HEMATOTHORAX
oleh
Agung Apriliyanto
NIM 2031800059
2. Etiologi
Hemotorax disebabkan karena adanya trauma dada, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Selain itu hemotorax dapat terjadi karena keganasan
neoplasma, rupture pembuluh darah akibat pebengkakan aorta, dan komplikasi
operasi. Trauma tumpul dapat menyebabkan hemotorax karena tulang iga yang
mengalami fraktur dapat melukai paru-paru. Ketika terjadi fraktur iga, serpihan
tulang iga maupun patahan tulang iga yang msih ada di rongga dada dapat
mencederai paru-paru. Biasanya cedera ini mengenai alveolus. Alveolus sendiri
adalah struktur yang banyak dikelilingis oleh pembuluh darah. Pembuluh darah
ini akan pecah setelah trauma. Pembuluh darah yang pecah ini akan menyababkan
perdarahan. Darah yang keluar dari pembuluh akan berkumpul di rongga pleura.
Suatu keberadaan darah dalam pleura dapat diklasifikasikan sebagai hemotorax
apabila volume darah minimal 300-500 ml (Pooler,2009).
3. Klasifikasi
Hemotorax dibagi menjadi tiga kategori menurut Pooler (2009) yaitu :
a. Hemotorax Kecil, Apabila volume kurang dari 300-500 ml, biasanya dalam
keadaan ini darah mampu diabsorbsi oleh paru-paru dari rongga plura. Proses ini
akan memakan waktu 10-14 hari sampai pleura bersih dari darah tanpa
menimbulkan komplikasi.
b. Hemotorax moderate, Apabila volume darah melebihi 500-100 ml. Darah
akan mengisi sepertiga dari rongga pleura maka akan menimbulkan gejala
penekanan paru-paru dan kehilangan darah di intravaskuler.
c. Hemotorax besar (large hemotorax), apabila volume darah dalam rongga
pleura lebih dari 1000 ml. Pada hemotorax besar, darah akan mengisi setengah
atau lebih rongga pleura. Keadaan ini terjadi apabila terjadi perdarahan pada
pembuluh darah bertekanan tinggi. Hemotorax besar membutuhkan
penanganan drainase sesegera mungkin, bahkan apabila drainasi tidak efektif
untuk mengeluarkan darah maka dibutuhkan tindakan operasi bedah
(Pooler,2009).
d. Hemotorax Masif, akumulasi darah dalam rongga pleura dengan volume lebih
dari 1500 ml (Caroline & Eling,2010). Darah yang hilang mencapai 25%-30% dari
total darah yang mengalir ke paru-paru. Sehingga pasien yang mengalaminya
akan mengalami syok berat. Paru-paru dapat menampung darah kurang lebih
3000 ml, sehingga pada keadaan hemotorax masif rongga dada hampir dipenuhi
oleh darah (Caroline & Eling,2010).
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri dada,
pasien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi, hipotensi,
pucat, dingin, dan takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok
(Boston Medical Centre, 2014)
a. Respon Hemodinamik
Ketika terjadi perdarahan dan volume darah masuk ke rongga pleura, maka
volume darah dalam pebuluh darah akan berkurang, sehingga terjadi syok
hipovolemik. Syok hipovolemik akan menyebabkan berbagai macam manifestasi
klinis. Syok hipovolemik akan menyebabkan berkurangnya tekanan nadi, karena
darah yang di pompa oleh jantung sedikit. Selain itu syok hipovolemik akan
menyebabkan darah sebagai pembawa oksigen akan berkurang. Sehingga, tubuh
akan kekurangan oksigen, untuk kompensasi hal ini jantung akan memompa darah
dengan cepat (trakikardi) dan mempercepat pernafasan (trakipnea). Akumulasi
darah dalam rongga pleura pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada
jantung. Apabila jantung tertekan maka darah akan sulit memasuki ruangan
atrium jantung. Sehingga akan terjadi pengumpulan darah di area vena kava.
Selain darah kesulitan untuk memasuki rongga jantung, jantung juga akan
kesulitan dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya kardiak output
jantung akan menurun. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan
oksigen karena ada gangguan dalam proses distribusi oksigen ke seluruh tubuh.
b. Respon Respirasi
Akumulasi darah dalam rongga pleura akan menekan paru-paru sehingga
dapat menyebabkan paru-paru kolaps. Kolapsnya paru-paru dapat menyebabkan
gangguan oksigenasi. Paru-paru gagal mengembang dan kolap sehingga
menyebabkan udara tidak bisa masuk ke dalam paru-paru. Nafas penderita akan
mengalami dyspnea di mana nafas lambat dan dangkal. Respon lain adalah ketika
darah yang memenuhi rongga pleura biasanya berasal dari jaringan parenkim paru
(alveolus). Apabila kapiler darah alveolus megeluarkan darahnya ke rongga pleura
maka akan terjadi gangguan pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh kapiler
paru. Akibatnya fungsi perfusi paru akan terganggu karena alveolus tidak bisa
melakukan pertukaran gas dengan kapiler.
5. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang
ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi,
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang lebih berat
menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung
kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi
ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah satu
penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh
darah.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Perubahan hemodinamik bervariasi,
tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan
darah hingga 750 mL pada seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan
perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu
yang sama akan menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura
dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara
ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan
gejala efusi pleura berdarah. Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap
selanjutnya dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani
dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Mancini,
2015)
6. Pathway/WOC
Peningkatan produksi
MK: Pola Nafas Tidak Terpasang bullow sekret dan penurunan
Efektif drainase/WSD kemampua batuk efektif
MK: Gangguan
Mobilitas Fisik
7. Pencegahan
Perlunya menghindari suatu hal yang menyebabkan terjadinya trauma tumpul
dan trauma tajam pada dada, memakai sabuk pengaman saat berkendara.
8. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan hemothorax dapat dibagi menjadi dua yaitu tata laksana awal
menggunakan kateter interkostal dan tata laksana lanjutan yang dapat berupa
medikamentosa ataupun pembedahan sesuai indikasi.
a. Tujuan dari tata laksana awal pada pasien hemothorax bertujuan untuk
menstabilisasi kardiopulmonal serta mengevakuasi darah dari pleura.
Tehnik yang digunakan kateter intercostal. Kateter interkostal dimasukan
ke dalam rongga pleura untuk mendrainase darah, udara, pus maupun
cairan lainnya. Ukuran tabung yang biasa digunakan adalah 36 F, namun
beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara ukuran 28-32F dengan 36-40F pada trauma thorax.
b. Terapi medikamentosa dapat berupa pemberian antibiotik profilaksis dan
fibrinolitik intrapleural.
9. Pengkajian Keperawatan
a. Airway
1) Look ( apakah ada obstruksi jalan nafas, obstruksinya berupa sekret, benda
asing, darah )
2) Listen (Mendengarkan suara jalan nafas, gurgling, snoring, crowing)
3) Feel ( merasakan hembuhan nafas keluar lewat hidung, mulut)
4) Adanya deviasi trakhea
b. Breathing
3) Feel (Meraba)
Adanya krepitasi, nyeri tekan, perkusinya sonor atau hipersonor
c. Circulation
1) Nadi meningkat, irama tidak teratur.
2) Adanya perdarahan pada kepala, dada
3) Perfusi/CRT > 2 detik
4) Sianosis
5) Tekanan darah turun
6) Suara jantung S1 S2 normal
d. Disability
1) Kesadaran composmentis
2) GCS 456
3) Pupil isokor
4) Lateralisasi
e. Exposure
1) Adanya jejas di dada
2) Adanya nyeri.
3) Saturasi turun
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) AGD; menentukan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah;
hipoksia atau hiperkapnia
2) Hemoglobin/hemotokrit; jika hasil menurun menunjukan kehilangan darah
3) X-ray dada; mengevaluasi organ atau struktur dada; merupakan pilihan
utama ketika klien mengalami trauma dada oleh benda tumpul.
4) CT toraks; lebih sensitif dibandingkan x-ray dalam mendeteksi cedera
dada, memar di paru-paru, hemotoraks, dan pneumotoraks.
5) Toraks ultrasound; membantu menentukan kelainan pada dada.
6) Toraksentesi; dilakukan untuk meringankan tekanan intratoraks karena
akumulasi cairan dalam rongga pleura, adanya darah atau cairan serosa
menunjukan hemotoraks.
10. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Pola nafas tidak efektif b.d sindrome hipoventilasi (D.0005)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001)
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
d. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)
e. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (0142)
Albanese, C.T., dan J.T Anderson et al., 2006. Current Surgery Diagnosis and
Treatment. Mc Graww Hill Companies.
Black, J.m., Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier
Brunicardi, F.C., dan D.K Andersen. 2007. Schwartz Principle’s of Surgery. 8th
Ed. Mc Graww Hill Companies.
Bulechek, Gloria M. et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th ed.
Elsevier Mosby.
