. d. Tunjukan rasa empati, c. pasien lebih banyak
persalinan, 2. Pasien mempu kehangatan, rasa aman dan mengatakan keluhannya
kelehiran anak mempertahankan nyaman pada saat melakukan d. pasien merasa nyaman
BBLR ADL meskipun tindakan keperawatan. ketika dilakukan tindakan
ditandai ada kecemasan e. Ajarkan dan dorong pasien keperawatan
dengan pasien 3. Pasien mampu & keluarga untuk e. mengurangi perasaan
merasa menggunakan menggunakan tehnik
tegang dan rasa cemas.
khawatir dan koping yang distraksi dan relaksasi.
wajah pasien konstruktif. f. Berikan pengobatan untuk f. Ansietas dapat
tampak 4. Pasien mengurangi ansietas, sesuai
berkurang
tegang. menunjukkan program medis.
keterampilan 2. Peningkatan Koping 2. Pasien merasa nyaman
interaksi sosial a. Ajarkan koping konstruktif a. rasa cemas pasien dapat
yang efektif. pada pasien dan keluarga teralihkan
5. Pasien mampu tentang cara mengalihkan b. pasien dapat
mengungkapakan rasa cemas. melakukan aktivitas
perasaan negatif b. Berikan penguatan yang secara mandiri
secara tepat. positif saat pasien mampu c
melakukan aktivitas sehari-
hari.
c. Kolaborasi dg tim medis
untuk berikan informasi
faktual menyangkut
diagnosis, prognosis
pengobatan, perawatan,
prognosis penyakit dan
program terapi.
2 Nyeri Tingkat nyeri Manajemen nyeri a. Mengetahui
berhubungan terkontrol a. Kaji tingkat nyeri yang perkembangan hasil
dengan agen- Setelah dilakukan komprehensif: lokasi, durasi, prosedur
agen penyebab asuhan keerawatan karakteristik, frekuensi, b. Mengetahui tingkat
cedera fisik: 2x24 jam: intensitas, faktor pencetus, nyeri pada pasien
operasi 1. Melaporkan sesuai dengan usia dan c. Tingkat nyeri dapat
ditandai gejala nyeri tingkat perkembangan. menurun
dengan nyeri terkontrol
secara verbal/ 2. Melaporkan b. Monitor skala nyeri dan d. Lingkungan yang aman
nonverbal kenyamanan fisik observasi tanda non verbal dan nyaman juga
P: post operasi dan psikologis dari ketidaknyamanan.. meningkatkan rasa aman
3. Mengenali c. Kelola nyeri pasca operasi dan nyaman pada pasien
hemoroid faktor yang dengan pemberian analgesik e. menurunkan
menyebabkan tiap 4 jam, dan monitor ketegangan otot,
Q: seperti nyeri keefektifan tindakan memfokuskan kembali
4. Melaporkan mengontrol nyeri perhatian
ditusuk tusuk nyeri terkontrol d. kontrol faktor lingkungan f. menghindari faktor
(skala <4) dan dapat mepengaruhi faktor yang dapat
R: nyeri di 5. tidak respon klien tenhadap memperparah nyeri
menunjukkan ketidaknyamanan: suhu g. nyeri dapat berkurang
bagian anus respon nonverbal ruangan, cahaya, kegaduhan.
adanya nyeri e. Ajarkan tehnik non
S: 5 (sedang) 6. Menggunakan farmakologis kepada klien
terapi analgetik dan keluarga: relaksasi,
T: nyeri dan non analgetik distraksi, terapi musik, terapi
7. TTV dalam bermain, terapi aktivitas,
hilang timbul
rentang yang akupresure, kompres panas/
diharapkan dingin, massase, imajinasi
terbimbing (guided imagery),
hipnosis (hipnoterapy) dan
pengaturan posisi
f.Informasikan kepada klien
tentang prosetur yang dapat
meningkatkan nyeri: misal
klien cemas, kurang tidur,
posisi tidak rileks
g. Kolaborasi medis untuk
pemberian analgetik,
fisioterapis/ akupungturis.
H. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Kep Implementasi Tanda Tangan
1 Ansietas/ Cemas a. Mengobservasi KU dan TTV Ardi
berhubungan dengan b. Identifikasi tingkat dan faktor penyebab
krisis situasional/ kecemasan.
maturasi: akan c. Melibatkan keluarga untuk memberi
menghadapi operasi, dukungan
kondisi kritis, d. Ajarkan dan dorong pasien & keluarga
menghadapi untuk menggunakan tehnik distraksi dan
persalinan, kelehiran relaksasi untuk mengurangi tingkat
anak BBLR ditandai kecemasan.
dengan pasien merasa e. Berikan obat sesuai anjuran
khawatir dan wajah
pasien tampak tegang.
2 Nyeri berhubungan- a. Memberikan posisi yang nyaman Ardi
dengan agen-agen- b. Memberikan bantalan di bawah bokong
penyebab cedera saat duduk
fisik: operasi ditandai- c. Mengajarkan teknik untuk mengurangi
dengan nyeri secara rasa nyeri seperti relaksasi dan distraksi
verbal/ nonverbal - d. Mengobservasi tingkatan nyeri
P: post operasi- e. Berkolaborasi denngan tim medis untuk
hemoroid pemberian analgesik.
Q: seperti ditusuk
tusuk
R: nyeri di bagian
anus
S: 5 (sedang)
T: nyeri hilang timbul
I. EVALUASI
No Tanggal/jam Diagnosa Kep Evaluasi TTD
1 30 Mei 2017 Ansietas/ Cemas S : pasien tampak gelisah Ardi
10.30 WIB berhubungan O: wajah pasien tampak tegang
dengan krisis A: masalah belum teratasi
situasional/ P : lanjutkan intervensi
maturasi: akan Ajarkan dan dorong pasien &
menghadapi keluarga untuk menggunakan tehnik
operasi, kondisi distraksi dan relaksasi untuk
kritis, menghadapi mengurangi tingkat kecemasan.
persalinan,
kelehiran anak
BBLR ditandai
dengan pasien
merasa khawatir
dan wajah pasien
tampak tegang.
2 1 Juni 2017 Nyeri S : pasien mengatakan nyerinya jauh Ardi
berkurang
07.30 berhubungan
O: KU. CM, TD: 120/80 mmHg,
dengan agen-agen Nadi: 80x/menit, RR: 20x/menit,
Suhu: 36,6℃.
penyebab cedera
A: masalah teratasi sebagian
fisik: operasi P : memberi obat sesuai program
ditandai dengan
nyeri secara
verbal/ nonverbal
P: post operasi
hemoroid
Q: seperti ditusuk
tusuk
R: nyeri di bagian
anus
S: 5 (sedang)
T: nyeri hilang
timbul
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,Volume I.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, W. d. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Potter, P. A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Volume2. Jakarta:
EGC
Dermawan, T. R. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Carpenito, L. J. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Penerjemah Monica Ester.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai