Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATOTHORAX

oleh
Agung Apriliyanto
NIM 2031800059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS NURUL JADID PAITON - PROBOLINGGO
2022
1. Definisi
Hemotorax adalah keadaan dimana kavitas paru-paru terisi oleh darah. Akumulasi
darah dalam dada, atau hemothoraks adalah masalah yang relative umum, paling
sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau dinding dada. (Bararah, 2013)
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi pada rongga
pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi
terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh
lapisan pleura. (Muttaqin, 2012)
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah
tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar.
Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit minimal
50% diperlukan untuk membedakan hemothorax dari perdarahan efusi pleura,
kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap perbedaan spesifik (Mancini, 2015)

2. Etiologi
Hemotorax disebabkan karena adanya trauma dada, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Selain itu hemotorax dapat terjadi karena keganasan
neoplasma, rupture pembuluh darah akibat pebengkakan aorta, dan komplikasi
operasi. Trauma tumpul dapat menyebabkan hemotorax karena tulang iga yang
mengalami fraktur dapat melukai paru-paru. Ketika terjadi fraktur iga, serpihan
tulang iga maupun patahan tulang iga yang msih ada di rongga dada dapat
mencederai paru-paru. Biasanya cedera ini mengenai alveolus. Alveolus sendiri
adalah struktur yang banyak dikelilingis oleh pembuluh darah. Pembuluh darah
ini akan pecah setelah trauma. Pembuluh darah yang pecah ini akan menyababkan
perdarahan. Darah yang keluar dari pembuluh akan berkumpul di rongga pleura.
Suatu keberadaan darah dalam pleura dapat diklasifikasikan sebagai hemotorax
apabila volume darah minimal 300-500 ml (Pooler,2009).

3. Klasifikasi
Hemotorax dibagi menjadi tiga kategori menurut Pooler (2009) yaitu :
a. Hemotorax Kecil, Apabila volume kurang dari 300-500 ml, biasanya dalam
keadaan ini darah mampu diabsorbsi oleh paru-paru dari rongga plura. Proses ini
akan memakan waktu 10-14 hari sampai pleura bersih dari darah tanpa
menimbulkan komplikasi.
b. Hemotorax moderate, Apabila volume darah melebihi 500-100 ml. Darah
akan mengisi sepertiga dari rongga pleura maka akan menimbulkan gejala
penekanan paru-paru dan kehilangan darah di intravaskuler.
c. Hemotorax besar (large hemotorax), apabila volume darah dalam rongga
pleura lebih dari 1000 ml. Pada hemotorax besar, darah akan mengisi setengah
atau lebih rongga pleura. Keadaan ini terjadi apabila terjadi perdarahan pada
pembuluh darah bertekanan tinggi. Hemotorax besar membutuhkan
penanganan drainase sesegera mungkin, bahkan apabila drainasi tidak efektif
untuk mengeluarkan darah maka dibutuhkan tindakan operasi bedah
(Pooler,2009).
d. Hemotorax Masif, akumulasi darah dalam rongga pleura dengan volume lebih
dari 1500 ml (Caroline & Eling,2010). Darah yang hilang mencapai 25%-30% dari
total darah yang mengalir ke paru-paru. Sehingga pasien yang mengalaminya
akan mengalami syok berat. Paru-paru dapat menampung darah kurang lebih
3000 ml, sehingga pada keadaan hemotorax masif rongga dada hampir dipenuhi
oleh darah (Caroline & Eling,2010).

4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri dada,
pasien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi, hipotensi,
pucat, dingin, dan takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok
(Boston Medical Centre, 2014)
a. Respon Hemodinamik
Ketika terjadi perdarahan dan volume darah masuk ke rongga pleura, maka
volume darah dalam pebuluh darah akan berkurang, sehingga terjadi syok
hipovolemik. Syok hipovolemik akan menyebabkan berbagai macam manifestasi
klinis. Syok hipovolemik akan menyebabkan berkurangnya tekanan nadi, karena
darah yang di pompa oleh jantung sedikit. Selain itu syok hipovolemik akan
menyebabkan darah sebagai pembawa oksigen akan berkurang. Sehingga, tubuh
akan kekurangan oksigen, untuk kompensasi hal ini jantung akan memompa darah
dengan cepat (trakikardi) dan mempercepat pernafasan (trakipnea). Akumulasi
darah dalam rongga pleura pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada
jantung. Apabila jantung tertekan maka darah akan sulit memasuki ruangan
atrium jantung. Sehingga akan terjadi pengumpulan darah di area vena kava.
Selain darah kesulitan untuk memasuki rongga jantung, jantung juga akan
kesulitan dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya kardiak output
jantung akan menurun. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan
oksigen karena ada gangguan dalam proses distribusi oksigen ke seluruh tubuh.
b. Respon Respirasi
Akumulasi darah dalam rongga pleura akan menekan paru-paru sehingga
dapat menyebabkan paru-paru kolaps. Kolapsnya paru-paru dapat menyebabkan
gangguan oksigenasi. Paru-paru gagal mengembang dan kolap sehingga
menyebabkan udara tidak bisa masuk ke dalam paru-paru. Nafas penderita akan
mengalami dyspnea di mana nafas lambat dan dangkal. Respon lain adalah ketika
darah yang memenuhi rongga pleura biasanya berasal dari jaringan parenkim paru
(alveolus). Apabila kapiler darah alveolus megeluarkan darahnya ke rongga pleura
maka akan terjadi gangguan pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh kapiler
paru. Akibatnya fungsi perfusi paru akan terganggu karena alveolus tidak bisa
melakukan pertukaran gas dengan kapiler.

5. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang
ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi,
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang lebih berat
menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung
kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi
ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah satu
penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh
darah.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Perubahan hemodinamik bervariasi,
tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan
darah hingga 750 mL pada seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan
perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu
yang sama akan menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah.

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk


terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah. Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan
paru dan jantung yang mendasari.

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax


berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan
respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama. Darah yang
masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan struktur
intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah
sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian
perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura
dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara
ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan
gejala efusi pleura berdarah. Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap
selanjutnya dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani
dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Mancini,
2015)
6. Pathway/WOC

Trauma pada Thorax

Perdarahan jaringan Cidera jaringan lunak,


interstitium, perdarahan intra cidera/hilangnya
alveolar, kolaps arteri dan kontinuitas struktur tulang
arteri-arteri kecil, hingga
tahanan perifer pembuluh
darah paru meningkat Adanya luka pasca trauma,
pergerakan fragmen tulang

Reabsorbsi darah oleh pleura


tidak memadai/tidak optimal MK: Nyeri Port de entry
Akut Mikroorganisme

Akumulasi darah di pleura


MK: Risiko MK: Risiko
Perdarahan Infeksi
Gangguan ventilasi:
Pengembangan paru tidak
optimal, gangguan difusi,
distribusi, dan transportasi Edema
oksigen trakheal/faringeal

Peningkatan produksi
MK: Pola Nafas Tidak Terpasang bullow sekret dan penurunan
Efektif drainase/WSD kemampua batuk efektif

Risiko tinggi trauma MK: Bersihan Jalan


Nafas Tidak Efektif
Aktivitas Port de
terbatas entry
MK: Nyeri Akut MK: Risiko
kuman
Infeksi

MK: Gangguan
Mobilitas Fisik
7. Pencegahan
Perlunya menghindari suatu hal yang menyebabkan terjadinya trauma tumpul
dan trauma tajam pada dada, memakai sabuk pengaman saat berkendara.

8. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan hemothorax dapat dibagi menjadi dua yaitu tata laksana awal
menggunakan kateter interkostal dan tata laksana lanjutan yang dapat berupa
medikamentosa ataupun pembedahan sesuai indikasi.
a. Tujuan dari tata laksana awal pada pasien hemothorax bertujuan untuk
menstabilisasi kardiopulmonal serta mengevakuasi darah dari pleura.
Tehnik yang digunakan kateter intercostal. Kateter interkostal dimasukan
ke dalam rongga pleura untuk mendrainase darah, udara, pus maupun
cairan lainnya. Ukuran tabung yang biasa digunakan adalah 36 F, namun
beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara ukuran 28-32F dengan 36-40F pada trauma thorax.
b. Terapi medikamentosa dapat berupa pemberian antibiotik profilaksis dan
fibrinolitik intrapleural.

9. Pengkajian Keperawatan

a. Airway

1) Look ( apakah ada obstruksi jalan nafas, obstruksinya berupa sekret, benda
asing, darah )
2) Listen (Mendengarkan suara jalan nafas, gurgling, snoring, crowing)
3) Feel ( merasakan hembuhan nafas keluar lewat hidung, mulut)
4) Adanya deviasi trakhea

b. Breathing

1) Look (Melihat pergerakan dada)


a. Simetris atau tidak
b. Apakah sesak, adanya retraksi intercostal, cuping hidung dan distensi
vena leher
c. Adanya jejas di dada
2) Listen (Mendengarkan suara pernafasan)
Apakah vesikuler, bronkovesikuler, wheezing, ronkhi, stridor.

3) Feel (Meraba)
Adanya krepitasi, nyeri tekan, perkusinya sonor atau hipersonor

c. Circulation
1) Nadi meningkat, irama tidak teratur.
2) Adanya perdarahan pada kepala, dada
3) Perfusi/CRT > 2 detik
4) Sianosis
5) Tekanan darah turun
6) Suara jantung S1 S2 normal

d. Disability
1) Kesadaran composmentis
2) GCS 456
3) Pupil isokor
4) Lateralisasi

e. Exposure
1) Adanya jejas di dada
2) Adanya nyeri.
3) Saturasi turun

f. Pemeriksaan Diagnostik
1) AGD; menentukan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah;
hipoksia atau hiperkapnia
2) Hemoglobin/hemotokrit; jika hasil menurun menunjukan kehilangan darah
3) X-ray dada; mengevaluasi organ atau struktur dada; merupakan pilihan
utama ketika klien mengalami trauma dada oleh benda tumpul.
4) CT toraks; lebih sensitif dibandingkan x-ray dalam mendeteksi cedera
dada, memar di paru-paru, hemotoraks, dan pneumotoraks.
5) Toraks ultrasound; membantu menentukan kelainan pada dada.
6) Toraksentesi; dilakukan untuk meringankan tekanan intratoraks karena
akumulasi cairan dalam rongga pleura, adanya darah atau cairan serosa
menunjukan hemotoraks.
10. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Pola nafas tidak efektif b.d sindrome hipoventilasi (D.0005)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001)
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
d. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)
e. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (0142)

11. Rencana Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif b.d sindrome hipoventilasi (D.0005)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001)
Luaran: Pola nafas membaik (L.01004)
Bersihan jalan nafas meningkat (L.01001)
 Kapasitas vital meningkat
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu nafas menurun
 Frekuensi nafas membaik
Intervensi Keperawatan
 Monitor pola nafas
 Monitor sputum
 Monitor bunyi nafas tambahan
 Posisikan semi fowler
 Berikan oksigen
 Kolaborasi tindakan invasif WSD
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
Intervensi Keperawatan
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
d. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)
Luaran: Mobilitas fisik meningkat (L.05042)
 Nyeri menurun
 Cemas menurun
Intervensi Keperawatan
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah efektif digunakan.

e. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (0142)


Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)
 Demam menurun
 Kemerahan menurun
 Kadar sel darah putih membaik
Intervenasi Keperawatan
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Pertahankan tehnik aseptik
DAFTAR PUSTAKA

Albanese, C.T., dan J.T Anderson et al., 2006. Current Surgery Diagnosis and
Treatment. Mc Graww Hill Companies.

Alizadeh, A. H. M.. 2017. Cholangitis: Diagnosis, Treatment and Prognosis


Journal of Clinical and Translational Hepatology. Vol. 5 | 404–413.

Black, J.m., Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier

Brunicardi, F.C., dan D.K Andersen. 2007. Schwartz Principle’s of Surgery. 8th
Ed. Mc Graww Hill Companies.

Bulechek, Gloria M. et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th ed.
Elsevier Mosby.

Caroline, Nancy, Eling, Bob. (2011). Caroline’s Emergency Care in the Street.
London: Jones and Barlett Publisher

Herdman, T.H. dan Kamitsuru, S. 2018. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2018–2020. 10nd ed. Oxford:
Wiley Blackwell.

Jones, Riyad Karmy, et.all.(2005).Thoracic Trauma and Critical Care.


Massacushet: Kluwer Academic Publisher.

Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th ed.
Elsevier Mosby.

Pooler, Charlotte. (2009). Porth Pathophysiology: Concept of Altered Healt State.


Philladhelphia: Lippincott Willian & Wilkins

Townsend, C.M., dan R.D Beauchamp. 2004. Sabiston Textbook of Surgery,


Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th Ed. Elsevier-
Saunders
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Agung Apriliyanto

Tempat Pengkajian : IGD RSU dr. H Koesnadi Bondowoso


Tanggal Pengkajian : 2 Maret 2022

A. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 2 Maret 2022
Tanggal Pengkajian : 2 Maret 2022
I. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wringin 01/07 Bondowoso
Diagnosa Medis : close fraktur costae 5, Hematothorax
No. RM : 0375166
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Wringin 01/07 Bondowoso
Hub. Dengan Klien : Orang Tua

a. PRIMARY SURVEY
 CIRCULATION
Nadi : Teraba Tidak teraba
Nadi : 120 x/Menit, Irama nadi : Teratur Tidak teratur
Perdarahan : Ada Tidak ada, tempat perdarahan :
Perfusi / CRT : > 2 dtk
Sianosis : Ya Tidak
Tekanan Darah : 80/70 mmHg
Suara Jantung : S1S2 tunggal

 AIRWAY
Look ( Melihat obstruksi jalan nafas )
Obstruksi jalan nafas : Ada Tidak ada
Jika ada berupa :
Sekret Darah Benda asing Lidah jatuh ke belakang
Listen ( Mendengarkan suara jalan nafas )
Gurgling Snoring Crowing Tidak ada
Feel ( Meraba )
Hembusan udara : Hidung Mulut
Deviasi trakhea : ada
 BREATHING
Look (Lihat pergerakan dada)
Pengembangan dada : Simetris, tidak simetris
Sesak nafas Retraksi intercosta Cuping hidung Distensi vena leher
Jejas di dada Luka terbuka di dada
Listen ( Mendengarkan suara pernafasan )
Vesikuler Bronkhovesikuler Bronkhial Trakheal
Whezzing Ronchi Krekles Stridor
Feel ( Meraba )
Krepitasi Nyeri tekan
Perkusi : Sonor, hipersonor, dulness
 DISABILITY
Kesadaran : Alert Verbal respon Pain respon Unresponsible
Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolent Sopor Coma
GCS : 456
Mata : 4 , Motorik : 5 , Verbal : 6
Pupil : Isokor Miosis Pin Medriasis,
reaksi terhadap cahaya : Ya
Papil edema : Ada Tidak ada
Lateralisasi : ya, tidak
 EXPOSURE
Jejas : ada, tidak ada, tempat jejas : dada kanan
Lesi : ada, tidak ada, tempat lesi : -
Kelainan bentuk : ada
Nyeri : nyeri saat dada dipegang
 Folley cateter
Memakai
 Gastric tube
Tidak memakai
 Heart monitoring dan oxymetri
SPO2 : 80%
b. SECUNDERY SURVEY
 Keadaan Umum
Tekanan Darah : 80/60 mmhg
Nadi : 120 x/mnt
RR : 30 x/mnt
Suhu : 37,5 oC
 Anamnesa
Klien mengatakan tadi pagi dadanya menghantam stir sepeda motor saat
sepedanya menabrak pohon
 Keluhan
P : Klien merasa kesakitan dan dadanya sesak
Q : sesak seperti diberi beban.
nyerinya seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dan sesak pada dada
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dan sesak semakin bertambah saat berjalan
 Obat-obatan
Novalgin, Cefetaxime, Metoclopramide
 Makanan
Tidak ada alergi makanan.
 Penyakit penyerta
-
 Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan, obat dan lain-lain
 Kejadian
Tadi pagi sekitar jam 05.00 Klien mengalami kecelakaan sepeda saat mau pergi
ke pasar. Klien langsung dibawa ke IGD RSU dr. H. koesnadi Bondowoso.

 Tubes and finger in every orifice


Lubang hidung :-
Lubang telinga :-
Lubang anus :-
Lubang vagina :-
 Pemeriksaan kulit kepala
Inspeksi :
 Laserasi : tidak ada
 Kontusio : tidak ada
 Luka termal : tidak ada
 Perdarahan : tidak ada
Palpasi :
 Nyeri tekan : tidak ada
 Fraktur : tidak ada
 Wajah
Wajah klien tampak meringis, klien tampak sering memegang dadanya dan
tersengal-sengal
 Mata
Inspeksi :
 Cornea : Kornea bersih dan transparan
 Pupil : Ukuran pupil sama, reaksi terhadap cahaya, dan akomodasi pada
pupil masing-masing mata
 Sklera : Sklera mata tampak memerah.
 Lainnya : Terdapat kantong mata.
 Hidung
 Pembengkakan : Tidak ada
 Krepitasi / fraktur : Tidak ada
 Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada
 Zygoma
 Pembengkakan : Tidak ada
 Krepitasi / fraktur : Tidak ada
 Telinga
 Keutuhan membrantimpani : baik
 Hemotimpanium : tidak ada
 Tanda batle sign : tidak ada, GCS : 15 (Sadar penuh)
 Rahang atas
 Stabilitas rahang : normal
 Krepitasi / fraktur : tidak ada
 Pembengkakan : tidak ada
 Deformitas : tidak ada
 Rahang bawah
 Stabilitas rahang : normal
 Krepitasi / fraktur : tidak ada
 Pembengkakan : tidak ada
 Deformitas : tidak ada
 Vertebra servikalis / Leher
Inspeksi
 Jejas : tidak ada
 Deviasi trakhea : tidak ada penyimpangan trakhea
 Pemakaian otot pernafasan tambahan : tidak ada
Palpasi
 Nyeri tekan : tidak ada
 Deformitas : tidak ada
 Pembengkakan : tidak ada
 Torak
 Jejas : ada, dada kanan
 Luka terbuka : tidak ada
 Nyeri tekan : ada
 Krepitasi : ada
 Paru-paru
 Inspeksi : Bentuk dada kiri kanan simetris, pergerakan dada tidak simetris,
menggunakan otot bantu nafas.
 Palpasi : Vokal fremitus tidak sejajar antara kanan kiri, ada nyeri
tekan, ada krepitasi
 Perkusi : Suara hipersonor
 Auskultasi : suara pernafasan trakheal
 Jantung
 Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : lebar ictus cordis yang teraba 1cm
 Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
 Auskultasi : S1 S2 tunggal
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk datar, tidak ada lesi
 Auskultasi : Peristaltik usus 12x/mnt
 Perkusi : Bunyi timpani
 Palpasi : Ada nyeri tekan
 Pelvis
 Kestabilan posisi : normal
 Jejas : tidak ada
 Nyeri tekan : tidak ada
 Pembengkakan : tidak ada
 Krepitasi / fraktur : tidak ada
 Deformitas : tidak ada
 Ekstremitas
Inspeksi :
 Laserasi : tidak ada
 Perdarahan : luka pada paha kanan
 Pembengkakan : ada, pada paha kanan
 Deformitas : tidak ada
Palpasi :
 Nyeri tekan : ada
 Krepitasi : tidak ada
 Kekuatan otot :5 5
5 5

 Punggung
 Jejas : tidak ada
 Pembengkakan : tidak ada
 Deformitas : tidak ada
 Nyeri tekan : tidak ada
 Fraktur : tidak ada
c. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan Laboratorium
1. WBC : 53.740
2. HGB : 9,9
3. PLT : 304.000
4. Glukosa : 120
5. OT/PT : 49/19
6. Kreatinin : 1,77
7. Urea : 106
8. Rapid test : non reaktif
 Pemeriksaan EKG
-
 Pemeriksaan CTScan/MRI
-
 Pemeriksaan Foto Thorax
Adanya gambaran tumpul pada kostofrenikus, fr. costae 5
 Pemeriksaan yang lain
-
 Therapy
Novalgin, Cefotaxime, Metoclopramide
ANALISA DATA

Nama Pasien :  Tn. S                                          No.Reg :  0375166


Usia :  35 tahun                                      Tanggal : 2 Maret 2022
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Klien mengatakan saat Sindrome hipoventilasi Pola nafas tidak
bernafas dada terasa sesak efektif
Do:
- k/u lemah
- TD : 80/70 mmhg
- N : 120 x/mnt
- RR: 30 x/mnt
- S : 37,5 oC
- SpO2 80
- Klien tampak memegang
dadanya
- Deviasi trakhea (+)
- Pengembangan dada tidak
simetris
- Retraksi intercoctae (+)
- Pernafasan cuping hidung
(+)
- Adanya jejas di dada
- Adanya krepitasi dan nyeri
tekan
- Suara perkusi hipersonor
- Pada pemeriksaan foto
throax, tampak gambaran
tumpul pada kostofrenikus,
fraktur costae 5

2. Agen pencedera fisik Nyeri akut


Ds: Klien mengatakan dada
kanan terasa nyeri, terutama saat
menarik nafas

- Do: k/u lemah


- TD : 80/70 mmhg
- N : 120 x/mnt
- RR: 30 x/mnt
- S : 37,5 oC
- Adanya jejas didada kanan
- Klien tampak memegang
dadanya
DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Muncul Teratasi TTD


1 Pola nafas tidak efektif b.d 2 Maret 2022
sindrome hipoventilasi (D.0005)
2 Nyeri akut b.d agen pencedera 2 Maret 2022
fisik (D.0077)
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S                                                     No.Reg : 0375166


Usia : 35 tahun                                                Tanggal : 2 Maret 2022
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan  Monitor pola nafas
efektif b.d sindrome keperawatan 1 x 3 jam pola  Monitor sputum
hipoventilasi nafas membaik (L.01004)  Monitor bunyi nafas tambahan
(D.0005) dengan kriteria hasil :  Posisikan semi fowler
 Kapasitas vital  Berikan oksigen
meningkat
 Kolaborasi tindakan invasif WSD
 Penggunaan otot bantu
nafas menurun
 Frekuensi nafas
membaik
 Dispnea menurun

Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan

pencedera fisik keperawatan 1 x 3 jam,  Identifikasi skala nyeri

(D.0077) tingkat nyeri menurun  Identifikasi faktor yang

(L.08066) dengan kriteria memperberat dan memperingan

hasil: nyeri

 Keluhan nyeri menurun  Monitor tanda vital sebelum dan


sesudah pemberian analgesik
 Meringis menurun
 Monitor efektifitas analgesik
 Gelisah menurun
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
CATATAN PERKEMBANGAN

Diagnosa Keperawatan 1 : Pola nafas tidak efektif b.d sindrome hipoventilasi (D.0005)
Hari/Tanggal : Rabu/2 Maret 2022
Jam Implementasi Paraf Evaluasi
09.00  Melakukan pengkajian Jam 12.00
 Memonitor pola nafas S:

 Memonitor bunyi nafas Klien mengatakan sesak mulai

tambahan berkurang

 Memposisikan semi fowler O:

 Berikan oksigen dengan  Sudah terpasang WSD

rebreathing mask 5 lt/menit  Penggunaan otot bantu

 Kolaborasi tindakan invasif pernafasan (-)

WSD  Tensi darah 120/70 mmHg


 Frekuensi nafas 20x/menit
 Saturasi oksigen 90
 Suhu 37℃
 Nadi 90x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Diagnosa Keperawatan 2 : Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)


Hari/Tanggal : Rabu/2 Maret 2022
Jam Implementasi Paraf Evaluasi
09.00  Identifikasi skala nyeri Jam 12.00
 Identifikasi faktor yang S:
memperberat dan memperingan Klien mengatakan nyeri mulai
nyeri berkurang
 Monitor tanda vital sebelum dan O:
sesudah pemberian analgesik  Sudah terpasang WSD
 Monitor efektifitas analgesik  Sudah masuk injeksi
novalgin 500 mg
 Skala nyeri 3
 Tensi darah 120/70 mmHg
 Frekuensi nafas 20x/menit
 Saturasi oksigen 90
 Suhu 37℃
 Nadi 90x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Membantu Pemasangan WSD

Anda mungkin juga menyukai