PENDAHULUAN
Mati otak diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel
termasuk batang otak. Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya
denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi
telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali (1).
Penggunaan ventilator mekanik untuk menangani henti nafas telah mengubah rangkaian
perjalanan gangguan neurologis terminal. Saat ini fungsi vital dapat dipertahankan secara
"buatan", meskipun fungsi otak telah berhenti. Hal tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap
definisi kematian secara medis, yang kemudian memunculkan suatu konsep kematian batang
otak sebagai penanda kematian. Adapun Negara pertama di dunia yang mengadopsi istilah mati
otak sebagai defenisi mati yang sah adalah Finlandia pada tahun 1971. Di Amerika Serikat,
Kansas kemudian membuat hukum yang serupa (1).
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah
koma dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak, dan apneu. Jadi seorang dokter harus
memahami benar konsep kematian batang otak, karena hal ini di antaranya dapat bermakna tidak
perlunya lagi life support (penyokong kehidupan) atau sebagai suatu syarat mutlak
diperkenankannya donor organ untuk transplantasi (2).
Definisi Mati
Resusitasi mutakhir telah membawa perubahan-perubahan pada definisi kematian.
Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung)
total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian
inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital
termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses
nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira
1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut
jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi
organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin
untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak
bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme
yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali
berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir
henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati
jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel
(intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan
RJP dan terapi obat yang optimal.
Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis
sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan otak berat
ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai
elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati
serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf
otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur.
Kapan seseorang dinyatakan mati
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya
terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita
kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati
kemudian.
Sesudah tahun 1960 an, dengan penggunaan ventilasi buatan dan cara-cara bantuan lain pada
kasus-kasus kerusakan otak akibat trauma atau sebab lain, bila kemudian kerusakan ini terbukti
ireversibel, jantung kadang-kadang dapat terus berdenyut selama 1 pekan atau lebih, atau bahkan
sampai 14 hari, dengan sebagian besar otak mengalami dekomposisi. Dengan kondisi seperti ini
jantung dapat terus berdenyut sampai 32 hari (pada seorang anak umur 5 tahun).
Penghentian ireversibel semua fungsi otak disebut mati otak (MO). Penghentian total sirkulasi ke
otak normotermik selama lebih dari 10 menit tidak kompatibel dengan kehidupan jaringan otak.
Jadi penghentian fungsi jantung mengakibatkan MO dalam beberapa menit, sedangkan
penghentian fungsi otak mengakibatkan kehilangan fungsi jantung dalam beberapa jam atau hari.
Kebanyakan kalangan yang berwenang dalam kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian MO walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan
ventilasi buatan dipertahankan. Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep MBO sebagai
pengganti MO dalam penentuan mati. Menurut pernyataan IDI 1988,seseorang dinyatakan mati
bila a) fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) telah terbukti
terjadi MBO. Secara klasis dokter menyatakan mati berdasarkan butir a tersebut dan ini dapat
dilakukan di mana saja, di dalam atau di luar rumah sakit.
Bahwa fungsi spontan nafas dan jantung telah berhenti secara pasti, dapat diketahui setelah kita
mencoba melakukan resusitasi darurat. Pada resusitasi darurat, di mana kita tidak mungkin
menentukan MBO, seseorang dapat dinyatakan mati bila 1) terdapat tanda-tanda mati jantung
atau 2) terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah dimulai resusitasi, pasien
tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah (gag reflex) serta pupil
tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik, di bawah pengaruh
barbiturat atau anestesia umum.
Menurut Peraturan Pemerintah RI no 18 tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah
mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia, meninggal dunia adalah
keadaan insani yang diyakini oleh ahli-ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,
pernafasan dan denyut jantung seseorang telah berhenti. Menurut penulis, batasan mati ini
mengandung 2 kelemahan. Yang pertama, pada henti jantung (cardiac arrest) fungsi otak, nafas
dan jantung telah berhenti, namun sebetulnya kita belum dapat menyatakan mati karena pasien
masih mungkin hidup kembali bila dilakukan resusitasi. Yang kedua, dengan adanya kata-kata
denyut jantung telah berhenti, maka ini justru kurang menguntungkan untuk transplantasi,
karena perfusi ke organ-organ telah berhenti pula, yang tentunya akan mengurangi viabilitas
jaringan/organ (3).
Mati Batang Otak
DEFINISI
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi
batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah koma
dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak, dan apneu.
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan pemeriksaan lain
apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea) dapat
dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian batang
otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang otak tidak dapat
diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan.
LANGKAH PENETAPAN KEMATIAN BATANG OTAK
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
a. sampai dengan usia 2 bulan,periode interval observasi 48jam
b. usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi 24 jam
c. usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval observasi 12 jam
d. usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang reflex batang otak
6. Tes apneu
Diagnosis MBO dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI tentang MBO. Diagnosis MBO
mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan prasyaratprasyarat dan komponen kedua adalah tes klinik fungsi batang otak.
Prasyarat. Prasyarat-prasyarat dapat dilihat pada tabel 1. Pada hakekatnya sebelum melakukan
tes klinis, dokter harus menetapkan tanpa keraguan bahwa pasien komatous dan bergantung pada
ventilator dan mempunyai kondisi yang konsisten dengan koma ireversibel dan hilangnya fungsi
batang otak. Pasien dengan MBO tidak dapat bernafas. Dokter-dokter yang tidak familiar dengan
diagnosis MBO kadang-kadang menyarankan dokter seniornya untuk melakukan testing pada
pasien yang tidak bergantung pada ventilator dengan cedera berat. Fenomena ini menonjolkan
tiga hal. Pertama dokter-dokter yang bekerja di ICU perlu lebih dahulu mengkaji langkahlangkah untuk menegakkan diagnosis MBO sesuai fatwa IDI yang memang belum
tersosialisasikan dengan baik, agar jangan sampai melewatkan langkah-langkah yang harus
dijalani sebelum melakukan testing arefleksia batang otak. Kedua adalah adanya kenyataan
bahwa beberapa pasien menderita cedera otak berat yang akhirnya inkompatibel dengan
kehidupan yang lama, namun kausa kematiannya bukanlah MBO. Beratnya cedera otak pada
pasien-pasien ini dapat mengindikasikan keputusan untuk menghentikan terapi aktif atau
membatasi terapi aktif. Keputusan penghentian atau limitasi terapi individual untuk tiap pasien
dan sangat kontras dengan diagnosis MBO yang identik bagi semua pasien. Hal ketiga adalah
perlunya tanpa keraguan memantapkan diagnosis cedera otak ireversibel yang cukup untuk
menyebabkan koma apneik. Diagnosis yang kompatibel adalah cedera kepala, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraserebral, tenggelam dan henti jantung. Penegakan diagnosis
memerlukan anamnesis yang cukup dan pemeriksaan klinis serta investigasi (biasanya CT Scan).
Elektrolit, gula darah dan gas darah arterial hendaknya diperiksa dan gangguan yang cukup
untuk menyebabkan koma hendaknya diatasi. Selain itu, upaya yang sungguh-sungguh harus
sudah dikerjakan untuk mengatasi efek-efek edema serebri, hipoksia dan syok. Sebagai
konsekuensi, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat, diperlukan waktu dan tidaklah biasa untuk
menegakkan diagnosis MBO sebelum 24 jam perawatan di rumah sakit. Seringkali pasien sudah
dirawat di rumah sakit jauh lebih lama.
CT Scan bermanfaat tidak saja untuk mengetahui kausa MBO, tetapi juga untuk memperlihatkan
efek herniasi lewat tentorium dan foramina magnum. Kompresi arteri dan vena mengakibatkan
edema sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat meningkat akibat terhalangnya drainase cairan
serebrospinal oleh sumbatan aquaduktus atau ruang subarakhnoid. Perubahanperubahan ini
menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi otak menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga
cabang-cabang arteri basilaris (yang mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan
perdarahan intraparenkimal dan memperparah edema (2,3).
Tes klinis. Sebelum melakukan tes formal, kita harus memastikan bahwa pasien tidak
menunjukkan postur abnormal (deserebrasi dan dekortikasi) dan tidak mempunyai refleks okulosefal aktif (fenomena mata kepala boneka) atau aktivitas kejang. Bila ada salah satu gejala
tersebut, pasti terjadi hantaran impuls saraf lewat batang otak dan selanjutnya tes tidak
diperlukan dan tidak tepat untuk dilakukan. Batang otak berarti masih hidup.
Tes formal fungsi batang otak dilaksanakan di samping tempat tidur dan memerlukan
demonstrasi apnea dalam keadaan hiperkarbia dan tidak adanya refleks batang otak. Peralatan
canggih tidak diperlukan selain analisis gas darah. Tes ini sendiri mudah dilakukan, hanya
memerlukan waktu beberapa menit dan hasilnya jelas. Bila memang tanda-tanda fungsi batang
otak yang hilang di atas ada semua, maka hendaknya secara sistematis diperiksa 5 refleks batang
otak (lihat tabel 3). Kelima refleks harus negatif sebelum diagnosis MBO ditegakkan. Tes
terhadap refleks-refleks batang otak dapat menilai integritas fungsional batang otak dengan cara
yang unik. Tidak ada daerah otak lainnya yang dapat diperiksa sepenuhnya seperti ini. Tes ini
mencari ada atau tidak ada respons, dan bukan gradasi fungsi. Ini mudah dilakukan dan dapat
dimengerti oleh setiap dokter atau perawat yang terlatih. Ini tidak bergantung pada mesin, atau
super spesialis.
Tes yang paling pokok untuk fungsi batang otak adalah tes untuk henti nafas (lihat tabel 4).
Namun, apnea dan arefleksia saraf kranial juga terjadi pada keadaan nonfatal lain seperti
ensefalitis batang otak dan sindroma Guillain-Barre.Lagi-lagi perlu ditekankan bahwa tes-tes
jangan dilakukan bila prasyarat-prasyarat belum dipenuhi. Ini perlu diperhatikan agar jangan
sampai terjadi kesalahan prosedur sebab selalu ada saja laporan kasus yang menggambarkan
keadaan yang menyerupai MBO tetapi ternyata dapat pulih kembali. Bila setiap kasus didekati
secara sistematis, tidak akan terjadi kesalahan (2,3).
FAKTOR PERANCU
Dalam membuat diagnosis MBO kadang-kadang dijumpai kesukaran. Bila dokter yang bertugas
masih ragu-ragu mengenai: a) diagnosis primer, b) kausa disfungsi batang otak yang reversibel
(obat atau gangguan metabolik), c) kelengkapan tes klinis, maka hendaknya jangan dibuat
diagnosis MBO !!.
Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis mati batang otak, sehingga hasil
diagnosis tidak dipastikan hanya berdasarkan pada alasan klinis. Pada keadaan ini pemeriksaan
konfirmatif direkomendasikan:
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat
antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade neuromuscular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2
Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti fungsi
batang otak:
a. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan punggung, ekspansi interkosta
tanpa volume tidal yang bermakna)
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau peningkatan mendadak tekanan
darah
e. Tidak adanya diabetes insipidus
Angiography
(conventional,
computerized
tomographic,
magnetic
resonance,
dan
radionuclide):
kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral
filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willis
b. Elektroensefalografi:
kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30
menit.
c. Nuclear brain scanning: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat ambilan
(uptake) isotop pada parenkim otak dan/atau jaringan vaskular, bergantung teknik isotop (hollow
skull phenomenon)
d. Somatosensory evoked potentials: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus.
e. Transcranial doppler ultrasonography: kematian batang otak ditegakkan oleh adanya puncak
sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau
reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular
resistance) terkait peningkatan tekanan intrakranial yang besar.