Kejahatan Seksual
Oleh:
Nadia Fathika Alyssa Rachman 1940312098
Wulandari Taradita 1840312463
Yesti Hanifah 1940312097
Rahmatul Firdausty 1940312096
Ririn Putrinaldi 1940312094
Qarirah Summayah Indrapati 1840312607
Fakhriyyatur Rahmi M 1940312036
Adis Novilia 1940312004
Preseptor :
Dr. dr. Rika Susanti, Sp. F
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Batasan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan...................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................6
2.1 Definisi Kejahatan Seksual..........................................................................................6
2.2 Epidemiologi.................................................................................................................6
2.3 Klasifikasi.....................................................................................................................9
2.4 Pemeriksaan Korban Kejahatan Seksual.................................................................16
2.4.1 Anamnesis............................................................................................................16
2.4.2 Pemeriksaan Luar...............................................................................................17
2.4.3 Barang Bukti........................................................................................................19
2.4.4 Pemeriksaan Laboratorium 12............................................................................19
2.5 Aspek Medikolegal.....................................................................................................21
2.5.1 Sodomi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).................21
2.5.2 Sodomi Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (UUPA)........................................................................................22
BAB 3 LAPORAN KASUS..................................................................................................24
BAB 4 DISKUSI DAN PEMBAHASAN............................................................................27
4.1 Diskusi.........................................................................................................................27
4.1.1 Hasil Pemeriksaan...............................................................................................27
4.2 Kesimpulan.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................31
BAB 1
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Angka kekerasan seksual pada anak dan perempuan meningkat setiap tahun.
Catatan tahunan komnas perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan dalam
tiga ranah yaitu ranah personal/privat, ranah publik/komunitas, dan ranah negara. Di
ranah personal atau privat, catatan tahunan 2019 komnas perempuan mencatat bahwa
persentase kekerasan seksual yang terjadi sebesar 31% (2.988 kasus), dimana incest
(pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan keluarga) paling banyak
dilaporkan yaitu 1.071 kasus, kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 818 kasus,
kemudian pencabulan sebanyak 321 kasus.8
Gambar 2.2.1 Bentuk kekerasan seksual di ranah privat1
Pelaku kekerasan seksual diranah komunitas paling banyak dilakukan oleh tetangga,
teman dan orang lain (orang yang bukan keluarga atau bukan yang terdekat tetapi
masih bertemu dalam sebuah lingkungan). Pada ranah negara dari sebanyak 16 kasus
kekerasan , 8 diantaranya kasus pelecehan seksual oleh satpol PP 8
Menurut data KPAI tahun 2018, kasus Anak Berhadapan dengan Hukum
(ABH) masih menduduki urutan pertama, yaitu mencapai 1.434 kasus, didominasi
kasus kekerasan seksual yang mana laki-laki mendominasi sebagai pelaku
dibandingkan dengan anak perempuan, pelaku laki-laki berjumlah 103, sedangkan
pelaku berjenis kelamin perempuan berjumlah 58 anak. ABH sebagai korban juga
masih didominasi oleh kasus kekerasan seksual. Korban didominasi berjenis kelamin
perempuan yaitu berjumlah 107 korban dan laki-laki berjulah 75 korban.9
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi kejahatan seksual didalam KUHP, terdiri atas :
1. Perzinahan
Laki-laki bersetubuh dengan wanita (suka sama suka), dimana salah satu
atau keduanya memiliki ikatan perkawinan.10
2. Perkosaan
Laki-laki menyetubuhi perempuan bukan istrinya, dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan.10
3. Persetubuhan dengan perempuan tidak berdaya
Laki- laki menyetubuhi perempuan bukan istrinya yang diketahui dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya.10
4. Persetubuhan dengan anak
Laki-laki yang menyetubuhi wanita dibawah umur. 10
5. Persetubuhan dalam perkawinan
Laki-laki yang menyetubuhi perempuan yang merupakan istrinya yang
belum pantas di kawin. 10
6. Pencabulan
Semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan
seksual sekaligus menganggu kehormatan kesusilaan. 10
1. Perkosaan;
3. Pelecehan Seksual
16
dalam bentuk peringatan, denda, penjara maupun hukuman badan lainnya. 11
2.4.1 Anamnesis
Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan Visum et Repertum
delik kesusilaan adalah instalasi polisi yang meminta pemeriksaan, nama dan pangkat
polisi yang mengantar korban, nama, umur, alamat dan pekerjaan korban seperti
tertulis dalam surat permintaan, nama dokter yang memeriksa, tempat, tanggal dan
jam pemeriksaan dilakukan serta nama perawat yang menyaksikan pemeriksaan.12
Anamnesis meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat
lahir, status perkawinan, siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya,
penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta adanya penyakit lain seperti epilepsy,
katalepsi, syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh? Persetubuhan yang
terakhir? Apakah menggunakan kondom?
Hal khusus yang perlu diketahui dalah waktu kejadian, tanggal dan jam/ bila
waktu antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari
atau minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan peristiwa perkosaan,
tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang
bersangkutan. Tetapi pada saat telatnya pelaporan bisa disebabkan karena korban
diancam. Tanyakan pula dimana tempat terjadinya, sebagai petunjuk trace evidence
yang berasal dari tempat kejadian, misalnya rumput, tanah dan sebagainya.12
Perlu diketauhi apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada
pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-
tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin didapat bekas perlawanan.
Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang
berasal dari pemerkosa atau penyerang.12
a. Pasal 289 disebutkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang melakukan atau membiarkan melakukan pada dirinya
perbuatan cabul, dihukum karena merusakan kesopanan dengan hukuman penjara
selama-lamanya Sembilan tahun.
b. Pasal 292 KUHP berbunyi: “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.
“(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). 15,16,17
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.”
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).” 15,16,17
Dari rumusan Pasal 82 di atas, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk
dilaporkan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak
merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Oleh karena pencabulan tersebut
merupakan delik biasa, bukan delik aduan, maka seharusnya perkara pencabulan
tersebut tetap diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari keluarga korban
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. _________________
Yang bertanda tangan di bawah ini, Citra Manela, dokter spesialis forensik pada
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, berdasarkan Surat Permintaan
Visum et Repertum dari Kepala Kepolisian Resor Kota Padang sektor Kuranji,
dengan surat nomor R / 66 / VER / XII / 2019/ Sektor tertanggal 4 Desember 2019,
maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal empat Desember dua ribu
sembilan belas, pukul sebelas titik nol nol Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat
di Bagian Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, telah dilakukan
pemeriksaan korban yang menurut Surat Permintaan Visum et Repertum tersebut
adalah:---------------------
Pekerjaan : Pelajar------------------------------------------------------------------
Kewarganegaraan :
WNI---------------------------------------------------------------------
Agama : Islam--------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN------------------------------------------------------------------------
1. Korban datang dalam keadaan sadar, keadaan umum baik, emosi stabil, sikap
selama pemeriksaan cukup
membantu-------------------------------------------------
2. Penampilan bersih, pakaian sudah diganti--------------------------------------------
3. Korban mengaku awalnya mengenal pelaku melalui teman korban, pelaku
tersebut merupakan saudara laki-laki dari teman korban. Korban sudah
mengenal pelaku sejak satu tahun yang lalu. Setiap pulang sekolah korban
bermain ke rumah temannya dan bertemu dengan pelaku. Kemudian pelaku
mengajak korban ke kamar dan meminta korban untuk membuka celananya.
Pelaku meminta korban menungging diatas kasur dan pelaku berada diatas
korban. Selanjutnya pelaku memasukkan alat kelaminnya ke dalam lubang
pelepasan korban. Pelaku juga memasukan alat kelaminnya ke dalam mulut
korban. Kejadian tersebut sudah sering dilakukan yaitu lebih dari sepuluh kali
dan terakhir dilakukan pada hari Kamis pada tanggal dua puluh satu
Desember dua ribu sembilan belas, berlokasi disebelah mobil rusak yang
berada di bengkel depan rumah
pelaku.-----------------------------------------------------------
4. Perkembangan seks sekunder : sesuai dengan umur, rambut pubis belum
tumbuh dan rambut aksila belum
tumbuh---------------------------------------------
5. Pada korban ditemukan : tidak terdapat luka-luka pada bagian tubuh lain-------
6. Pada pemeriksaan anus (posisi
menungging)-----------------------------------------
a. Tidak ditemukan luka dan tidak ditemukan jaringan parut--------------------
b. Lipatan anus tampak menghilang arah jam sebelas sampai jam satu serta
arah jam lima sampai jam tujuh---------------------------------------------------
c. Kekuatan otot anus : baik----------------------------------------------------------
KESIMPULAN------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang menurut surat permintaan visum et
repertum yang berusia sebelas tahun, ditemukan hilangnya lipatan pada anus dan
kekuatan otot anus masih baik akibat kekerasan tumpul. Selanjutnya tidak ditemukan
luka-luka pada bagian tubuh
lainnya------------------------------------------------------------
NIP: 198403112010122006
BAB 4
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1 Diskusi
pada tanggal empat Desember dua ribu sembilan belas, pukul sebelas titik nol nol
Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di Bagian Forensik Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. M. Djamil Padang, telah dilakukan pemeriksaan korban berumur 11
tahun. Dasar dilakukan pemeriksaan adalah surat permintaan visum et repertum
dari Kepolisian Resor Kota Padang sektor Kuranji, dengan surat nomor R / 66 /
VER / XII / 2019/ Sektor tertanggal 4 Desember 2019.
29
4.2 Kesimpulan
30
Gangguan-gangguan psikologis seperti pasca trauma seringkali muncul seperti
stress disorder, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan identitas dissosiatif,
kecenderungan untuk reviktimisasi dimasa dewasa, bulimia nervosa bahkan
adanya cedera fisik pada anak.18,19 Dampak pelecehan seksual yang terjadi ditandai
dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa
ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.18 Dalam penanganan
terhadap korban anak yang mengalami gangguan psikologis harus bersifat
multidisiplin ilmu seperti psikolog, dokter anak dan dokter forensik.
Perkembangan seks sekunder sesuai dengan umur
Pada Korban tidak terdapat luka luka pada bagian tubuh lain. Hal ini penting
ditanyakan untuk mencari adanya tanda-tanda kekerasan. Kekerasan tidak
selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang benda, daerah
yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Tindakan
membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun dan
gejala akibat obat bius/racun pada korban. Adanya luka berarti adanya kekerasan,
namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat
berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan,
racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor waktu penting dalam
menemukan sperma.
Pada pemeriksaan bagian luar anus korban tepatnya pada lubang dubur tidak
terdapat jaringan parut. Jaringan parut menunjukan adanya proses penyembuhan
trauma fisik yang terjadi disana yang mana pada kasus baru saat inspeksi akan
didapatkan vulnus laceratum pada anusnya. Pada kasus kejahatan seksual, tanda
dan bekas itu tidak selamanya ada. Pelaku sering menggnakan sedikit kekuatan
fisik, banyak luka yang dihasilkan sehingga cenderung luka menjadi dangkal dan
sembuh lebih cepat. Sebagian besar tanda atau bekas ini sembuh dalam 2 sampai 3
hari setelah trauma. Untuk kerusakan superfisial akan sembuh sepenuhnya dalam
5 sampai 7 hari dengan regenerasi tanpa menghasilkan jaringan parut. Dengan
demikian, jenis tekanan sangat bervariasi dengan sifat pelecehan, ini melibatkan
objek, tingkat kekuatan yang digunakan pelaku, usia pada anak dan frekuensi
pelecehan.
31
Lipatan kulit disekitar dubur baik dan kontraksi otot disekitar lubang dubur
baik. Penampang dubur pada orang normal akan didapatkan lipatan anus akan
tertutup rapat oleh sfingter ani dan jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
pemeriksa akan merasakan adanya cengkraman yang kuat dari sfingter ani
tersebut. Sedangkan penampang dubur pada orang yang mengalami kejahatan
seksual anogenital, maka akan didapatkan cela pada anus karena sfingter ani tidak
menutup dengan rapat dan jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
pemeriksa tidak akan merasakan adanya cengkraman yang kuat dari sfingter ani
karena sfingter ani telah berdilatasi dan penurunan kemampuan untuk
mencengkram dengan kuat. (Sign of Sodomy; 1962)
Reflek dilatasi anal merupakan salah satu respon pada kasus kekerasan
seksual terhadap anak. Akan tetapi pemeriksaan dilatasi anal pada kekerasan
seksual ini masih kontroversial, karena tidak spesifik karena refleks dilatasi anal
juga dapat ditemukan pada pasien dengan lesi spinal.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual violence. Geneva:
World Health Organization; 2003.
2. Megawati Ratna. Budaya Kekerasan dalam Perspektif Keseimbangan Kualitas
Gender. Bandung: Kanisius. 1982.
3. (CATAHU). Kekerasan terhadap Perempuan meluas: Negara Urgen Hadir
Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas, dan
Negara. 2016.
4. Noviana, I. Pelecehan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya.
Jakarta: Sosio Informa. 2015. p13-23.
5. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997. p215-41.
6. WHO. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual violence. Geneva:
World Health Organization; 2003.
7. Triwijati NKE. Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis; 2007.
8. Komnas Perempuan. Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun
2018. https://www.komnasperempuan.go.id/file/Catatan%20Tahunan
%20Kekerasan%20Terhadap%20Perempuan%202019.pdf- diakses 15
Desember 2019
9. KPAI. KPAI Sebut Pelanggaran Hak Anak Terus Meningkat.
https://www.kpai.go.id/berita/kpai-sebut-pelanggaran-hak-anak-terus-
meningkat- diakses 15 Desember 2019.
10. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
https://www.tribunais.tl/files/Codigo_
Penal_Indonesio_(Bahasa_Indonesia).pdf– Diakses Desember 2019.
11. Komnas Perempuan. Bentuk Kekerasan Seksual: Kenali dan Tangani;
2013.
12. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran
Forensik.Jakarta:Forensik FKUI.
13. WHO. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual violence.
Geneva: World Health Organization; 2003.
33
14. Sumera M. Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual terhadap Perempuan.
Lex Et Societatis. 2013;1(2):39-49
15. M.Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, PT.Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, h.116.
34