A. DEFINISI
B. PENYEBAB
1. Ruptur lien
Jumlahnya mencapai 50% dari cidera organ viseral pada trauma tumpul
abdomen. Sekitar 25% pasien dengan trauma lien secara spontan membaik
dan tetap sehat untuk beberapa hari hingga beberapa minggu. Ciri klinis
Biasanya akibat tubrukan mengenai dinding dada kiri bagian bawah
3. Ruptur pankreas
Ruptur pankreas biasanya terjadi pada trauma tumpul, pankreas tertekan
pada kolumna vertebralis dan pada kejadian ekstrim mengakibatkan
pankreas terpotong menjadi transversal. Ada dua gejala yang sering terjadi :
H. KLASIFIKASI
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah
terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
I. MANIFESTASI KLINIK
A. Manifestasi Klinis secara umum menurut Smeltzer (2001) :
Nyeri (khususnya karena gerakan) Demam
Nyeri tekan dan lepas (mungkin Anoreksia
menandakan iritasi peritoneum Mual dan muntah
Cairan gastrointestinal atau darah Takikardi
Distensi abdomen Peningkatan suhu tubuh
C. Manifestasi Klinis secara umum menurut (Hudak & Gallo, 2001), yaitu :
1) Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat.
Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat
ditekan dan nyeri lepas.
2) Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga
peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3) Cairan atau udara dibawah diafragma Nyeri disebelah kiri yang
disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.
4) Mual dan muntah
5) Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
M. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada
trauma abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma
tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat
yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan
abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung.
Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah
tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan
itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan
mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem
segera mungkin setelah perdarahan teratasi.
Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001).penatalaksanaannya
adalah :
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):
1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit
e. Penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
7) Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya
secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat
berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
b. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya
udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine)
untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk
mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada
d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada:
1) Fraktur pelvis
2) Trauma non – penetrasi
3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:
N. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi trauma abdomen terdiri atas::
Segera: hemoragi, syok, dan cedera
Lambat: infeksi
Menurut Paul (2008), komplikasi trauma abdomen:
Trombosis Vena
Emboli pulmonar
Stres ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis
Menurut Catherino,( 2003):, komplikasi trauma abdomen :
Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pankreas-duodenal,
dan perdarahan
Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis dan syok
Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok
Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip-prinsip
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A
(Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen
harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku
pada abdomennya saja.
1. Anamnesa
a) Biodata
Identitas
Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan sakit.
Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
b) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya
saat jatuh.
Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada
quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
c) Riwayat Penyakit yang lalu
Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan
gangguan faal hemostasis.
d) Riwayat psikososial spiritual
Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada
serta jalan napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan
tertinggal.
Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
b. Sistem cardivaskuler (B2 = blood)
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
abdominal dan adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana
suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradoks.
c. Sistem Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak.
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS).
d. Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi :
- Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
- Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen.
- Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
- Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.
Pada palpasi :
- Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
- Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
- Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi :
- Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
- Kemungkinan-kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum
abdomen.
Pada Auskultasi :
- Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus
atau menghilang.
Pada rectal toucher :
- Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
- Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
e. Sistem Urologi (B5 = bladder)
Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi
pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan
warnanya.
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
f. Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah
pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Radiologi :
Foto BOF (Buick Oversic Foto)
Bila perlu thoraks foto.
USG (Ultrasonografi)
b. Laboratorium :
Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
c. Elektro Kardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
B. ANALISA DATA
Ileus peristaltic ↓
aktivitas peristaltic usus
suhu)
DS : Perdarahan jaringan &
rongga abdomen
- Klien mengatakan nyeri
Hipovolemi vaskuler
Rangsang hipotalamus
↑aldosteron & ADH, ↑HR
Vasokontriksi
Perifer, CO ↓ & HR ↑
Ket. perfusi
jaringan perifer
nafas
- Gangguan tidur Penyebaran bakteri / iritan
kedalam cavum peritoneum
Nyeri akut
Rasa khawatir
ansietas
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Resiko Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terputusnya pembuluh darah arteri/vena suatu jaringan (organ abdomen) yang
ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, terjadi
keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala-gejala dehidrasi.
Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr
%.
Tanda vital dalam batas normal.
Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Intervensi :
1. Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik
hipovolemik.
2. Jelaskan tentang sebab-akibat dari kekurangan cairan/perdarahan serta
tindakan yang akan dilakukan.
3. Observasi TTV dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4. Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang
keluar.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
Pemeriksaan EKG.
6. Monitoring setiap tindakan perawatan/medis yang dilakukan serta catat
dilembar observasi.
7. Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan
catat dilembar observasi.
Intervensi :
1. Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2. Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang
tindakan yang akan dilakukan.
3. Berikan posisi pasien yang nyaman.
4. Berikan tekhnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
5. Monitor TTV.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana
dibutuhkan, (lihat penyebab utama).