Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintregitas tulang,


penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Brunner& Suddarth,
2008; dikutip Riyadi 2014). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang
lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat
menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan menyebabkan kecacatan atau
kehilangan fungsi ekstermitas permanen selain itu komplikasi awal dapat berupa
infeksi dan troboemboli (emboli fraktur juga dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur
maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur).

Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk


menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara
bertahap melalui mobilisasi bagian fraktur . metode yang dapat dilakukan diantaranya
dengan bidai, gips dan traksi.
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi
ringan yang digunakan untuk menahamatau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi). Gips merupakan fiksasi eksternal yang terbuat dari
plaster of paris, fiber glass dan plastic yang disediakan dalam bentuk golongan verban
yang dipakai untuk immobilisasi. Sedangkan traksi adalah suatu mekanisme dimana
terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus dipasang pada anggota tubuh yang
mengalami patah tulang (Long, 1996).

Pemasangan bidai, gips dan traksi bertujuan untuk mencegah terjadinya


komplikasi. Komplikasi yang terjadi umumnya berupa infeksi, penekanan local,
traksi yang berlebihan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi fraktur


2. Apa saja etiologi fraktur
3. Apa saja penatalaksanaan fraktur

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi fraktur


2. Mengetahui etiologi terjadinya fraktur
3. Mengetahui penatalaksanaan fraktur

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
dan biasanya disertai cedera. Fraktur biasanya terjadi karena benturan tubuh,
jatuh, atau kecelakaan. Patah tulang dapat terjadi pada waktu kegiatan biasa
atau karena benturan ringan, lemah tulang karena penyakit seperti kanker
tingkat primer, adnya metastase kanker atau osteoporosisi. Yang demikian
disebut tulang mengalami colaps. Tulang bisa patas karena otot-ototnya tidak
dapat mengabsorbsi energy, dan hal ini sering terjadi. Fraktur dapat terjadi
pada semua tingkat umur, yang berisiko tinggi untuk patah tulang adalah
orang lanjut usia, orang yang bekerja membutuhkan keseimbangan, masalah
gerakan, pekerja yang berisiko tinggi dan orang-orang yang mengalami
kecelakaan ( Long, 1996). Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed), apabila tulang yang patah tidak tampak dari
luar.
2. Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk), apabila tulang yang patah
tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kelit
mengalami robekan.
3. Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan), merupakan
akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang yang melawan
tulang lainya atau tenaga yang melawan panjangnya tulang. Sering
terjadi pada wanita lanjut usia yang tulang belakangnyamenjadi rapuh
karena osteoporosis.
4. Patah tulang karena tergilas, tenaga yang sangat hebat menyebabkan
beberapa retakan sehingga menjadi beberapa pecahan tulang. Jika aliran
darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka
penyembuhan akan berlangsung lama.

3
5. Patah tulang avulse, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling
sering terjadi pada lutut dan bahu tetapi juga terjadi pada tungkai dan
tumit.
6. Patah tulang patologis, terjadi jika sebuah tumor telah tumbuh dalam
tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa
mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan
tanpa cedera sama sekali.

B. Etiologi Fraktur
Menurut Sachdeva (1996, dikutip Hermansyah, 2009), penyebab
fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut

4
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. Penatalaksanaan
1. Teknik Imobilisasi (Purwanto, 2015)
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara :
1.1 Pembidaian
Bidai adalah benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang. Bidai menurut Long (1996) suatu cara untuk menstabilkan
atau menunjang persendian dalam menggunakan sendi yang benar
atau melindungi trauma dari luar.
1.1.1 Jenis Pembidaian
a. Tindakan pertolongan sementara
 Dilakukan ditempat cedera sebelum kerumah sakit
 Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
 Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghindarkan kerusakan lebih parah
 Bisa dilakukan oleh siapapun yang telah menguasai
teknik dasar pembidaian

b. Tindakan pertolongan definitive

 Dilakukan di fasilitas layangan kesehtan

5
 Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan
fraktur atau dislokasi menggunakan alat atau bahan
khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terlatih.

1.1.2 Jenis-Jenis Bidai

a. Bidai keras :merupakan bidai yang paling baik dan


sempurna dalam keadaan darurat.
b. Bidai traksi :bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung
dari pembuatannya hanya dipergunakan pleh tenaga yang
terlatih khusunya digunakan untuk patah tulang paha.
c. Bidai improvisasi :bidai yang cukup dibuat dengan bahan
yang cukup kuat dan ringan untuk menopang,
pembuatannya sangat tergantung dari bahan yangtersedia.
d. Gendongan/brbat :pembidaian dengan menggunakan
pembalut umumnya berguna untuk menghentikan
pergerakan daerah cidera.

2. Teknik Reposisi
Teknik reposisi adalah penempatan kembali posisi tulang seperti semula
atau penempatan keposisi yang berbeda atau baru. Teknik reposisi terdiri
dari 2 jenis (Ayu, 2012), yaitu :
2.1 Traksi
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh
yang dilakukan dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi
penarikan otot
1) Axis traksi
Traksi sepanjang sumbu seperti sumbu pelvis pada obstetric
2) Traksi elastic

6
Traksi dengan tenaga elastic atau dengan menggunakan bahan
elastic.
3) Traksi skeletal
Traksi yang dipasang secara langsung pada tulalang panjang
dengan menggunakan kawat atau pen.
4) Traksi kulit
Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan
menggunakan skin traksi, plester
misal :  traksi Buck yaitu traksi yang paling sederhana dan
dipasang untuk jangka waktu yang pendek.

2.2 Gips

Gips merupakan mineral yang terdapat dalam alam berupa


batu putih yang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral
yang terdapat dari alam dengan formula khusus dengan tipe plaster
atau fiberglass (Ayu, 2012).
2.2.1 Jenis-Jenis Gips
a. Gips lengan pendek
Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai
lipatan tetapak tangan,melingkar erat didasar ibu jari
b. Gips lengan panjang
Gips ini dipasang memanjang dari setinggi lipat ketiak
sampai disebelah progsimal lipatan telapak tangan
c. Gips tungkai pendek
Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar
jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral
d. Gips tungkai panjang
Gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan
tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.

7
2.2.2 Bahan-Bahan Gips
a. Plester
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus
b. Nonplester
Secara umum seperti gips fiberglass, bahan poliuretan yang
diaktifasi air ini mempunyai kelebihan yang lebih ringan ,
tahan air dan tidak mudah pecah.
c. Nonplester berpori-pori
Memiliki kelebihan tidak merusak pori-pori kulit, gips tidak
lunak terkena air, jika basah dapat dikeringkan dengan
pengering rambut.

2.2.3 Bentuk-Bentuk Pemasangan Gips

a. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau


duapertiga lingkaran permukaan anggota gerak
b. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi
anteroposterior anggota gerak sehingga merupakan gips
yang hampir melingkar
c. Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh
anggota gerak
d. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat
dipakai untuk menumpu atau berjalan pada patah tulang
anggota gerak bawah.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan yang terputus. Tulang memiliki daya lentur dengan kekuatan yang
memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur.
Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stress kronis dan berulang maupun
pelunakan tulang yang abnormal.

Penatalaksanaan terhadap fraktur dapat berupa imobilisasi dan reposisi yaitu


berupa bidai dan trasi beserta gips.

B. Saran

Sebagai penulis yang memiliki banyak keterbatasan dalam penulisan


diharapkan bagi pembaca untuk dapat mencari literature lain sebagai pelengkap
dalam menggunakan makalah yang telah penulis buat. Semakin banyak literature
yang dibaca maka semakin komplek ilmu mengenai fraktur yang pembaca
dapatkan.

