Oleh :
Jason 11.2016.276
Harun Gani
Berlie Klienfelter Neonufa
Pembimbing :
dr. Humisar J Sibarani, Sp.An
Mati otak diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel
termasuk batang otak. Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya
denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi
telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali.1
Penggunaan ventilator mekanik untuk menangani henti nafas telah mengubah
rangkaian perjalanan gangguan neurologis terminal. Saat ini fungsi vital dapat dipertahankan
secara "buatan", meskipun fungsi otak telah berhenti. Hal tersebut pada akhirnya berimplikasi
terhadap definisi kematian secara medis, yang kemudian memunculkan suatu konsep
kematian batang otak sebagai penanda kematian. Adapun Negara pertama di dunia yang
mengadopsi istilah mati otak sebagai defenisi mati yang sah adalah Finlandia pada tahun
1971. Di Amerika Serikat, Kansas kemudian membuat hukum yang serupa.1
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak, dan apneu. Jadi seorang dokter
harus memahami benar konsep kematian batang otak, karena hal ini di antaranya dapat
bermakna tidak perlunya lagi life support (penyokong kehidupan) atau sebagai suatu syarat
mutlak diperkenankannya donor organ untuk transplantasi.2
Pada orang dewasa di Hongkong, kematian otak yang diakibatkan oleh cedera kepal
berat meliputi hingga sekitar 50 % dari semua kasus, dan 30 % lainnya diakibatkan oleh
perdarahan intrakranial. Sisanya disebabkan oleh tumor dan infeksi. Di Amerika, penyebab
utama kematian otak adalah cedera kepala dan perdarahan subarachnoid. Batang otak dapat
mengalami cedera oleh lesi primer ataupun karena peningkatan tekanan pada kompartemen
supratentorial atau infratentorial yang mempengaruhi suplai darah atau integritas struktur
otak. Cedera hipoksia lebih mempengaruhi korteks daripada otak.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tes apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak yang
kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat terpenuhi, yaitu:
a. Suhu tubuh 36,5 C atau 97,7 F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial 40 mmHg)
d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial 200 mmHg)
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul setinggi carina)
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada atau
abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2 , PaCO2 , dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator
disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 60 mmHg (atau peningkatan
PaCO2 ebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes apnea dinyatakan positif
(mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif (tidak mendukung
kemungkinan klinis kematian batang otak)
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik turun sampai <
90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal sesuai usia pada pasien < 18
tahun), atau pulse-oxymeter mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang
bermakna, atau terjadi aritmia kardial.4,5
Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah. Dengan
Interpretasi:
1. Apabila PaCO2 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 20 mmHg di atas nilai dasar
normal, tes apnea dinyatakan positif.
2. Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di atas nilai dasar
normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan dan perlu dilakukan tes
konfirmasi.4,5
Faktor perancu
Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis mati batang otak,
sehingga hasil diagnosis tidak dipastikan hanya berdasarkan pada alasan klinis. Pada keadaan
ini pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan:
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik,
antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade neuromuskular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2.4,6
Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti fungsi
batang otak:
a. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan punggung, ekspansi
interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau peningkatan mendadak
tekanan darah
e. Tidak adanya diabetes insipidus
f. Refleks tendon dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi tripel
g. Refleks Babinski.4,6
Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit, gula darah dan gas darah arterial hendaknya diperiksa dan gangguan yang
cukup untuk menyebabkan koma hendaknya diatasi. Selain itu, upaya yang sungguh-sungguh
harus sudah dikerjakan untuk mengatasi efek-efek edema serebri, hipoksia dan syok. Sebagai
konsekuensi, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat, diperlukan waktu dan tidaklah biasa untuk
menegakkan diagnosis MBO sebelum 24 jam perawatan di rumah sakit. Seringkali pasien
sudah dirawat di rumah sakit jauh lebih lama.
CT Scan bermanfaat tidak saja untuk mengetahui kausa MBO, tetapi juga untuk
memperlihatkan efek herniasi lewat tentorium dan foramina magnum. Kompresi arteri dan
vena mengakibatkan edema sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat meningkat akibat
terhalangnya drainase cairan serebrospinal oleh sumbatan aquaduktus atau ruang
subarakhnoid. Perubahanperubahan ini menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi otak
menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga cabang-cabang arteri basilaris (yang
mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan perdarahan intraparenkimal dan
memperparah edema.6
Tes yang menjadi standar emas tes konfirmasi kematian otak adalah angiografi
serebral empat vasa. Absennya pengisian darah intrakranial dari arteri karotis interna atau
vertebra harus didahului oleh tekanan intrakranial yang melebihi tekanan darah arteri rata-
rata.
Prognosis
Dubia ad malam
Kesimpulan
Jika kematian otak telah didiagnosis berdasarkan kriteria klinis dasar di atas, dokter
dan keluarga harus sadar bahwa kematian otak sama dengan kematian pasien. Masalah yang
penting dipertimbangkan bagi keluarga pasien saat itu adalah penyerahan organ, pemeriksaan
otopsi dan pemakaman pasien. Alat bantu hidup harus disingkirkan kecuali donasi organ
telah dipertimbangkan. Jika terjadi perpecahan sehubungan dengan diagnosis kematian otak
dan hal tersebut tidak dapat dipecahkan oleh dokter dan keluarga di tempat tidur pasien, maka
petugas yang bertugas memastikan kematian pasien dapat dipanggil untuk mengevaluasi
masalah tersebut dan mungkin akan melengkapi sertifikat kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunatrio,S.Penentuan Mati,Pengakhiran Resusitasi Darurat dan Jangka Panjang.Bag
Anastesiologi FKUI/RSCM. diunduh: 8 september 2010.
2. Guidelines On Certification Of Brain Death, The Hong Kong Society Of Critical Care
Medicine, journal of the Royal College of Physicians of London 1995, 29:381-2.
3. RM, Schapiro R, eds. The definition of death: contemporary controversies,Johns
Hopkins University Press, Baltimore, 1999.
4. New York State Department of Health. Guidelines for Determining Brain Death,
Department of Health, New York, 2005.
5. Wijdicks. Current Concepts, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J Med. 2001; 344
(16).
6. Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology,. Practice
parameters for determining brain death in adults (summary statement). Neurology
1995;45(5):1012-4