GENERAL ANESTESI
Oleh:
Ola nopisah, S.Ked*
G1A216040
Pembimbing:
dr. Sulistyowati, Sp.An**
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION
GENERAL ANESTESI
Oleh:
Ola Nopisah, S.Ked
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes Amerika,
diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri.
Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi
berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan
pembedahan.1,2
Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dengan
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup
premedikasi, induksi, maintenance, dan pemulihan.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis
anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran
secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas
dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :
-Meredakan kecemasan dan ketakutan
-Memperlancar induksi anesthesia
-Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
-Meminimalkan jumlah obat anestetik
-Mengurangi mual muntah pasca bedah
-Menciptakan amnesia
-Mengurangi isi cairan lambung
-Mengurangi refleks yang membahayakan3
Obat-obatan premedikasi
No Obat Dosis Tujuan
. premedikasi
1. Diazepam 0,15 – 025 mg/kg BB (oral) Ansietas
2. Midazolam 0,07 – 0,1 mg/kg BB (IM)
Sedasi
0,5 mg/kg BB (IV)
Amnesia
3. Morfin 0,1 – 02 mg/kg BB (IV)
4. Petidin 1 – 1,5 mg/kg BB (IV) Analgesia
5. Fentanyl 1 – 2 g/kg BB (IV)
6. Atropin 0,3 – 0,3 mg (IV) dewasa Salivasi & sekresi
0,01 – 0,02 mg/kg (IV) anak
refleksi vagal
7. Droperidol 75 g/kg BB (IV)
8. Metoclopramide 0,15 mg/kg BB (IV) Nausea & vomit
9. Ondanstron 0,05 – 0,15 mg/kg BB (IV)
10. Cimetidine 3 – 4 mg/kg BB H2 blocker
11. Ranitidine 2 – 3 mg/kg BB
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg
beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan
opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral
simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.
Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan
intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).
Persiapan peralatan anestesi
Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan anestesi yang
baik. Baik tidak berarti harus canggih dan mahal, tetapi lebih berarti berfungsi, sesuai dengan
tujuan kita memberi anesthesia yang lancer dan aman.
2.1.5 Macam- macam tehnik anasthesi umum3
a. Anestesi Inhalasi
Anesteai inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Mekanisme kerja obat
anestesi inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian
anestetik inhalasi melalui pernafasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang
unik dalam dunia anestesiologi.2,3
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan
ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalahfaktor utama yang
penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya.Induksi dan pemulihan
berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat padayang larut.Kadar alveolus minimal
( KAM ) atau MAC (minimum alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam
alveolus pada tekanan satu atmosfir yangdiperlukan untuk mencegah gerakan pada 50 % pasien
yang dilakukan insisi standar.Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95 % pasien, jika
kadarnya dinaikkan diatas30 % nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat
anestetik dalam alveolisama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.2,3
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:
1. Konsentrasi inspirasi.Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh,
makaambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama dengan alveoli. Halini dalam
praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak
terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksimakin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas
kedua).
2. Ventilasi alveolar Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi
dansebaliknya.
3. Koefisien darah/gasMakin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin
rendahkonsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil
5. Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah uapdalam mesin
anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karenasebagian uap tersebut hilang
dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai pernafasan.
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru. Sebagianlagi
dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolismeyang larut
dalam air dikeluarkan melalui ginjal.3
N2O
N2O (gas gelak,laughing gas , nitrous oxide, dinitrogen monooksida) diperolehdengan
memanaskan amonium nitrat sampai 240ºC. NH4NO3 --240 ºC ---- 2H2O + N2O N2O dalam ruangan
berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Zat ini dikemas dalam bentuk cair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi
atau 50 atm.Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini
bersifatanestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk
menguranginyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian,
tetapidikombinasi dengan salah satu cairan anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada
akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga
terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindariterjadinya hipoksia difusi,
berikan O2 100% selama 5-10 menit.4
Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya yang enak dan
tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesikombinasi dengan
N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh cahaya
dan diawetkan oleh timol 0,01%.Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinyacukup dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikan analgesi semprot lidokain
4% atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya
laringoskopintubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup baik.Pada napas
spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendalisektar 0,5-1 vol% yang
tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotanmenyebabkan vasodilatasi serebral,
meninggikan aliran darah otak yang sulitdikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi,
sehingga tidak disukai untuk bedahotak.Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis,depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Kebalikan dari N2O,
halotananalgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjangtidak
ada indikasi kontra.Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan disritmia,
sehingga penggunaan adrenalin harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan
pengenceran1:200.000 (5 g/kg).Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena
relaksasi uterusakan menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin,
meninggikankadar gula darah.Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara
oksidatif menjadikomponen bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi
komponenfluorida dan produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Metabolisme reduktif
inimenyebabkan hepar kerja keras, sehingga merupakan indikasi kontra pada penderitagangguan
hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca
pemberian halotan sering menyebabkan pasien menggigil.3,4
Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer setelahada
kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan berulang. PadaEEG
menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia, karena itu
hindari penggunaannya pada pasien dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang
beranggapan bukan indikasi kontra untuk dpakai pada kasus dengan riwayat epilepsi.
Kombinasidengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.Enfluran yang dimetabolisme
hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Ssisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat dibanding
halotan. Vasodlatasi serebralantara halotan dan isofluran.Efek depresi napas lebih kuat dibanding
halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat
dibanding halotan, depresilebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik
lebih baik dibanding halotan.3,4
Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau
subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapimeninggikan aliran
darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini
dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak.Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemariuntuk
anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguankoroner. Isofluran
dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika
diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapatmenyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis
pelumpuh otot dapat dikurangisampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.3,4
Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengananestetik volatil lainnya, sehingga
perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5ºC).
potensinya rendah (MAC 6.0%). Ia bersifatsimpatomimetik menyebabkan takikardia dan
hipertensi. Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan napas
atas, sehingga tidak digunakanuntuk induksi anestesia.4
Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesilebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disampinghalotan.Efek terhadap
kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadaphepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi
belum ada laporanmembahayakan terhadap tubuh manusia.4
b. Anestesi Intravena
Anestesi intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam
obat yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja pendek,
cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia
pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat
dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler,
pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual
muntah), menghasilkan pemulihan yang cepat. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat
menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat
mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang
lain (Silistia, 1996).
Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan: 1.) Obat yang terutama
digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan barbiturat, eugenol, dan steroid; 2.) obat
yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan seperti pada
neuroleptanalgesia (contohnya: droperidol), anestesi dissosiasi (contohnya: ketamin), sedative
(contohnya: diazepam). Dari bermacam-macam obat anesthesia intravena, hanya beberapa saja
yang sering digunakan, yakni golongan: barbiturat, ketamin, dan diazepam.
PROPOFOL
Propofol adalah salah satu dari kelompok derivat fenol yang banyak digunakan sebagai
anastesia intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat
induksi. Propofol dikemas dalam cairan emulsi berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1% (1ml=10 mg).(7)
Propofol dengan cepat dimetabolisme di hati melalui konjugasi ke glukuronat dan sulfat
untuk menghasilkan senyawa larut dalam air, yang diekskresikan oleh ginjal. Kurang dari 1%
(1) (4)
propofol diekskresikan tidak berubah dalam urin, dan hanya 2% diekskresikan dalam tinja.
(7)
Farmakokinetik. Waktu paruh 24-72 jam. Dosis induksi cepat menimbulkan sedasi (30-
45 detik) dengan durasi berkisar antara 20-75 menit tergantung dosis dan redistribusi dari sistem
saraf pusat.(4) Sebagian besar propofol terikat dengan albumin (96-97%). Setelah pemberian bolus
intravena, konsentrasi dalam plasma berkurang dengan cepat dalam 10 menit pertama (waktu
paruh 1-3 menit) kemudian diikuti bersihan lebih lambat dalam 3-4 jam (waktu paruh 20-30
menit). Kedua fase ini menunjukkan distribusi dari plasma dan ambilan oleh jaringan yang cepat.
(5)(7)
Metabolisme terjadi di hepar melalui konjugasi oleh konjugasi oleh glukoronida dan
sulfat untuk membentuk metabolit inaktif yang larut air yang kemudian diekskresi melalui urin (6).
Eliminasi propofol sensitif terhadap perubahan aliran darah hepar namun tidak dipengaruhi oleh
ikatan protein ataupun aktivitas enzim. Propofol diketahui menghambat metabolisme obat oleh
sitokrom p450 oleh karena itu dapat menyebabkan perlambatan klirens dan durasi yang
memanjang pada pemberian bersama dengan fentanyl, alfentanil dan propanolol.(4)(5)(7)
Farmakodinamik. Sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan pasien kehilangan
kesadaran dengan cepat akibat ambilan obat lipofilik yang cepat oleh SSP, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik. Pada pemberian dosis
induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan
mood tapi tidak sehebat thiopental. Propofol dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke otak
dan konsumsi oksigen otak sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan
intraokular sebanyak 35%.(2)(3)(5)
Sistem kardiovaskuler. Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada
jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun. Hal ini disebabkan oleh efek dari
propofol yang menurunkan resistensi vaskular sistemik sebanyak 30%. Namun penurunan
tekanan darah biasanya tidak disertai peningkatan denyut nadi. Pernafasan spontan (dibanding
nafas kendali) serta pemberian drip melalui infus (dibandingkan dengan pemberian melalui
bolus) mengurangi depresi jantung. Sedangkan usia berbanding lurus dengan efek depresi
jantung. (4)(5)(7)
Sistem pernafasan. Apnoe paling banyak didapatkan pada pemberian propofol dibanding
obat intravena lainnya. Umumnya berlangsung selama 30 detik, namun dapat memanjang dengan
pemberian opioid sebagai premedikasi atau sebelum induksi dengan propofol. Dapat
menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal. Efek ini biasanya bersifat sementara namun
dapat memanjang pada penggunaan dosis yang melebihi dari rekomendasi atau saat digunakan
bersamaan dengan respiratory depressants. (4)(5)(7)
Dosis. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
(4)
pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Dosis yang dianjurkan untuk
induksi pada pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 55 tahun adalah 2-2.5 mg/kgBB dan untuk
pasien lebih dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 1-1.5 mg/kgBB. Untuk
pemeliharaan dosis yang dianjurkan pada pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 55 tahun
adalah 0.1-0.2 mg/menit/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan
ASA III/IV: 0.05-0.1 mg/menit/kgBB. (4) Dosis yang dianjurkan yang dapat menimbulkan sedasi
adalah 0.1-0.15 mg/kgBB sebagai dosis inisial dengan dosis pemeliharaan yang dianjurkan pada
pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 55 tahun adalah 0.025-0.075 mg/menit/kgBB dan untuk
pasien lebih dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 0.02-0.06 mg/menit/kgBB. (4)
Propofol, bila digunakan untuk induksi anestesi dalam prosedur singkat, hasil dalam
pemulihan secara signifikan lebih cepat dan pengembalian sebelumnya fungsi psikomotor
dibandingkan dengan thiopental atau methohexital, terlepas dari anestesi yang digunakan untuk
pemeliharaan anestesi. Kejadian mual dan muntah saat propofol digunakan untuk induksi juga
nyata kurang dari setelah penggunaan anestesi IV lainnya, mungkin karena sifat antiemetik
propofol.(3) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk
mencegah kontaminasi dari bakteri. (4)(5)
Efek samping. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kgBB intravena (3). Biasanya terjadi saat penyuntikan
dilakukan di dorsum Palmaris. Insidens nyeri lebih sedikit didapatkan pada penyuntikan di vena
(5)
yang lebih besar di fossa antecubiti. . Bradikardi serta hipotensi kadang didapatkan setelah
penyuntikan propofol, namun dapat diatasi dengan penyuntikkan obat antimuskarinik, misalnya:
atropin. Efek samping eksitatorik seperti myoclonus, opisthotonus serta konvulsi kadang
dihubungkan dengan pemberian propofol dan dapat terjadi pada masa pemulihan. Resiko
konvulsi dan onset yang melambat ditemujan pada pemberian propofol pada pasien epilepsy.
KETAMIN
Ketamin adalah suatu “rapid acting non-barbiturate general anesthetic”. Pertama kali
diperkenalkan oleh Domino and Carsen pada tahun 1965.(2)
Ketamin kurang digemari untuk induksi anesthesia karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat menimbulkan mual muntah,
pandangan kabur dan mimpi buruk.(3) Blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla
spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat
dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik. .(1)(4)
Farmakokinetik. Onset kerja ketamin pada pemberian intravena lebih cepat
dibandingkan pemberian intramuskular. Onset pada pemberian intravena adalah 30 detik
sedangkan dengan pemberian intramuskular membutuhkan waktu 3-4 menit, tetapi durasi kerja
juga didapatkan lebih singkat pada pemberian intravena (5-10 menit) dibandingkan pemberian
intramuskular (12-25 menit). .(1)(4)
Metabolisme terjadi di hepar dengan bantuan sitokrom P450 di reticulum endoplasma
halus menjadi norketamine yang masih memiliki efek hipnotis namun 30% lebih lemah
dibanding ketamine, yang kemudian mengalami konjugasi oleh glukoronida menjadi senyawa
larut air untuk selanjutnya diekskresikan melalui urin.(5)
Farmakodinamik Sistem saraf pusat. Ketamine memiliki efek analgetik yang kuat akan
tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) disertai anestesia disosiasi. Apabila diberikan
intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang
disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan, dilatasi pupil dan nistagmus.
Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti
gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Pada pasien yang diberikan ketamin juga
mengalami amnesia anterograde. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda
khas setelah pemberian Ketamin. Sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada
periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Selain itu, ketamin menyebabkan
peningkatan aliran darah ke otak, konsumsi oksigen otak, dan tekanan intrakranial. .(1)(4)
Pulih sadar kira-kira tercapai dalam 10-15 menit tetapi sulit menentukan saatnya yang
tepat seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya. Kontak penuh dengan lingkungan
dapat bervariasi dari beberapa menit setelah permulaan tanda-tanda sadar sampai 1 jam. Sering
mengakibatkan mimpi buruk, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi dan menyebabkan gaduh,
gelisah, tidak terkendali. .(1)(4)
Sistem kardiovaskuler. Tekanan darah akan naik baik sistolik maupun diastolik.
Kenaikan rata-rata antara 20-25% dari tekanan darah semula mencapai maksimum beberapa
menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut jantung juga
meningkat. Efek ini disebabkan adanya aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi
baroreseptor. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian premedikasi opioid, hiosine. Namun
aritmia jarang terjadi. .(1)(4)
Sistem pernafasan. Depresi pernafasan kecil sekali dan hanya sementara, kecuali dosis
terlalu besar dan adanya obat-obat depressan sebagai premedikasi. Ketamin menyebabkan
dilatasi bronkus dan bersifat antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamin, sehingga
baik untuk penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang
masih ringan. .(1)(4)
Dosis. Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien dewasa adalah 1-4mg/kgBB atau
1-2mg/kgBB dengan lama kerja 15-20 menit, sedangkan melalui infus dengan kecepatan
0.5mg/kgBB/menit, sedangkan untuk anak-anak terdapat banyak rekomendasi. Menurut Mace, et
al (2004) dosis induksi adalah 1-2 mg/kgBB sedangkan menurut Harriet Lane, 0.25-0.5
mg/kgBB. Dengan dosis tambahan setengah dari dosis awal sesuai kebutuhan. (5) Untuk sedasi
dan analgesik dosis yang dianjurkan adalah 0.2-0.8 mg/kgBB intravena dan untuk mencegah
nyeri dosis yang dianjurkan adalah 0.15-0.25 mg/kgBB intravena. (5) Ketamin dapat diberikan
bersama dengan diazepam atau midazolam dengan dosis 0.1mg/kgBB intravena dan untuk
mengurangi salvias dapat diberikan sulfas atropine 0.01mg/kgBB.(3)
Indikasi. Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada
anestesi umum : 1.) untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi
jaringan sikatriks daerah leher; 2.) untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf atau radiologi
(radiografi); 3.) tindakan ortopedi, misalnya reposisi; 4.) pada pasien dengan resiko tinggi karena
ketamin yang tidak mendepresi fungsi vital; 5.) untuk tindakan operasi kecil; 6.) di tempat
dimana alat-alat anestesi tidak ada; 7.) pasien asma. .(1)(4)
Kontra Indikasi. Ketamin tidak dianjurkan untuk digunakan pada: 1.) Pasien hipertensi
dengan tekanan darah sistolik 160mmHg dan diastolic 100mmHg; 2.) Pasien dengan riwayat
CVD; 3.) pasien dengan decompensatio cordis. Penggunaan ketamin juga harus hati-hati pada
pasien dengan riwayat kelainan jiwa & operasi-operasi pada daerah faring karena reflex masih
baik.
Efek samping. Di masa pemulihan pada 30% pasien didapatkan mimpi buruk sampai
halusinasi visual yang kadang berlanjut hingga 24 jam pasca pemberian. Namun efek samping
ini dapat dihindari dengan pemberian opioid atau benzodiazepine sebagai premedikasi. .(1)(4)
2.1.6 Pemeliharaan Anestesi (Maintainance)
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur
rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya
menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan
pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.
Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan
infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot
dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O +
O2. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.
2.1.7 Monitor Anestesi
Dalam anestesiologi, tindakan monitoring sangat vital dalam menjaga keselamatan
pasien. Dalam tindakan anestesia harus dilakukan monitoring terus-menerus tentang keadaan
pasien yaitu reaksi terhadap pemberian obat anestesi khusus terhadap fungsi pernapasan dan
jantung. Hal ini dapat dilakukan dengan panca indra kita yaitu dengan meraba, melihat atau
mendengar atau yang lebih teliti dan obyektif dengan alat. Selama monitor reaksi pasien, alat-
alat yang digunakan seperti mesih anestesi dan respirator juga perlu di monitor fungsinya. Alat
monitor sekarang disertai dengan sistem alarm untuk memberi pernyataan, misalnya dengan
bunyi-bunyian bawah batas-batas nilai yang normal telah dilampaui sehingga perbaikan segera
dapat dilakukan. Monitoring dalam anestesia dan pembedahan mempunyai tujuan utama :
(1) Diagnosis adanya permasalahan
(2) Perkiraan kemungkinan terjadi kegawatan,
(3) Evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek tambahan.1
Rumatan anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena (anesthesia intravena total)
atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi biasanya
mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup,
diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang
cukup.
Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50
ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga
tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid
dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama
dengan anestesi total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot, dan ventilator. Untuk
mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan
0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%, atau sevofluran 2-4 vol%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan (controlled).
Memonitor selama anestesi termasuk memonitor mesin anestesi, ventilator, dan observasi pasien
yang bertujuan menilai keadaan-keadaan sebagai berikut :
a. Respon pasien terhadap anestesi dan operasi dengan prediksi perubahan-perubahan
pada pernapasan, denyut jantung, tekanan darah dan variabel lain,
b. Pasien akibat anestesi dan operasi mengalamai perubahan fisiologik, seperti hilangnya
darah, hipotermia, hipertensi, iskemia, perubahan metabolik atau gangguan paru,
c. Keadaan yang tidak terduga seperti infark miokard atau obstruksi jalan napas yang
mengancam jiwa pasien,
1
d. Suksesnya pemberian anestesi sekaligus mencegah terjadinya malpraktek.
2.1.8 Sistem atau Sirkuit Anestesi
Sistem penghantar gas atau sistem anestesia atau sirkuit anestesia ialah alat yang bukan
saja menghantarkkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalannapas atau pasien,
tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnyadengan aliran gas segar atau
dengan mengisapnya dengan kapur soda.
Sirkuit anestesi umumnya terdiri dari:
1. Sungkup muka, sungkup laring atau pipa trakea
2. Katup ekspirasi dengan per atau pegas.
3. Pipa ombak, pipa cadang. Bahan karet hitam atau plastik transparan anti statik, anti
tertekuk.
4. Kantong cadang.
5. Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2. untuk mencegah terjadinya barotrauma
akibat naiknya tekanan gas yang mendadak tinggi, katup membatasi tekanan sampai 50
cmH2O.
Sirkuit anestesi yang populer sampai saat ini ialah sirkuit lingkar (circle system),sirkuit
magill, sirkuit Bain dan sistem pipa T atau pipa Y dari Ayre.
2.1.9 Sistem Insuflasi
Sistem ini diartikan sebagai penghembusan gas anestetik dengan sungkup muka melalui
salah satu sistem ke wajah pasien tanpa menyetuhnya. Biasanya dikerjakan pada bayi atau anak
kecil yang takut disuntik atau pada mereka yang sedang tidur supaya tidak terbangun (steal
induction). Untuk mnghindari penumpukan gasCO2, aliran gas harus cukup tinggi sekitar 8-10
liter/menit. Sistem ini mencemari udarasekitarnya.Ada yang mengartikan, bahwa sistem ini
adalah penghembusan campuran gasanestetik melalui lubang hidung dengan menggunakan pipa
nasofaring. Seperti mealuisungkup, aliran campuran gas juga harus tinggi sekitar 8-10
liter/menit.4
2.1.10 Tatalaksana Anestesi Umum Inhalasi Sungkup Muka
Indikasi
1. Pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh dan berlangsungsingkatdengan
posisi terlentang, tanpa membuka rongga perut.
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik I atau II).
3. Lambung dalam keadaan kosong
Kontraindikasi:
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas.
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup
Tatalaksana:
1. Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman
2. Pasang alat pantau yang diperlukan
3. Siapkan alat-alat dan obat resusitasi
4. Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yangdigunakannya
5. Induksi dengan pentothal atau dengan obat hipnotik yang lain
6. Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi
7. Awasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan
intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien
8. Pantau denyut nadi dan tekanan darah
9. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi dan berikan oksigen
100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit.
Penyulit: Sehubungan dengan efek samping obat dan risiko sumbatan jalan napas atas.
Kombinasi obat anestesi inhalasi:
1. N2O + halotan atau
2. N2O + enfluran atau
3. N2O + isofluran atau
4. N2O + sevofluran
LARINGEAL MASK AIRWAY
Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya pengendalian
jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter anestesi adalah untuk
menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk pasien. LMA telah
digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di
insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling
pintu masuk laring
a. Desain dan Fungsi
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan
dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan memungkinkan
ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7
ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.7
b. Macam-macam LMA
LMA dapat dibagi menjadi 3 ( 4 ) :
1. Clasic LMA
2. Fastrach LMA
3. Proseal LMA
4. Flexible LMA
Indikasi
:
a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management.
LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian Etmenjadi suatu indikasi.
b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.
c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.
Kontraindikasi
a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency adalah
pengecualian ).
b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal
yangbertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran padatekanan inspirasi
tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan11inspirasi puncak harus dijaga
kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisirkebocoron cuff dan pengembangan
lambung.
c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.
d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu
terjadinya laryngospasme.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10
% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah
aspirasi.
G. Komplikasi
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik anestesi dan
perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang cepat, sederhana, aman
dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan dari tatalaksana jalan napas yang
diinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat
ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat dibagi
menjadi:
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki laring dan
trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat menimbulkan
kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau fisiologis
selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.