Anda di halaman 1dari 25

MATI BATANG OTAK (MBO)

A. Definisi
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh
fungsi otak, termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda
utama manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pada panduan Australian and New
Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun
1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah kematian otak
harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak
secara ireversibel. Kematian otak saat terjadi hilangnya kesadaran yang
ireversibel, dan hilangnya respon refleks batang otak dan fungsi
pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya aliran darah
intrakranial secara ireversibel”. (Hing-yu, 1994).
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian
otak didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang
tidak berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak
adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan
napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap
cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji
kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks
menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring, refleks
tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua adalah
data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan
ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang
dari 32,2o c) atau depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan
tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter. (Mernoff, 2009)
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan
oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws,
President’s Commission For The Study of Ethical Problems In Medicine
and Biomedical and Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak
apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara
ireversibel, dan (2), terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan,
termasuk batang otak, secara ireversibel. (Mernoff, 2009)
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya
denyut jantung dan usaha napas, serta pemeriksaan ekg dan uji
apnea.terhentinya fungsi otak dinilai dari adanya keadaan koma serta
hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks-refleks. Menurut
panduan yang digunakan di amerika, kematian otak didefinisikan sebagai
hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak.tiga
temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks
batang otak, dan apnea (New York State Department of Health, 2005)
Kriteria mati batang otak:
1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini tidak disebabkan oleh obat-obat depresan
sistem saraf pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak
adekuat: efek obat-obat penghambat neuromuskular harus
disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah merupakan
penyebab utama kondisi pasien saat ini.
2. Tes
a. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada reflek muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap
rangsang nyeri, misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernafasan ketika ventilator dilepaskan.

Tes harus dilaksanakan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki
keahlian yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan. Tes
harus dilakukan dengan interval, kematian dipastikan pada waktu tes
kedua dilakukan, dengan asumsi tidak adanya bukti fungsi batak otak
yang terdeteksi.

Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati


batang otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung
berhenti berdenyut. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau
ditunda hanya tindakan yang bersifat terapeutik dan/atau perawatan
yang bersifat luar biasa (extra-ordinary), meliputi:

a. Rawat di intensive care unit


b. Resusitasi jantung paru
c. Pengendalian disritmia
d. Intubasi trakeal
e. Ventilasi mekanis
f. Obat vasoaktif
g. Nutrisi parenteral
h. Organ artifisial
i. Transplantasi
j. Transfusi darah
k. Monitoring invasif
l. Antibiotika
m. Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.
Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi
oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid.

B. Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua
refleks batang otak. Penyebab umum kematian otak termasuk trauma,
perdarahan intrakranial, hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak
primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain,
hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.
Penyebab paling umum:
1. Trauma cedera otak
2. Pendarahan intrakranial
3. Tumor
4. Infeksi
5. Ensefalopati metabolik
6. Hiposekmia
7. Iskemia

Kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang


otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan
pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini
pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan:

1. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat


2. Kelainan pupil sebelumnya
3. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan
trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi,atau agen
blokade neuromuskular
4. Sleep apneu atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi
kronis CO2.
5. Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil
laboratorium.

C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut
ditemukan:
1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).
2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap
cahaya).
3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak
disertai kedipan mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota
tubuh manapun).
4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot
dan hilangnya aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).
5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:
a. Bola mata terfiksasi dalam orbita.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.
d. Tidak ada refleks muntah atau batuk.

D. Pathway
(terlampir)

E. Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan
hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema
otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian
tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan
terhenti dan kematian otak terjadi (Lazar, 2001). Aliran darah normal yang
melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60
mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira
beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit.
Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan
hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi
karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian
langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak
yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan
yang bersifat irreversibel (Guyton 1996).
Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh
kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut
adalah konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan
konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion
hidrogen akan meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan
konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran (wilson, 1994).
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena
kurangnya aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan
struktur otak, baik itu secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada
binatang menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran
darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam
waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka
kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di
bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung
lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23
ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat
secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena
kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di
wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2
dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam
daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu
dengan mengadakan vasodilatasi maksimal (Gunther et al., 2011).
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut
dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik
tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola
vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel.
Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan
tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih
bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa
bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf
daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri)
merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis
eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama
adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir
adalah gambaran infark (Guyton 1996).
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya
umum. Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak.
Berbagai mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk
pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi
spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose)
polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria (Cryer, 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat meliputi 4 daftar (A, B, C, dan D):
Daftar A (Garis Besar) Daftar B (uji terhadap
1. Tanpa pergerakan spontan, hilangnya refleks-refleks
kejang atau gerakan badan batang otak)
lainnya. 1. Pupil terfiksasi dan dilatasi,
2. Tanpa respon terhadap jenis tanpa respon langsung atau
rangsang nyeri apa pun tidak langsung terhadap
(misalnya menggosok cahaya. Pupil harus dalam
sternum, penekanan pada ukuran menengah atau
kuku jari, penekanan besar.
dengan jarum) pada daerah 2. Hilangnya refleks kornea.
distribusi nervus kranialis. 3. Hilangnya respon
3. Hilangnya refleks-refleks vestibulo-okuler terhadap
batang otak. rangsang air dingin (“cold
4. Pasien bernapas dengan calories”). Gunakan
napas bantuan. Uji apnea minimal 120 mm air es dan
menunjukkan hilangnya posisi kepala 30 derajat
pernapasan spontan. terhadap sumbu horizontal.
5. Menyingkirkan 4. Hilangnya refleks batuk.
kemungkinan keadaan 5. Hilangnya respon terhadap
eksaserbasi. kateter yang ditempatkan
6. Memastikan kondisi pasien dalam endotracheal tube ke
akan kerusakan struktur dalam trakea.
otak yang tidak dapat 6. Hilangnya fenomena
diperbaiki. “doll’s eye”.
7. Memastikan bahwa bukti-
bukti klinis tidak berubah
dengan peninjauan kembali
2 sampai 24 jam kemudian.
Daftar C (Uji Apnea) Daftar D (menyingkirkan
1. Garis arterial, oximeter kemungkinan kondisi
denyut nadi dan fasilitas tambahan)
untuk pengukuran gas darah 1. Pengaruh obat-obatan
arteri. depresan susunan saraf
2. Atur ventilasi fi02 ke 1.0. pusat (mis. Barbiturat,
3. Atur ventilasi jika perlu benzodiazepin, narkotik).
untuk memastikan 2. Hipotermia – suhu rata-rata
paco2 berada diantara 40 (mis. Suhu esophagus,
mmhg dan 50 mmhg. rektal) di bawah 32,2
4. Gambar sampel abg nomor derajat celcius (900 f).
1 3. Gangguan elektrolit (mis.
5. Mulai stopwatch, cabut Hiponatremia, asidosis
ventilator dan masukkan metabolik).
oksigen sebanyak 6 4. Lanjutan blokade
liter/menit melalui kateter neuromuskuler setelah
trakea untuk membantu peemberian agen
mencegah hipoksia. penghambat neuromuskuler
Perhatikan setiap gerakan (tinjau kembali daftar
yang memperlihatkan usaha pemberian anestetik dan
untuk bernapas spontan. riwayat icu; periksa dengan
6. Setelah 6 menit, gambarkan stimulator saraf; balikkan
sampel abg nomor 2 dan efek agen tersebut dengan
sambungkan kembali neostigmin).(3)
ventilator.
7. Hitung peningkatan
paco2 selama periode apnea.
Peningkatan harus lebih dari
10 mmhg dan tidak adanya
usaha untuk bernapas
spontan harus ada pada uji
apnea yang menunjukkan
bahwa tidak ada aktivitas
pernapasan spontan yang
terjadi.
Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya
pengujian. Persyaratan-persyaratan berikut ini harus diperhatikan:
1. Suhu inti ≥ 36,5o C
2. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mm Hg,
3. Euvolemia (atau lebih baik apabila balans cairan positif selama 6 jam
sebelum pemeriksaan),
4. Eukapnea (atau apabila PCO2 arteri ≥ 40 mm Hg), dan
5. Normoksemia (atau apabila PO2 arteri ≥ 200 mm Hg).

Tahapan-tahapan dalam melakukan tes apnea adalah sebagai berikut:


1. Kondisi awal pasien adalah menggunakan ventilator, maka pasang
oksimetri, pre-oksigenasi dan observasi hingga syarat-syarat terpenuhi
a. Pre-oksigenasi bertujuan untuk mencapai PO2 arteri ≥ 200 mm
Hg
b. Pre-oksigenasi bertujuan untuk mengeliminasi tumpukan nitrogen,
akselerasi transport oksigen, dan mengurangi resiko hipoksik
akibat dilakukannya tes apnea.
c. Pre-oksigenasi dilakukan selama 30 menit atau sampai saat syarat
terpenuhi (PO2 arteri arteri ≥ 200 mm Hg)
2. Lepas ventilator
3. Pasang nasal kanul setinggi karina dan berikan O2 100% 6-8lpm
4. Selama proses pemberian O2 6-8lpm melalui nasal kanul, amati
dengan seksama pergerakan respirasi.
5. Setelah pemberian O2 6-8 lpm melalui nasal kanul selama 8-10 menit,
pasang kembali oxymetri untuk mengukur PO2 dan PCO2. Lalu
hubungkan kembali dengan ventilator.
6. Bila saat tes apnea tekanan darah sistolik menjadi ≤90 mm Hg, atau
oksimeter pulsa menunjukkan desaturasi, atau terjadi aritmia kardia,
segera ambil sampel darah, dan lakukan analisa gas darah arteri.
Pasien pun segera di hubungkan kembali dengan ventilator tanpa
harus menunggu 8-10 menit untuk meminimalisir terjadinya
komplikasi tes apnea

Interpretasi hasil tes apnea adalah:


1. Tes apnea disebut positif jika tidak ada pergerakan respirasi dan kadar
PCO2 arteri ≥60mmHg (atau terjadi peningkatan PCO2 ≥20mmHg
dari PCO2 awal untuk penderita dengan riwayat hiperkarbia).
2. Tes apnea disebut negatif bila teramati adanya gerakan respirasi.
3. Tes apnea disebut indeterminan apabila saat proses pemberian O2
kanul terjadi aritmia atau hipotensi dan hasil BGA menunjukkan
PCO2 < 60 mm Hg, atau peningkatannya < 20 mm Hg. Pada hasil ini
diperlukan tes konfirmasi untuk diagnosis mati batang otak.
4. Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan
tidak ada aritmia kardia atau hipotensi signifikan, tes dapat diulang
10 menit kemudian (Wijdicks, 1994. Wijdicks, 2001. Beterhealt,2000.
Eduardo,2009).

Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukannya tes apnea adalah:


1. Asidosis (63%)
2. Hipotensi (24%)
3. Aritmia kardiak (3%)

Jika kriteria klinis kematian telah ditemukan, seseorang tidak dapat


ditetapkan “mati otak” hingga dokter memastikan tidak ada obat bius
(mis. Kodein, domerol, morfin, kokain, heroin) dan tidak ada obat-obatan
barbiturat (mis. Fenobarbital, sekobarbital, nembutal, amytal) yang telah
diberikan 24 jam sebelumnya dan bahwa kematian otak telah ditunjukkan
melalui salah satu dari studi diagnostik berikut:
1. Angiogram serebral (injeksi larutan kontras ke dalam arteri leher untuk
melihat arteri di otak pada film x-ray), menunjukkan tidak ada
penetrasi larutan ke dalam arteri otak
2. Scan aliran darah serebral (scan kepala setelah injeksi substansi
radioaktif yang aman secara intravena) memperlihatkan tidak ada
aliran darah di otak.
3. Dua kali EEG (elektroensefalogram atau uji gelombang otak) pada
interval 24 jam menunjukkan tidak ada aktivitas listrik dari otak, mis.
EEG datar atau isoelektrik.
Poin ketiga dari ketiga tes di atas paling banyak digunakan karena sangat
mudah dilakukan di tempat tidur pasien.

G. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak
(Jacobalis, 1997). Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah
mati, Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak, sekalipun
elektrokardiografi masih menunjukkan ritme normal (Indries, 1997). Jika
semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat
pendukung hidup lainnya dapat dilepas. Untuk negara dengan tindakan
transpalntasi yang telah berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan
secepat mungkin agar organ yang ada pada pasien tersebut dapat
digunakan untuk keperluan transplantasi calon resepien (Jacobalis, 1997).
Untuk penatalaksanaan mati batang otak, bisa digunakan
euthanasia. Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu
secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai
bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan
mengakhiri hidupnya. Ada empat metode euthanasia:
1. Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
2. Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan
dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif
(koma).
3. Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat
dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus
serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan
ditolak.
4. Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu
bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan
informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga
dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri
tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut
sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di amerika serikat, kasus
ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil
heteroanamnesis dari orang yang menemukan penderita atau
mengetahui kejadiannya serta tenaga medis lainnya yang mungkin
sebelumnya mengetahui penyebab klien mengalami koma
(penurunan kesadaran).
1) Identitas
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat tinggal
2) Keluhan Sebelum Koma
a) Sakit kepala, kelemahan progresif maupun kambuhan,
vertigo, mual dan muntah
b) Trauma kepala, Kejang, keadaan saat klien ditemukan
apakah ada muntahan darah saat sebelum terjadi koma,
apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan
3) Riwayat Medis
Prosedur pembedahan, infeksi
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Epilepsi, Trauma kepala, Stroke, Hipertensi, Diabetes Melitus,
Penyakit jantung, kanker, uremia
5) Riwayat Psikologis Sebelumnya
Depresi, stress sosial
6) Riwayat Obat-obatan
Sedatif, obat psikotropika, narkotika
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Tanda –Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe
pernafasannya dan perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi:
tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.
Peningkatan tekanan darah bisa menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intrakranial atau stroke.
2) Kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma,
stigmata kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi
dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala
pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-
hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan
pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk
mencari ada tidaknya bruit.
3) Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur. Luka
pasca trauma, Opistotonus (meningitis), Miring kanan/kiri
(tumor fossa posterior), Apakah keluar darah atau cairan dari
telinga/hidung, Hematom disekitar mata (Brill hematoma) atau
pada mastoid
4) Leher
Apakah tampak ada fraktur atau tidak, kaji apakah ada kaku
kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
5) Rongga Mulut
Tampak mukosa mulut apakah terjadi pendarahan, bau nafas
penderita (amoniak, aseton, alkohol,dll)
6) Thorax dan Jantung
Kontraktilitas jantung menurun, adanya sekret, penurunan
fungsi paru, adanya suara ronchi
7) Abdomen
Kemampuan menelan, mengunyah tidak ada, penyerapan
makanan tidak adekuat, konstipasi, penurunan kerja ginjal,
inkontinensia urin
8) Ekstermitas
Sianosis ujung jari, edema pada tungkai
c. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Tabel Penilaian GCS Nilai Nilai

Respons Membuka Mata


Spontan 4


Terhadap perintah/pembicaraan 3


Terhadap rangsang nyeri 2


Tidak membuka mata 1

Respons Motorik


Sesuai perintah 6


Mengetahui lokalisasi nyeri 5


Reaksi menghindar 4

Reaksi fl eksi–dekortikasi 3


Reaksi ekstensi–deserebrasi 2


Tidak berespons 1

Respons Verbal


Dapat berbicara dan memiliki orientasi 5
Baik


Dapat berbicara, namun disorientasi 4


Berkata-kata tidak tepat dan tidak 3
jelas (inappropriate words)


Mengeluarkan suara tidak jelas 2
(incomprehensive sounds)


Tidak bersuara 1
d. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.
1) Observasi umum.
a) Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah,
membasahi bibir. Bila (+), prognosis cukup baik.
b) Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali
(myoclonic jerk). Disebabkan oleh gangguan metabolik.
2) Lengan dan tungkai.
a) Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di
hemisfer, batang otak masih baik.
b) Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan
di batang otak.
3) Pola pernafasan
Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi
keadaan apnea, kemudia timbul pernafasan yang berangsur-
angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai suatu
puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak
bagian atas.
Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat
dan dalam disebabkan gangguan di tegmentum (antara
mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari
pernafasan Cheyne-stokes. Prognosisnya juga lebih buruk
Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam
diikuti oleh poenghentian ekspirasi selama beberapa
saat.Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada
hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.
Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal,
cepat, dan tidak teratur. Terganggunya formation retikularis di
bagian dorsomedial dan medulla oblongata. Terlihat pada
keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda
menjelang ajal.
4) Kelainan pupil dan bola mata
Penampang pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk
dan reflek.
a) Deviasi conjugate
Kedua bola mata kesamping kearah hemicerebral yang
terganggu. Besar, penampang pupil dan reaksi reflek
cahaya normal, menunjukkan kerusakan di pontamen
b) Kelainan thalamus
Kedua bola mata melihat ke hidung, dan tak dapat melihat
ke atas, pupil kecil, reflek cahaya lambat.
c) Kelainan pons
Kedua bola mata di tengah, bila dilakukan gerakan, doll eye
m, pupil sebesar titik (pin point pupil), reflek cahaya
positif(+)
d) Kelainan di cerebellum
Kedua bola mata ditengah, pupil lebar, bentuk normal,
reflek cahaya positif(+)
e) Kelainan di nervus III
Pupil di daerah terganggu melebar, reflek cahaya positif
(+), pupil pada sisi sehat normal. Sering terlihat pada
herniasi tentorium, nervus iii tertekan.
f) Refleks pupil
Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi).
Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan
kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita koma
hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila
refleks cahaya terganggu, gangguan di mesensefalon.
Doll’s eye phenomenon Gangguan di pons (refleks okulo-
sefalik negative).
Refleks okulo-vestibular Menggunakan tes kalori. Jika ( -)
berarti terdapat gangguan di pons.
g) Refleks kornea
Merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan
di pons.
5) Refleks muntah
Sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
6) Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan,
sternum. Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks,
sebagai berikut:
a) Abduksi : fungsi hemister masih baik (high level function).
b) Menghindar (Flexi dan aduksi) : hanya ada low level
function.
c) Flexi : ada gangguan di hemister.
d) Extensi kedua lengan dan tungkai : gangguan di batang
otak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume
cairan serebrospinal. (00201)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler dan hipoventilasi (00032)
c. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
fisiologis disfungsi neuromuskuler (00031)
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
faktor resiko: tidak mampu dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena faktor biologis penurunan
kesadaran/ koma (00002)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume
cairan serebrospinal.(00201)
Domain 4 : Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses

Tujuan: Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat


NOC NIC
Tissue Perfusion: Cerebral (0406) Intracranial Pressure Monitoring
Domain-Physiologic Health (II) Cerebral Edema Management
Class- Cardiopulmonary (E) 1) Posisikan pasien dengan kepala dan leher
Indikator (1-5): dalam posisi yang netral
040602 Tekanan Intrakranial (0-15 mmHg) 2) Menyesuaikan bagian kepala tempat tidur
(5) untuk mengoptimalkan perfusi serebral
040613 Tekanan darah sistolik normal (5) 3) Berikan cairan dengan jumlah terbatas
040614 Tekanan darah diastolik normal (5) (1400cc/24jam) untuk mencegah edema
040619 Peningkatan status kesadaran (5) serebral
040620 Perbaikan status neurologis (5) 4) Observasi tingkat klien, tingkah laku, fungsi
motorik/sensorik, pupil setiap 1-2 jam sekali
dan sebagaimana kebutuhan.
5) Observasi tingkat kenyamanan klien (sakit
kepala, mual, muntah) dimana merupakan
indikasi adanya peningkatan tekanan
intrakranial
6) Intruksi untuk tidak melakukan aktivitas yang
dapat meningkatan intratoraks dan intra
abdomen (misalnya mengedan, latihan
isometric, fleksi panggul, batuk).
7) Perhatikan kestrerilan sistem monitoring
8) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik secara
optimal pada setiap mengganti selang atau
balutan.
9) Berikan obat pelunak feses
10) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit
sampai dengan 1 jam
11) Monitor status respirasi: ritme, frekuensi,
kedalaman pernafasan, PaO2, Pco2, Ph
bikarbonat
12) Monitor status neurologis klien
13) Monitor peningkatan takanan intrakranial
setiap 15 menit sampai dengan 1 jam
14) Monitor pemasukan dan
pengeluaran, elektrolit dan berat jenis untuk
menetapkan kemungkinan ketidakseimbangan
cairan yang mendukung terjadinya edema
serebral.
15) Laporkan segera pada dokter bila ada
perubahan neorologi (misalnya tanda-tanda
vital).

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi


neuromuskuler dan hipoventilasi (00032)
Domain 4: Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X24 jam klien pola nafas klien normal
(tidak terdapat suara ronchi)
NOC NIC
Respiratory Status: Ventilation (0403) Respiratory Monitoring
Domain-Physiologic Health (II) 1) Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman
Class-Cardiopulmonary (E) pernafasan
Indikator: 2) Perhatikan adanya otot bantu pernafasan
040301 Frekuensi Pernafasan normal 12- 3) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
20X∕ menit penggunaan otot tambahan, retraksi otot
040302 Ritme pernafasan teratur supraventrikuler dan intercostal
040303 Kedalaman pernafasan 4) Monitor pola nafas
040309 Tidak menggunakan otot bantu 5) Monitor saturasi oksigen
nafas 6) Asukultasi adanya suara nafas dan catat area
040310 Tidak ada suara nafas tambahan yang mengalami penurunan dan kehilangan
040313 Tidak ada dsypnea ventilasi serta adanya suara tambahan
7) Monitor sekresi pernafasan klien
8) Monitor adanya dyspnea atau kejadian yang
dapat semakin memperburuk
9) Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan
nafas utama
10) Monitor hasil ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan
tidal volume (jika klien memakai ventilator)
11) Catat perubahan SaO2, SvO2 dan tidal Co2
(jika klien memakai ventilator)
12) Buka jalan nafas dengan gunakan teknik
mengangkat dagu atau rahang
13) Posisikan klien pada satu sisi untuk mencegah
aspirasi
Oxygen Therapy
1) Bersihkan jalan nafas dari sekret
2) Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3) Berikan oksigen sesuai instruksi
4) Monitor aliran oksigen, canul oksigen, dan
humidifier
5) Observasi tanda tanda hipoventilasi
6) Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
Vital Sign Monitoring
1) Monitor Tekanan darah, Tekanan nadi, suhu, dan
frekuensi pernafasan
2) Catat adanya fluktuasi tekanna darah
3) Monitor kualitas nadi
4) Monitor irama dan frekuensi pernafasan
5) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
6) Monitor sianosis perifer
7) Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardia, peningkatan sistolik)
8) Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign

c. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


akumulasi sekret di saluran nafas akibat disfungsi
neuromuskuler (00031)
Domain 11: Safety ∕ Protection
Class 2: Physical Injury
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X24 jam jalan nafas klien bebas dari
sekret dan jalan nafas paten tidak ada obstruksi
NOC NIC
Respiratory Status Airway Patency (0410) Airway Management
Domain-Physiologic Health (II) 1) Posisikan klien untuk memaksimalkan
Class-Cardiopulmonary (E) ventilasi
Indikator: 2) Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik
041004 Frekuensi pernafasan 12-20X ∕ menit menarik dagu atau rahang
041005 Ritme pernafasan teratur 3) Auskultasi suara nafas, catat adanya
041017 Kedalaman bernafas penurunan atau kehilangan ventilasi serta
041002 Tidak ada kecemasan adanya suara nafas tambahan
041020 Akumulasi sekret dapat keluar dari 4) Lakukan fisioterapi dada bila memungkinkan
jalan nafas 5) Keluarkan sekret dengan suction
041007 Tidak adanya suara nafas tambahan 6) Berikan bronkodilator bila perlu
(suara ronchi tidak ada) 7) Monitor respirasi dan status oksigen
041015 Tidak ada dsypnea Airway Suctioning
1) Informasikan pasien dan keluarga mengenai
prosedur suction
2) Tentukan kebutuhan oral atau trake suction
bagi klien
3) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
melakukan tindakan suction
4) Cuci tangan
5) Menggunakan alat pelindung diri (contoh:
gloves, goggles dan masker)
6) Gunakan alat steril setiap melakukan tindakan
trakeal suction
7) Gunakaan suction endotrakeal atau
nasotrakeal
8) Tentukan jumlah yang rendah kebutuhan
suction untuk menghilangkan sekret (80-120
mmHg untuk dewasa)
9) Hentikan penggunaan trakeal suction dan
memberikan tambahan oksigen jika klien
mengalami bradikardi, peningkatan ektopi
ventrikular, dan desaturasi
10) Monitor adanya nyeri
11) Monitor status oksigen klien (level SaO2 dan
SvO2), monitor status neurologis klien (status
mental, ICP, perfusi tekanan cerebral,monitor
status hemodynamic sebelum, selama, dan
sesudah suction
12) Monitor dan catat warna, jumlah dan
konsistensi sekret
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
faktor resiko: tidak mampu dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena faktor biologis penurunan
kesadaran/ koma (00002)
Domain 2: Nutrition
Class 1: Ingestion
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X 24 jam kebutuhan nutrisi klien
adekuat
NOC NIC
Nutritional Status 1004 Nutritional Monitoring
Domain- Physiologic Health (II) 1) Monitor turgor kulit klien
Class- Digestion & Nutrition (K) 2) Amati rambut yang abnormal ( kering dan
Indikator (1-5): mudah rontok)
100401 Intake nutrient adekuat (5) 3) Monitor masukan kalori dan intake
100402 Intake makanan adekuat (5) makanan
100408 Intake cairan adekuat (5) 4) Identifikasi adanya kuku yang abnormal
100411 Hidrasi adekuat (Turgor kulit baik, 5) Identifikasi rongga mulut (seperti adanya
konjugtiva dan membran mukosa tidak pucat) inflamasi, membran mukosa yang kering,
(5) edema, hiperemik, hipertonik papilla
Nutritional Status: Biochemical Measures lidah dan cavitas oral)
1005 6) Amati konjunctiva yang pucat
Domain-Physiologic Health (II) 7) Monitor status mental klien
Class-Digestion & Nutrition (K) 8) Monitoring hasil laboratorium seperti
Indikator: serum albumin, nilai protein total,nilai
100501 Serum albumin dalam kisaran normal Hemoglobin, Hematokrit , Gula Darah
3,8-4,4 gr/dl Sewaktu , nilai cholesterol dan nilai
Nilai Protein total: 5,3-8,9 gr/dl trigliseride
Nilai Globulin: 1,5-4,5 gr/dl Nutrition Management
100503 Hematokrit dalam kisaran normal: 37- 1) Tentukan status nutrisi klien dan kebutuhan
47 % nutrisi klien
100504 Nilai Hemoglobin normal: 10-16 gr/dl 2) Identifikasi adanya alergi makanan
100507 Nilai Gula Darah Sewaktu : <180 mg 3) Monitor masukan cairan dan makanan,
100508 Nilai Cholesterol normal: 140-250 mg hitung kalori makanan dengan tepat
100509 Nilai Trigliseride normal : 45-160 mg 4) Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam
Nutritional Status: Food & Fluid Intake menentukan jumlah kalori, protein, dan
1008 lemak secara tepat sesuai dengan
Domain- Physiologic Health (II) kebutuhan klien
Class- Digestion & Nutrition (K) 5) Masukkan kalori sesuai dengan kebutuhan
Indikator (1-5): 6) Monitor catatan makanan yang masuk atas
100802 Intake makanan per NGT adekuat (5) kandungan gizi dan jumlah kalori
100805 Intake Total Parenteral Nutrition 7) Kolaborasi penambahan inti protein, zat
(TPN) adekuat (5) besi, dan vitamin C yang sesuai
100804 Intake cairan intravena adekuat (5) 8) Pastikan bahwa diit mengandung makanan
yang berserat tinggi untuk mencegah
sembelit
9) Beri makanan protein tinggi, kalori tinggi,
dan bergizi yang sesuai

Anda mungkin juga menyukai