Anda di halaman 1dari 51

CLINIC REPORT SESSION

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN TONSILEKTOMI DENGAN


TONSILITIS KRONIS
PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan pada
tonsila palatina bakteri jenis lain atau
oleh virus.


Bila terapi medikamentosa tidak berhasil dianjurkan
terapi radikal dengan tonsilektomi.

Indikasi tonsilektomi relative dan absolut (mutlak)


Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible

Anestesi umum yang sempurna  ketidak sadaran, analgesia,
relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari
pasien
LAPORAN KASUS

• IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 29 April 2015
Nama : An. Ammalan Najah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6 tahun
BB : 20 kg
Ruang: Kelas II
No. MR : 779055
Diagnosis: Tonsilitis Kronis
Tindakan : Tonsilektomi
KELUHAN UTAMA
 Nyeri menelan sejak ± 3 hari ini

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Pasien mengeluh nyeri menelan sekitar 3 hari yang lalu. Pasien merasa ada
yang mengganjal ditenggorokan. Nyeri menelan yang dirasakan pasien
membuat pasien kesulitan makan, karena setiap makanan masuk terasa
sangat sakit di teronggorokan pasien. Pasien juga mengeluh demam.
Menurut pasien dan ibunya, tidak ada perubahan suara selama sakit.
Keluhan seperti mendengkur (-), sesak napas (-), namun ibu pasien mengeluh
bahwa anaknya sekarang sering bau mulut (+). Menurut ibu pasien dan
pasien, pasien sering jajan sembarangan di sekolah, pasien sering jajan ciki-
ciki, permen berwarna warni maupun es. Sekitar 1 minggu yang lalu pasien
mengeluh batuk pilek, namun saat ini pasien tidak sedang batuk pilek. Sekitar
2 bulan yang lalu menurut ibu pasien, pasien juga pernah mengalami keluhan
seperti ini namun hanya sebentar dan hilang sendiri. Namun keluhan yang
dirasakan pasien sekarang sangat mengganggu, karena menurut pasien nyeri
menelan yang dirasakan pasien sekarang sangat sering.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Baik


Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
Vital sign
TD : 100/60 mmhg
Respirasi : 24 x/ menit, regular, isi dan
tegangan cukup
Nadi : 122 x/ menit
Suhu : 36,9 °C
KEPALA LEHER
• Mata : CA(-/-), SI (-/-), RC (+/+), • Pembesaran KGB (-), JVP 5 -
isokor 2 cm H2O.
• Telinga : T.A.K
• Hidung : Discharge (-),
epistaksis (-), deviasi septum (-)
• Tenggorokan : T4 – T4,
Hiperemis (-), Detritus (-),
Kripta Melebar (+).
• Mulut : Mukosa tidak anemis,
lidah kotor (-),
» Mallampati I
Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: Statis & dinamis :
simetris simetris
Palpasi Stem fremitus Stem fremitus
normal normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-
hepar :ICS VI
kanan
Auskultasi Wheezing (-), Wheezing (-),
rhonki (-) rhonki (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea
midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI 2 jari bergeser ke lateral dari
linea midclavicula kiri

Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)


ABDOMEN

Datar, skar (-), venektasi (-),


Inspeksi
spidernevi (-)
Palpasi
Nyeri tekan regio epigastrium (-),
defans musculer (-), ,
hepatomegali (-), splenomegali
(-), nyeri ketok costovertebra (-/-)

Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
Genitalia
Tidak diperiksa

Ekstremitas

Superior : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-), edema (-/-)


Inferior : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-), edema (-/-)
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

EKG: Irama Sinus Normal


Foto Thorak : Cor dan DARAH RUTIN
Paru dalam batas Normal
WBC : 7,5 103/mm3
RBC : 4,18 103/mm3
HGB : 11,7 g/dl
HCT : 33,5 %
KIMIA DARAH PLT : 399 103/mm3
Faal Hati Clotting Time: 4 menit
SGOT : 37 U/L Bleeding Time : 2 menit
SGPT : 24 U/L
 
Faal Ginjal
Ureum : 29,0 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
RENCANA TINDAKAN
ANESTESI
Diagnosis Pra Bedah : Tonsilitis Kronis
Tindakan Bedah : Tonsilektomi
Status ASA :I
Jenis/tind. anestesi : General Anestesi
Premedikasi : Ranitidin 20 mg
Ondancetron 2 mg
Asam Traneksamat 500 mg
Dexamethasone 5 mg

Induksi : SA 0,25 mg
Phentanil 40 mcg
Tracrium 10 mg
LAPORAN ANESTESI
Tanggal : 30 April 2015
Nama : An. Ammalan Najah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6 tahun
BB : 20 kg
Ruang : Bangsal Bedah
No. MR : 779055
Diagnosis : Tonsilitis Kronis
Tindakan : Tonsilektomi
Operator : dr. Ismelia Fadlan Sp. THT
Ahli Anastesi : dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An
KETERANGAN PRA BEDAH

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
TD : 100/60 mmHg
Respirasi : 26 x/ menit
Nadi : 102 x/ menit
Suhu : 36,8 °C
TINDAKAN ANESTESI
Metode : General Anestesi
Premedikasi
– Injeksi Ranitidin 20 mg
– Ondancetrone 2 mg
– Asam Traneksamat 500 mg
– Dexamethasone 5 mg

Medikasi
– SA 0,25 mg
– Phentanil 40 mcg
– Tracrium 10 mg
Intubasi : ETT no. 5
Maintenance: Sevoflurans + N­2O : O­2
Jumlah Cairan
– Input : RL Kolf 1  300 ml
– Output : ± 50 cc
– Perdarahan : ± 20 cc
 

Kebutuhan cairan selama operasi :


Jam I : ½ (P) + M + O
½ (160) + 40 + 120  240 cc

Total cairan : 240 cc + 20 cc 260 cc


KEADAAN SELAMA
OPERASI

Letak penderita : Supine


Intubasi : (+)
Penyulit Intubasi :-
Penyulit Waktu Anastesi : -
Jumlah Perdarahan : ± 20 cc
Jam Tekanan Nadi RR
Darah

08.45 90/50 mmhg 130 26


09.00 90/50 mmhg 122 24
09.15 110/70mmhg 131 20
09.30 110/60 mmhg 130 25

09.45 112/65 mmHg 130 24


RUANG PEMULIHAN
.
Masuk Jam : 09.45
Keadaan Umum
– Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
– TD : 110/68 mmHg
– Nadi : 120 x/ menit
– Pernafasan : 25/menit
– Suhu : 36,7°C
– Pernafasan : Baik
Steward Scoring System
Kesadaran : 2
Jalan Napas : 2
Gerakan : 2
Jumlah :6
 
Pindah Ruangan : Kelas II jam 10.00

INSTRUKSI ANESTESI
Awasi KU dan tanda-tanda vital tiap 15 menit
Tidur terlentang tanpa bantal selama 1X24 jam
post operasi
Boleh minum bertahap ½ gelas selama 1 jam
Lanjutkan terapi sesuai instruksi dr. Ismelia
Fadlan , Sp.THT
TONSILITIS
TINJAUAN PUSTAKA

DEFENISI GEJALA

Peradangan pada tonsila 1. Nyeri tenggorokan


palatina yang disebabkan 2. Demam,
oleh kuman streptococcus 3. tidak enak badan
beta hemolyticus,, namun 4. sakit kepala
dapat juga disebabkan 5. muntah
bakteri jenis lain atau oleh
virus.
TINJAUAN PUSTAKA
TONSILITIS
Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronik
Onset cepat, terjadi dalam Onset lama, beberapa bulan hingga
beberapa hari, hingga beberapa beberapa tahun (menahun)
minggu
Penyebab kuman streptokokus Penyebab tonsillitis kronik sama halnya
beta hemolitikus grup A, dengan tonsillitis akut, namun kadang-
pneumokokus, streptokokus kadang bakteri berubah menjadi bakteri
viridian, dan streptokokus golongan gram negatif
piogenes.
Tonsil hiperemis & edema Tonsil membesar / mengecil tidak edema
Kripte tidak melebar Kripte melebar
Detritus + / - Detritus +
ANESTESIA UMUM

 Tindakan meniadakan rasa


nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih
kembali (reversibel).

TRIAS ANESTESIA
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi Otot
JENIS ANESTESI
UMUM
Anestesi
inhalasi
Intravena

A
n
es
te
si
in
tr
a
m
u
sk
ul
ar
Anestesi per-rectal
OBAT-OBAT
ANESTESIA

Hipnoti Analge Relaksa


k sia si Otot

Opioid ●
Depolarisasi

Barbiturte ●
Morfin ●
Diasetil-kolin

Propofol ●
Petidin ●
Dekametonium

Benzoziazepin ●
Fentanil ●
Non-Depolarisasi

Diazepam ●
Sulfentanil ●
Bensiliso-

Alfentanil kuinolinum

Midazolam ●
Tramadol ●
Steroid
PERSIAPAN
PRE ANESTESI
ANESTESI
The American Society Of Anesthesiologist
(ASA):
ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan
sehat.
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik
1. Anamnesis ringan sampai sedang baik karena penyakit
2. Pemeriksaan Fisik bedah maupun penyakit lain.
3. Pemeriksaan ASA III : Pasien dengan gangguan atau
Penunjang penyakit sistemik berat yang diakibatkan
karena berbagai penyebab.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik
berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya.
ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah
24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Urine Output
Pengosongan lambung  Katerisasi
1. Pada pembedahan elektif
 Puasa
Anak dan dewasa 4 – 6 jam.
Bayi 3 – 4 jam.

2. Pada pembedahan darurat Informed concent


NGT Pasien
Antasida atau antagonis Keluarga
reseptor H2
PREMEDIKASI


Meredakan kecemasan dan ketakutan.

Memperlancar induksi anesthesia.

Premedi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2

Mengurangi
jam sebelum
bronkus.
untuk melancarkan induksi, rumatan,

sekresi kelenjar
induksi ludah dan
anesthesia dengan tujuan
dan bangun dari anesthesia diantaranya:
Meminimalkan jumlah obat anestetik.
Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

kasi


Menciptakan amnesia.

Mengurangi isi cairan lambung.

Mengurangi reflex yang membahayakan.
INDUKSI ANESTESIA
UMUM
1. Induksi intravena
 Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan
30-60 detik.

2. Induksi inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan
(fluotan) atau sevofluran.
Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak
yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang
takut disuntik.
3. Induksi Intramuskular
 Biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
yang dapat diberikan secara intramuscular dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
 

4. Induksi per-rektal
 Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang
menggunakan tiopental atau midazolam.
TANDA INDUKSI
BERHASIL
 HILANGNYA REFLEK
BULU MATA
TEKNIK ANESTESIA
UMUM

Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali


(kontrol)
RUMATAN ANESTESI
• Rumatan anestesi  menjaga tingkat kedalaman
anestesi dengan cara mengatur konsentrasi obat
anestesi di dalam tubuh pasien

• dikerjakan dengan secara intravena (anesthesia


intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan
campuran intravena inhalasi.

• Rumatan inhalasi  campuran N2O dan O2 3:1


ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%
atau isofluran 2-4 vol% atau sovofluran 2-4 vol%.
MEMPERTAHANKAN
ANESTESI

Pertahankan anestesi sehingga tercapai keseimbangan


anestesi, dengan opioid (misalnya, remifentanil 0,2-0,3
ug/kg/menit) dan gas anestesi (misalnya 0,5 MAC Desfluran)
atau sebagai anestesi intravena total (TIVA) dengan opioid
dan propofol.

 Segera rencanakan terapi nyeri pasca-operasi, bila perlu,


pemberian analgetik non-steroid (misalnya 30 mg/kg
metamizol) dan pemberian opioid kerja lama (misalnya 0,1
mg/kg piritramid).
PENGAKHIRAN
ANESTESI
• Pengakhiran pemberian anesthesia dilakukan sesaat
sebelum operasi berakhir (pada penggunaan
remifentanil, anestesi baru diakhiri setelah kulit
dijahit).
• Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut
dan faring.
• Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan
reflex perlindungan telah kembali (antagonisasi dari
relaksasi otot).
• Pasien yang stabil secara hemodinamik dan
respiratorik diletakkan di dalam ruangan pasca-
bedah.
PEMBAHASAN

Pada saat kunjungan pra anestesi (anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang),
didapatkan status fisik pada pasien ini adalah ASA
1, yaitu pasien dalam keadaan normal dan sehat,
dimana dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan
Rontgen thorax PA tidak ditemukan kelainan.
Tindakan premedikasi yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum
induksi bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan
bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan
dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi
sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan
amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks
yang membahayakan. Sebagai obat premedikasi pada pasien ini
yaitu: ondansentron 2 mg, ranitidine 20 mg, asam traneksamat
500 mg.
Pengelolaan anestesia pada kasus ini adalah dengan
menggunakan general anestesi menggunakan teknik
anestesia secara induksi intravena dan rumatan inhalasi.
Induksi pada pasien ini dengan injeksi sulfas atropine 0,25
mg dan fentanyl 40 mg, dan insersi ETT ukuran 5
difasilitasi dengan Tracrium 10 mg. Dosis pemeliharaan
dengan menggunakan anestesi inhalasi: sevoflurans + N­
2O : O­2 ­­
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar
lain tiopental, propofol dan ketamin

Pada pasien ini tidak diberikan propofol (recofol).


Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang
didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat.

Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-


2,5mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total
4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0,2 mg/Kg.
• Pada pasien ini diberikan obat pelumpuh otot
atracurium 10 mg iv, yang merupakan non
depolaritation intermediete acting.
• Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,5-0,6 mg/kgBB
(iv), dan dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv).
• Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O +
sevoflurance. Oksigen diberikan untuk mencukupi
oksigen jaringan.
• Setelah pemberian dihentikan, sevoflurane cepat
dikeluarkan oleh tubuh.
Kebutuhan total cairan pada pasien ini:
 260 cc selama operasi (Jam 1)
– Pengganti puasa 160 cc
– Maintenance 40cc
– Stress operasi 120 cc
– Perdarahan 20 cc.
Cairan yang telah masuk RL sebesar 300 cc.
Kebutuhan cairan pada pasien ini telah
tercukupi, namun tetap harus dipantau dalam
pengawasan ketat.
1. Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room
(RR).
 Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang
operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen,
EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil.
2. Pasien ini diberi obat tambahan yaitu ketorolac, tramadol
dan kalnex
bertujuan sebagai analgetik dan dan membantu
pembekuan darah.
3. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor
Steward lebih dari Sedangkan pada pasien ini, didapatkan
skornya 6 sehingga masuk ruang RR.
4. Pasien pindah dan dibawa ke bangsal THT jam 10.00 WIB.
Tonsilektomi dilakukan dengan teknik general
anestesi dengan menggunakan endotrakeal tube.
Teknik ini dipilih dengan indikasi bahwa lapangan
operasi berada di daerah rongga mulut sehingga
nantinya akan sulit memonitor pernapasan pasien.
Dengan pemasangan tube, nantinya pernapasan
pasien akan dikontrol dengan ventilator.
Pemasangan Edotracheal tube tidak menghalangi operator
saat melakukan tindakan karena Mouth gag diselipkan dan
diposisikan sehingga ETT terfiksasi aman diantara lidah dan
bilah. Moutg gag paling baik ditempatkan dengan cara
membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari pertama
tangan kiri untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap di
garis tengah lidah.
Pada saat tindakan Intubasi, Laringoskop
ddiletakkan diletakkan di vallecula ( lekuk antara
pangkal lidah dan epiglotis) untuk memudahkan
melihat pita suara dengan lebih jelas serta
mengurangi rangsang epiglotis yang berakibat
spasme laring.
Komplikasi pada saat pembedahan dapat berupa
perdarahan yang dapat mengakibatkan apirasi.
Pembedahan di rongga mulut memungkinkan masuknya
darah ke saluran nafas atau esofagus. Tekanan positif
jalan nafas selama induksi dapat berguna untuk
mengurangi obstruksi jalan napas atas. Penggunaan pipa
ETT menurunkan kejadian aspirasi darah  
KESIMPULAN

1. Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting


pada setiap operasi melibatkan anestesi
2. Anestesi umum adalah pilihan anestesi untuk
tonsilektomi.
3. Dalam laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan
anestesia umum pada operasi Tonsilektomi pada pasien
Laki-laki berusia 6 tahun, status fisik ASA I dengan
Diagnosis Tonsilitis Kronis dengan menggunakan
metode. General Anestesi.
4. Secara umum penatalaksanaan operasi dan penanganan
anestesi berlangsung dengan baik tanpa ada kendala
yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA

• Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidumg
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
• Jhon Jacob Ballenger, Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Jakarta, Edisi 13, Jilid I,
Cetakan I, 1994
• Adam GL, Boeis Jr. LC, Higler PA, Boeis Fundamentals of Otolaryngology, Edisi 6, WB Saunders,
Philadelphia, 1989
• Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
• Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
• Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian
Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
• Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI. Jakarta, 2010
• Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange.Stamford, 1996
• Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC, Jakarta, 1995
• Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari hari. Bandung, 2010
• Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta, 2010
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai