Anda di halaman 1dari 57

Regional Anestesi Sub Arachnoid Blok pada

Tindakan Laparatomi dengan Appendisitis


Oleh :
Apryana Damayanti AR

Pembimbing
Dr. Albinus Cobis, Sp.An, M.kes
Pendahuluan

Appendisitis merupakan penyebab abdomen akut yang dapat mengenai


semua kelompok usia

Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan


tinggi, terutama disebabkan karena perforasi, peritonitis dan shock

Pada laporan kasus ini akan dibahas secara komprehensif mengenai


appendicitis terutama dalam segi anestesi.
Tinjauan Pustaka
Anatomi dan fisiologis
appendiks
 Appendiks vermiformis merupakan organ berbentuk tabung, dengan panjang kira-
kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)

 Appendiks dapat terletak intraperitoneal (pada 65% kasus), retroperitoneal, atau di


tepi lateral kolon asendens.
Appendisitis

Definisi
• Appendisitis adalah peradangan pada appendiks
vermiformis
• Periapendikular infiltrate adalah suatu keadaan
menutupnya appendiks vermiformis yang meradang
oleh omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikuler
Epidemiologi

Insiden appendisitis di negara maju lebih tinggi dari


pada di negara berkembang
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, dan jarang dilaporkan
insidens appendisitis yang tinggi pada anak kurang dari satu tahun

Insidens tertinggi appendisitis yakni pada kelompok umur 10 atau 20


tahun hingga 30 tahun, dan setelah itu menurun.
Etiopatogenesis
 Appendisitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri.
 Berbagai hal berperan sebagai pencetusnya, yakni antara lain sumbatan lumen
appendiks vermiformis yang dapat disebabkan oleh adanya hiperplasia jaringan
limfe, fecalith, tumor appendiks, dan cacing askaris.

Appendiks mengalami hipoksia,


Peningkatan tekanan
obstruksi luminal peradangan lumen appendiks,
intraluminal
dan pembesaran appendiks
Manifestasi klinis
Nyeri pindah ke kanan
Nyeri mulai di Nyeri kanan bawah bila
bawah dan
epigastrium atau regio tekanan di sebelah kiri
menunjukkan tanda
umbilicus disertai dilepaskan (Blumberg
rangsangan peritoneum
nausea dan anorexia sign)
local di titik Mc-Burney

Nyeri kanan bawah bila


Nyeri kanan bawah peritoneum bergerak,
Demam disertai gejala
pada tekanan kiri misalnya saat napas
gastrointestinal
(rovsing sign) dalam, berjalan,
batuk, mengedan
Diagnosis
Anamnesis
• Nyeri epigastrium
• Mual muntah nafsu makan menurun
• Demam

Pemeriksaan fisik
• Nyeri tekan McBurney
• Rebound tenderness
• - Rovsing sign
• Psoas sign
• Obturator sign

Pemeriksaan penunjang
• Leukositosis
• Peningkatan jumlah neutrofil (shift to the left)
Radiologi
 Pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen dapat
membantu dalam diagnosis appendisitis sekaligus membantu dokter ahli bedah
untuk mengambil keputusan yang tepat

 Pemeriksaan ultrasonografi abdomen memiliki sensitivitas tinggi (86% -100%),


spesifisitas (88%-95%), dan akurasi (91%-92%) dalam mendiagnosis apendicitis akut.
Avarado score
Karakteristik Skor

Symptom Migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah 1

Anorexia 1

Nause 1

Signs Nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah 2

Nyeri alih 1

Febris (suhu antara 37,5-38,5 °C) 1

Labaratory Leukositosis (WBC > 10.000/ ul) 2

Shift to the left of neutrophils (> 75%) 1

Total 10

Interpretasi : 1-4 = sangat tidak mungkin appendisitis akut, tetap observasi

5-6 = bisa jadi appendisitis akut, observasi teratur

7-8 = mungkin appendisitis akut, operatif

9-10 = pasti appendisitis akut, operatif


Diagnosis banding

Pelvic Kehamilan
Gastroenteritis Inflamataory ektopik
Disease (PID) terganggu (KET)

Urolitiasis
Kista ovarium
dextra
Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan


merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendectomy

Pada appendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,


kecuali pada appendisitis ganggrenosa atau appendisitis perforate

Apendectomy bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi


Prognosis
• Angka kematian dari appendisitis tanpa komplikasi sangat
rendah. Bahkan dengan appendisitis perforasi, tingkat
kematian pada kebanyakan kelompok hanya 0,2%, meskipun
mendekati 15% pada orang tua
Komplikasi
• Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi
yakni appendisitis perforate (sekitar 20%).
Anestesi regional
 Teknik anestesi regional pertama yang dilakukan adalah anestesi spinal, dan operasi
pertama dengan anestesi spinal dilakukan pada tahun 1898 di Jerman pada bulan
Agustus

 Anestesi spinal adalah teknik anestesi neuraksial dimana anestesi lokal ditempatkan
langsung di ruang intratekal (ruang subarachnoid)

Memahami anatomi dermatom sangat penting untuk memahami tingkat blokade struktur
target.
Anestesi spinal
 Anestesi spinal juga disebut spinal analgesia atau sub-arachnoid block (SAB), adalah
bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi agen anestesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid.
 Terlepas dari agen anestesi yang digunakan, efek yang diinginkan adalah untuk
memblokir transmisi sinyal saraf aferen dari nosiseptor perifer
 Sinyal sensorik diblokir, sehingga menghilangkan rasa sakit

Tingkat blokade neuron tergantung pada jumlah dan konsentrasi anestesi lokal yang
digunakan dan sifat akson
Anestesi spinal adalah teknik anestesi regional yang
sederhana dan andal yang memberikan sensor blokade
motorik dan kualitas tinggi

Pemberian larutan kristaloid yang cepat sebelum anestesi


spinal direkomendasikan oleh banyak ahli anestesi untuk
mencegah hipotensi.

Preloading secara rutin dilakukan sebelum pembentukan


blok neuraxial.

Sekitar 500 - 1000 ml cairan (10-15 ml / kg kristaloid


selama 20 menit) atau koloid (seperti 6% hidroksietil pati,
4% suksinilasi gelatin) digunakan

Kristaloid dengan cepat bergerak ke ruang interstisial


 Posisi yang tepat sangat penting untuk keberhasilan konduksi anestesi spinal. Hal ini
sering dilakukan saat pasien dalam posisi duduk atau lateral.
 Di lateral, pasien diposisikan dengan punggung paralel dengan sisi meja operasi.
Paha tertekuk ke atas, dan leher tertekuk ke depan

Posisi lateral untuk anestesi spinal Sitting position

 Dalam posisi duduk, kaki pasien diletakkan di atas bangku sementara pasien duduk
tegak, kepalanya tertekuk, lengan memeluk bantal
Anestesi appendicitis
laparotomi
Evaluasi
preoperatif

Evaluasi
perioperatif

Tatalaksana
postoperatif
Evaluasi preoperatif
Penilaian risiko pra operasi dilakukan dengan
 Tujuan evaluasi pra operasi menggunakan sistem klasifikasi risiko ASA yang
adalah untuk mendapatkan dikembangkan pada tahun 1941
status medis saat ini dan
sebelumnya
 Evaluasi preoperasi akan
memberi kemampuan
manajemen pasien
perioperative
 Karena masalah medis dapat
mempengaruhi anestesi,
dokter anestesi harus
memiliki pengetahuan dan
menanganinya secara
perioperative
 Penilaian risiko pra operasi dilakukan
Indikasi utama dari puasa pra operasi
dengan menggunakan sistem
adalah untuk mengurangi resiko aspirasi
klasifikasi risiko ASA yang
paru. Pedoman ASA mendukung periode
dikembangkan pada tahun 1941
puasa 2 jam untuk cairan

Periode puasa 6 jam setelah makan ringan dan 8 jam


setelah makan yang termasuk gorengan atau makanan
berlemak dianjurkan

Makanan padat harus dilarang selama 6 jam sebelum


operasi elektif pada orang dewasa dan anak-anak,
meskipun pasien tidak boleh membatalkan atau
menunda operasi mereka hanya karena mereka
mengunyah permen karet, menghisap permen atau
merokok segera sebelum induksi anestesi

Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan


obesitas dan refluks gastroesofagus
Manajemen intraoperatif
 Peran dokter anestesi adalah
untuk meminimalkan respon
terhadap stres akibat
pembedahan dan oleh karena itu
pilihan harus dipertimbangkan
 Blokade saraf dengan anestesi
lokal sangat disarankan, karena
teknik ini melemahkan respons
metabolik secara signifikan.
 Penggunaan obat obatan untuk
anesthesia laparotomy berbagai
macam seperti yang dapat
dilihat pada tabel berikut
Karena operasi laparotomy membutuhkan waktu yang
lama biasa ditambahkan obat tambahan yaitu
epinefrin, fentanyl, morfine, atau clonidine