9
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Bidai
Tanggal terbit Disahkan oleh
Ka. Prodi PSIK

Hikayati, S.Kep., NS.


NIP.
Pengertian Memasang alat yang bersifat kaku maupun fleksibel
untuk immobilisasi (mempertahankan kedudukan
tulang)
Tujuan  Mencegah pergerakan tulang yang patah
 Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang
 Mengurangi rasa sakit
 Mengistirahatkan daerah fraktur
Indikasi  Patah tulang terbuka atau tertutup
 Diskolasi persendian
 Multiple trauma
Kontra indikasi  Gangguan sirkulasi atau berat pada distal daerah
fraktur
 Luka terinfeksi
 Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah
sakit
Alat dan bahan  Alat pelindung diri (masker, sarung tangan)
 Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
 Mitella/perban
 Gunting
Prosedur  Menggunakan masker berserta sarung tangan
 Memeriksa bagian yang akan dibidai (dilihat, diraba,
digerakkan)
 Melakukan pembersihan atau perawatan luka, tutup

10
dengan kassa steril
 Memilih jenis bidai yang sesuai
 Pembindaian meliputi 2 sendi, sendi yan masuk
dalam pembidaian adalah sendi bawah dan siatas
patah tulang. Misalnya jika tungkai bawah
mengalami fraktur maka bidai harus bisa
memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut
 Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami
fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa
gerakan, jika sulit diluruskan maka pembidaian
dilakukan seadanya
 Beri bantalan yang empuk pada anggota gerak yang
dibidai
 Ikatlah bidai diatas atau di bawah daerah fraktur,
jangan mengikat tepat di daerah fraktur dan jangan
terlalu kencang.

Standar Operasional Prosedur (SOP)


GIPS

11
Tanggal terbit Disahkan oleh
Ka. Prodi

Hikayati, S.Kep., NS.


NIP.
Pengertian Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan
untuk membungkus secara keras area yang mengalami
patah tulang.

Tujuan  Imobilisasi kasus dislokasi sendi


 Fiksasi fraktur yang telah direduksi
 Koreksi cacat tulang
 Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah
dilakukan operasi
 Mengoreksi deformitas
Indikasi  Pasien dislokasi sendi
 Fraktur
 Pemyakit tulang TBC
 Pasca operasi
 Skliosis
 Spndilitis TBC
Kontra Indikasi Fraktur terbuka
Alat dan Bahan  Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas
tubuh yang akan di gips
 Baskom berisi air biasa ( untuk merendam gips )
 Baskom berisi air hangat.
 Gunting perban .
 Bengkok.
 Perlak dan alasnya.
 Waslap.
 Pemotongan gips .
 Kasa dalam tempatnya.
 Alat cukur.

12
 Sabun dalam tempatnya.
 Handuk.
 Krim kulit.
 Spons rubs
 Padding

 Prosedur  Siapkan klien dan jelaskan prosedur yang akan


dikerjakan.
 Siapkan alat –alat yang akan digunakan untuk
pemasangan gips .
 Daerah yang akan dipasang gips dicukur,
dibersihkan, dan dicuci dengan sabun, kemudian
dikeringkan dengan handuk dan diberi krim
kulit.
 Sokong ekstremiras atau bagian tubuh yang akan
digips .
 Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di
gips dalam posisi yang ditentukan dokter selama
prosedur.
 Pasang spongs rubbs pada bagian tubuh yang
akan dipasang gips, pasang dengan cara yang
halus dan tidak mengikat. Tambahkan padding
di daerah tonjolan tulang dan pada jalur syaraf.
 Rendam gisp dalam baskom berisi air beberapa
saat sampai gelembung – gelembung udara
keluar. Peras untuk mengurangi jumlah air
dalam gips.
 Pasang gips secara merata pada bagian tubuh.
Pembalutan gips secara melingkar mulai dari
distal ke proksimal tidak terlalu kendur atau
terlalu ketat. Pada waktu membalut, lakukan

13
dengan gerakan bersinambungan agar terjaga
ketumpah tindihan lapisan gips. Dianjurkan
dalam jarak yang tetap. Lakukan dengan gerakan
yang bersinambungan agar terjaga kontak yang
constant dengan bagain tubuh.
 Setelah selesai pemasangan, haluskan tepinya,
potong serta bentuk dengan pemotongan gips
atau cutter.
 Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang
terpasang.
 Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan
dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada
permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan
hindari tekanan pada gips.
 Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang
terpasang.
 Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan
dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada
permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan
hindari tekanan pada gips.

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Skin Traksi
Tanggal terbit Disahkan oleh
Ka. Prodi PSIK

14
Hikayati, S.Kep., Ns.
Pengertian  Penarikan dengan tekanan yang dilakukan dengan
tujuan spesifik pada bagian tubuh dengan manual
atau dengan alat mekanik
 Mekanisme dimana terjadi penarikan yang tertaur
dan terus menerus di pasang pada anggota badan.

Tujuan  Terapi konservatif pada fraktur


 Reposisi fragmen tulang
 Imobilisasi fragmen tulang
 Imobilisasi sementara
 Mempertahankan gerakan sendi
 Terapi penyakit/deformitas tertentu :
 Mengurangi/menghilangkan spasme otot
 Melawan kontraktur sendi
 Melawan kontraktur otot
 Memperbaiki letak sendi panggul pada penyakit
CDH

Indikasi  Digunakan pada anak


 Traksi temporer, hanya untuk beberapa hari,
misalnya pre operasi
 Fraktur- fraktur yang bengkak dan tidak stabil
misalnya fraktur suprakondiler humeri pada anak-
anak
 Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi
5kg
 Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut

KontraIndikasi  Trombo emboli

15
 Absersi, infeksi serta alergi pada kulit
 Nekrosis kulit
 Odema distal
 Obstrusi vaskuler
Alat dan Bahan  traksi Buck atau traksi Bryant
 Pisau cukur
 Balsam perekat
 Alat rawat luka
 Latrol atau purley
 Bebab
 Bantalan conter traksi
 Gunting
 Marker
 Bedak kulit
 Kom berisi air putih
 Handuk
 Sarung tangan bersih
Prosedur  Cuci tangan dan pasang sarung tangan
 Mengatur posisi tidur pasien supinasi
 Bila ada luka dirawat dan ditutup luka
 Bila banyak rambut dicukur
 Beri tanda batas pemasangan plester menggunakan
bolpoint
 Beri balsam perekat
 Ambil skin traksi kit lalu rekatkan plester pada
bagian medial dan lateral kaki secara simetris
dengan tetap menjaga immobilitas fraktur
 Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
 Masukkan tali pada pulley control

16
 Sambung tali pada beban (1/7 BB)
 Pasang bantalan konter traksi atau bantal penyangga
kaki
 Atur posisi pasien nyaman dan rapikan

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Mardiayana. 2012. Pelaksanaan pada Fraktur. http://blogspotkeperawatan.com


(diunduh 7 Oktober 2015)

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Universitas Padjajaran

Makalah Balut Bidai. 2013. http://Nursingmusicmovie.com (diunduh 8 Oktober


2015)

Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan Vol. 2. Jakarta: EGC

17
Purwanto, Sigit. 2015. Bahan Ajar Keperawatan Medikal Bedah III (PPT). Indralaya.
Universitas Sriwijaya.

Purwanto, Sigit.2015. Pratikum Gips. Indralaya: Universitas Sriwijaya

Purwanto, Sigit.2015 Penanganan Fraktur.Indralaya: Universitas Siwijaya

Riyadi, Sujono, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

SOP Bidai dan Balut. 2012. http://fourseasonnews.blogspot.co.is/2012/08/SOP-


bidai_html. (diunduh 9Oktober,2015)

18

Anda mungkin juga menyukai