Anda di halaman 1dari 11

Resusitasi mutakhir telah membawa perubahan-perubahan pada definisi kematian.

8 Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan . Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti. Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak. Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan otak berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur.

Kapan seseorang dinyatakan mati Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.

Sesudah tahun 1960 an, dengan penggunaan ventilasi buatan dan cara-cara bantuan lain pada kasus-kasus kerusakan otak akibat trauma atau sebab lain, bila kemudian kerusakan ini terbukti ireversibel, jantung kadang-kadang dapat terus berdenyut selama 1 pekan atau lebih, atau bahkan sampai 14 hari, dengan sebagian besar otak mengalami dekomposisi. 9 Dengan kondisi seperti ini jantung dapat terus berdenyut sampai 32 hari (pada seorang anak umur 5 tahun). 6 Penghentian ireversibel semua fungsi otak disebut mati otak (MO). Penghentian total sirkulasi ke otak normotermik selama lebih dari 10 menit tidak kompatibel dengan kehidupan jaringan otak. 6 Jadi penghentian fungsi jantung mengakibatkan MO dalam beberapa menit, sedangkan penghentian fungsi otak mengakibatkan kehilangan fungsi jantung dalam beberapa jam atau hari. Kebanyakan kalangan yang berwenang dalam kedokteran dan hukum sekarang ini mendefinisikan kematian dalam pengertian MO walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan dipertahankan. 7Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep MBO sebagai pengganti MO dalam penentuan mati. 1,9 Menurut pernyataan IDI 1988, 4 seseorang dinyatakan mati bila a) fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) telah terbukti terjadi MBO. Secara klasis dokter menyatakan mati berdasarkan butir a tersebut dan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam atau di luar rumah sakit. Bahwa fungsi spontan nafas dan jantung telah berhenti secara pasti, dapat diketahui setelah kita mencoba melakukan resusitasi darurat. Pada resusitasi darurat, di mana kita tidak mungkin menentukan MBO, seseorang dapat dinyatakan mati bila 1) terdapat tanda-tanda mati jantung atau 2) terdapat tandatanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah dimulai resusitasi, pasien tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah (gag reflex) serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik, di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum. 3,4,11 Menurut Peraturan Pemerintah RI no 18 tahun 1981, 1 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia, meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli-ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung seseorang telah berhenti. Menurut penulis, batasan mati ini mengandung 2 kelemahan. Yang pertama, pada henti jantung (cardiac arrest) fungsi otak, nafas dan jantung telah berhenti, namun sebetulnya kita belum dapat menyatakan mati karena pasien masih mungkin hidup kembali bila dilakukan resusitasi. Yang kedua, dengan adanya kata-kata denyut jantung telah berhenti, maka ini justru kurang menguntungkan untuk transplantasi, karena perfusi ke organ-organ telah berhenti pula, yang tentunya akan mengurangi viabilitas jaringan/organ.

Diagnosis MBO
Diagnosis MBO barangkali merupakan diagnosis paling penting yang pernah dibuat oleh dokter, karena bila telah dipastikan, normalnya ventilator akan dilepaskan dari pasien dan henti jantung akan terjadi tidak lama kemudian. Jadi, diagnosis ini merupakan ramalan yang terlaksana dengan sendirinya (self-ful filling prophecy). Kebanyakan dokter yang merawat dapat membenarkan dilepaskannya ventilator dari pasien, karena meneruskan ventilasi mekanis memberikan stres bagi famili pasien dan staf perawatan. Selain itu, terapi yang diteruskan secara tidak langsung menyatakan bahwa pemulihan masih dimungkinkan dan memberi famili pasien harapan palsu. Namun ventilasi yang diteruskan selama periode yang singkat sesudah diagnosis MBO memungkinkan perolehan organ kualitas bagus untuk tujuan transplantasi dan seringkali dilakukan.

Penerimaan batang otak sebagai sumber kehidupan dan penghentian ventilasi sebagai akibat diagnosis MBO potensial sulit bagi orang awam untuk menerimanya. Tidaklah mudah untuk memberitahu famili pasien, yang berwarna merah, hangat dan kelihatannya bernafas dengan nyaman pada ventilator, mati. Bahkan lebih sulit lagi jika famili pasien melihat gerakan pasien yang dinyatakan dokter timbul pada tingkat spinal dan tidak mengindikasikan fungsi otak. Masyarakat di negara maju seperti Inggris 12 sangat mempercayai dokter dan biasanya tidak dijumpai kesulitan tatkala dibuat diagnosis MBO. Sekarang ini sudah dapat diterima bahwa batang otak, dan bukan seluruh otak, pengatur respirasi dan stabilitas kardiovaskular. Diyakini bahwa untuk mendapatkan kesadaran harus ada kontinyuitas neuronal antara sistem saraf periferal dan korteks. Bila batang otak yang menghubungkan keduanya mati, kontinyuitas sistem yang diaktifkan oleh retikular terganggu dan tidak dapat timbul kesadaran. Diagnosis MBO dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI 5 tentang MBO. Diagnosis MBO mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan prasyarat-prasyarat dan komponen kedua adalah tes klinik fungsi batang otak. Prasyarat. Prasyarat-prasyarat dapat dilihat pada tabel 1. Pada hakekatnya sebelum melakukan tes klinis, dokter harus menetapkan tanpa keraguan bahwa pasien komatous dan bergantung pada ventilator dan mempunyai kondisi yang konsisten dengan koma ireversibel dan hilangnya fungsi batang otak. Pasien dengan MBO tidak dapat bernafas. Dokter-dokter yang tidak familiar dengan diagnosis MBO kadangkadang menyarankan dokter seniornya untuk melakukan testing pada pasien yang tidak bergantung pada ventilator dengan cedera berat. Fenomena ini menonjolkan tiga hal. Pertama dokter-dokter yang bekerja di ICU perlu lebih dahulu mengkaji langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis MBO sesuai fatwa IDI 5 yang memang belum tersosialisasikan dengan baik, agar jangan sampai melewatkan langkah-langkah yang harus dijalani sebelum melakukan testing arefleksia batang otak. Kedua adalah adanya kenyataan bahwa beberapa pasien menderita cedera otak berat yang akhirnya inkompatibel dengan kehidupan yang lama, namun kausa kematiannya bukanlah MBO. Beratnya cedera otak pada pasien-pasien ini dapat mengindikasikan keputusan untuk menghentikan terapi aktif atau membatasi terapi aktif. Keputusan penghentian atau limitasi terapi individual untuk tiap pasien dan sangat kontras dengan diagnosis MBO yang identik bagi semua pasien. Hal ketiga adalah perlunya tanpa keraguan memantapkan diagnosis cedera otak ireversibel yang cukup untuk menyebabkan koma apneik. Diagnosis yang kompatibel adalah cedera kepala, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, tenggelam dan henti jantung. Penegakan diagnosis memerlukan anamnesis yang cukup dan pemeriksaan klinis serta investigasi (biasanya CT Scan). Kausa koma yang reversibel yang menyulitkan diagnosis primer harus pula disingkirkan. Khususnya sedatif, analgetik dan pelumpuh otot hendaknya disingkirkan, sebagai kausa ketidaksadaran atau arefleksia. Pasien hendaknya mempunyai suhu sentral lebih dari 35C. Intoksikasi obat, hipotermia, gangguan metabolik atau endokrin, semua dapat menyebabkan perubahan berat pada fungsi batang otak, namun reversibel. MBO tidak boleh dipertimbangkan bila terdapat kondisi-kondisi ini, baik sebagai penyebab koma primer ataupun faktor penunjang.

Elektrolit, gula darah dan gas darah arterial hendaknya diperiksa dan gangguan yang cukup untuk menyebabkan koma hendaknya diatasi. Selain itu, upaya yang sungguh-sungguh harus sudah dikerjakan untuk mengatasi efek-efek edema serebri, hipoksia dan syok. Sebagai konsekuensi, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat, diperlukan waktu dan tidaklah biasa untuk menegakkan diagnosis MBO sebelum 24 jam perawatan di rumah sakit. Seringkali pasien sudah dirawat di rumah sakit jauh lebih lama.

CT Scan bermanfaat tidak saja untuk mengetahui kausa MBO, tetapi juga untuk memperlihatkan efek herniasi lewat tentorium dan foramina magnum. Kompresi arteri dan vena mengakibatkan edema sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat meningkat akibat terhalangnya drainase cairan serebrospinal oleh sumbatan aquaduktus atau ruang subarakhnoid. Perubahanperubahan ini menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi otak menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga cabang-cabang arteri basilaris (yang mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan perdarahan intraparenkimal dan memperparah edema.13 Interpretasi perubahanperubahan ini pada seksi aksial tradisional CT Scan

memerlukan pengalaman. Herniasi otak, bagi dokter nonradiologis, paling mudah dilihat pada citra CT koronal.13 Untuk contoh grafik edema otak ireversibel dan herniasi, pembaca dianjurkan untuk membaca buku Plum dan Posner; The Diagnosis of Stupor and Coma. 13

Dalam membuat diagnosis MBO kadang-kadang dijumpai kesukaran (lihat tabel 2). Bila dokter yang bertugas masih ragu-ragu mengenai: a) diagnosis primer, b) kausa disfungsi batang otak yang reversibel (obat atau gangguan metabolik), c) kelengkapan tes klinis, maka hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO !!.
Tes klinis. Sebelum melakukan tes formal, kita harus memastikan bahwa pasien tidak menunjukkan postur abnormal (deserebrasi dan dekortikasi) dan tidak mempunyai refleks okulo-sefal aktif (fenomena mata kepala boneka) atau aktivitas kejang. Bila ada salah satu gejala tersebut, pasti terjadi hantaran impuls saraf lewat batang otak dan selanjutnya tes tidak diperlukan dan tidak tepat untuk dilakukan. Batang otak berarti masih hidup. Tes formal fungsi batang otak dilaksanakan di samping tempat tidur dan memerlukan demonstrasi apnea dalam keadaan hiperkarbia dan tidak adanya refleks batang otak. Peralatan canggih tidak diperlukan selain analisis gas darah. Tes ini sendiri mudah dilakukan, hanya memerlukan waktu beberapa menit dan hasilnya jelas. Bila memang tanda-tanda fungsi batang otak yang hilang di atas ada semua, maka hendaknya secara sistematis diperiksa 5 refleks batang otak (lihat tabel 3). Kelima refleks harus negatif sebelum diagnosis MBO ditegakkan. Tes terhadap refleks-refleks batang otak dapat menilai integritas fungsional batang otak dengan cara yang unik. Tidak ada daerah otak lainnya yang dapat diperiksa sepenuhnya seperti ini. Ini menguntungkan karena konsep mati yang baru secara tak langsung menyatakan bahwa semua yang berarti bagi kehidupan manusia bergantung pada integritas jaringan yang hanya beberapa sm3 ini. Tes ini mencari ada atau tidak ada respons, dan bukan gradasi fungsi. Ini mudah dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap dokter atau perawat yang terlatih. Ini tidak bergantung pada mesin, atau super spesialis.

Tes yang paling pokok untuk fungsi batang otak adalah tes untuk henti nafas (lihat tabel 4).

Namun, apnea dan arefleksia saraf kranial juga terjadi pada keadaan nonfatal lain seperti ensefalitis batang otak dan sindroma Guillain-Barre.14 Lagi-lagi perlu ditekankan bahwa tes-tes jangan dilakukan bila prasyarat-prasyarat belum dipenuhi. Ini perlu diperhatikan agar jangan sampai terjadi kesalahan prosedur sebab selalu ada saja laporan kasus yang menggambarkan keadaan yang menyerupai MBO tetapi ternyata dapat pulih kembali. Bila setiap kasus didekati secara sistematis, tidak akan terjadi kesalahan.

MATI BATANG OTAK (MBO) Yang dimaksud mati dewasa ini adalah mati batang otak walaupun jantung masih berdenyut dan respirasi dengan ventilator masih dipertahankan. Dahulu definisi kematian adalah apnoe (henti nafas) dan circulatory arrest (henti sirkulasi) dimana aktivitas cerebral terhenti sebentar (reversible) masih mungkin dilakukan cardiopulmonary dan brain resusitasi kemungkinan fungsi otak kembali normal, kematian seperti ini disebut Clinical death(mati klinis). Bila mati klinis berlanjut tanpa resusitasi akan terjadi nekrosis seluruh jaringan tubuh dimulai dari otak, disebut biological death (mati biologis). Sedangkan sosial death (mati sosial) (persistent vegetative state)(sindroma apalika) menggambarkan kerusakan otak yang irreversible dimana pasien tetap tak sadar /tidak responsif tetapi mempunyai EEG yang masih aktif dan beberapa reflek masih utuh. Cerebral death (mati cerebral) dimana cerebrum mengalami nekrosis terutama neocortical. Brain death (total brain death)(mati otak total) adalah mati cerebral dengan nekrosis sisa otak lainnya (cerebellum,midbrain dan brain stem).(otak kecil,otak tengah dan batang otak). Harus dibedakan brain death dengan severe neurological dysfunction dimana masih ada menetap sedikit aktifitas otak, biasanya kita bagi dua golongan: A. Locked in Syndrome (paralytic akinesia) - (cerebrospinal dysconection) Dalam keadaan ini :

Mental awareness (+). Cranial nerve dysfunction (+) Voluntary muscle movement (-)

Umpama : lesi medulla-pontine. B. Apalic syndrome : Depressi awareness yang dalam depressi EEG sampai isoelektrik. Fungsi brain stem masih berlangsung atau bisa ditimbulkan. Untuk itu baik fungsi cortical maupun brainstem harus diteliti dengan kriteria yang ditetapkan dalam menentukan brain death. Yaitu yang ditetapkan oleh Presbyterian University Hospital Pittsburg. Kriteria untuk menentukan diagnosis MBO (mati batang otak). Pasien yang diobservasi harus di rumah sakit, dengan dua kali pemeriksaan klinik dimana jarak (interval) kedua pemeriksaan tidak kurang dari dua jam dilakukan oleh minimal 2 ahli yang mendapat kompetensi (neurologist, neurosurgeon atau intensivist) bersama atau terpisah.

Koma dengan sebab yang ditetapkan, dan tidak adanya induced hipotermia, dan obat-obat yang bersifat depressant. Jika ada indikasi pemeriksaan ethanol darah,dan toksikologi harus dilakukan dan temperatur tubuh juga dicatat. Tidak dijumpai gerakan otot spontan,tanda-tanda sikap abnormal (decerebrasi&decorticasi) atau menggigil dalam keadaan tanpa muscle relaxant (pelemas otot) atau obat sedatif. Cranial reflexes & responses:(minimal lima reflex negatif).

1. Tak ada respons reflex cahaya pupil.ini disamarkan oleh obat antikolenergik. 2. Tak ada cornea reflex. 3. Tak ada respons terhadap stimulus sakit yang hebat seperti tekanan pada supra orbital. 4. Tak ada respons terhadap stimulus jalan nafas bagian atas dan bawah umpama pharyngeal atau penghisapan endotracheal. 5. Tak ada respons okular bila telinga diirigasi dengn 50 cc air es (tak ada gerakan mata) (reflexoculovestibular). Hal ini bisa disamarkan oleh obat ototoksik,penekan vestibular. 6. Tak ada gerakan bola mata bila kepala diputar (reflex oculocephalic).

Tak ada gerakan nafas spontan selama tiga menit bila ventilator dilepas dan PaCO2 > 50 Torr pada Akhir test apnoe dalam hal ini tanpa pelemas otot, tak dilakukan bila ICP tinggi. Jika pada riwayat penyakit pasien mempunyai ketergantungan pada stimulus hipoksia untuk pernafasan umpama pada penderita COPD(chronic obstructive pulmonary diseases) maka PaO2 pada akhir test harus < 50 Torr. Jadi dicatat PaO2 dan PaCO2 pada akhir test apnoe.

Test apnoe : 1. Pre oksigenasi selama 10 menit dengan O2 100 % untuk mencegah hipoksia. 2. Beri CO2 5% dalam 95% selama 5 menit berikutnya untuk menjamin PaCO2 awal 40 torr. 3. Ventilator dilepas, insuflasi O2 6L/menit via kateter lewat karina.selama sepuluh menit. Untuk mencegah hipoksia, agar tak terjadi kerusakan organ. Test ini diulang dengan selang waktu 25- 40 menit. Untuk mencegah kesalahan pengamatan.

Gambaran EEG yang isoelektris. Dengan minimal tehnik pencatatan yang telah ditetapkan bisa terjadi atas pengaruh sedatif encepfalitis,trauma otak atau anoksia atau hipotermia yang dalam. Kegagalan menaikkan heart rate (kecepatan denyut jantung) dengan pemberian 1-2 miligram. Sulfas atropin intra vena setelah lima menit atau kenaikan tak lebih 5 x/ menit

Penetapan diagmosis MBO perlu untuk menentukan sikap kita dalam mempertahankan atau mengakhiri tindakan resusitasi gawat darurat. Bila diagnose MBO sudah pasti maka pasien dinyatakan meninggal dengan sertifikat kematian. Walau jantung masih berdenyut, tidak diperlukan persetujuan keluarga untuk membuat sertifikasi kematian. Tetapi bila pasien telah menyatakan dirinya sebagai donor organ sebelum kematiannya maka setelah onset braindeath resusitasi terus dilakukan sampai organ tubuh pasien dikeluarkan untuk mempertahankan keawetan organ, tetapi kontra indikasi bila dijumpai beberapa keadaan tertentu dibahas dalam management resusitasi untuk transplantasi organ. Setelah MBO cardiac death (mati jantung) sekunder biasanya terjadi setelah 72 jam sejak MBO tetapi kadang kadang walau jarang bisa sampai satu bulan.ini karena merupakan efektor autonom yang bekerja tanpa pengaruh syaraf pusat dalam waktu terbatas.

Sikap kita ventilator dihentikan biarkan saja sampai circulasi berhenti sendiri. Mati jantung adalah henti jantung yang irreversible dimana EKG isoelektris selama minimal 30 menit, (intractable electric asystole) walaupun terapi CPR telah optimal. Tidak ada pulsasi tetapi ada EKG complex (mechanical asystole tanpa electric asistole) bukanlah tanda irreversibelity cardiac. Selama aktifitas EKG berlangsung kita harus bersikap bahwa masih ada waktu untuk memulihkan circulasi spontan. Sebenarnya aktifitas EKG bisa berlangsung setelah beberapa menit terjadi henti jantung tanpa resusitasi atau berjam-jam selama CPR dilakukan. Selama CPR dengan dada tertutup tanpa monitoring EKG tak bisa dibuktikan adanya henti jantung yang irreversible oleh karena ventrikel fibrilasi mungkin ada dan ventrikel fibrilasi selalu mungkin reversible. Ada beberapa kasus ventrikel fibrilasi setelah CPR berjam-jam disertai defibrilasi pulih kembali kesadarannya. Bila telah dilakukan CPR ditemukan sirkulasi spontan,reaksi pupil positif ,respirasi spontan, gerakan spontan ini menunjukkan adanya oksigenasi serebral. Bila pupil tetap dilatasi tanpa reaksi,tanpa respirasi spontan selama 1-2 jam,walaupun sirkulasi spontan sudah dicapai, ini menunjukkan kerusakan otak yang hebat walaupun tidak selalu disertai mati batang otak. Perlu diketahui pupil dilatasi /fixed bisa dijumpai diluar mati otak yaitu kontussio serebri,perdarahan intra kranial,pemberian katekolamin waktu resusitasi atau overdosis obat-obat hipnotik. Secara kasar pasien yang sadar dalam waktu sepuluh menit sesudah sirkulasi spontan akan pulih kembali dengan fungsi otak yang normal,tetapi setelah 6-12 jam sejak sirkulasi spontan dilakukan penekanan yang kuat pada sudut mandibula, tanpa respons nyeri, tanpa Doll eyes, biasanya pasien akan menderita kerusakan otak yang permanent (Bates). Bila fasilitas EEG,monitor gas darah tak ada maka angiografi karotid yang menunjukkan tidak ada flow intrakranial alternatif yang dapat diterima sebagai bukti adanya MBO. Pada tahun 1988 IDI mengeluarkan pernyataan berkaitan kapan seorang dinyatakan mati.

Bila pernafasan spontan dan jantung telah pasti berhenti,setelah dilakukan CPR optimal. Bila telah dipastikan terjadi MBO, tetapi pada CPR darurat dimana tidak mungkin menentukan MBO maka seorang dapat dinyatakan mati bila :

1. Ditemukan tanda-tanda mati jantung. 2. Setelah dimulai CPR pasien tetap tidak sadar, tidak muncul nafas spontan reflex muntah negatf serta pupil tetap dilatasi. Selama lebih 30 menit kecuali pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anestesi umum. Check list untuk diagnose klinis dari brain death menurut Medical Center of Pittsburgh University dalam menerbitkan sertifikasi kematian : I. Tidak adanya cofounding factors

Tekanan darah sistolik > 90 mmHg tanpa vaso pressor dan perfusi perifer adekuat. Suhu tubuh > 32 derajat C dibawah 32 C EEG bisa isoelektris. Tanpa obat mendepressi CNS (anestetik,narkotik,sedatif,alkohol). Kadar sedatif tidak lebih besar dari subterapetik, kadar alkohol tak >= 100 mg %. Bila curiga lakukan test toksikologi. Tak menggunakan pelemas otot, bisa membuat apnoe atau gerakan(-).

Tidak ada uremia,meningo ensefalopati,hepato ensefalopati atau metaboilik ensefalopati bila ada harus diambil EEG untuk menentukan brain death.

II. Absen fungsi serebral dan batang otak


Tak ada reflex batang otak termasuk test apnoe. Tak ada responsivity dan reseptivity dari serebral. Tak respons terhadap stimulus nyeri (penekanan supra orbital). Tak ada gerakan otot spontan, deserebrate rigidity atau decorticasi atau kejang. Tak ada reflex cahaya pupil(fixed) (paling penting)(takperlu dilatasi atau equal). Tak ada reflex kornea (kelemahan facial sebelumnya bisa bikin reflex kornea negatif). Tidak ada reflek batuk dan menelan (tak respons terhadap stimulus jalan nafas atas dan bawah) dengan menyedot faring atau trakea, via pipa trakeal. (test n. vagus dan glossopharyngeal) Tak ada reflex okulosefalik dengan memutar kepala arah kesisi kontralateral tidak ada gerakan bola mata, tak boleh pada fractur cervical. Tak ada reflex okulo vestibular (meninggikan kepala 30 derajat, lakukan irigasi 50 cc air es kedalam saluran telinga luar tidak ada gerakan bola mata boneka.( test labirinth). Tidak ada peningkatan denyut jantung kalaupun ada tak lebih dari lima kali menit sesudah 5 menit diberikan 0,04 mg/kg atropin iv. Sebagai test fungsi n vagus dimana atropin sebagai vagolitik. Dicatat denyut jantung sebelum dan sesudah test atropin. Apnoe pada saat PaCO2 > 60 mmHg merupakan stimulus paling kuat untuk merangsang pusat nafas.minimal 30 detik. Dicatat PaCO2 dan PaO2 pada akhir test apnoe.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

III .Test untuk mengkonfirmasi diagnose brain death (Confirmatory test) evaluasi fungsi neuron atau sirkulasi darah intra kranial.

EEG adanya elektro serebral silence, lebih dari 30 menit. Test ini dilakukan bila ada encefalopati, penyebab koma tidak tahu atau global iskemia sudah berlangsung 24 jam atau paling sedikit satu pemeriksaan tidak dilakukan atau test apnoe tidak bisa dilakukan takut terjadi henti jantung. Cerebral arteriografi (4 pembuluh darah serebral) tidak dijumpai sirkulasi darah intrakranial, test ini dilakukan. kalau pasien hipotermia berat, mendapat CNS depressant, alkohol atau pelemas otot.

IV. Komentar : Semua hasil pemeriksaan telah memenuhi kriteria MBO walaupun jantung masih berdenyut. Sertifikasi kematian Setelah mempertimbangkan hasil-hasil diatas dengan ini kami menyatakan kematian atas nama, jenis kelamin, umur dan alamat, tanggal, jam, meninggal. Ditanda-tangani oleh dua orang dokter. Langkah selanjutnya memberi tahu keluarganya akan

dihentikan bantuan hidup yang ujungnya sia-sia bukan berarti membiarkan mati. Bila keluarga sudah menerima tentang kematian otak maka ventilator, monitor, infus di stop dilakukan oleh petugas yang merawat, biarkan sampai jantung berhenti sendiri. Bila akan dilakukan transplantasi organ minta persetujuan tertulis dari keluarga. Bila setuju maka teruskan bantuan utama untuk mencegah injury organ. Kontroversi MBO Ada bukti-bukti menunjukkan residual neuron function yang bisa bertahan walaupun telah dinyatakan semua kriteria telah dipenuhi untuk diagnose MBO. Termasuk berlanjutnya produksi hormon hipofise/hipotalamus dan bertahannya suhu tubuh tetap normal walaupun pada angiografi 4 pembuluh darah serebral tidak ada tanda-tanda sirkulasi intrakranial. Masih ada spontanous depolarisation bisa ditest dengan menempatkan elektrode lebih dalam meskipun EEG cortex isoelectric silence. Adanya enviromental responsiveness dibuktikan dengan naiknya tekanan darah dan kecepatan denyut jantung sebagai respons pembedahan selama organ procurement diduga respons terhadap stimulus komponen extra kranial dari ANS. Namun hal ini bisa terjadi sebab definisi MBO adalah hilangnya permanent semua fungsi neuron terpadu bukan kematian semua cell. Ringkasan :Kriteria MBO yang digunakan sejak 1968 di Universitas Pittsburgh termasuk ketiadaan total, aktivitas serebrum dan batang otak pada dua pemeriksaan klinis dengan interval minimal dua jam,tanpa depresan CNS,pelumpuh otot dan hipotermi. Diantara dua pemeriksaan klinis dilakukan perekaman EEG dengan atau tanpa stimulasi suara,dengan pembesaran dua mikrovolt per mm menunjjukan rekaman isoelektrik selama minimal 30 menit. Tidak terdapatnya pernafasan spontan selama 3 menit dimana PaCO2 harus >50 torr untuk penderita COPD yang memerlukan hipoksia untuk pernafasan maka PaO2<50 torr untuk ini perlu analisa gas darah. Reflex dan respons saraf otak termasuk reflex pupil harus tak ada. Laju jantung tak boleh meningkat selama pemberian atropin iv. Semua aktivitas batang otak tidak ada kecuali aktivitas sumsum tulang karena neuron sumsum tulang belakang masih hidup setelah mati otak. Bila fasilitas EEG atau BGA tidak ada, maka angiografi untuk memastikan tidak ada perfusi intrakranial sebagai alternatif. Namun bila pemeriksaan laboratorium juga tak ada maka pemeriksaan klinis saja mencukupi. Persetujuan keluarga tidak perlu untuk sertifikasi mati otak dan dua dokter minimal menandatangani sertifikat kematian pasie

Anda mungkin juga menyukai