I
Pembimbing: dr. Denys P. Alim, Sp.F
● Pasal 8:
1) Kriteria diagnosa kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 didasarkan pada telah berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan
sistem pernafasan terbukti secara permanen.
2) Proses penentuan kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai standar profesi, standar pelayanan, dan standar
operasional prosedur.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014
● Pasal 9:
1) Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter
yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten.
2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter
spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf.
3) Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka
tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan dokter yang
terlibat dalam tindakan transplantasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014
● Pasal 9:
4) Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan
pemeriksaan secara mandiri dan terpisah.
5) Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care
Unit).
2
TEKNIS END OF LIFE
CARE, WITHHOLDING
AND WITHDRAWING LIFE
SUPPORTS, MBO
End of Life Care
• Pada pasien dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat penyakit yang diderita sudah
pada tahap terminal dan tindakan kedokteran sudah sia sia, dapat dilakukan penghentian atau
penundaan terapi bantuan hidup
• Pada pasien dengan prognosis buruk, dapat mempertimbangkan keputusan untuk tidak
memberikan terapi baru dan menghentikan life support treatment yang sedang diberikan
(withdrawing)
• Semua keputusan untuk membatasi atau menghentikan pengobatan dapat diperoleh setelah
mempertimbangkan kondisi medis pasien dan mengikuti diskusi dengan pasien atau keluarga
Mati Batang Otak
Terjadi kerusakan seluruh neuronal intrakranial yang ireversibel,
termasuk batang otak dan serebelum
Penentuan Mati Batang Otak (MBO) Permenkes no. 37 tahun 2014 pasal 9 :
1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri
atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten
2. Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter spesialis
anestesi dan dokter spesialis saraf
3. Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka tim dokter
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bukan merupakan dokter yang terlibat dalam
tindakan transplantasi
4. Masing - masing anggota tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) melakukan
pemeriksaan secara mandiri dan terpisah
5. Diagnosis mati batang otak harus dilakukan di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit)
Prosedur pemeriksaan MBO: Permenkes
no. 37 Pasal 11
A. Memastikan arefleksia batang B. Memastikan keadaan henti nafas
otak yang meliputi : yang menetap dengan cara:
1. Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit
1. Tidak adanya respon terhadap cahaya
2. Memastikan pCO2 awal testing dalam batas 40 - 60
2. Tidak adanya refleks kornea mmHg dengan memakai kapnograf dan atau analisis
3. Tidak adanya refleks vestibulo – okular gas darah (AGD)
4. Tidak adanya respons motorik dalam distribusi
3. Melepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea
saraf kranial terhadap rangsang adekuat pada area dengan O2 100%, 6L / menit melalui kateter intra
somatik; dan
trakeal melewati karina
5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks
4. Observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak
batuk terhadap rangsang oleh kateter isap yang bernapas, tes dinyatakan positif atau berarti henti
dimasukkan ke dalam trakea nafas telah menetap
C. Bila tes arefleksia batang otak dan henti nafas sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b dinyatakan positif, tes harus diulang sekali lagi dengan interval waktu 25 menit
sampai 24 jam
D. Bila tes ulangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dinyatakan positif, pasien
dinyatakan mati batang otak, meskipun jantung masih berdenyut
E. Bila pada tes henti nafas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa maka
ventilator harus dipasang kembali sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati batang
otak
3
ASPEK MEDIS DALAM
KEMATIAN
Definisi
● Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu).
● Tanatologi mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
● Istilah tentang mati;
1. Mati somatis (mati klinis) → henti fungsi SSP, KV, pernafasan
2. Mati suri → henti 3 fungsi diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana
3. Mati seluler → kematian organ atau jaringan beberapa saat setelah mati somatis
4. Mati serebral → kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali batang
otak dan cerebellum, sedangkan sistem pernafasan dan KV masih berfungsi dengan
bantuan alat
5. Mati otak (mati batang otak) → telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible
Cara Kematian
●Peristiwa yang dialami korban (Modus/Manner of Death)
4. Pembusukan
Lebam Mayat (Livor Mortis)
• Setelah kematian → eritrosit menempati tempat terbawah (akibat gravitasi) →
mengisi vena, venula → bercak warna merah ungu (livide) bagian terbawah
tubuh kecuali bagian yang tertekan alas keras.
• Mulai tampak 20-30 menit pasca mati → menetap setelah 8-12 jam.
• Sebelum menetap → masih dapat hilang pada penekanan dan dapat berpindah
jika posisi diubah.
• Menetapnya lebam mayat akibat bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah
cukup banyak dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah (terkoagulasi)
sehingga sulit berpindah.
Lebam Mayat (Livor Mortis)
• Warna kehijauan pada perut kanan bawah → menyebar ke seluruh perut dan dada → bau
busuk mulai tercium
• Kulit ari terkelupas, membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk
• Wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan → sulit dikenali oleh keluarga
PEMBUSUKAN (DECOMPOSITION,
PUTREFACTION)
● Beberapa jam pasca mati → kumpulan telur lalat di alis mata, sudut mata, lubang
hidung, di antara bibir → dalam 24 jam, telur menjadi larva
● Hal-hal yang mempercepat
○ Suhu keliling optimal (26,5oC - suhu normal tubuh)
○ Kelembaban dan udara cukup
○ Banyak bakteri pembusuk
○ Tubuh gemuk
○ Menderita penyakit infeksi
○ Sepsis
● Perbandingan kecepatan pembusukan mayat
Tanah : air : udara = 1 : 2 : 8
ADIPOSERA/LILIN MAYAT
● Terbentuknya bahan berwarna keputihan, lunak/berminyak, berbau tengik di dalam
jaringan lunak tubuh pasca mati
● Adiposera terapung di air, mencair bila dipanaskan, terbakar dengan nyala kuning, larut
dalam alkohol panas dan eter
● Faktor-faktor yang mempermudah
○ Kelembapan
○ Lemak tubuh
○ Suhu yang hangat
○ Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati
● Faktor yang menghambat →
○ air yang mengalir yang membuang elektrolit
○ Udara dingin
ADIPOSERA/LILIN MAYAT
● Dapat terbentuk di lemak tubuh mana saja, pertama kali di lemak superfisial (bercak di
pipi, payudara/bokong, bagian tubuh/ekstremitas), jarang seluruh lemak tubuh
● Terdiri dari asam lemak tak jenuh yang terbentuk dari hidrolisis lemak dan mengalami
hidrogenisasi → terbentuk asam lemak jenuh yang tercampur sisa otot, jar. ikat, jar. saraf
yang termumifikasi
● Dideteksi paling baik dengan analisis asam palmitat (stadium awal)
● Secara makroskopik → bahan berwarna putih kelabu menggantikan/infiltrasi bagian-
bagian lunak tubuh
MUMMIFIKASI
● Proses penguapan cairan/dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan
● Dapat menghentikan pembusukan
● Jaringan menjadi keras, kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk
● Terjadi bila
○ Suhu hangat
○ Kelembaban rendah
○ Aliran udara baik
○ Tubuh dehidrasi
○ Waktu yang lama (12-14 minggu)
● Jarang dijumpai pada cuaca normal
MUMMIFIKASI
5
PENENTUAN INTERVAL
WAKTU KEMATIAN
1. MATA
● Mata terbuka pada atmosfer kering → sklera
akan berwarna kecoklatan dalam beberapa
jam → segitiga dengan dasar di tepi kornea
(taches noires sclerotiques)
3. RAMBUT
● Kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
● Panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memperkirakan
saat kematian
● Hanya bisa digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau
jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur
4. KUKU
● Pertumbuhan kuku diperkirakan 0,1 mm/hari
● Dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir
korban memotong kuku
5. CAIRAN SEREBROSPINAL
● Kadar nitrogen asam amino <14 mg % → kematian belum lewat 10 jam
● Kadar nitrogen non-protein <80 mg % → kematian belum 24 jam
● Kadar kreatinin
○ <5 mg % → kematian belum mencapai 10 jam
○ <10 mg % → kematian belum mencapai 30 jam
6. CAIRAN VITREOUS
● Terjadi peningkatan kadar kalium → perkiraan saat kematian antara 24 hingga 100 jam
pasca mati
7. KOMPONEN DARAH
● Semua kadar mengalami perubahan setelah kematian → analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya.
Perubahan tersebut akibat
● aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati
● Gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam
darah bahkan sebelum kematian terjadi.
● Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan
untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
8. REAKSI SUPRAVITAL
● Merupakan reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.
● Uji pada mayat masih segar :
● Nomogram Henssge bergantung pada tiga pengukuran : suhu tubuh, suhu lingkungan, dan
berat badan.
● Selain itu, ada penerapan faktor korektif empiris untuk memungkinkan pakaian, pergerakan
udara dan/atau air dan perlu dicatat bahwa penerapan faktor empiris ini dapat secara signifikan
memperpanjang rentang waktu yang berada di dalam 95 persen batas kepercayaan.
● Banyak ahli patologi di masa lalu menggunakan berbagai 'aturan praktis' untuk menghitung
waktu kematian dari suhu tubuh tetapi ini umumnya sangat tidak dapat diandalkan sehingga
sekarang tidak boleh digunakan.
● Contoh :
Temperature rectum
26.4°C, ambient
temperature 12°C, body
weight 90kg perkirakan
waktu kematian?
TOTAL BODY SCORE