Caroline, Nancy, Eling, Bob. (2011). Caroline’s Emergency Care in the Street.
London: Jones and Barlett Publisher
Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th ed.
Elsevier Mosby.
A. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 2 Maret 2022
Tanggal Pengkajian : 2 Maret 2022
I. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wringin 01/07 Bondowoso
Diagnosa Medis : close fraktur costae 5, Hematothorax
No. RM : 0375166
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Wringin 01/07 Bondowoso
Hub. Dengan Klien : Orang Tua
a. PRIMARY SURVEY
CIRCULATION
Nadi : Teraba Tidak teraba
Nadi : 120 x/Menit, Irama nadi : Teratur Tidak teratur
Perdarahan : Ada Tidak ada, tempat perdarahan :
Perfusi / CRT : > 2 dtk
Sianosis : Ya Tidak
Tekanan Darah : 80/70 mmHg
Suara Jantung : S1S2 tunggal
AIRWAY
Look ( Melihat obstruksi jalan nafas )
Obstruksi jalan nafas : Ada Tidak ada
Jika ada berupa :
Sekret Darah Benda asing Lidah jatuh ke belakang
Listen ( Mendengarkan suara jalan nafas )
Gurgling Snoring Crowing Tidak ada
Feel ( Meraba )
Hembusan udara : Hidung Mulut
Deviasi trakhea : ada
BREATHING
Look (Lihat pergerakan dada)
Pengembangan dada : Simetris, tidak simetris
Sesak nafas Retraksi intercosta Cuping hidung Distensi vena leher
Jejas di dada Luka terbuka di dada
Listen ( Mendengarkan suara pernafasan )
Vesikuler Bronkhovesikuler Bronkhial Trakheal
Whezzing Ronchi Krekles Stridor
Feel ( Meraba )
Krepitasi Nyeri tekan
Perkusi : Sonor, hipersonor, dulness
DISABILITY
Kesadaran : Alert Verbal respon Pain respon Unresponsible
Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolent Sopor Coma
GCS : 456
Mata : 4 , Motorik : 5 , Verbal : 6
Pupil : Isokor Miosis Pin Medriasis,
reaksi terhadap cahaya : Ya
Papil edema : Ada Tidak ada
Lateralisasi : ya, tidak
EXPOSURE
Jejas : ada, tidak ada, tempat jejas : dada kanan
Lesi : ada, tidak ada, tempat lesi : -
Kelainan bentuk : ada
Nyeri : nyeri saat dada dipegang
Folley cateter
Memakai
Gastric tube
Tidak memakai
Heart monitoring dan oxymetri
SPO2 : 80%
b. SECUNDERY SURVEY
Keadaan Umum
Tekanan Darah : 80/60 mmhg
Nadi : 120 x/mnt
RR : 30 x/mnt
Suhu : 37,5 oC
Anamnesa
Klien mengatakan tadi pagi dadanya menghantam stir sepeda motor saat
sepedanya menabrak pohon
Keluhan
P : Klien merasa kesakitan dan dadanya sesak
Q : sesak seperti diberi beban.
nyerinya seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dan sesak pada dada
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dan sesak semakin bertambah saat berjalan
Obat-obatan
Novalgin, Cefetaxime, Metoclopramide
Makanan
Tidak ada alergi makanan.
Penyakit penyerta
-
Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan, obat dan lain-lain
Kejadian
Tadi pagi sekitar jam 05.00 Klien mengalami kecelakaan sepeda saat mau pergi
ke pasar. Klien langsung dibawa ke IGD RSU dr. H. koesnadi Bondowoso.
Punggung
Jejas : tidak ada
Pembengkakan : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur : tidak ada
c. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
1. WBC : 53.740
2. HGB : 9,9
3. PLT : 304.000
4. Glukosa : 120
5. OT/PT : 49/19
6. Kreatinin : 1,77
7. Urea : 106
8. Rapid test : non reaktif
Pemeriksaan EKG
-
Pemeriksaan CTScan/MRI
-
Pemeriksaan Foto Thorax
Adanya gambaran tumpul pada kostofrenikus, fr. costae 5
Pemeriksaan yang lain
-
Therapy
Novalgin, Cefotaxime, Metoclopramide
ANALISA DATA
hasil: nyeri
Diagnosa Keperawatan 1 : Pola nafas tidak efektif b.d sindrome hipoventilasi (D.0005)
Hari/Tanggal : Rabu/2 Maret 2022
Jam Implementasi Paraf Evaluasi
09.00 Melakukan pengkajian Jam 12.00
Memonitor pola nafas S:
tambahan berkurang