Anda di halaman 1dari 17

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

LAPORAN LO KE I

Nama Kelompok :

2010102056 LUSIANA AMBARSARI 2010102065 SILVIA PRATIWI


2010102057 PUTRI LESTARI 2010102066 DEA REA NANDA
2010102058 ANINDA AYU PUTRI F.S 2010102067 REKA JULIA UTAMA
2010102059 RHADIKA WAHYU K.N 2010102068 RINI NUR DIANA
2010102060 AVRIANA FAIZA S 2010102069 IKE FITRAH A.C
2010102061 RENTA HANDIKA 2010102070 DYAH AYU UTARI
2010102062 ENDAH K.W 2010102071 FAIZATUL UMMAH
2010102063 NUR INTAN KUSUMA 2010102072 AULIA KURNIANING P
2010102064 NELAWATI RADJAMUDA 2010102073 RIRIES SARACH

PROGRAM STUDI ILMU MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakaatuh

i
Alhamdulillahhi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang tiada Tuhan selain
Dia yang menguasai alam semesta. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah Kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta seluruh kaum muslimin dan muslimat yang
senantiasa istiqomah mengikuti petunjuk-Nya.
Berkat rahmat dan izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
yang berjudul “Kekerasan Terhadap Perempuan“ pada Program Studi Ilmu Kebidanan
Program Magister (S2) Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Untuk itu dalam kesempatan ini,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Sri Ratnaningsih.,M.Keb selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesionalisme Dalam
Kebidanan untuk S2 Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah
memberikan motivasi dalam penyusunan laporan ini.
2. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu
serta memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan laporan ini.
Saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi
kelengkapan penyusunan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga hasil laporan ini
nanti dapat menambah wawasan serta pengetahuan minimal untuk penulis sendiri dan
bisa menjadi bekal bagi mahasiswa pada periode selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................i
LAPORAN LO KE I...................................................................................................................i

ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................1
Rumusan Masalah..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
Definisi Kekerasan.................................................................................................................3
Tinjauan Islam Tentang Kekerasan Perempuan.....................................................................5
Penyebab Kekerasan Perempuan............................................................................................6
Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Terjadi Pada Perempuan....................................................6
Dampak Kekerasan Yang Terjadi Pada Perempuan...............................................................8
Undang-Undang Kekerasan Pada Perempuan......................................................................10
Program Pencegahan Kekerasan Pada Perempuan...............................................................11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................13
Kesimpulan...........................................................................................................................13
Saran.....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan masih merupakan suatu fenomena yang sering
menjadi bahan perbincangan setiap orang dan memerlukan perhatian. Perempuan sering
kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan, dan menjadi obyek kekerasan. Biasanya
kekerasan yang terjadi identik dengan kekerasan fisik seperti penganiayaan dan juga
kekerasan seksual seperti pemerkosaan. Akan tetapi pada kenyataannya kekerasaan
tersebut tidak hanya berupa kekerasan fisik saja melainkan juga merupakan kekerasan
psikis korban atau kekerasan mental. Perempuan yang menjadi korban kekerasan bisa
berasal dari berbagai golongan, dari ibu rumah tangga, pebisnis, pegawai negeri sipil
hingga pejabat public. Umumnya perempuan yang mengalami kekerasan berusia antara 21
keatas dan perempuan yang menjadi korban kekerasan sering dianggap sebagai pihak yang
disalahkan di kalangan masyarakat padahal mereka hanyalah korban. Keberadaan mereka
sampai saat ini masih terpinggirkan dan cenderung dikucilkan. Mengingat lingkungan
mereka sendiri telah memandang sebelah mata terhadap mereka, maka perempuan ini akan
sulit untuk mempertahankan eksistensi dirinya manakala masyarakat seringkali
mengabaikan korban kekerasan terhadap perempuan, dan pada kenyataannya mereka
diasingkan di lingkunganya.
Dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat.
Data dari Badan Pusat Statitik menunjukkan pada tahun 2017 terdapat 12.550 kasus dan
pada tahun 2018 meningkat menjadi 16.214 kasus kekerasan pada perempuan yang
mnedapat layanan komprehensif dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
memiliki kasus kekerasan yang paling tinggi. Dari data tersebut dapat dilihat masih
kurangnya perlindungan yang maksimal terhadap perempuan. Meskipun sudah ada
lembaga yang mengatur dan menangani tentang perlindungan dan pemberdayaan
perempuan, tetapi masih saja kasus kekerasan yang terjadi bahkan jumlahnya yang selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang dikenal dengan UU PKDRT
dibuat dengan tujuan untuk melindungi hak-hak hidup perempuan dan menghapuskan
diskriminasi terhadap perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga. Namun
tampaknya perempuan belum sepenuhnya memperoleh perlindungan yang memadai. Hal
ini berhubungan dengan adanya diskriminasi gender atau pemberian citra baku terhadap

1
perempuan. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kekerasan terhadap istri merupakan
hal yang normal, wajar terjadi sebagai konsekuensi kewajiban istri yang harus mematuhi
suami. Juga cukup sering muncul pandangan yang menyalahkan pihak korban karena
perempuan dianggap memancing kekerasan dengan berprilaku tidak sopan atau tidak taat
pada suami (Hidayat, dkk, 39: 2009).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah membentuk
Lembaga layanan perempuan di setiap daerah yang berfungsi untuk memberikan edukasi
kepada perempuan terkait dengan kesetaraan gender, termasuk hak dan kewajiban
perempuan. Lembaga ini juga diharapkan menyediakan layanan bagi perempuan korban
kekerasan, dengan melakukan pendampingan dan konseling secara intensif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “ Bagaimana masalah
yang terjadi pada kekerasan terhadap perempuan ?”

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekerasan
Kekerasan pada perempuan adalah setiap perbuatan yang berakibat kesengsaraan dan
penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis, ancaman perbuatan tertentu,
pemaksaan dan perampasan kebebasan, baik yang terjadi dalam kehidupan pribadi
maupun dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat (Kemenppa, 2013).
Kekerasan terhadap istri merupakan bentuk tindak kekerasan terhadap perepuan
yang paling umum dan dilaporkan terjadi dalam semua masyarakat dengan berbagai
latar belakang ekonomi, agama dan budaya (World Health Organization,
2016). Kekerasan terhadap istri merupakan perilaku yang dilakukan oleh
suami terhadap istri yang menyebabkan kerugian fisik, psikologis dan seksual
terhadap korban.
Menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pasal 1 yang di
maksud dengan Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindak kekerasan
yang terjadi atas dasar perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan atau akan
mengakibatakan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan termasuk ancaman,
paksaan, pembatasan kebebasan baik yang terjadi diarea publik maupun Domestik.
Sedangkan menurut Komnas Perempuan , menyatakan bahwa kekerasan terhadap
perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang
berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik,
seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak
perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara
sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan.

B. Tinjauan Islam Tentang Kekerasan Perempuan


Islam memandang bahwa kekerasan terhadap perempuan, merupakan suatu tindakan
yang melanggar hukum atau syariat Islam. Dalam hukum islam yang sebagian besarnya
bersumber dari wahyu Tuhan dan Sunnah Nabi, di lihat dari konteks praktik jahiliyya,
merupakan suatu revolusi, karena Al-Qur’an sebagai salah satu sumber hukum islam
sangat meningkatkan status social perempuan dan meletakan norma-norma yang jelas,
sebagai penentuan terhadap adat dan kebiasaan yang memperlakukan perempuan sebagai
suatu yang di perdagangkan atau sebagai objek napsu seksual. Disamping itu, dalam Al-
3
Qur’an juga menanamkan norma-norma yang pasti dan memberi perempuan status yang
jelas, meskipun tidak secara persis setara dengan laki-laki. Banyak ayat Al-qur’an sebagai
salah satu sumber hukum islam yang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan.
Sebagai contoh, menyangkut persoalan kekerasan fisik dan seksual, Al-Qur’an berbicara
mengenai pemukulan terhadap isteri yang nusyuz, mengeksploitasi perempuan untuk
menjadi pekerja seks, dan larangan melakukan pelecehan seksual. Menyangkut persoalan
kekerasan psikis, Al-Qur’an berbicara tentang larangan melakukan adalah dan
memperlakukan perempuan sebagai benda warisan.
Sebagaiana firmannya dalam surat al-hujurat (49): 13 berikut; Artinya: Hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadi kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengena.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu sisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa diantar kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal(Hasbi, 2015).

C. Penyebab Kekerasan Yang Terjadi Pada Perempuan


1. Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakaian yang
menutup aurat yang dapat merangsang pihak lain untuk berbuat tidak senonoh dan
jahat.
2. Gaya hidup dan pergaulan di antara laki-laki dan perempuan yang semakin bebas, tidak
atau kurang bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan
yang dilarang dalam hubungannya dengan kaidah akhlak mengenai hubungan lakilaki
dengan perempuan sehingga sering terjadi seduktif rape.
3. Rendahnya pengamalan dan penghayatan terhadap normanorma keagamaan yang
terjadi di tengah masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis di
masyarakat atau pola relasi horisontal yang cenderung semakin meniadakan peran
agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan
merugikan orang lain.
4. Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai perilaku
diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma keagamaan kurang
mendapatkan respon dan pengawasan dari unsur unsur masyarakat.
5. Putusan hakim yang cenderung tidak adil, misalnya putusan yang cukup ringan
dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat mendorong anggota masyarakat

4
lainnya untuk berbuat keji dan jahat. Artinya mereka yang hendak berbuat jahat tidak
merasa takut lagi dengan sanksi hukum yang akan diterimanya.
6. Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya. Nafsu
seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk dicarikan kompensasi
pemuasnya.
7. Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam terhadap sikap,
ucapan dan perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan sehingga
menimbulkan Anga Rape(Amalia, 2011)
Fenomena kekerasan terhadap perempuan bukan merupakan kelainan individu
melainkan karena adanya kesenjangan hak dan kewajiban serta peran laki laki dan
perempuan yang disebabkan oleh sistim patriakhi. Akibat dari sistim patriakhi ini
mengakibatkan timbulnya laki laki sebagai pihak yang superior atau yang
diutamakan,sedangkan perempuan sebagai pihak yang tersubordinasikan atau yang
dilemahkan. Akibat lain yang ditimbulkan dari adanya kesenjangan antar status dan
peran antara laki laki dan perempuan yaitu timbulnya kekerasan terhadap perempuan
berbasis gender ( L.M Gandi Lapian, 2012 ).
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kekerasan seksual dapat
dikategorikan kepada dua kategori, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri
korban, dan faktor-faktor yang terdapat dalam diri pelaku.
a. Faktor Internal Faktor ini disebabkan oleh diri korban sendiri, bisa disebabkan
yang pertama: secara fisik. Maksudnya adalah kelemahan fisik seorang wanita
yang disebabkan oleh keadaan fisiknya sendiri, misalnya dalam keadaan kurang
sehat, keadaan kurang sehat ini mengharuskan ia berhubungan dengan pria
tertentu dan karena pria tersebut merasa tertarik oleh wanita itu maka dia
mencoba melakukan tindakan hubungan seksual. Peristiwa ini tidak dapat
dihindarkan oleh pihak korban karena korban dalam keadaan fisiknya lemah,
sehingga bagaimanapun ia telah berusaha menghindarkan diri namun tidak
berhasil, maka akhirnya pemerkosaanpun atas dirinya terjadi. berusaha
menghindarkan diri namun tidak berhasil, maka akhirnya pemerkosaanpun atas
dirinya terjadi.
Kedua: disebabkan kelemahan mental. Maksudnya yakni kelemahan mental
seorang wanita disebabkan oleh kurangnya rasa harga diri dan kurang mengenal
nilai-nilai baik dan buruk, misalnya seorang wanita membiarkan dirinya menjadi
sasaran permainan laki-laki atau bahkan wanita itu sendiri secara bersama-sama
5
dengan laki-laki melakukan kegiatan yang dipandang kurang etis misalnya
berolok-olok yang berlebihan. Kelanjutan dari sikap mental ini menyebabkan
laki-laki cenderung tidak menghargai wanita tersebut dan akhirnya berani
memaksa wanita itu untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Ketiga: sudah saling
kenal dan terlalu akrab. Saling kenal mengenal dan hubungan yang terlalu akrab
antara wanita dengan pria dapat pula menyebabkan terjadinya tindakan pelecehan
seksual, karena korban tidak menaruh curiga terhadap pelaku untuk melakukan
perbuatan yang tidak senonoh terhadap dirinya. Akan tetapi kenyataannya justru
sebaliknya, keakraban itu menyebabkan pelaku berani melakukan perbuatan yang
dilarang memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual dengannya.
b. Faktor Eksternal Faktor-faktor yang kedua berasal dari pihak pelaku sendiri. Bisa
disebabkan hal-hal berikut: Pertama: pengaruh bacaan dan film porno. Misalnya
karena seseorang terdorong nafsu seksnya sehabis membaca bacaan porno dan
melihat film porno. Sebagai contoh, seorang pria 32 menonton video bersama-
sama dengan wanita tetangganya, setelah selesai menonton tergeraklah nafsu
seksnya dan karena dorongan seksnya itu ia memaksa wanita yang sama-sama
menonton video tadi untuk melakukan hubungan seksual. Kedua: kesepian.
Kesepian sering terjadi karena tidak ada teman yang bisa diajak bercanda.
Misalnya seorang laki-laki (suami) yang ditinggal wafat istrinya. Karena belum
sempat menikah lagi maka ia kesepian. Karena kesepian akhirnya ia tidak ada
lawan jenisnya yang secara sah dapat diajak untuk memenuhi kebutuhan seksnya,
maka ia akhirnya mencari wanita lain. Ketiga: minuman keras dan obat
perangsang. Pemerkosaan bisa terjadi karena adanya seorang pria mabuk sehabis
minum-minuman keras. Dan setelah meminum obat perangsang, akibat dari obat
tersebut ia tidak bisa menahan nafsu seksnya lagi dan akhirnya terjadilah
pemerkosaan (Affandi, 2010: 70-98).

D. Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Terjadi Pada Perempuan


Bentuk kekerasan terhadap istri bervariasi, meliputi kekerasan fisik,
seksual, psikologis dan ekonomi. Tiap bentuk kerasan terhadap istri dapat
berdiri sendiri atau terjadi bersamaan dalam satu waktu. Kekerasan fisik
mencakup serangkaian tindakan yang menggunakan pemaksaan fisik yang dapat
menimbulkan luka atau bahkan kematian korban seperti penggunaan senjata
api, menempeleng, memukul, menendang, mencekik dan sebagainya.

6
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual dan berbagai bentuk
kekerasan seksual lainnya. Kekerasan psikologis merupakan
penggunaan secara sengaja pesan-pesan verbal dan nonverbal serta
komunikasi untuk menyebabkan kerugian mental atau emosional. Termasuk di
dalamnya penghinaan atau ancaman yang terus-menerus serta berbagai
bentuk perilaku mengontrol lainnya sepertimembatasi akses terhadap sumber-
sumber finansial atau sosial, monitoring secara ketat mobilitas istri dan
sebagainya (Garcia Moreno, Jansen, Ellsberg, Heise and Watts, 2006; Ellsberg,
Jansen, Heise, Watts, and Garcia Moreno, 2008; World Health Organization, 2012).
Menurut jenisnya kekerasan terhadap perempuan secara Khusus dapat di
gambarkan sebagai berikut (Aroma Elmina Martha, 2003 ) sebagai berikut :
1. Kekerasan dalam area Domestik/hubungan intim personal. Berbagai bentuk
kekerasan yang terjadi di dalam hubungan keluarga,anatar pelaku dan korbannya
memiliki kedekatan tertentu.Tercakup disini penganiyayaan terhadap
istri,pacar,bekas istri, tunangan,anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap
orang tua, seraangan seksual atau pemerkosaan oleh anggota keluarga.
2. Kekerasan dalam area Publik. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi diluar
hubungan keluarga atau hubungan personal lainnya. Sehingga meliputi berbagai
bentuk kekersan yang sangat luas, baik yang terjadi di semua lingkungan kerja
( termasuk untuk kerja kerja domestik ( baby sister, pembantu rumah tangga ), di
tempat umum ( bus, kendaraan umum,pasar restoran,tempat umum lain, lembaga
lembaga pendidikan,publikasi atau produk dan praktek ekonomis yang meluas
misalnya Pornografi,pelacuran maupun bentuk bentuk lain.
3. Kekerasan yang dilakukan oleh lingkup Negara. Kekerasan fisik seksual dan atau
psykologis yang dilakukan,dibenarkan atau didiamkan terjadi oleh negara
dimanapun terjadinya.Termasuk dalam kelompok ini adalah pelanggaran hak asasi
manusia dalam pertentangan anatar kelompok dan situasai konflik bersenjata yang
berkaiatan dengan pembunuhan,perkosaan( sistematis ), perbudakan,seksual dan
kekerasan paksa. Adapun bentuk-bentuk ekerasan lainnya yaitu :
a. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cedera,
luka atau cacat pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian.
b. Kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual
sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa
persetujuan korban atau di saat korban tidak menghendaki; dan atau melakukan

7
hubungan seksual dengan cara-cara tidak wajar atau tidak disukai korban; dan
atau menjauhkan (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.
c Kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan
rasa tidak berdaya pada seseorang.
d. Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi seseorang untuk
bekerja di dalam dan di luar rumah yang menghasilkan uang dan barang,
membiarkan korban bekerja untuk dieksploitasi dan menelantarkan anggota
keluarga.
e. Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang adalah semua perbuatan yang
menyebabkan terisolirnya seseorang dari lingkungan sosialnya(Hasbi, 2015)

E. Dampak Kekerasan Yang Terjadi Pada Perempuan


Satriani (2010) menemukan, bahwa dampak perempuan yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga pada budaya patriarki di Bali adalah pasrah, takut, sedih,
marah, dan malu. Dampak psikologis perempuan yang mengalami kekerasan dapat
mengalami berbagai gangguan mental seperti malu.
1. Gangguan Mental yaitu terjadinya depresi, ketakutan, harga diri rendah, preilaku
obsesif kompulsif, disfungsi seksual, gangguan stress pasca trauma.
2. Gangguan Fisik yaitu adanya memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah tulang
dan luka dalam) gangguan kesehatan yang khronis, gangguan pencernaan, perilaku
seksual beresiko, gangguan makan, kehamilan yang tidak diinginkan,
keguguran/melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, terinfeksi penyakit
menular seksual. HIV/AIDS.
3. Produktivitas kerja menurun karena sering terlambat datang tempat kerja, sulit
berkonsentrasi, berhalangan kerja karena harus mendapat perawatan medis atau
memenuhi panggilan polisi.menghadiri siding.
4. Fatal yang berakibat bunuh diri, membunuh.melukai pelaku, kematian karena
aborsi/keguguran/AIDS(Amira, 2020).

F. Undang-Undang Kekerasan Pada Perempuan


Kekerasan terhada perempuan yang telah dideklarasikan PBB yang dirumuskan pada
pasal 1 deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan 1993 sebagai setiap

8
Tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan terhadap wanita baik secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman Tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Hal
ini dapat sanksi dengan dipenjara selama tujuh tahun atas pasal 281 dan pasal 294 KUHP
(Widiastuti, 2008).
Aturan perundangan-undangan di Indonesia sudah ada yang mengatur tentang
larangan KDRT. Pada tahun 2004 pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-
Undang No. 23 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini
juga dijelaskan mengenai hak yang didapatkan korban yang diberikan oleh pemerintah
Indonesia salah satunya hak mendapatkan perlindungan dan rasa aman. Para pelaku
kekerasan dapat pula dijerat dengan berbagai pasal, jika kekerasan fisik maka dapat
dituntut dengan pasal penganiayaan (Pasal 351–358 KUHP), apabila perempuan korban
kekerasan berusia di bawah 18 tahun, maka juga dapat dijerat dengan UndangUndang No.
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23.

G. Program Pencegahan Kekerasan Pada Perempuan


Hasil konferensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW)
yang diselenggarakan tahun 1979 oleh PBB kemudian diratifikasi oleh Indonesia menjadi
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 menyatakan upaya pencegahan dan
penanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan maupun rumah tangga dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat luas. Dengan membangun kesadaran masyarakat akan
hukum dan menyadari tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dianggap tabu oleh
kebanyakan orang dapat menjadi pendorong dalam penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga juga sebagai upaya kontrol sosial dalam pemberantasan kekerasan dalam rumah
tangga (Mohammad Farid,1955)
a. Peningkatan kesadaran wanita terhadap hak dan kewajibannya di dalam hukum melalui
Latihan dan penyuluhan (legal training). Pendidikan sebagai sarana pemberdayaan
wanita dilakukan dalam tema yang universal (univercal education for awoman)
b. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) betapa pentingnya usaha untuk
mengatasi terjadinya kekerasan terhadap wanita, baik dalam konteks individual, sosial
maupun institusional.

9
c. Meningkatkan kesadaran para penegak hukum, agar bertindak cepat dalam mengatasi
kekeraran terhadap wanita dalam satu semangat bahwa masalahnya telah bergeser
menjadi masalah global (police sensitization)
d. Peningkatan bantuan dan konseling terhadap korban kekeran perempuan (support and
counselling)
e. Perbaikan sistem peradilan pidana, dimulai dari pembaharuan hukum yang kondusif
terhadap terjadinya kekerasan
f. Pembaharuan sistem pelayanan kesehatan yang kondusif untuk penganggulangan
kekerasan terhadap wanita (Widiastuti, 2008)
Selain upaya tersebut diatas, Kementerian Kesehatan juga mempunyai langkah sebagai
upaya Pengendalian Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja/kemitraan serta kerja sama lintas
program dan lintas sektor, juga dengan organisasi masyarakat dan masyarakat umum.
Dalam memberikan pelayanan komprehensif yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, diperlukan keterlibatan, kerja sama dan kemitraan
dari beberapa terkait yang meliputi lintas program dan lintas sektor serta organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat umum. Bentuk kerja sama ini dapat diwujudkan
dengan mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja.
2. Menggerakkan dan melakukan pemberdayaan pada masyarakat dalam pengendalian
KDRT. Keterlibatan masyarakat adalah salah satu upaya penting dalam kegiatan
pengendalian KDRT. Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat
memperluas cakupan kegiatan yang mungkin tidak terjangkau oleh unit pelayanan
kesehatan.
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan korban KDRT melalui deteksi
dini Faktor Risiko, pencegahan dan penanganan korban secara cepat dan terpadu.
Upaya preventif dalam pengendalian KDRT dilaksanakan melalui sosialisasi
kebijakan dan program pencegahan dan deteksi dini faktor risiko. Deteksi dini faktor
risiko KDRT merupakan langkah untuk dapat menemukan secara dini faktor-faktor
yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu tindak kekerasan pada seseorang
atau kelompok tertentu. Melalui upaya ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya
tindak KDRT dan mencegah agar tidak terjadi tindak berulang.
4. Meningkatkan perencanaan dan koordinasi implementasi upaya pengendalian KDRT.
Melalui perencanaan dan koordinasi implementasi ini, diharapkan pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan secara berkelanjutan dan terpadu antara unit-unit yang terkait.

10
Upaya untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut dilaksanakan dengan langkah
umum atau strategi Pengendalian Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai
berikut :
1. Melaksanakan advokasi kepada pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat
untuk mendukung upaya pengendalian KDRT melalui aspek legal baik berupa
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah, dan lain-lain.
2. Melaksanakan sosialisasi (KIE) pengendalian tindak KDRT sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat melalui kegiatan
sosialisasi
3. Melakukan deteksi dini dan pengendalian Faktor Risiko KDRT sebagai upaya
pencegahan KDRT.
4. Membangun sistim penanganan darurat/emergensi di tingkat masyarakat dan
sistim rujukan.
5. Meningkatkan kapasitas SDM dengan kegiatan pelatihan serta pendampingan bagi
tenaga-tenaga pelayanan korban KDRT di berbagai sektor dan di berbagai tingkat
termasuk masyarakat umum.
6. Mengembangkan dan memperkuat sistim informasi melalui surveilans
epidemiologi, monitoring dan evaluasi.
7. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja, kemitraan, dan kerja sama antar
sektor pemerintah dengan dunia usaha (Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, 2012)

H. Peran bidan dalam wewenang, etika bidan, asuhan bidan


1. Membantu identifikasi adanya kekerasan sedini mungkin
2. Menyediakan layanan kesehatan bagi korban kekerasan
3. Merujuk ke tempat layanan sesuai kebutuhan
4. Mengidentifikasi korban kekerasan sebagai penyebab masalah kesehatan yang
membuat korban datang ke faskes
5. Memberikan asuhan kebidanan sesuai kebutuhan dan wewenang bidan
Adapun peran bidan bidan dalam melakukan asuhan kebidanan yaitu :
1. Peran bidan dalam pencegahan kekerasan terhadap istri adalah memberikan
pendidikan tentang pencegahan 
2. kekerasan terhadap istri kepada masyarakat, memberikan arahan pada kader.

11
3. Sebagai perantara, bidan menjembatani masyarakat untuk melaksanakan
pencegahan kekerasan terhadap istri.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan, khususnya pada kasus ini adalah
kekerasan pada perempuan adalah suatu tindakan yang tidak dapat di toleransi dalam
kondisi apapun. Terdapat aturan hukum yang berlaku terhadap segala tindak kekerasan
yang dilakukan seseorang yang berakibat membuat pelaku akan dikenai pasal hukum
pidana. Begitu pula dengan hukum agama, bahwa tidak ada suatu agama apapun yang
membenarkan suatu tindak kekerasan kepada perempuan. Didalam kitab suci AlQuran
juga dijelaskan dalam beberapa ayat yaitu melarang tindak kekerasan terhadap perempuan.
Maka dari itu sedapat mungkin para tenaga kesehatan khususnya bidan mampu ikut andil
dalam tindakan kesejahteraan terhadap ibu dan anak sehingga harapannya tidak akana da
lagi tindak kekerasan yang korbannya salah satunya adalah perempuan.
B. Saran
1. Diharapkan tenaga kesehatan khususnya dalam kasus ini adalah bidan, mampu turut
serta memberantas tindak kekerasan kepada perempuan yaitu dengan pemberian
edukasi kepada masyarakat tentang asuhan sayang ibu dan anak.
2. Pada saat memberikan edukasi, contohnya edukasi pada antenatal care, bidan tidak
hanya memberikan edukasi kepada pasien/ibu saja terkait kondisi kehamilan namun
menganjurkan pasien untuk memeriksakan dirinya dengan mengajak keluarga terdekat
atau yang lebih utama adalah suami, sehingga harapannya nanti agar suami bisa lebih
menyayangi, memahami kondisi ibu hamil tersebut (pemberian edukasi bersama
anggota keluarga).
3. Mendukung program kesejahteraan perempuan dan penghapusan diskriminasi
perempuan baik program nasional dari pemerintah Indonesia maupun dari luar negri
yaitu organisasi PBB.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, M. (2011). Kekerasan Perempuan dalam Perspektif Hukum dan Sosiokultural.


Jurnal Wawasan Hukum, 25(02), 399–411.
Amira, S. (2020). Kekerasan Terhadap Perempuan. Women’s Crisis Centre.
http://www.savyamirawcc.com/kekerasan-terhadap-perempuan-ktp/
Hasbi, M. (2015). Kekerasan Terhadap Perempuan: Perspektif Pemikiran Agama Dan
Sosiologi. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 15(2), 389. https://doi.org/10.21154/al-
tahrir.v15i2.270
Kemenppa. (2013). Kekerasan Terhadap Perempuan: Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan
Perdagangan Orang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/7970a-5a3f9-8.-kekerasan-terhadap-
perempuan.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT)
Widiastuti, T. W. (2008). Perlindungan Bagi Wanita Terhadap Tindak Kekerasan. Wacana
Hukum, 7(1), 32.
Affandi, Yuyun, Pemberdayaan dan Pendampingan Korban Kekerasan Seksual Perspektif Al-
Qur’an, (Semarang: Walisongo Press, 2010).
L.M. Gandhi Lapian, 2012. Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan
Gender Jakarta: Yayasan Pustaka Obir Indonesia.
Mohammad Farid dan Alex Irwan, Perisai Perempuan: Kesepakatan Internasional untuk
Perlindungan Perempuan (Bogor: Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan
Indonesia, 1999), 155.
Satriani, L. A. (2010). “Respon dan koping perempuan Bali yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga dan faktor sosial budaya Bali yang mempengaruhinya di
Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem, Bali: studi grounded theory.” Tesis,
Universitas Indonesia.
World Health Organization. 2016. Fact Sheets. Intimate partner and sexual violence
against women.
World Health Organization. (2012). Understanding and addressing violence
against women. Downloaded from http://apps.who.int/iris/bitstr
eam/10665/77432/1/WHO_RHR_ 12.36_eng.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai