Anda di halaman 1dari 12

CASE STUDY KEPERAWATAN KRITIS

“STROKE HEMMORAGIC DAN BRAIN DEATH”

(Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Semester 7)

Fasilitator Nur Hidayati S. Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Kelas 7A Keperawatan

Anggota Kelompok:
1. Nurul Azimatun N. (2002012963)
2. Siti Muhaiminah (2002012964)
3. Lilik Sholikha (2002012965)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN 2023
KASUS DAN PERTANYAAN

1. Kasus
Laki-laki usia 50 tahun dirawat hari ke 3 di ICU dengan stroke hemoragic.
Hasil pemeriksaan hari ni menunjukkan GCS 1-1-1, pupil 8 mm/8mm tidak
reaktif terhadap rangsang Cahaya, dokter curiga bahwa passien MBO. TD
120/70 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, suhu 37oC/axila, RR 20 x/menit
(terpasang ETT dan ventilator; CMV mode). Pasien terpasang dopamine
pump 10 mcg/kgBB/menit, terpasang norepineprin 5 mcg/kgBB/menit,
FiO2 100%, BB 50 kg, terpasang infus NaCl 0.9% 100 cc/jam, terpasang
NGT F#14 level 50 cm dan pasien menerima diet Susu 7cc/jam (feeding
pump).

2. Pertanyaan
1) Jelaskan apakah yang dimaksud dengan strok hemoragic?
2) Jelaskan patofisiologi stroke hemoragic sampai muncul diagnosis
keperawatan diatas!
3) Jelaskan apakah yang dimaksud dengan MBO?
4) Apakah pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan untuk
memastikan pasien mengalami MBO dan jelaskan masing-masing
prosedurnya
5) Bagaimana cara menghitung dosis dopamine dan noreopineprin
(cc/jam)
6) Apakah diagnosis keperawatan utama pada pasien tersebut? Minimal 2
Diagnosis, dan sertakan tanda dan gejala mayor minor
7) Bagaimana dengan aspek legal etik sebelum dilakukan donor organ
8) Apakah pasien tersebut termasuk kandidat DNA-CPR? Bila iya,
berdasarkan indikasi apa
9) Bila pasien DNA-CPR apa saja Tindakan yang boleh dan tidak boleh
diberikan kepada pasien
PEMBAHASAN SOAL

1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan strok hemoragic?


Jawab:

Stroke hemoragic merupakan stroke karena pendarahan. Stroke hemoragic


terjadi akibat pembuluh darah yang pecah, pecahnya pembuluh darah di
otak menyebabkan aliran darah ke jaringan otak berkurang dan sel-sel otak
dapat mengalami kerusakan bahkan kematian karena kekurangan oksigen
dan nutrisi (Dewi, 2016).

2. Jelaskan patofisiologi stroke hemoragic sampai muncul diagnosis


keperawatan diatas!
Jawab:
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subaraknoid yang menimbulkan perubahan pada komponen
area intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intrakranial yang tidak dapat di kompensasi oleh tubuh akan dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak, sehingga akan timbul kematian. Di samping itu,
darah yang mengalir ke subarachnoid substansi dapat otak atau
menyebabkan ruang edema,spasme pada pembuluh darah otak, adanya
penekanan pada daerah pembuluh darah akan menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Otak tidak
memiliki cadangan oksigen dan otak sangat bergantung pada oksigen.
Terjadinya kekurangan oksigen ke jaringan otak, disebabkan aliran darah
pada setiap bagian otak terlambat karena trombus dan embolus. Gejala yang
dirasakan yaitu kehilangan kesadaran jika selama satu menit kekurangan
oksigen. Nekrosis miskroskopik neuron akan terjadi ketika kekurangan
oksigen dengan waktu lebih lama. Bagian area nekrotik dikatakan infark.
Bekuan darah, udara, plaque, atheroma flakmen lemak. mungkin berakibat
pada kekurangan oksigen (asri kusyani & bayu akbar, 2022)
3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan MBO?
Jawab:
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,
secara irreversible. Ketika batang otak tidak lagi berfungsi, otak tidak dapat
mengirim dan menerima pesan ke dan dari seluruh tubuh (Komang, 2017).

