OLEH:
KELOMPOK 1
KELAS B13-B
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang widhi Wasa karena kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Trauma” tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan
makalah berikutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas
jaringan tubuh yang masih hidup (living tissue) sedangkan logos berarti ilmu. Jadi,
pengertian yang sebenarnya dari traumatologi adalah ilmu yang mempelajari semua
aspek yang berkaitan dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih
hidup, juga mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai
kekerasan, sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Kegunaannya selain untuk
kepentingan pengobatan juga dalam kepentingan forensik sebab dapat diaplikasikan
guna membantu penegak hukum dalam rangka membuat terang tindak pidana kekerasan
yang menimpa tubuh seseorang.
Trauma merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Trauma
dalam bidang forensik sudah dikenal sejak lama. Pada masa Persia kuno telah dikenal
tingkat atau kualifikasi luka dan pemeriksaan yang dilakukan pada orang-orang yang
mengalami perlukaan. Aquillia (572 SM) menulis tentang perlukaan yang dapat
mematikan dan pendapat medis dalam menaksir kegawatannya. Bohn (1970) adalah
orang yang pertama kali membedakan luka ante mortem dan post mortem.
Trauma merupakan salah satu penyebab kematian, baik kematian yang
mendadak atau tidak. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang teliti apakah perlukaan
pada seseorang dapat berakibat fatal atau tidak, dan ini merupakan poin penting untuk
membantu proses peradilan. Trauma dikelompokkan berdasarkan sifatnya menjadi
trauma mekanik, fisika dan kimia. Dalam sebuah penelitian, jumlah data secara
keseluruhan yang berasal dan 33 provinsi di Indonesia adalah 972.317 responden.
Adapun untuk responden yang pernah mengalami cedera selama kurun waktu 12 bulan
terakhir sebanyak 77.248 orang. Responden bisa mempunyai jawaban lebih dan satu
penyebab cedera selama kurva waktu 12 bulan tersebut. Dan jumlah tersebut tiga
proporsi penyebab cedera terbesar yaitu jatuh sebanyak 45.987 orang (59,6%),
kecelakaan lalu lintas sekitar 20.829 orang (27%), dan terluka benda tajam/tumpul
Sebesar 144.127 orang (18,3 %).
1
Dari 74 kasus yang masuk di Instalansi Forensik RS. Bhayangkara Semarang
periode tahun 1 Januari 2007 sampai 31 Agustus 2010 didapatkan kasus tersering adalah
trauma benda tumpul 40 kasus (54,05%) dan lokasi perdarahan kepala merupakan lokasi
perdarahan yang menyebabkan kematian tersering adalah 46 kasus (62,16%). Trauma
mekanik atau luka mekanik disebabkan oleh kekerasan benda tajam, benda tumpul dan
senjata api. Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai
bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak,
pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman
pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan
senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat
pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya. Benda tumpul yang sering
mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,lantai, jalan dan lain-lain.
Semua luka yang diderita akibat kekerasan fisik pada tubuh merupakan trauma
mekanik atau cedera mekanis. Biasanya ada dua mekanisme yang dihadapi, yaitu
benturan terhadap benda yang bergerak dan benda yang hamper tidak bergerak
berbenturan terhadap korban yang bergerak secara aktif (Rao, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari trauma mekanik ?
2. Apa saja jenis-jenis trauma mekanik ?
3. Bagaimana penanganan trauma mekanik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari trauma mekanik
2. Untuk mengetahui jenis-jenis trauma mekanik
3. Untuk mengetahui penanganan trauma mekanik
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara medis, luka atau cedera adalah putusnya/rusaknya kontinuitas alami jaringan
mana pun dari tubuh yang hidup (Reddy & Murty, 2014). Apakah cedera terjadi setelah
penerapan energi, dalam bentuk apa pun, itu bergantung padanya faktor fisika (derajat, luas,
durasi dan arah gaya diterapkan) dan faktor biologis (mobilitas tubuh bagian, antisipasi dan
koordinasi serta sifat jaringan) (Paul & Verma, 2015).
Terdapat beberapa jenis trauma, yaitu: trauma mekanik, trauma termis, trauma
kimiawi, dan cedera lain-lain. Trauma mekanik dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: trauma
tajam, trauma tumpul, dan trauma tembak. Kemudian trauma termal dibagi menjadi dua
jenis, yaitu trauma panas dan trauma dingin. Trauma kimiawi juga dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu trauma iritatif dan trauma korosif. Sedangkan trauma lain-lain biasanya berupa trauma
akibat listrik, dan trauma akibat substansi radioaktif, dan trauma akibat ledakan (Paul &
Verma, 2015).
Trauma
Biomekanika Trauma
Titik berat bahasan biomekanika adalah pada fisik manusia khususnya pada saat
manusia melakukan kegiatan yang biasanya tanpa menggunakan alat bantu apapun.
Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun tetap saja
3
ada beberapa pekerjaan manual yang tidak dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya
maupun kemudahan. Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam
durasi waktu kerja tertentu. Usaha fisik ini banyak mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun
low back pain, yang menjadi isu besar di negara-negara industri belakangan ini. Aktivitas
yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan kerja. Akibat yang
ditimbulkan dari aktivitas yang tidak benar salah satunya adalah keluhan muskoloskeletal.
Keluhan muskoloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot
menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan inilah
yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Grandjean, 1993). Khusus saat melakukan jenis pengangkatan, organ
tubuh yang mendapatkan pengaruh paling besar adalah pada bagian tulang belakang,
biomekanika pun membahas mengenai struktur tulang belakang pada tubuh manusia.
Pengangkatan manual yang dilakukan oleh operator akan membuat struktur tulang belakang
mengalami tekanan yang berlebihan, meskipun pengangkatan manual tersebut dilakukan
tidak terlalu sering atau dengan kata lain frekuensinya jarang. Namun demikian, hal tersebut
tetap saja memberikan pengaruh buruk terhadap struktur tulang belakang. Tingginya tingkat
cidera atau kecelakaan kerja selain merugikan secara langsung yaitu sakit yang diderita oleh
pekerja, kecelakaan tersebut juga akan berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan yaitu
berupa penurunan produktivitas perusahaan, baik melalui beban biaya pengobatan yang
cukup tinggi dan juga ketidakhadiran pekerja serta penurunan dalam kualitas kerja. Contoh
dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang
timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan
alat prosthetic, dll.
Mekanisme Trauma
4
ruptur aorta. cidera percepatan / akselerasi, misalnya bila pengendara mobil ditabrak dari
belakang. Misalnya pengendara mobil ditabrak dari belakang. Tabrakan dari belakang
biasanya kehilangan kesadaran sebelum tabrakan dan sebagainya. Anamnesis yang
berhubungan dengan fase ini meliputi : a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan
kendaraan bermotor, jatuh atau trauma / luka tembus; b. Perkiraan intensitas energi yang
terjadi misalnya : kecepatan kendaraan, ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran
senjata; c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan
lain - lain
Trauma
Mekanik
Tembak Tembak
Lecet Robek Iris Tusuk
Masuk Keluar
Memar Bacok
5
B. Jenis-Jenis Trauma Mekanik
1. Trauma Tumpul
Trauma benda tumpul biasanya disebabkan oleh benda, tanpa ujung yang
tajam, berdampak pada tubuh atau tubuh menabrak objek. Tingkat keparahan, luas,
dan penampilan cedera trauma tumpul bergantung pada (Biswas, 2012)
6
c) Memar pada kulit kepala lebih terasa daripada terlihat
d) Memar lebih ditandai pada jaringan di bagian atas tulang
e) Pada petinju dan atlet, memar jauh lebih sedikit, karena memiliki otot
yang bagus
2) Usia
Anak-anak dan orang tua lebih mudah memar karena jaringan lebih lembut
dan kulitnya lebih tipis.
3) Jenis kelamin
Wanita cenderung lebih mudah memar daripada pria karena jaringanlebih
halus dan subkutan lemak lebih banyak.
4) Warna kulit
Memar lebih jelas terlihat dan diakui pada orang berkulit putih
dibandingkan dengan mereka yang kulit gelap.
Usia cedera dapat ditentukan oleh perubahan warna. Memar yang masih
baru (fresh) akan berwarna kemerahan, selanjutnya akan membiru dalam
beberapa jam, hingga kemudian akan hilang atau kembali normal dalam waktu 2
minggu. Perubahan-perubahan warna tersebut pada luka memar, yaitu (Paul &
Verma, 2015):
Durasi Ciri
Baru (Fresh) Merah
Beberapa jam hingga 3 hari Biru
4-5 hari Hitam kebiruan sampai coklat
5-6 hari Hijau
7-12 hari Kuning
2 minggu Normal
7
Luka antemortem biasanya tidak terdapat elevasi pada kulit dan tidak
memiliki perbedaan warna. Namun pada luka postmortem memiliki gambaran
berupa pembengkakan karena resapan darah. Memar postmortem lama memiliki
warna yang bervariasi, tetapi memar yang baru biasanya memiliki warna yang
lebihtegas daripada warna memar mayat disekitarnya.
8
3) Rope Burns, Luka bakar tali disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh
gaya gesek dari tali di kulit. Ini menyebabkan lecet karena ekspresi cairan
jaringan ke lapisan atas kulit.
9
Ini disebabkan oleh benturan langsung atau tekanan dari beberapa orang
objek, yang saat menghancurkan kutikula menghasilkan bentuk dan tanda
permukaannya pada kulit, misalnya tanda kerikil, tanda tapak ban, tanda
kuku dan ibu jari saat mencekik, tanda gigi saat menggigit, cambuk tanda
pemukulan dengan cambuk, bekas moncong luka tembak, dll. Abrasi jejak
menjadi lebih jelas, bila kutikula terluka mengering dan menjadi kecoklatan
dan perkamen, sebaliknya dengan permukaan kulit yang tidak terluka di
sekitarnya.
10
Durasi Ciri
2-24 jam Merah terang, mengalir dari serum dan beberapa darah. Eksudasi
mengering untuk membentuk keropeng kemerahan, terdiri sel
darah, getah bening dan epitel. Polymorphonuclear sel
menginfiltrasi (pembentukan keropeng).
2-3 hari Keropeng coklat kemerahan, kurang empuk.
4-5 hari Keropeng berwarna coklat tua.
5-7 hari Keropeng berwarna hitam kecoklatan dan mulai jatuh dari atas
margin. Epitel tumbuh dan menutupi cacat di bawah keropeng
(regenerasi epitel).
7-12 hari Keropeng mengering, menyusut dan jatuh, meninggalkan
depigmentasi area di bawahnya. Secara bertahap menjadiberpigmen
pada waktunya perjalanan waktu (granulasi
subepidermal).
>12 hari Epitel menjadi lebih tipis dan atrofi. Serat kolagen baru akan
menonjol. Membran dasar hadir dan vaskularisasi dermis
berkurang (regresi).
11
1) Terjadi paling sering pada tonjolan tulang
2) Ditandai dengan untaian “jaringan penghubung” di dalam laserasi; ciri ini
digunakan untuk membedakan laserasi (robekan) dari luka iris (incised
wound) yang tidak memiliki “jaringan penghubung”
3) Sebagai aturan umum dalam pukulan ke kepala, benda panjang dan tipis
(seperti pipa) cenderung menghasilkan laserasi linier atau memanjang,
sedangkan benda datar cenderung menyebabkan ireguler, atau laserasi
berbentuk Y
4) Pukulan tangensial atau miring dapat menghasilkan laserasi yang
menunjukkan kerusakan jaringan pada satu sisi atau tepi, dengan ujung
lainnya terkikis atau miring.
2. Trauma Tajam
Trauma tajam didefinisikan sebagai cedera yang diakibatkan oleh instrumen
dengan ujung atau ujung tipis, seperti pisau, botol kaca pecah, pecah jendela kaca,
gunting, mata gergaji, kapak, parang dan sebagainya (Catanese, 2016). Trauma
tajam ditandai dengan pemisahan traumatis yang relatif baik pada jaringan, terjadi
ketika benda tajam atau runcing bersentuhan dengan kulit dan jaringan di bawahnya.
Tiga subtipe spesifik dari trauma tajam, yaitu: luka tusuk (stab wound), luka
gores/iris (incised wound), dan luka potong (chop wound) (Prahlow, 2016).
a. Luka Iris (Incised wound)
Luka iris, merupakan luka yang dhasilkan ketika suatu benda dengan ujung
yang tajam membuat kontak dengan kulit (dengan atau tanpa jaringan di
bawahnya), dengan arah gaya dalam kaitannya dengan kulit yang terjadi pada
arahtangensial lebih atau kurang. Meskipun pisau merupakan senjata utama yang
seringdigunakan dalam menghasilkan sebagian besar luka irisan yang dijumpai
12
pada sebagian besar praktik forensik, benda apa pun dengan ujung yang tajam
dapat mengakibatkan luka irisan. Contohnya termasuk pisau cukur, pecahan
kaca, gunting, kawat berduri, dan pemotong kotak. Banyak dari luka-luka yang
dihasilkanoleh alat-alat ini sangat mirip dengan luka yang dihasilkan oleh pisau
(Prahlow, 2010).
Karateristik dari luka iris, yaitu (Biswas, 2012):
1) Margin
Tepi terpotong bersih dan tegas. Tepinya bebas dari kontusio dan lecet. Luka
keriput diproduksi di tempat kulit keriput (yaitu lipatan) dan lebih darisatu
sayatan luka terlihat.
2) Lebar
Lebar lebih besar dari tepi senjata yang disebabkan oleh karena retraksi
jaringan.
3) Panjang
Panjang lebih besar dari lebar dan kedalamannya dan tidak ada hubungannya
dengan ujung tombak senjata.
4) Bentuk
Biasanya berbentuk spindel karena retraksi yang hebat di tepi bagian tengah
tepi di tengah.
13
b. Luka Tusuk (Stab wound)
Luka tusuk merupakan luka yang disebabkan oleh benda runcing, biasanya
memiliki ujung yang tajam, ketika benda tersebut dipaksa masuk ke kulit
(dan jaringan di bawahnya) dengan arah gaya dalam sudut tegak lurus yang
kurang lebihdengan kulit. Luka tusuk biasanya lebih dalam (melalui kulit dan ke
dalam tubuh) daripada luka iris. (pada permukaan kulit) (Prahlow, 2016).
Secara klinis, luka tusuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Paul & Verma,
2015):
1) Luka tembus (penetrating) : senjata masuk ke tubuh menghasilkan hanya
satu luka, yaitu luka masuk.
2) Luka perforasi (perforating): senjata smasuk ke salah satu sisi tubuh akan
keluar melalui sisi tubuh yang lain, menghasilkan dua luka:
• Luka masuk: masuk ke dalam tubuh dengan luka yang lebih besar.
• Luka keluar: keluar dari dalam tubuh dengan luka yang lebih kecil.
14
Luka tusuk memliki tepi luka yang terlihat bersih, biasanya tidak ada abrasi
atau memar pada tepi luka. Tetapi bila penetrasi penuh, abrasi yang terpola atau
memar akan bisa dihasilkan oleh pangkal senjata yang menyerang kulit. Tepi
luka tusuk terlihat teratur, tajam dan jelas. Luka tusuk memiliki panjangnya
sedikit kurang dari lebar senjata karena peregangan kulit. Kemudian kedalaman
luka tusukadalah dimensi terbesar dari tikaman luka. Kedalaman sesuai dengan
panjang badan pisau dari senjata yang memasuki tubuh, ketika keseluruhan
panjang senjata memasuki tubuh, tetapi belum menghasilkan luka keluar (Paul
& Verma, 2015).
15
Senjata yang biasanya digunakan adalah kapak, pedang atau parang daging.
Dimensi luka sesuai dengan penampang dari pisau penembus. Tepi lukanya
tajam, dan mungkin menunjukkan abrasi, memar dan beberapa laserasi dengan
kemungkinan cedera parah pada organ yang mendasarinya (Paul & Verma,
2015).
3. Trauma Tembak
Ciri-ciri luka senjata api bergantung pada (Biswas, 2012):
a. Sifat senjata api, baik shotgun atau rifle
b. Bentuk dan komposisi rudal
c. Rentang (jarak) tembakan
d. Bagian tubuh dipukul
e. Arah tembakan
16
suatu indikasi tentang sudut relatif peluru saat memasuki kulit. Jika abrasi
marjinalmemiliki lebar yang konsisten, berarti peluru memasuki kulit dengan
cara yang relatif tegak lurus. Jika peluru mengalami sesuatu yang lain sebelum
menyerang kulit, itu berarti peluru telah melewati sebuah ''perantara'' atau ''sela''.
Berdasarkan pada karakteristik perantara atau sela tersebut, peluru tersebut dapat
menghasilkan luka yang berbentuk tidak beraturan dengan marjinal abrasi yang
lebar. Ini dikenalsebagai ''luka masuk atipikal'' (Prahlow & Byard, 2012)
17
C. Penanganan Trauma Mekanik
1. ABCDE dalam Trauma
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam
menetapkan prioritas. Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam
jiwa dengan Survey Primer, seperti :
a. Obstruksi jalan nafas
b. Cedera dada dengan kesukaran bernafas
c. Perdarahan berat eksternal dan internal
d. Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasar prioritas (triage). Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas
yang ada.
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini
disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 – 5 menit.
Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak
sistem yang cedera :
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas? Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
• Suction / hisap (jika alat tersedia)
• Guedel airway / nasopharyngeal airway
• Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
b. Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
• Tutuplah jika ada luka
c. Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
• Hentikan perdarahan eksternal
• Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 – 16 G)
18
• Berikan infus cairan
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma
Scale
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.
2. Pengelolaan Jalan Nafas
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya
agar tetap bebas.
a. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya
bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan
bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya
adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau
dada maka pada waktu intubasi trachea tulang leher (cervical spine) harus
dilindungi dengan imobilisasi in-line.
1) Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas (
selfinvlating)
2) Menilai jalan nafas, tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
o Suara berkumur
o Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
o Pasien gelisah karena hipoksia
o Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradox
o Sianosis
3) Menjaga stabilitas tulang leher
19
4) Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan. Indikasi tindakan ini
adalah :
o Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
o Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
o Apnea
o Hipoksia
o Trauma kepala berat
o Trauma dada
o Trauma wajah / maxillo-facial
20
Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari
kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian
utama :
a. Pemeriksaan kepala
o Kelainan kulit kepala dan bola mata
o Telinga bagian luar dan membrana timpani
o Cedera jaringan lunak periorbital
b. Pemeriksaan leher
o Luka tembus leher
o Emfisema subkutan
o Deviasi trachea
o Vena leher yang mengembang
c. Pemeriksaan neurologis
o Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
o Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
o Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
d. Pemeriksaan dada
o Clavicula dan semua tulang iga
o Suara napas dan jantung
o Pemantauan ECG (bila tersedia)
e. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
o Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
o Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada trauma wajah
o Periksa dubur (rectal toucher)
o Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
f. Pelvis dan ekstremitas
o Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes
gerakan
o apapun karena memperberat perdarahan)
o Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
o Cari luka, memar dan cedera lain
g. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :
21
o Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
o Pelvis dan tulang panjang
o Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak disertai
defisit
o neurologis fokal
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma Mekanik adalah semua luka yang diderita akibat kekerasan fisik pada tubuh
atau cedera mekanis. Biasanya ada dua mekanisme yang dihadapi, yaitu benturan terhadap
benda yang bergerak dan benda yang hampir tidak bergerak berbenturan terhadap korban
yang bergerak secara aktif. Terdapat beberapa jenis trauma mekanik, yaitu: trauma
tumpul, trauma tajam, dan trauma tembak. Penanganan trauma mekanik terdiri dari
ABCDE dalam trauma yang bertujuan segera mengenali cedera yang mengancam jiwa,
kemudian ada pengelolaan jalan napas, pengelolaan napas, tindakan resusitasi, dan
survei sekunder yang dilakukan saat kondisi ABC pasien stabil.
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan
dalam keperawatan medical bedah khususnya
23
DAFTAR PUSTAKA
Bardale, R. 2011, Principles of Forensic Medicine & Toxicology, Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd, New Delhi.
Biswas, G. 2012, Review of Forensic Medicine & Toxicology, 2nd edn, Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.
Chaffin and Anderson, 1991. Human Factors and Ergonomics in Consumen Product Design
: User and Applications.
Madea, B. (ed) 2014, Handbook of Forensic Medicine, 1st edn, John Wiley & Sons Ltd, UK
Paul, G. & Verma, S. K. 2015, Review of Forensic Medicine and Toxicology, Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.
Prahlow, J. 2010, Forensic Pathology for Police, Death Investigators, Attorneys, and
Forensic Scientists, Humana Press, New York
Rao, N. G. 2010, Textbook of Forensic Medicine and Toxicology, 2nd edn, Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.
Reddy, K. S. N., Murty, O. P. 2014, The Essential of Forensic Medicine and Toxicology,
33rd edn, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.
24