Anda di halaman 1dari 21

Bed Side Teaching

Tinea Unguium

Oleh :

Alma Sylvhanie Lufthi 1940312143

Preseptor:

dr. Rina Gustia, Sp.KK, FINSDV, FAADV


dr. Ennesta Asri, Sp. KK (K), FINSDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang


Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur
dermatofita pada kuku.1,2 Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis
yaitu satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita, ragi (yeasts)
dan kapang (moulds). Onikomikosis umumnya di sebabkan oleh dermatofita biasanya
bergejala dan dapat menyebabkan gangguan fungsi. Gambaran klinis onikomikosis
meliputi hiperkeratosis dengan penebalan dan perubahan warna pada lempeng
kuku.1,2,3
Dermatofita dibagi menjadi tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton
dan Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai kemampuan men!erna keratin.
"atogen lain golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium adalah S.
Dinidiatum, S. Hyalinum dan kadang#kadang Candida spp.1,2
Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi pada anak-
anak maupun dewasa.1 Prevalensi tinea unguium meningkat sesuai dengan
pertambahan usia. Sekitar 1 % pada individu <18 tahun dan hampir 50% pada usia
>70 tahun.4 Dari 1035 anak yang berusia 3-15 tahun di 17 sekolah di Barcelona pada
tahun 2003-2004 didapatkan bahwa prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis) 2,5%,
dermatofita di kepala (tinea kapitis) 0,23%, dan di kuku (tinea unguium) 0,15%.5
Peningkatan prevalensi pada tinea unguium dikarenakan akibat peningkatan
status imunosupresi seseorang, sepatu yang digunakan terlalu sempit, dan peningkatan
locker room bersama.2 Tinea unguium lebih banyak terjadi pada laki-laki dan biasanya
dikaitkan dengan tinea pedis.1,2,3,4

1.2. Batasan Penulisan


Pembatasan pada Bed Side Teaching ini akan dibatasi pada definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari
tinea unguium.

1.3. Tujuan Penulisan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Tujuan penulisan pada Bed Side Teaching ini akan dibatasi pada definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan
prognosis dari tinea unguium.

1.4. Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan Bed Side Teaching ini adalah tinjauan
kepustakaan yang merujuk dari beberapa literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


BAB 2

TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFENISI
Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada
kuku.1,2 Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2,3

2.2. ETIOLOGI
Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu sekitar
80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium, penyebab terbanyak
adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton mentagrophytes (20%). Penyebab lain
diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum, T. Schoenleinii, T. Verrrucosum.2

2.3. PATOGENESIS
Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan
pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah untuk
memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi sensorik, dan dalam
beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.

Lipatan kuku lempeng


proximal lunula kuku

kutikula dasar tautan onikodermal


kuku

lempeng
lipatan dorsum proksimal kuku kutikula
kuku
dasar
lipatan ventral proksimal kuku
kuku
bagian lipatan hiponikium
proksimal kuku
Gambar
lekukan distal
1. Anatomi dan struktur
kuku.6
matriks phalanges distal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan disebut sebagai
unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan empat struktur epitel: lipatan
kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar kuku (nail bed) dan hiponikium. (Gambar
1). Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus pandang relatif tidak fleksibel,
mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan tembaga, juga sulfur dalam matriks
kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah
lipatan kuku proksimal dan berbatasan di kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian
proksimal terdapat lingkaran putih yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak
berwarna merah muda karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed).
Daerah antara permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang melindungi
matriks dari kerusakan.6
Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk melalui
tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia (zoofilik) dan
dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan jamur lain,
menghasilkan keratinases (enzim yang memecah keratin), yang memungkinkan untuk invasi
jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans (sejenis
polisakarida) yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya
mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa
predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium yang mungkin sama dengan
penyakit jamur superfisial lainnya seperti kelembaban, trauma berulang pada kuku,
penurunan imunitas serta gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-
menerus, olahraga berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh
jamur juga akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti akibat
pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien imunokompromise.1
Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku yang
pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan kuku lateral atau
ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda sesuai dengan klasifikasi
berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi onikomikosis sekunder
dimana infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada psoriasis
atau trauma pada kuku. tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi setelah tinea
pedis, pada kuku jari tangan dikaitkan dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.4

2.4. GAMBARAN KLINIS

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. 1 Sekitar 80% tinea
unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan klasifikasinya, yaitu:

1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)


Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang paling sering
terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium atau lipatan kuku,
kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal Subungual (ODS) sering dikaitkan
dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T. rubrum.3,4

Gambar 2. Onikomikosis
Subungual Distal (OSD)4

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)


Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah sepanjang
lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling sering disebabkan
oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan immunocompromised. Banyak
ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai
satu atau dua kuku. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah
lipatan kuku proksimal. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak adalah T.
mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang jarang Acremonium,
Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur
menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky white) dan kadang
mudah retak. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)4

2.5. DIAGNOSIS
Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan diagnosis
terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada kelainan kuku yang
telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen
jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan
histopatologi dari clipping nail atau dengan biakan jamur. Mengingat banyaknya diagnosis
banding secara klinis, maka dapat digunakan pendekatan diagnosis pada kuku yang distrofi.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Singkirkan penyebab non-jamur
 Penyakit kulit yang bermanifestasi pada kuku atau penyakit sistemik
(contoh; psoriasis, lichen planus, dermatitis)
 Faktor dari luar (contoh: trauma, kontak iritan)
 Genodermatosis (contoh: pachyonychia congenital, Darier disease)

Pemeriksaan mikroskopik dengan preparat


KOH/Calcoflour, pemeriksaan dengan kerokan
kuku dan debris subungual
Atau
PAS ( Periodic Acid Schiff Stain)

Ulangi
+
-

Biakan dan mulai pengobatan


untuk tinea unguium Biakan

Terapi tinea unguium

Bagan 1. Pendekatan diagnosis pada kuku distrofi.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik
langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.

Pemeriksaan mikroskopik langsung


Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau
dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Zat warna
tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan mempermudah
visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau calcofluor white pada KOH
bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat pada khitin yang merupakan
dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan artefak lain. Namun untuk
calcoflour white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk memeriksannya.4,7

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau atipikal
elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa Scytalidium panjang
dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna hitam.7
Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi jenis jamur
spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan dermatofita secara
morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan pemeriksaan yang paling sederhana
dan cepat.4

Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur pemisahan jamur akan
lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah kontaminasi bakteri. Penghancuran
spesimen kuku harus dilakukan sebelum inokulasi pada media. Sampel yang diambil dari
kuku yang terinfeksi disuntikkan ke media agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide.
Biakan jamur menggunakan media agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan
cycloheximide memiliki sensitivitas 32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan
waktu beberapa hari sampai dengan satu minggu.6,7

Pemeriksaan Histopatologi
Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan mikroskopik
langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat membantu. Dapat
dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada Onikomikosis Subungual Distal
(ODS). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan untuk mencari elemen jamur pada kuku.
Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam
lempeng kuku dan bukan komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini
merupakan teknik yang paling dapat dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium.
Pada beberapa penelitian sensitivitas PAS adalah 41-93%.4,7

2.6. DIAGNOSIS BANDING


Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai penyakit lain yang
memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku psoriasis, ekzema dan dermatitis
kontak, liken planus, serta pakionikia kongenital. 3,4
Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada bagian kulit
lain. Meski demikian dapat terjadi kelainan psoriasis yang hanya mengenai kuku. Psoriasis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Pada kuku
psoriasis sering ditemukan pitting nail dan tanda onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon
patch” yaitu warna kuning-kemerahan, translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas
ke hiponikium. Gambaran ini tidak ditemukan pada tinea unguium.3,4
Pada ekzema dan dermatitis kontak, kelainan biasanya terdapat pada lipatan kuku
posterior. Pada dermatitis kelainan pada ujung jari kadang disertai onikolisis.3 Pada liken
planus dapat ditemukan papul merah ungu yang dapat dilihat di bawah lempeng kuku dan
manifestasi lanjut berupa pterigium. Pakionikia kongenital memberikan gambaran bagian
proksimal lempeng kuku tampak licin, mengkilat dan melekat pada dasar. Bagian distal
terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di bawahnya sehingga bagian lempeng kuku
bebas menghadap ke atas.3

2.7. PENATALAKSANAAN
Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip
penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan
terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan
keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.7
Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur baik secara
topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan menggunakan siklopiroks dan
amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik digunakan anti jamur golongan alilamin seperti
terbinafin dan golongan azol seperti flukonazol dan itrakonazoltinea unguium ada dua cara
yaitu secara sistemik dengan menggunakan obat.4
Obat topikal
Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke dalam kuku
sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun masih dapat digunakan
untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT). Obat topikal dengan formulasi
khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku, yakni:
a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja dengan cara
menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur pada tinea unguium
digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5% untuk kuku jari tangan,
dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki
harus digunakan selama 9-12 bulan.4
b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat fungisidal,
sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah
dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45
detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan
lempeng kuku hingga ke dasar kuku dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm
dan hasil pengobatan akan dicapai setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari
sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu
sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat
kuku siklosporik tidak melebihi dari 6 bulan.4
Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang. Meskipun
penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat digunakan sebagai
pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko sistemik, relatif lebih murah
dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral untuk memperpendek masa
pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah digunakan.7
Obat Sistemik
Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka kejadian dan
peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk pengobatan infeksi
tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat antijamur baru memberikan
lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1

Table 1. Obat yang dianjurkan pada tinea unguium.1


Flukonazol Griseofulvin Itrakonazol Terbinafin
Kuku tangan dan kuku kaki
150–200 1–2 g/hari 200 mg/hari × 12 250 mg/hari × 12
mg/minggu × hingga kuku minggu minggu
9 bulan normal Atau
200 mg × 1
minggu/bulan selama
Dosis
3–4 bulan
Dewasa Hanya kuku tangan
150–200 1–2 g/day 200 mg/hari × 6 250 mg/hari × 6
mg/minggu × hingga kuku minggu minggu
6 bulan normal Atau
200 mg × 1 bulan
selama 2 bulan
Dosis 6 mg/kg/ 20 5 mg/k/hari (<20 kg), 62.5 mg/hari (<20

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


minggu × 12– mg/kg/hari 100 mg/hari (20–40 kg)
16 minggu hingga kuku kg), 200 mg/hari (40– 125 mg/hari (20–40
(kuku tangan) normal 50 kg) kg) or
anak- or 18–26 Atau 250 mg/hari (>40
anak minggu (kuku 200 mg (>50 kg) × 1 kg) × 6 minggu
kaki) minggu/bulan for 2 (kuku tangan) or 12
(kuku tangan) atau 3 minggu (kuku kaki)
(kuku kaki) bulan

Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan tinea unguium yaitu derivat azol
dan derivat alilamin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum anti
jamur luas dan derivat alilamin bersifat fungisidal namun efektif terutama terhadap
dermatofita.4

Terapi Bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga
dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila
kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada
keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan obat
anti jamur topikal atau sistemik.7

2.8. PROGNOSIS
Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang. 3 Tinea
unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu sehat dibandingkan
dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan yang buruk.4

BAB 3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. LP
Umur : 59 tahun / 27 Februari 1961
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl Pemeriksaan : 13 Juli 2020
Alamat : Jalan Raya Lubuk Paraku, Kelurahan Indarung
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : STM
Suku : Minang
Bangsa : Indonesia
Nama Ibu Kandung : G (Alm.)
No telp : 085109019529

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki, berusia 59 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP. Dr.
M. Djamil Padang pada tanggal 13 Juli 2020 dengan:

Keluhan Utama

Kedua kuku ibu jari kaki tampak rusak sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Kedua kuku ibu jari kaki tampak rusak sejak 5 tahun yang lalu. Kuku jari tampak
menghitam dari bagian pangkal kuku hingga menyebar ke seluruh bagian kuku.
 Ketika kuku rusak, pasien mengeluh adanya bengkak disertai dengan rasa nyeri namun
dalam beberapa bulan bengkak tersebut menghilang. Ketika ditekan bengkak tersebut
mengeluarkan nanah.
 Ketika ditekan masih terasa sedikit nyeri tapi tidak terlalu nyeri seperti awal kuku rusak.
 Keluhan kuku rusak disertai dengan warna coklat kehitaman pada kedua jempol kuku.
 Pasien mengeluh permukaan kuku yang rusak tampak kasar, tidak mengkilap seperti
kuku yang lainnya.
 Keluhan tidak disertai bau pada kuku yang rusak.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


 Pasien sudah pernah pergi ke dokter karena keluhan ini 4 tahun yang lalu di RS Siti
Rahma lalu untuk pengobatannya pasien diminta untuk mencabut kukunya, namun
pasien menolak dan pasien tidak diberikan obat setelah konsul ke dokter.
 Gatal pada lokasi tubuh lainnya seperti sekitar jari kaki, badan, selangkangan, tangan,
paha, kepala, leher, serta ketiak disangkal.
 Keluhan bercak merah pada tubuh disangkal.
 Pasien belum pernah mengalami keluhan kaki rusak sebelumnya.
 Pasien mandi 1-2x sehari.
 Pasien sehari-hari bekerja di tempat pencucian mobil. Hampir setiap hari kaki pasien
berkontak dengan air. Rata-rata setiap hari kaki pasien terkena air 30-60 menit/hari.
Ketika bekerja pasien menggunakan sandal yang tidak menutupi bagian jari kaki pasien
sehingga kuku pasien akan basah. Setelah terkena air, pasien tidak mengeringkan
kakinya. Pasien sudah bekerja di pencucian mobil sejak tahun 2005.
 Pasien memiliki kebiasaan berkebun. Ketika berkebun pasien sering mengenakan sandal
yang tidak menutupi bagian jari kaki pasien.
 Pasien tidak memiliki hewan peliharaan.
 Pemakaian barang pribadi seperti handuk maupun sabun disangkal.
 Penggunaan cat kuku disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah mengamali kuku yang rusak sebelumnya


 Riwayat DM, hipertensi, Asma, dan keganasan disangkal

Riwayat Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.


 Riwayat atopi pada keluarga disangkal

Riwayat Atopi

 Riwayat mata merah berair-air tidak ada.


 Riwayat asma tidak ada.
 Riwayat alergi serbuk bunga tidak ada.
 Riwayat bersin-bersin dan hidung berair tidak ada.
 Riwayat alergi obat tidak ada.

Riwayat Pengobatan

 Pasien sudah pernah mengobati keluhan pada ibu jari kuku kaki di RS Siti Hawa pada
tahun 2016. Pasien disarankan untuk melakukan ekstraksi kuku lalu pasien menolak
untuk melakukannya. Pasien tidak melanjutkan kontrol tentang penyakitnya lagi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


 Sejak 2 tahun yang lalu, pasien memberikan alkohol kepada kuku yang rusak, didapatkan
adanya sedikit perbaikan karena bagian kuku yang bewarna agak kehitaman berangsur
berkurang.

Riwayat pekerjaan, social, ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

 Pasien bekerja di pencucian mobil, sehingga kuku kaki pasien sering terkena air. Ketika
bekerja pasien menggunakan sandal sehingga kaki terkena basah. Kaki pasien terkontak
dengan air 30-60 menit dalam sehari. Pasien sudah bekerja di tempat pencucian mobil
sejak tahun 2005.
 Hubungan sosial dengan sekitar pasien baik.
 Pasien memiliki kebiasaan merokok 10 batang per-hari.
 Status ekonomi pasien golongan menengah.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis kooperatif
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 92 kali/menit
- Nafas : 16 kali/menit
- Suhu : 36,5 C
- Tinggi Badan : 170 cm
- Berat Badan : 65 kg
- IMT : 22.5 kg/m2 (normoweight)
- Status Gizi : Baik
- Kepala : Normochepal, tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva hiperemis (-), sekret (-) Sklera tidak ikterik
- Leher : JVP 5-0 cmH2O
- KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Pemeriksaan Thorak
Paru

Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri (statis)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri (dinamis)
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler, Rh-/- , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : Linea parasternalis dekstra
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Extremitas : Akral hangat, perfusi baik, udem (-) dan CRT < 2detik.
Status Dermatologikus:
a. Lokasi : kedua kuku ibu jari kaki
b. Distribusi: terlokalisir, bilateral
c. Bentuk : tidak khas
d. Susunan : diskret
e. Batas : tidak tegas
f. Ukuran : numular
g. Efloresensi : kedua kuku ibu jari kaki tampak skuama menutupi permukaan
kuku dan kuku tampak suram ( tidak mengkilat), berwana coklat kehitaman,
kuku tampak distrofi, dan onikolisis.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Foto Pasien

Kuku jari kanan pasien

Kuku jari kiri pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


Resume

Seorang pasien laki-laki, berusia 59 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 13 Juli 2020 dengan kedua kuku ibu jari kaki
tampak rusak sejak 5 tahun yang lalu. Kedua kuku ibu jari kaki tampak rusak sejak 5 tahun
yang lalu. Kuku jari tampak menghitam dari bagian pangkal kuku hingga menyebar ke
seluruh bagian kuku.

Ketika kuku rusak, pasien mengeluh adanya bengkak disertai dengan rasa nyeri
namun dalam beberapa bulan bengkak tersebut menghilang. Ketika ditekan bengkak tersebut
mengeluarkan nanah. Ketika ditekan kuku masih terasa sedikit nyeri tapi tidak terlalu nyeri
seperti ketika awal kuku rusak.

Keluhan kuku rusak disertai dengan warna coklat kehitaman pada kedua jempol kuku.
Pasien mengeluh permukaan kuku yang rusak tampak kasar, tidak mengkilap seperti kuku
yang lainnya. Keluhan tidak disertai bau pada kuku yang rusak.

Pasien sudah pernah pergi ke dokter karena keluhan ini 4 tahun yang lalu di RS Siti
Rahma lalu untuk pengobatannya pasien diminta untuk mencabut kukunya, namun pasien
menolak dan pasien tidak diberikan obat setelah konsul ke dokter.

Gatal pada lokasi tubuh lainnya seperti sekitar jari kaki, badan, selangkangan, tangan,
paha, kepala, leher, ketiak disangkal. Keluhan bercak merah pada tubuh disangkal. Pasien
belum pernah mengalami keluhan kaki rusak sebelumnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Pasien mandi 1-2x sehari. Pasien sehari-hari bekerja di tempat pencucian mobil.
Pasien sudah bekerja di tempat pencucian mobil sejak tahun 2005. Hampir setiap hari kaki
pasien berkontak dengan air. Rata-rata setiap hari kaki pasien terkena air 30-60 menit/hari.
Ketika bekerja pasien menggunakan sandal yang tidak menutupi bagian jari kaki pasien
sehingga kuku pasien akan basah. Setelah terkena air, pasien tidak mengeringkan kakinya.
Pasien memiliki kebiasaan berkebun. Ketika berkebun pasien sering mengenakan sandal yang
tidak menutupi bagian jari kaki pasien. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan. Pemakaian
barang pribadi seperti handuk maupun sabun disangkal. Penggunaan cat kuku disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan lokasi kuku yang rusak pada kedua kuku ibu jari
kaki, distribusi terlokalisir dan bilateral, bentuk tidak khas, susunan diskret, batas tidak tegas,
ukuran numular, serta efloresensi didapatkan kedua kuku ibu jari kaki tampak skuama
menutupi permukaan kuku dan kuku tampak suram ( tidak mengkilat), berwana coklat
kehitaman, kuku tampak distrofi, dan onikolisis pada kuku.

Didapatkan diagnosa pasien ialah tinea unguium, dengan diagnosis banding adalah
Psoriasis Kuku, Ekzema, Candidiasis Kuku, dan Onikodistrofi Traumatik

Pemeriksaan Penunjang

Mikroskopik preparat kerokan kulit KOH 20%, PAS (periodic acid Schiff stain)

Interpretasi: tampak hifa panjang bersekat dan bercabang serta artosprora (spora berderet).

Diagnosis Kerja

Tinea Unguium

Diagnosis Banding :

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


 Psoriasis Kuku
 Ekzema
 Candidiasis Kuku
 Liken Planus
 Onikodistrofi Traumatik
Manajemen

a) Promotif : menjelaskan tentang apa itu tinea unguium, penyebab, dan faktor risikonya.

b) Preventif : menyarankan agar pasien selalu menggunakan sepatu yang terbuka pada
bagian kuku, mengurangi paparan kuku dengan air maupun detergent.

c) Kuratif :

 Non farmakologi: mengkonsumsi makanan sehat bergizi untuk menjaga daya


tahan tubuh agar tidak mudah terinfeksi penyakit.
 Farmakologi:
- Oral: Itraconazole 2x100 mg/ hari minimal selama 3 bulan.

d) Rehabilitasi: jika obat habis pasien harus segera datang lagi ke puskesmas untuk control
ulang

Resep

dr. Alma Sylvhanie Lufthi


Praktik Umum
SIP. No. 111/DU/2020
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1A
No. Telpon : 0751-77777
Senin – Jumat 08.00 – 12.00 / 16.00-20.00

Padang, 13 Juli 2020

R/ Intrakonazole tab 100 mg no.XXX


S 2dd tab I

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Pro : Tn. LP
Umur : 59 tahun
Alamat : Jl. Lubuk Peraku, Indarung

DAFTAR PUSTAKA

1. Elewski BE, Hughey LC, Sobera JO, Hay R. Fungal disease. In: Bolognia J L, Lorizzo J L,
Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008; p. 1265-70.
2. Verma S, Haffernan MP. Fungal disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008; p.1817-18.
3. James D, Berger G, Elston M. Diseases resulting from fungi and yeast. Andrew’s Disease of The
Skin Clinical Dermatology, 10th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008; p.305-7.
4. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s Color Atlas & Sinopsis
Of Clinical Dermatology, 5th ed. New York: The McGraw-Hill companies; 2007. p.1016-21.
5. Perez M, Torres JM, Martinez A, Segura S, Grira G, Trivino L, ED et al. Prevalence of tinea
pedis, tinea unguium of toenails and tinea capitis in school children from Barcelona. Revista
Iberoamericana de Micologı´a, 2009;26(1): p.228-32.
6. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones J, editors. Rook’s
Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.3.14-5.
7. Budi IP. Onikomikosis. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas
Sumatera Utara. 2008; hal.9-12

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21

Anda mungkin juga menyukai