Van Zundert et al melaporkan bahwa dosis 70 mg lidokain


subarachnoid biasa menghasilkan kualitas blok spinal yang
sama pada berbagai konsentrasi dan volume

Sheskey et al menunjukkan tingkat sensorik yang serupa


dengan 10 mg bupivakain, pada konsentrasi dan volume
yang berbeda.
 Permasalahan perioperatif laparotomi mencakup

Ketidaknyamanan
Batuk Hipotensi
selama operasi

Mual dan muntah Gatal


Prosedur postoperatif
 Perawatan yang baik harus dilakukan selama periode ini, dan sering kali pasien
terabaikan dengan risiko komplikasi. Aspek perawatan yang harus dipertimbangkan
dalam kelompok pasien ini berpusat pada pemulihan fungsi usus.

Pereda nyeri yang optimal


• Meskipun semua metode yang tersedia (opioid parenteral, opioid PCA, dan anestesi lokal)
dapat meredakan nyeri dengan kualitas yang wajar, jelas bahwa tindakan pereda nyeri juga
harus bertujuan untuk melanjutkan pelemahan respons stres bedah dan mendorong
pemulihan
Nutrisi
• Pasien yang menjalani prosedur elektif tidak harus berpuasa setelah operasi selama 3-4 hari
• Penggunaan metoclopromide atau cisapride untuk mempercepat pengosongan lambung sangat
dianjurkan
Mobilisasi
• Pasien harus didorong untuk tidak beranjak dari tempat tidur atau berjalan.
Namun untuk mencapainya, pereda nyeri harus optimal.
• Latihan pernapasan dan penerapan postur setengah berbaring adalah inisiatif
sederhana yang memiliki efek menguntungkan pada pemulihan
Tindakan lainnya
• Terapi oksigen disarankan selama 48 jam setelah operasi, terutama pada
pasien dengan masalah kardiopulmoner. Posisi setengah duduk (45 °) harus
dipertahankan selama periode pasca operasi. Kateter kandung kemih harus
dilepas 24-48 jam setelah operasi dan perhatian harus diberikan oleh staf
untuk menghindari gangguan pola tidur
Kombinasi penilaian risiko pra operasi, temuan intraoperatif, dan status ventilasi
dan hemodinamik pasien dapat digunakan untuk menentukan tatalaksana terbaik
dalam perawatan pasca operasi.

Idealnya semua harus memiliki periode pemantauan ketat baik di unit perawatan
pasca anestesi atau pengaturan perawatan kritis

Penilaian ulang secara rutin diperlukan untuk mengenali pasien yang memburuk
pasca operasi untuk memungkinkan intervensi dan pengobatan dini
Laporan Kasus
Identitas pasien
 Nama : Tn. T.H
 TTL/Umur : 01-01-1994 / 26 tahun
 No. RM : 41 63 23
 Alamat : Yahukimo
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Berat Badan : 98 kg
 Tinggi Badan : 168 cm
 Agama : Kristen Protestan
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Mahasiswa
 Suku Bangsa : Papua
 Status Maritas : Belum Menikah
 Ruangan : Instalasi Gawat Darurat
 Tanggal MRS : 27 Oktober 2020
 Tanggal Operasi: 28 Oktober 2020
Anamnesis

Keluhan utama
• Nyeri perut bagian bawah

Riwayat penyakit sekarang


• Pasien rujukan dari RSUD DEKAI dengan diagnosis Susp. Appendisitis
Akut diantar keluarga ke IGD RS DOK II Jayapura dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah ± 1 minggu yang lalu, demam (+), mual
(+), muntah 2 kali, nyeri ulu hati (+) sekitar 1 minggu hari yang
lalu. Batuk, pilek di sangkal. Makan, minum baik. BAK/BAB lancar.
Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Penyakit Malaria : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
 Riwayat Penyakit Kardiovaskular : Disangkal
 Riwayat Pengobatan : Disangkal
 Riwayat Operasi Sebelumnya : Disangkal
 Riwayat Anestesi : Disangkal
Riwayat penyakit keluarga
 Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien
 Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Jantung : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat alergi
 Riwayat Alergi Makanan : Disangkal
 Riwayat Alergi Minuman : Disangkal
 Riwayat Alergi Obat : Disangkal
Pemeriksaan fisik
Status generalis
• Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
• Berat badan : 98 Kg
• Tinggi badan : 168 cm
• IMT : 34,7 ( Obesitas Class II)
Tanda tanda vital
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 92x/menit, reguler, kuat angkat, terisi penuh
• Respirasi : 24x/menit
• Suhu badan : 36.80C
Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Kepala:   Mata : Pupil: bulat, isokor, diameter ODS : 3 mm,

Refleks cahaya (+/+)

    Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).

    Telinga : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).

    Mulut : Deformitas (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Paru

Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding


Inspeksi :
dada (-), jejas (-)

Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra

Perkusi : Sonor (+/+)

Suara napas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-),


Auskultasi :
suara wheezing (-/-)

Thoraks : Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Pinggang : ICS III linea parasternals sinistra

Perkusi : Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea

midclavicularis sinistra

Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra


Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)

Datar (+), supel (+), nyeri tekan regio

epigastrium (+), nyeri tekan regio iliaca

Palpasi : kanan dan kiri sampai regio suprapubik

Abdomen : (+), hepar dan lien tidak teraba

membesar.

Perkusi : Tymphani.

Auskultas
: Bising usus (+), 4-5 kali/menit.
i

Genitalia : Dalam batas normal

Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill Time < 2”, Edema tidak ada, kekuatan
Ekstremitas :
otot di ekstremitas superior et inferior : 5
Pemeriksaan penunjang Kimia Darah

Glukosa Darah
102 <= 140 mg/dL
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Sewaktu

Hematologi Rutin BUN 17.9 7-18 mg/dL

Kadar Hemoglobin 15.2 13.3-16.6 g/dL Creatinin 1.11 <= 0.95 mg/dL

Hitung Hematokrit 43.7 41.3-52.1 % Urinalisa Lengkap (Manual)

Hitung Jumlah 750-2000 mL/24


11.95 3.37-8.38 10^3/uL Volume/Jumlah - mL
Leukosit jam

Hitung Jumlah Kuning muda-


168 140-400 10^3/uL Warna Kuning  
Trombosit kuning

Hitung Jumlah pH 5.0 4.6-8.5  


5.12 3.69-5.46 10^3/uL
Eritrosit Berat Jenis 1030 1002-1030  

Hitung Jenis Leukosit Koagulasi

Sel Basofil 0.0 0.3-1.4 % Masa Perdarahan


3’30” 1.0-5.0 Menit
Sel Eosinofil 2.0 0.6-5.4 % (BT)

Sel Neutrofil 73.0 39.8-70.5 % Masa Pembekuan


10’00” 5.0-15.0 Menit
Sel Limfosit 20.0 23.1-49.9 % (CT)

Sel Monosit 5.0 4.3-10.0 % Serologi

Non Non
HBs Ag (Rapid)  
 Konsultasi Bagian Anestesi  Penentuan PS ASA / Status
Anestesi
 28 Oktober 2020, advice:
 Acc Operasi
 PS. ASA : PS ASA II (Pasien
 Puasa
dengan gangguan sistemik ringan
 Siapkan SIO sampai sedang, yang disebabkan
baik oleh keadaan yang harus
 Siapkan Darah
diobati dengan jalan pembedahan
maupun oleh proses
patofisiologis)
Persiapan anestesi
Hari/Tanggal : 28-10-2020

Persiapan Operasi : Informed consent (+), SIO (+), puasa (+)

Makan/Minum Terakhir : 8 jam sebelum operasi

BB/TB : 98 Kg/168 cm

TTV di Ruang Operasi Tekanan darah:120/70 mmHg; nadi: 92x/m, reguler, kuat angkat, terisi penuh; respirasi: 22x / menit;
:
(28-10-2020, 11.00 WIT) suhu badan:36,8oC

SpO2 : 99%

Diagnosa Pra Bedah : Appendisitis Akut

Indikasi Pra Bedah : Laparatomi Appendiktomi

 
Laporan anestesi Pernafasan

Posisi
: Oksigen Nasal 2-3 lpm

: Supine

Pada tangan kiri terpasang IV line abocath 18 G dengan


Ahli Anestesiologi : dr. Diah Widyanti Sp.An, KIC Infus :
cairan Ringer Laktat 500 cc
Ahli Bedah : dr. Erick Akwan, Sp (B) Penyulit Pembedahan : -

Jenis Pembedahan Obat yang digunakan :  


: Laparatomi Appendiktomi
Premedikasi : -

Induksi dan
Jenis Anestesi : Regional Anestesi : -
Maintenance
Anestesi dengan
: Bupivakain 4ml Midazolam 2,5mg

Fentanil 50 mcg
Pasien di dudukkan Ketamin 100 mg
Medikasi Durante
Identifikasi L3- L4 : Petidin 30mg
Operasi
Lakukan desinfektan lapangan anastesi dengan Ranitidin 50 mg
Teknik Anestesi
Ondansentron 4mg
: betadine dan alkohol
Metamizole Sodium 1gr
Tusuk L3 – L4 dengan spinocain No.27
Tanda-tanda vital pada TD: 128/70 mmHg, Nadi :90x/m, reguler, kuat angkat,
Blood (-) , LCS (+), Injeksi Bupivakain 20mg. :
akhir pembedahan Suhu badan: 36,70C , Frekuensi napas: 24 x/m, SpO2: 99%
Pasien di baringkan kembali
160

140

120

100

Sistolic
80
Diastolic
Nadi
60

40

20

0
11.40' 11.50' 12.00' 12.10' 12.20' 12.30' 12.40' 12.50' 13.00' 13.10' 13.20'

Observasi durante operasi


Instruksi post-operatif
 IVFD RL 500 cc 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam
 Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
 Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
Follow up post-operatif
Tanggal Pemeriksaan Planning
29-10-2020 S : nyeri pada luka operasi - IVFD RL 500 cc 20 tpm
O: - Injeksi Ceftriaxone 1 gr/8 jam (IV)
B1 : airway bebas, nafas spontan, RR 20 x/mnt, suara nafas - Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam
vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. - Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
B2 : perfusi hangat, kering, merah, CRT <2’, TD - Mobilisasi jalan
110/70mmHg, nadi 79 x/mnt, kuat angkat, regular.  
B3 : kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, pupil bulat
isokor, diameter ODS 3 mm.
B4 : terpasang DC, produksi urin (+), warna kuning jernih.
B5 : abdomen datar, BU (+), supel, nyeri tekan (+) nyeri
tekan luka operasi (+)
B6 : Edema (-) di ekstremitas superior- inferior, Fraktur
(-),kekuatan otot ekstremitas superior et inferior: 5
A : Peritonitis ec Appendisitis Perforasi
Pembahasan
 Pasien laki laki usia 26 tahun datang ke instalasi gawat darurat dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah. Pasien rujukan dari RSUD DEKAI dengan diagnosis Susp. Appendisitis Akut
diantar keluarga ke IGD RS DOK II Jayapura dengan keluhan nyeri perut bagian bawah ± 1
minggu yang lalu, demam (+), mual (+), muntah 2 kali, nyeri ulu hati (+) sekitar 1 minggu hari
yang lalu. Batuk, pilek di sangkal. Makan, minum baik. BAK/BAB lancar

 Riwayat penyakit sebelumnya seperti asma, malaria, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, pengobatan, operasi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit turunan pada
keluarga seperti asma, alergi, DM dan hipertensi disangkal.

Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan region epigastrium, iliaka kanan dan
kiri, dan juga region suprapubik. Hasil laboratorium didapatkan peningkatan leukosit yaitu
11.950/uL, dan penurunan limfosit 20%.
Diagnosis
 Dari kasus tersebut pasien didiagnosis sebagai appendicitis akut dengan rencana
laparotomy appendektomi.

Penentuan ASA


Menurut teory physical status dari American Society of Anesthesiologistdilakukan untuk menentukan prognosis pada pasien sebelum
dilakukan tindakan anestesi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui risiko apa yang bisa terjadi pada pasien tersebut dan tindakan apa
yang bisa dilakukan untuk mencegah hal tersebut. PS ASA II Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, yang disebabkan
baik oleh keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan maupun oleh proses patofisiologis. Pada kasus ini pasien tergolong
PS ASA II yaitu karena keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan atau proses patofisiologis.
Penentuan Jenis Anestesi, Mengapa Regional anastesi spinal?

Teori Kasus
   
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang Block (SAB), yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarachnoid. Teknik ini
subaraknoid. sederhana, cukup efektif. Pemilihan teknik anestesi spinal adalah karena prosedur
pembedahan dilakukan pada area gastrointestinal bagian bawah. Selain itu tidak
Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal
didapatkan adanya kontraindikasi dari anestesi spinal pada pasien ini seperti penolakan
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
pasien, infeksi pada tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, terapi antikoagulan,
menyuntikkan obat analgesic lokal ke dalam ruang subarachnoid di
tekanan intracranial tinggi, dan kelainan psikis. Selain itu dengan dilakukan anestesi
daerah antara vertebra L2-L3 atau L3- L4 atau L4-L5. ).
spinal maka efek merugikan dari anestesi umum dapat dihindari seperti menghindari
Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen
penggunaan ventilasi, risiko aspirasi, dan juga postoperatif analgesi yang lebih
bagian bawah (termasuk seksio sesaria), anstesi general dapat di
adekuat.
lakukan jika diantaranya ada penolakan pasien, infeksi pada
 
tempat suntikan, hipovolemia, koagulopati, dan peningkatan
tekanan intrakanial,

 
Hasil : Sudah tepat  
Penentuan Obat Anestesi
 Pada kasus ini induksi anestesi menggunakan Bupivacaine yang merupakan anestesi
lokal golongan amida
 Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversible

Pada pasien ini juga diberikan fentanyl sebanyak 1 cc. Fentanyl merupakan suatu opioid
sintetik berupa larutan yang berikatan dengan sitrat.

 Karena sifat analgesia yang baik, onset yang cepat dan durasi yang singkat, sedikit
mendepresi kardiovaskular serta tidak menyebabkan pelepasan histamin, maka
fentanyl seringkali menjadi pilihan utama sebagai agen premedikasi dan induksi
dalam anestesi umum.
 Pada pasien ini juga diberikan petidin yang merupakan analgesic sistesis yang
bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid di susunan saraf sehingga impuls nyeri
terhambat. Pada pasien ini diberikan petidin sebanyak 30 mg.
 Selain itu, pasien ini juga diberikan sedacum 2,5 mg yang merupakan obat
midazolam yang merupakan golongan benzodiazepine
 Pemberian obat ini untuk kecemasan pasien terhadap operasi

Pada pasien ini juga diberikan ranitidin, ondansentron dan bertujuan untuk mencegah
mual serta muntah yang dapat terjadi pada anestesi spinal
Critical Point Pada Kasus
Problem List Actual Potensial Antisipasi
  Airway bebas, spontan, - Hipoksia dan Hiperkarbia - Pemberian O2 yang adekuat
RR: 22x/mnit, SN:   dengan nasal kanul atau masker
 
vesikuler +/+, rhonki -/-, - Monitoring tanda tanda vutal
  wheezing -/-, SpO2: 100%  

 
- Aspirasi - Pengosongan lambung,
  netralisasi asam lambung

B1 - Mengurangi produksi asam


lambung
Obesitas pada laparotomi
Volume paru-paru pada pasien obesitas berkurang secara signifikan pada periode pasca operasi.

Selain itu, terdapat kesulitan yang signifikan dalam penentuan tempat suntik anestesi spinal pada obesitas

Selain itu dapat ditemukan komplikasi gastrointestinal pada pasien obesitas. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan tekanan intraabdominal yang tinggi. Untuk menurunkan risiko
aspirasi diberikan ranitidine dan juga ondansetron
Kebutuhan cairan durante operasi 1 jam 30 menit (90 menit) Input:
1. Maintenance - Gelafusal: 500 cc

Terapi cairan pada


Kebutuhan cairan per jam 163.6-204.2 cc/jam - RL: 500 cc
Untuk 30 menit = 30/60 x 163.6 – 30/60 x 204.2 - RL : 500cc
= 81.8 – 102.1 cc/jam  

pasien BB 98 kg
1 jam 30 menit = 90/60 x 163.6 – 90/60 x 204.2 Output:
= 245.4 – 306.3 cc/jam  Urin: ± 200 cc
   Perdarahan: ± 300 cc
2. Replacment :
a. Resusitasi perdarahan selama operasi
1. Estimate Blood Volume (EBV) : 98 x 75 mL/kg = 7350 cc
Cairan yang Dibutuhkan Aktual
2. Estimate Blood Loss (EBL):
- BB: 98 Kg Input:
10 % = 735 cc
1. Maintenance : RL : 500 cc 20 % = 1470 cc
- Kebutuhan cairan harian 40-50   30 % = 2205 cc
cc/kgBB/hari Output: a. Pengantian kehilangan cairan karena penguapan selama
40 cc x 98 kg = 3920cc/jam - Urine : ± 800cc operasi :
Durante Operasi kecil : 4 – 6 ml x BB
50 cc x 98 kg = 4900cc/jam  
Operasi Operasi sedang : 6 – 8 ml x BB
Jadi, total = 3920-4900 cc/jam
Operasi besar : 8 – 10 ml x BB
- Kebutuhan cairan per jam
 
3920 : 24 jam = 163.3cc/jam
Pada kasus ini : Operasi sedang
4900 : 24 jam = 204.2cc/jam
Pre Selama 1 jam 30 menit (90 menit)  prediksi cairan yang
Jadi, total kebutuhan cairan : 163.3-204.2 hilang selama operasi dihitung dari:
Operasi
cc/jam Jenis operasi x KgBB = 6 x 98 = 588 cc 8 x 98 = 784 cc
  Kebutuhan cairan karena penguapan = 9.8 cc – 13
2. Replacement : cc/menit

- Kebutuhan cairan untuk pengganti puasa 8 1 jam 30 menit = 90 x 9.8 cc-13cc = 882-1.170 cc
Total Kebutuhan Cairan Durante Operasi
jam:
= (163.3-204.2)cc + 300 cc + (882-1.170)cc
= 8 jam x 163.3cc = 1.306,4cc
= 1.345,3 – 1674.2 cc
8 jam x 204.2 cc = 1.633,6cc
Jadi, total = 1.306,4-1.633,6 cc adalah cairan
pengganti yang diperlukan pada saat pasien
puasa selama 8 jam
Balance Cairan: Input - Ouput Selama Pre Operasi hingga Durante Operasi:

 Input : Pre Operasi (RL 500 cc) + Durante Operasi (Gelafusal 500 cc + RL 500 cc + RL 500cc)

 Output : Pre Operasi (Urin 800 cc + Durante Operasi (Perdarahan 300 cc + Urin 200 cc) = 1300 cc

28-10-2020 jam 14.00 s/d besok pagi 08.00 (18 jam) 28-10- 2020 jam 14.00 s/d besok
1. Maintenance pagi 08.00 (18 jam)
- Kebutuhan cairan harian 40-50 cc/kgBB/hari Input :
40 cc x 98 kg = 3920cc/jam Volume cairan :
50 cc x 98 kg = 4900cc/jam RL: 1000 cc/24 jam
Jadi, total = 3920-4900cc/jam  
 
- Kebutuhan cairan post op selama 18 jam
= BB x Kebutuhan cairan/ jam x 18 jam
= 98 kg x 1-2 cc/kgbb/jam x 18 jam = 1.764-3.528 cc
 
- Kebutuhan Elektrolit :
Post Operasi
 Natrium : 2-4 mEq/kgBB/hari = 196-392mEq/24 jam
 Kalium : 1-3 mEq/kgBB/hari = 98-294mEq/24 jam
 Kalori : 25-30 mg/kgBB/hari = 2450-2.940 kkal/24 jam
 Asam Amino : 1-2 mg/kgBB/hari = 98-196mg/hari
 
1. Replacement :
- Kebutuhan cairan untuk pengganti puasa 8 jam:
= 8x163.3-204.2
Jadi, total = 1306.4-1.633,6cc adalah cairan pengganti yang diperlukan
pada saat pasien puasa selama 8 jam
Kesimpulan
 Teknik anestesi digunakan berdasarkan lokasi prosedur pembedahan dan juga efek
samping.
 Pasien diklasifikasikan ke dalam PS ASA II karena kondisi penyakit yang
mendasarinya.
 Teknik anestesi yang baik pada pasien dinilai sudah tepat dengan
mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan pasien. Teknik yang digunakan
adalah anestesi regional berupa subaracnoid blok (anestesi spinal).
 Bupivacain disertai fentanyl digunakan dalam kasus ini karena lama kerjanya lebih
panjang serta mula kerjanya lebih cepat.
 Terapi cairan pre-operasi dan durante operasi di nilai sudah tepat sesuai dengan
kebutuhan cairan pasien.

Anda mungkin juga menyukai