4. Apakah pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memastikan


pasien mengalami MBO dan jelaskan masing-masing prosedurnya!
Jawab:
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.
37 tahun 2014, Pemeriksaan penentuan kematian batang otak dapat
dilakukan pada seseorang dengan keadaan sebagai berikut:
a. Koma unresponsive atau GCS 3 atau Four Score 0.
b. Tidak ada sikap tubuh abnormal (seperti dekortikasi atau deserebrasi)
c. Tidak ada gerakan tidak terkoordinasi atau kejang.
Pemeriksaan kematian batang otak dapat dilakukan jika sudah
memenuhi syarat berikut:
a. Terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh
kerusakan otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi
menyebabkan mati batang otak.
b. Tidak ada penyebab koma dan apnea yang reversibel antara lain karena
obat obatan, intoksikasi obat, gangguan metabolik, dan hipotermia.
Prosedur pemeriksaan kematian batang otak (Aprelia, 2015)
a. Memastikan arefleksia batang otak.
Memastikan arefleksia batang otak meliputi tidak adanya respons
terhadap cahaya, tidak adanya refleks kornea, tidak adanya refleks
vestibulookular, tidak adanya respons motorik terhadap rangsangan
adekuat dalam distribusi saraf kranial dan tidak ada refleks muntah (gag
reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang oleh kateter isap yang
dimasukkan ke dalam trakea
b. Memastikan keadaan apnea yang menetap. Cara memastikan keadaan
henti napas yang menetap adalah:
• Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit
• Memastikan pCO2 awal 40-60 mmHg dengan memakai kapnograf dan
atau analisis gas darah (AGD)
• Melepaskan ventilator dari pasien, insufl asi trakea dengan O2 100%,
6L/ menit melalui kateter intratrakeal melewati karina
• Observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes
dinyatakan positif atau berarti henti napas telah menetap
c. Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas dinyatakan positif,
maka tes harus diulang sekali lagi dengan selang waktu 25 menit sampai
24 jam.
Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas kembali dinyatakan
positif pada pemeriksaan kedua, pasien dinyatakan mati batang otak,
walaupun jantung masih berdenyut
d. Bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam
nyawa maka ventilator harus dipasang kembali, sehingga tidak dapat
dibuat diagnosis mati batang otak.
penentuan kematian batang otak terdiri dari 4 langkah:
1. Memenuhi persyaratan evaluasi klinis. Syarat evaluasi klinis antara lain
diketahuinya penyebab pasti dan koma ireversibel, tercapainya
temperatur tubuh normal dan tekanan darah sistolik normal serta telah
dilakukan pemeriksaan neurologi.
• Penyebab pasti dan koma ireversibel dapat diketahui dengan
mengeksklusi adanya efek obat antidepresan system saraf pusat dan obat
pelumpuh otot. Dilakukan pemeriksaan terhadap riwayat pengobatan,
drug screen dan penghitungan clearance, yaitu 5 dikali waktu paruh obat
tersebut untuk mengeksklusi adanya efek obat antidepresan. Cara untuk
mengetahui efek obat pelumpuh otot adalah dengan memeriksa ada
tidaknya kedutan train of 4 pada stimulasi maksimal nervus ulnaris.
• Suhu pusat tubuh normal atau mendekati normal (>360C), dilakukan
dengan memberikan selimut hangat. Tujuannya adalah untuk
menghindari keterlambatan peningkatan PaCO2 selama pemeriksaan
apnea.
• Tekanan darah sistolik normal, yaitu ≥100 mmHg, agar pemeriksaan
neurologi berjalan baik.
• Pemeriksaan neurologi untuk memastikan bahwa tidak ada
kemungkinan perbaikan klinis sejak onset cedera otak.
2. Pemeriksaan neurologi menunjukkan hasil bahwa pasien koma, tidak
ada reflek batang otak dan apnea.
• Koma ditandai dengan mata tertutup/tidak ada pergerakan bola mata,
tidak ada respons motorik dan verbal ter hadap rangsang nyeri.
• Tidak ada refl eks batang otak ditandai dengan tidak adanya refleks
Cahaya langsung pupil, tidak adanya pergerakan bola mata saat
pemeriksaan OCR dan OVR, tidak adanya refleks kornea, tidak adanya
pergerakan otot wajah sebagai respons terhadap rangsangan nyeri dan
tidak adanya refleks faring dan trakea.
• Apnea ditandai dengan tidak adanya usaha bernapas.
3. Pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi kematian batang otak
dilakukan jika hasil pemeriksaan fisik neurologi masih meragukan.
Pemeriksaan penunjang yang umum digunakan antara lain: EEG,
nuclear scan, dan cerebral angiogram.
4. Pemeriksa mencatat waktu saat kematian batang otak telah dinyatakan
positif di dalam rekam medis. Kematian batang otak dinyatakan positif
jika penyebab koma diketahui, arefleks batang otak, tidak ada respons
motorik dan adanya apnea
5. Bagaimana cara menghitung dosis dopamine dan noreopineprin (cc/jam)
Jawab:

A. Rumus Dopamin

Dosis x BB x 60(menit)xΣ pelarut


Rumus =
Dosis Total

Ket erangan :
a. Dosis = Dosis yang diminta dalam mikro
b. BB = Berat badan pasien dalam Kg
c. 60(menit) = kecepatan syringepump dalam 1 jam (60 menit)
Diketahui:
a. BB pasien = 50 kg
b. Dosis = 10 mcg
Jawab:
10 x 50 x 60x50
=
200.000
10 x 50 x 60
=
4000

= 7,5 cc/j
B. Rumus Noreopineprin :

Dosis dalam mcg x BB x 60(menit)


Rumus =
Jumlah mcg/cc

Perhatikan bahwa dosis obatnya dalam satuan mcg/cc sehingga harus


mengubahnya terlebih dahulu.
Dosis (mg)𝑥 1000
Rumusnya adalah sebagai berikut: =
Jumlah larutan dlm cc
Diketahui;
a. BB pasien = 50 kg
b. Norepineprin = 5 mcg
Jawab:
5 x 50 x 60
= = 3,75 cc/j
4000
6. Apakah diagnosis keperawatan utama pada pasien tersebut? Minimal 2
Diagnosis, dan sertakan tanda dan gejala mayor minor
Jawab:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d pemasangan ETT (D.0001)
Pembahasan :
Definisi : Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab : Adanya jalan napas buatan
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif : -
Objektif :
Terpasang ETT
Gejala dan tanda minor :
Subjektif:-
Objektif:-
2. Gangguan ventilasi spontan (D.0004)
Pembahasan :
Definisi : Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Penyebab : Kelelahan otot pernapasan
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif : -
Objektif :
CMV mode
Penggunaan otot bantu napas
Gejala dan tanda minor :
Subjektif: -
Objektif : -
7. Bagaimana dengan aspek legal etik sebelum dilakukan donor organ
Jawab:
aspek hukum dari seorang yang akan menjadi pendonor atau yang
memberikan organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan maka
dengan demikian ini timbul suatu peristiwa hukum yang mempunyai aspek
yuridisnya yaitu berupa suatu ijin atau persetujuan antara donor dan
resepien. Akan tetapi aspek yuridis ini muncul jika tindakan tersebut secara
sukarela untuk menyerahkan organ tubuhnya tanpa ada tekanan dari pihak
manapun. “Bentuk dari persetujuan kedua belah pihak itu secara tertulis
dengan ini secara legal akan menimbulkan aspek yuridis. Persetujuan
tertulis ini penting bagi donor, resipien, dan tenaga medis. Persetujuan
tertulis secara sukarela ini dapat disebut dengan free consent yang kemudian
donor juga memiliki hak penuh untuk itu adalah donor mencabut
persetujuan (consent) tersebut. Beberapa hal yang harus diketahui selain
regulasi yang berlaku, juga syarat untuk melakukan donor organ antara lain
memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok antara donor dan
resipien yaitu tidak terjadi reaksi penolakan antigen dan antibodi oleh
resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ
masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis),
perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau
keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar kemudian hari tidak ada
masalah hukum (Hasan, 2023).

8. Apakah pasien tersebut termasuk kandidat DNA-CPR? Bila iya,


berdasarkan indikasi apa
Jawab:
Ya, pasien kandidat DNA-CPR.
Indikasi MBO pada pasien adalah terjadi penurunan kesadaran, Tidak
reaktif terhadap rangsang, tidak ada reflek pupil terhadap Cahaya.
Pelaksanaan DNA-CPR kerapkali terjadi pada pasien yang ditempatkan
ruang perawatan intensif. Untuk pasien-pasien dengan fungsi pada otak atau
dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru
atau organ multipel lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak
dapat disembuhkan, dimasukkan dalam kriteria yang tidak perlu
mendapat resusitasi / DNR.

9. Bila pasien DNA-CPR apa saja Tindakan yang boleh dan tidak boleh
diberikan kepada pasien
Jawab:
Tindakan yang Boleh Dilakukan:
1. Perawatan Kenyamanan (Comfort Care):
Memberikan perawatan yang mengurangi penderitaan dan
meningkatkan kenyamanan pasien, seperti personal hygiene.
2. Pemberian Obat-obatan:
Terus memberikan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengelola gejala
atau penyakit yang mendasarinya.
3. NGT
Tindakan yang Tidak Dilakukan:
1. CPR (Cardiopulmonary Resuscitation):
Jika pasien mengalami kegagalan jantung atau pernapasan, tindakan
resusitasi tidak akan dilakukan sesuai dengan keputusan DNAC
2. Bantuan Nafas
3. Injeksi obat atau defibrilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Komang A., Putu G., Purwa S., dan Puti L. 2017. Neurotrauma & Movement
Disorders: Improving Knowledge for Saving Lives. Udayana University
Press. Denpasar Hal. 5
Aprilia M., Budi R. 2015. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran Menurun.
CDK-233/ vol. 42 no. 10
Peraturan Menteri Kesehatan no. 37 tahun 2014.
Asri kusyani & bayu akbar. (2022). Asuhan Keperarawatan Stroke Untuk
Mahasiswa Dan Perawat Proofesional. Indonesia: Guepedia.
Dewi, C. (2016). AMF Stroke : Cegah Dan Obati Sendiri. Indonesia: Penebar Plus.
Hasan, A. (2023). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Mahakarya
Citra Utama.
Sonne J. 2022. Dopamine. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan.
Franco R. 2021. Dopamine in Health and Disease: Much More Than a
Neurotransmitter. Biomedicines . 2021 Jan 22;9(2):109.
Smith MD. 2022. Norepinephrine. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2023 Jan.
Ruslan MA. 2021. Norepinephrine in Septic Shock: A Systematic Review and
Meta-analysis. West J Emerg Med . 2021 Feb 16;22(2):196-203. doi:
10.5811/westjem.2020.10.47825.
Tia A., Retty R. 2015. Studi Fenomenologi: Pengalaman Perawat Dalam Merawat
Pasien Dengan Do Not Resuscitate (Dnr) Di Ruang Icu Rsup Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Jurnal Medika Respati Vol X Nomor 4

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai