Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karuniannya,sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Subarachnoid block”.Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Anestesi.

Penulis menyadari bahwa referat ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari
berbagai pihak,untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang Terhormat dr.Fahmi Maruapey Sp.An dan dr. Ony
W. Angkejaya Sp. An yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama
menjalani kepaniteraan klinik bagian Anestesi di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan akan pengetahuan dan


pengalaman penulis dalam penulisan referat ini,sehingga masih banyak terdapat
kekurangan didalamnya.Oleh karena itu,penulis sangat mengharapkan segala kritik
dan saran yang diberikan demi kesempurnaan referat ini.Akhirnya semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan setiap pembaca pada umumnya.

Jakarta,April 2013

Aseptri Wijaya

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 1

DAFTAR ISI...................................................................................................... 2

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................... 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA (SUBARACHNOID BLOCK)................... 4-17

BAB III: KESIMPULAN......................................................................... 18

BAB I

PENDAHULUAN

2
Sekarang ini banyak jenis jenis operasi yang bisa dilakukan dengan anestesi

regional dengan berbagai pertimbangan yang lebih menguntungkan.Anestesi Regional atau

anestesi lokal merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf

sensorik,sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible),

fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.

Sejak anestesi spinal/ Sub-arachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898)

pada praktis klinis, tehnik ini telah digunakan dengan luas untuk menyediakan anestesi,

terutama untuk operasi pada daerah papila mamae kebawah. Anestesi spinal (subaraknoid)

adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang

subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural

atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke

dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.Kelebihan

utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan,peralatan yang minimal, memiliki efek

minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap

sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif

dan analgesia yang minimal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
3
Definisi

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Indikasi :

Untuk pembedahan,daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah papila mamae
kebawah ).

Kontra indikasi absolut :

 Infeksi pada tempat suntikan.


 Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare.
 Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
 Tekanan intrakranial meningkat.
 Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim.
 Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
 Pasien menolak.

Kontra indikasi relatif :

 Infeksi sistemik
 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung
 Hipovolemia ringan
 Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum.Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya adakelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak
teraba tonjolanprosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

 Informed consent

4
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concernt) meliputi
pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk


menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya
gangguan anatomis seperti scoliosis atau kifosis,atau pasien terlalu gemuk sehingga
tonjolan processus spinosus tidak teraba.

 Pemeriksaan laboratorium anjuran

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb ,


masa protrombin(PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga
terdapat gangguan pembekuan darah.

Peralatan analgesia spinal

 Peralatan monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri, EKG.


 Peralatan resusitasi / anestesia umum.
 Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo
runcing,quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point
whitecare)
 Betadine, alkohol untuk antiseptic.
 Swab alkohol.
 Kapas/ kasa steril dan plester.
 Obat-obatan anestetik lokal.
 Spuit 2 ml dan 5 ml.
 Infus set.

ANATOMI

5
 Kutis
 Subkutis :Ketebalannya berbeda-beda, akan lebih mudah mereba ruangintervertebralis
pada pasien yang memiliki subkutis yang tipis.
 Ligamentum Supraspinosum: Ligamen yang menghubungkan ujung
procesusspinosus.
 Ligamentum interspinosum
 Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1 cm.Sebagian
besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan vertikal dari laminake lamina.
Ketika jarum berada dalam ligamen ini, akan terasa sensasi mencengkeramdan
berbeda. Sering kali bisa kita rasakan saat melewati ligamentum dan masuk keruang
epidural.
 Epidural : Ruang epidural berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah yang
keluardari jarum spinal bukan CSF, kemungkinan vena epidural telah tertusuk. Jarum
spinalharus maju sedikit lebih jauh.
 Duramater : Sensasi yang sama mungkin akan kita rasakan saat menembus
duramaterseperti saat menembus epidural.
 Subarachnoid : merupakan tempat kita akan menyuntikkan obat anestesi spinal.
Padaruangan ini akan dijumpai CFS pada penusukan.

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisiyang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagidan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.

6
1. Pasang IV line. Berikan Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 -
1500 ml(pre-loading).
2. Oksigen diberikan dengan kanul hidung 2-4 lpm.
3. Setelah dipasang alat monitor, pasien ditidurkan misalnya dalam posisi
lateraldekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakangstabil. Buat pasien membungkuk agar processus spinosus
mudah teraba. Posisi lainadalah duduk sambil menunduk dan memeluk
bantal.
4. Raba krista. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista
iliakadengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5.
5. Palpasi di garis tengah akan membantu untuk mengidentifikasi ligamen
interspinous.
6. Cari ruang interspinous cocok. Pada pasien obesitas anda mungkin harus
menekan cukupkeras untuk merasakan proses spinosus.
7. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
8. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml
9. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23Gatau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G
atau 29Gdianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum
suntik biasa yaitu jarum suntik biasa 10cc. Jarum akan menembus kutis,
subkutis, ligamentumsupraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum
flavum, epidural, duramater,asubarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal
dicabut, cairan serebrospinal akanmenetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
obat analgesik ke dalam ruang arachnoidtersebut.

Posisi

7
 Posisi Duduk
1. Pasien duduk di atas meja operasi.
2. Dagu di dada atau menundukkan kepala.
3. Tangan memeluk bantal.

 Posisi Lateral
1. Bahu sejajar dengan meja operasi.
2. Posisikan pinggul di pinggir meja operasi, kaki ditekuk mengarah ke dada.
3.Memeluk bantal/knee chest position.

Monitoring

8
Hal yang perlu diperhatikan adalah pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi.
Tekanan darah bisa turun drastis akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada orang tua
yang belum diberikan loading cairan. Hal itu dapat kita sadari dengan melihat monitar
dan keadaan umumpasien. Tekanan darah pasien akan turun, kulit menjadi pucat,
pusing,mual, berkeringat.

Tinggi blok analgesia spinal

Faktor yang mempengaruhi:

 Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia

 Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia

 Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah


analgetik.

 Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang


tinggi.Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

 Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal


dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.

 Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung


berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.

 Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik

 Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.

 Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosisyang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

 Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik


sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi
pasien.

Anastetik lokal untuk analgesia spinal

9
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local
dengan berat jenis lebihbesar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat
jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan
adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose.
Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur
dengan air injeksi.

Anestetik local yang paling sering digunakan

 Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,


sifathyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml).
 Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-
20mg.
 Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
Penyebaran anastetik lokal tergantung

 Faktor utama:

1.Berat jenis anestetik local(barisitas)


2.Posisi pasien
3.Dosis dan volume anestetik local

 Faktor tambahan:

1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung

10
1. Jenis anestetia lokal
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal

Komplikasi anestesia spinal

Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.

Komplikasi tindakan

 Hipotensi berat
o Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infuscairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.

 Bradikardia
o Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2

 Hipoventilasi
o Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

1.Trauma pembuluh saraf


2. Trauma saraf
3. Mual-muntah
4. Gangguan pendengaran
5. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan

1. Nyeri tempat suntikan.


2.Nyeri punggung.
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor.
4. Retensio urine.
5. Meningitis.

Komplikasi intraoperatif
11
Komplikasi kardiovaskular

Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi
karenavasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan
tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac
output akan berkurangakibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan
harus diobati denganpemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat
vasoaktif seperti efedrin ataufenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada
pasien yang sehat pada saat dilakukananestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-
tiba biasanya karena terjadi bradikardia yangberat walaupun hemodinamik pasien
dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini,hipotensi atau hipoksia bukanlah
penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi iamerupakan dari mekanisme reflek
bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch.Pencegahan hipotensi
dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringerlaktat) secara
cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikananesthesia
spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harusdiobati
dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-
4menitsampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi
karena alirandarah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan
sulfas atropine 1/8-1/4mg IV.

Blok spinal tinggi atau total

Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis
yangdiperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah
hipotensi,henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa
menyebabkanhenti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan
kapasitas pembuluhdarah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi
pada anestesi spinal. Halini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ
vital terutama otak dan jantung,yang cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan
sirkulasi ke serebral merupakan faktorpenting yang menyebabkan terjadi henti nafas
pada anestesi spinal total. Walaubagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan
kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf
phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnyaaliran darah ke serebral mendorong

12
terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung
akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang
mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung.Pengobatan yang
cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius,termasuk pemberian
cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelahtingkat anestesi
spinal berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelumoperasi.
Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini
jikadiatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

Komplikasi respirasi

 Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi
paru-parunormal.
 Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal
tinggi.
 Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensiberat dan iskemia medulla.
 Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-
tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan
pernafasan buatan.

Komplikasi postoperatif

Komplikasi gastrointestinal

Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis


berlebihan,pemakaian obatnarkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal
serta komplikasi delayed,pusingkepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala
dengan ciri khas terasa lebih berat padaperubahan posisi dari tidur ke posisi tegak.
Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsilumbal,dengan kekerapan yang bervariasi.
Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilanmeningkat.

Nyeri kepala (Postdural Puncture Headache)

Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri
kepala inibisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi
13
epidural. Insidenterjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran
jarum yang digunakan.Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi
nyeri kepala. Selain itu,insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita
muda dan pasien yang dehidrasi.Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam
6 –48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya
muncul di area oksipital dan menjalar ke retroorbital, dan sering disertai dengan tanda
meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tandayang paling signifikan nyeri kepala
spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasiendipindahkan atau berubah posisi dari
tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurangatau hilang total bila pasien
tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 –48 jam harus dicoba terlebih dahulu
seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral atau intravena),analgesic, dan suport yang
kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akanmenyebabkan terjadi perbendungan
dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnyamenghentikan kebocoran dari cairan
serebrospinal dengan meningkatkan tekanan extradural.Jika terapi konservatif tidak
efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam epiduraluntuk menghentikan
kebocoran.

Nyeri punggung

Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan
jarum yangmenyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament
dengan atau tanpahematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma
suntikan jarum dapat di obatisecara simptomatik dan akan menghilang dalam
beberapa waktu yang singkat saja.

Komplikasi neurologik

Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah. Komplikasi
neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam

14
waktu 24 jamsetelah anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan
fotofobia. Meningitisaseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik dan
biasanya akan menghilang dalambeberapa hari.Sindrom cauda equina muncul
setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapatmenjadi permanen
atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Iaditandai
dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan
derajatyang bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah.Komplikasi
neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini biasanyaterjadi
beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini
ditandaioleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang progresif.
Pada penyakit initerdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari
vasculature korda spinal.Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari
hipotensi arterial yang lama.Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa
mengurangi aliran darah ke korda spinal.Kerusakan pada korda spinal atau saraf
akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupunepidural, kateter epidural atau
suntikan solution anestesi lokal intraneural adalah jarang, tapitetap
berlaku.Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang
berlaku karenaukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang
subaraknoid. Hanya pembuluhdarah radikular lateral merupakan pembuluh darah
besar di area lumbar yang menyebar keruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom
spinal-arteri anterior akibat dari anesthesiaadalah jarang. Tanda utamanya adalah
kelemahan motorik pada tungkai bawah karenaiskemia pada 2/3 anterior bawah
korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak merata danadalah sekunder dari
nekrosis iskemia pada akar posterior saraf dan bukannya akibat darikerusakan
didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri:
kekurangan bekalan darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan
darahdari arteri-arteri yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari
arteri karenahipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama ada dari
kongesti vena mahu punobstruksi aliran. Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin
yang menyebabkanterjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa faktor.
Contohnya anestesi spinalmenggunakan obat anestesi lokal yang dicampurkan
dengan epinefrin. Jadi kemungkinanepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi
pada arteri spinal anterior atau pembuluh darahyang memberikan bekalan darah.

15
Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regionaldapat menyebabkan
kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecualidari
penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain.
Jikaanestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat
kemungkinanterjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian,
penggunaan anestesi spinal padapasien dengan bakteremia merupakan kontra
indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalamruang subaraknoid, akan menyebabkan
araknoiditis. Tanda dan symptom yang palingprominen pada komplikasi ini adalah
nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam,leukositosis, dan rigiditas nuchal.
Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan anestesiregional pada pasien yang
mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau yang menderita selulitis.
Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik dan drenase jika
perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih

Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun regional.
Fungsikandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir
pada analgesiaspinal,umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf
pemanen merupakankomplikasi yang sangat jarang terjadi.

Pencegahan

 Pakailah jarum lumbal yang lebih halus (no. 23 atau no. 25).
 Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater.
 Hidrasi adekuat, minum/infuse 3L selama 3 hari.

Pengobatan

 Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam


 Hidrasi adekuat.
 Hindari mengejan.

16
 Bila cara diatas tidak berhasil pertimbangkan pemberian epidural blood patch
yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural. Cara
ini umumnya memberikan hasil yang nyata/segera (dalam waktu beberapa
jam) pada lebih dari 90% kasus.

BAB III
KESIMPULAN

Subarachnoid Spinal Block, sebuah prosedur anestesi yang efektif dan bisa
digunakan sebagai alternatif dari anestesi umum. Anestesi ini bekerja setinggi papilla

17
mamae atau setinggi kurang lebih vertebra torakal 4. Prinsip yang digunakan adalah
menggunakan obat analgetik local untuk menghambat hantaran saraf sensorik untuk
sementara (reversible). Fungsi motoric juga terhambat sebagian. Dan pada teknik
anestesi ini, pasien tetap sadar.

Terdapat indikasi dan kontra indikasi yang terbagi dua yaitu kontraindikasi
absolut dan relative. Pada kontraindikasi relative anestesi tetap bisa dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal tertentu seperti kemungkinan komplikasi dan alternative lain
jika tidak bisa dilakukan anestesi spinal. Seluruh persiapan wajib dicermati mulai dari
persiapan pasien, alat, obat anestesi local, obat emergensi yang harus disediakan jika
terjadi komplikasi, hingga kemungkinan untuk mengganti prosedur menjadi anestesi
umum seketika prosedur anestesi spinal tidak berjalan dengan baik. Saat penusukan
diperlukan ketelitian untuk menentukan lokasi suntikan, kemudian memperhatikan
pendekatan untuk melakukan penusukan serta memperhatikan factor yang
mempengaruhi anestesi.

Prosedur ini merupakan sebuah alternative pada operaasi dengan durasi


singkat. Pilihan ini menyediakan opsi yang memiliki komplikasi yang lebih sedikit
ketimbang melakukan prosedur anestesi umum diantaranya adalah waktu pemulihan
pasca-dilakukan posedur anestesi.

18
DAFTAR PUSTAKA

19
 dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan. 2004.
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.

 Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Edisi kedua.
Cetakan ke lima.Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta; 2010.1.

 Dr. W.F Casey. 2000.Spinal Anaesthesia– a Practical Guide Gloucestershire,


UK.http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u12/u1208_01.htm#tpf

 Farmakologi dan Terapi. Edisi 5 : 2011.

 Katzung BG, Master S. Basic & Clinical Pharmacology. McGraw Hill: 2007.

20
21

Anda mungkin juga menyukai