A. Definisi
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh
fungsi otak, termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda
utama manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pada panduan Australian and New
Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun
1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah kematian otak
harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak
secara ireversibel. Kematian otak saat terjadi hilangnya kesadaran yang
ireversibel, dan hilangnya respon refleks batang otak dan fungsi
pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya aliran darah
intrakranial secara ireversibel”. (Hing-yu, 1994).
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian
otak didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang
tidak berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak
adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan
napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap
cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji
kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks
menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring, refleks
tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua adalah
data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan
ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang
dari 32,2o c) atau depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan
tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter. (Mernoff, 2009)
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan
oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws,
President’s Commission For The Study of Ethical Problems In Medicine
and Biomedical and Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak
apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara
ireversibel, dan (2), terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan,
termasuk batang otak, secara ireversibel. (Mernoff, 2009)
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya
denyut jantung dan usaha napas, serta pemeriksaan ekg dan uji
apnea.terhentinya fungsi otak dinilai dari adanya keadaan koma serta
hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks-refleks. Menurut
panduan yang digunakan di amerika, kematian otak didefinisikan sebagai
hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak.tiga
temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks
batang otak, dan apnea (New York State Department of Health, 2005)
Kriteria mati batang otak:
1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini tidak disebabkan oleh obat-obat depresan
sistem saraf pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak
adekuat: efek obat-obat penghambat neuromuskular harus
disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah merupakan
penyebab utama kondisi pasien saat ini.
2. Tes
a. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada reflek muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap
rangsang nyeri, misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernafasan ketika ventilator dilepaskan.
Tes harus dilaksanakan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki
keahlian yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan. Tes
harus dilakukan dengan interval, kematian dipastikan pada waktu tes
kedua dilakukan, dengan asumsi tidak adanya bukti fungsi batak otak
yang terdeteksi.
B. Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua
refleks batang otak. Penyebab umum kematian otak termasuk trauma,
perdarahan intrakranial, hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak
primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain,
hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.
Penyebab paling umum:
1. Trauma cedera otak
2. Pendarahan intrakranial
3. Tumor
4. Infeksi
5. Ensefalopati metabolik
6. Hiposekmia
7. Iskemia
C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut
ditemukan:
1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).
2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap
cahaya).
3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak
disertai kedipan mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota
tubuh manapun).
4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot
dan hilangnya aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).
5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:
a. Bola mata terfiksasi dalam orbita.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.
d. Tidak ada refleks muntah atau batuk.
D. Pathway
(terlampir)
E. Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan
hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema
otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian
tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan
terhenti dan kematian otak terjadi (Lazar, 2001). Aliran darah normal yang
melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60
mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira
beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit.
Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan
hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi
karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian
langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak
yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan
yang bersifat irreversibel (Guyton 1996).
Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh
kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut
adalah konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan
konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion
hidrogen akan meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan
konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran (wilson, 1994).
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena
kurangnya aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan
struktur otak, baik itu secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada
binatang menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran
darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam
waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka
kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di
bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung
lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23
ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat
secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena
kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di
wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2
dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam
daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu
dengan mengadakan vasodilatasi maksimal (Gunther et al., 2011).
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut
dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik
tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola
vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel.
Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan
tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih
bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa
bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf
daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri)
merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis
eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama
adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir
adalah gambaran infark (Guyton 1996).
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya
umum. Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak.
Berbagai mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk
pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi
spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose)
polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria (Cryer, 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat meliputi 4 daftar (A, B, C, dan D):
Daftar A (Garis Besar) Daftar B (uji terhadap
1. Tanpa pergerakan spontan, hilangnya refleks-refleks
kejang atau gerakan badan batang otak)
lainnya. 1. Pupil terfiksasi dan dilatasi,
2. Tanpa respon terhadap jenis tanpa respon langsung atau
rangsang nyeri apa pun tidak langsung terhadap
(misalnya menggosok cahaya. Pupil harus dalam
sternum, penekanan pada ukuran menengah atau
kuku jari, penekanan besar.
dengan jarum) pada daerah 2. Hilangnya refleks kornea.
distribusi nervus kranialis. 3. Hilangnya respon
3. Hilangnya refleks-refleks vestibulo-okuler terhadap
batang otak. rangsang air dingin (“cold
4. Pasien bernapas dengan calories”). Gunakan
napas bantuan. Uji apnea minimal 120 mm air es dan
menunjukkan hilangnya posisi kepala 30 derajat
pernapasan spontan. terhadap sumbu horizontal.
5. Menyingkirkan 4. Hilangnya refleks batuk.
kemungkinan keadaan 5. Hilangnya respon terhadap
eksaserbasi. kateter yang ditempatkan
6. Memastikan kondisi pasien dalam endotracheal tube ke
akan kerusakan struktur dalam trakea.
otak yang tidak dapat 6. Hilangnya fenomena
diperbaiki. “doll’s eye”.
7. Memastikan bahwa bukti-
bukti klinis tidak berubah
dengan peninjauan kembali
2 sampai 24 jam kemudian.
Daftar C (Uji Apnea) Daftar D (menyingkirkan
1. Garis arterial, oximeter kemungkinan kondisi
denyut nadi dan fasilitas tambahan)
untuk pengukuran gas darah 1. Pengaruh obat-obatan
arteri. depresan susunan saraf
2. Atur ventilasi fi02 ke 1.0. pusat (mis. Barbiturat,
3. Atur ventilasi jika perlu benzodiazepin, narkotik).
untuk memastikan 2. Hipotermia – suhu rata-rata
paco2 berada diantara 40 (mis. Suhu esophagus,
mmhg dan 50 mmhg. rektal) di bawah 32,2
4. Gambar sampel abg nomor derajat celcius (900 f).
1 3. Gangguan elektrolit (mis.
5. Mulai stopwatch, cabut Hiponatremia, asidosis
ventilator dan masukkan metabolik).
oksigen sebanyak 6 4. Lanjutan blokade
liter/menit melalui kateter neuromuskuler setelah
trakea untuk membantu peemberian agen
mencegah hipoksia. penghambat neuromuskuler
Perhatikan setiap gerakan (tinjau kembali daftar
yang memperlihatkan usaha pemberian anestetik dan
untuk bernapas spontan. riwayat icu; periksa dengan
6. Setelah 6 menit, gambarkan stimulator saraf; balikkan
sampel abg nomor 2 dan efek agen tersebut dengan
sambungkan kembali neostigmin).(3)
ventilator.
7. Hitung peningkatan
paco2 selama periode apnea.
Peningkatan harus lebih dari
10 mmhg dan tidak adanya
usaha untuk bernapas
spontan harus ada pada uji
apnea yang menunjukkan
bahwa tidak ada aktivitas
pernapasan spontan yang
terjadi.
Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya
pengujian. Persyaratan-persyaratan berikut ini harus diperhatikan:
1. Suhu inti ≥ 36,5o C
2. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mm Hg,
3. Euvolemia (atau lebih baik apabila balans cairan positif selama 6 jam
sebelum pemeriksaan),
4. Eukapnea (atau apabila PCO2 arteri ≥ 40 mm Hg), dan
5. Normoksemia (atau apabila PO2 arteri ≥ 200 mm Hg).
G. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak
(Jacobalis, 1997). Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah
mati, Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak, sekalipun
elektrokardiografi masih menunjukkan ritme normal (Indries, 1997). Jika
semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat
pendukung hidup lainnya dapat dilepas. Untuk negara dengan tindakan
transpalntasi yang telah berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan
secepat mungkin agar organ yang ada pada pasien tersebut dapat
digunakan untuk keperluan transplantasi calon resepien (Jacobalis, 1997).
Untuk penatalaksanaan mati batang otak, bisa digunakan
euthanasia. Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu
secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai
bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan
mengakhiri hidupnya. Ada empat metode euthanasia:
1. Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
2. Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan
dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif
(koma).
3. Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat
dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus
serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan
ditolak.
4. Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu
bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan
informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga
dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri
tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut
sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di amerika serikat, kasus
ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.
•
Spontan 4
•
Terhadap perintah/pembicaraan 3
•
Terhadap rangsang nyeri 2
•
Tidak membuka mata 1
Respons Motorik
•
Sesuai perintah 6
•
Mengetahui lokalisasi nyeri 5
•
Reaksi menghindar 4
•
Reaksi fl eksi–dekortikasi 3
•
Reaksi ekstensi–deserebrasi 2
•
Tidak berespons 1
Respons Verbal
•
Dapat berbicara dan memiliki orientasi 5
Baik
•
Dapat berbicara, namun disorientasi 4
•
Berkata-kata tidak tepat dan tidak 3
jelas (inappropriate words)
•
Mengeluarkan suara tidak jelas 2
(incomprehensive sounds)
•
Tidak bersuara 1
d. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.
1) Observasi umum.
a) Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah,
membasahi bibir. Bila (+), prognosis cukup baik.
b) Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali
(myoclonic jerk). Disebabkan oleh gangguan metabolik.
2) Lengan dan tungkai.
a) Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di
hemisfer, batang otak masih baik.
b) Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan
di batang otak.
3) Pola pernafasan
Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi
keadaan apnea, kemudia timbul pernafasan yang berangsur-
angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai suatu
puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak
bagian atas.
Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat
dan dalam disebabkan gangguan di tegmentum (antara
mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari
pernafasan Cheyne-stokes. Prognosisnya juga lebih buruk
Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam
diikuti oleh poenghentian ekspirasi selama beberapa
saat.Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada
hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.
Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal,
cepat, dan tidak teratur. Terganggunya formation retikularis di
bagian dorsomedial dan medulla oblongata. Terlihat pada
keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda
menjelang ajal.
4) Kelainan pupil dan bola mata
Penampang pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk
dan reflek.
a) Deviasi conjugate
Kedua bola mata kesamping kearah hemicerebral yang
terganggu. Besar, penampang pupil dan reaksi reflek
cahaya normal, menunjukkan kerusakan di pontamen
b) Kelainan thalamus
Kedua bola mata melihat ke hidung, dan tak dapat melihat
ke atas, pupil kecil, reflek cahaya lambat.
c) Kelainan pons
Kedua bola mata di tengah, bila dilakukan gerakan, doll eye
m, pupil sebesar titik (pin point pupil), reflek cahaya
positif(+)
d) Kelainan di cerebellum
Kedua bola mata ditengah, pupil lebar, bentuk normal,
reflek cahaya positif(+)
e) Kelainan di nervus III
Pupil di daerah terganggu melebar, reflek cahaya positif
(+), pupil pada sisi sehat normal. Sering terlihat pada
herniasi tentorium, nervus iii tertekan.
f) Refleks pupil
Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi).
Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan
kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita koma
hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila
refleks cahaya terganggu, gangguan di mesensefalon.
Doll’s eye phenomenon Gangguan di pons (refleks okulo-
sefalik negative).
Refleks okulo-vestibular Menggunakan tes kalori. Jika ( -)
berarti terdapat gangguan di pons.
g) Refleks kornea
Merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan
di pons.
5) Refleks muntah
Sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
6) Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan,
sternum. Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks,
sebagai berikut:
a) Abduksi : fungsi hemister masih baik (high level function).
b) Menghindar (Flexi dan aduksi) : hanya ada low level
function.
c) Flexi : ada gangguan di hemister.
d) Extensi kedua lengan dan tungkai : gangguan di batang
otak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume
cairan serebrospinal. (00201)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler dan hipoventilasi (00032)
c. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
fisiologis disfungsi neuromuskuler (00031)
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
faktor resiko: tidak mampu dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena faktor biologis penurunan
kesadaran/ koma (00002)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume
cairan serebrospinal.(00201)
Domain 4 : Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses