Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rhadika Wahyu Kurnia Ningrum

Nim : 2010102059
Prodi : Magister Kebidanan
Mata Kuliah : Evaluasi Professionalisme dalam Kebidanan
Dosen Pengampu : Sri Ratnaningsih, M.Keb

SOAL

1. Bagaimana organisasi profesi, aturan, dan secara agama mengatur tentang isu kekerasan pada
perempuan dan sebutkan contoh-contoh bentuk kekerasan perempuan dl belum kasus-kasus
nyata yang terjadi tahun 2020 di media massa
2. Bagaimana organisasi, aturan dan secara agama mengatur tentang komunikasi di media massa
khususnya tenaga kesehatan di masyarakat.

JAWABAN

1. KDRT
a. Organisasi dalam penanganan kasus-kasus KDRT yang terjadi masa masyarakt umum
Sejumlah upaya personal maupun kelembagaan telah dilakukan untuk penanganan KDRT
Mengingat dampak yang serius pada perempuan, tidak mengherankan organisasi
perempuan menjadi salah satu lembaga yang menempatkan penanganan KDRT sebagai
fokus misi ataupun program, termasuk organisasi perempuan keagamaan. Jika KDRT yang
ditangani Biro Nuurus Sakiinah milik Aisyiyah dan Nasyi’atul ‘Aisyiyah di provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan pola penanganan yang dilakukan yang pada gilirannya
memperlihatkan layanan seperti apa yang diperlukan untuk mengurangi KDRT dalam
masyarakat.
b. Aturan Undang-undang dalam kasus KDRT
Kekerasan terhada perempuan yang telah dideklarasikan PBB yang dirumuskan pada pasal
1 deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan 1993 sebagai setiap Tindakan
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan
atau penderitaan terhadap wanita baik secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman Tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Hal ini dapat
sanksi dengan dipenjara selama tujuh tahun atas pasal 281 dan pasal 294
KUHP(Widiastuti, 2008).

c. Pandangan Agama dalam kasus KDRT


Islam memandang bahwa kekerasan terhadap perempuan, merupakan suatu tindakan yang
melanggar hukum atau syariat Islam. Dalam hukum islam yang sebagian besarnya
bersumber dari wahyu Tuhan dan Sunnah Nabi, di lihat dari konteks praktik jahiliyya,
merupakan suatu revolusi, karena Al-Qur’an sebagai salah satu sumber hukum islam
sangat meningkatkan status social perempuan dan meletakan norma-norma yang jelas,
sebagai penentuan terhadap adat dan kebiasaan yang memperlakukan perempuan sebagai
suatu yang di perdagangkan atau sebagai objek napsu seksual. Disamping itu, dalam Al-
Qur’an juga menanamkan norma-norma yang pasti dan memberi perempuan status yang
jelas, meskipun tidak secara persis setara dengan laki-laki. Banyak ayat Al-qur’an sebagai
salah satu sumber hukum islam yang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan.
Sebagai contoh, menyangkut persoalan kekerasan fisik dan seksual, Al-Qur’an berbicara
mengenai pemukulan terhadap isteri yang nusyuz, mengeksploitasi perempuan untuk
menjadi pekerja seks, dan larangan melakukan pelecehan seksual. Menyangkut persoalan
kekerasan psikis, Al-Qur’an berbicara tentang larangan melakukan adalah dan
memperlakukan perempuan sebagai benda warisan. Sebagaiana firmannya dalam surat al-
hujurat (49): 13 berikut; Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadi kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantar kamu. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui lagi maha mengenal(Hasbi, 2015).
d. Bentuk-bentuk KDRT
1) Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cedera, luka atau
cacat pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian.
2) Kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai
kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan
korban atau di saat korban tidak menghendaki; dan atau melakukan hubungan seksual
dengan cara-cara tidak wajar atau tidak disukai korban; dan atau menjauhkan
(mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.
3) Kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa
tidak berdaya pada seseorang.
4) Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi seseorang untuk bekerja
di dalam dan di luar rumah yang menghasilkan uang dan barang, membiarkan korban
bekerja untuk dieksploitasi dan menelantarkan anggota keluarga.
5) Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang adalah semua perbuatan yang
menyebabkan terisolirnya seseorang dari lingkungan sosialnya(Hasbi, 2015)
2. Hoax atau cara menggunakan media massa
a. Organisasi dalam penggunaan media massa pada tenaga kesehatan
Pelayanan kebidanan merupakan isu utama di berbagai tempat pelayanan, hal ini terjadi
karena kurangnya pemahaman petugas kesehatan terhadap etika. Penerapan etika dalam
pelayanan kebidanan akan menjamin bidan memberikan pelayanan yang profesional dan
berkualitas. Selain itu juga menggunakan teknologi kebidanan dengan tepat(Fatimah &
Dkk, 2016). Karena tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran dalam media sosial
yang salah akan mendapatkan sanksi/hukuman yang sama dengan masyarakat biasa. Yang
telah diataur oleh undang-undang no 19 tahun 2016 ITE. Dalam undang-undang tersebut
menjelaskan siapa pun yang menggunakan media sosial untuk merugikan orang lain dapat
terkena sanksi, jadi tidak ada perbedaan apabila yang melakukan tenaga kesehatan
sekalipun. Etika dalam penggunaan media sosial(Prawiroharjo & Libritany, 2017).
b. Undang-undang dalam penggunaan media massa
Undang-undang no 19 tahun 2016 tentang karakteristik virtualitas ruang siber
memungkinkan konten ilegal seperti Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran
nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan
menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik,serta perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan
suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan,
ditransmisikan, disalin, disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja
dan kapan saja. Sanksinya hukuman (pidana penjara) selama enam tahun dan/atau denda
Rp1 miliar(Kemkominfo RI, 2016).
c. Pandangan Agama dalam berita hoax di media massa
Mengenai ayat Anuur (24): 11-13 terdapat beberap hikmah dan kandungan yang sangat
dalam, yang dapat menjadi mutiara berharga bagi generasi manusia setelahnya. Yaitu
tentang munculnya hoax itu adalah hasil dari sebuah konspirasi, Sayyid Quthub dalam
tafsir fi zhilal Al-Qur‟an menyatakan bahwa hoax yang dilemparkan kepada Aisyah
merupakan sebuah konspirasi para pembenci dakwah Islam saat itu, yang hendak bertujuan
untuk merendahkan dari kemuliaan diri Nabi Muhammad, sehingga dengan hal tersebut
Islam menjadi rendah dan hina(Afrilia et al., 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Afrilia, S., TRIANA, R., & Rokim, S. (2018). Pandangan Al-Qur’an Terhadap Realitas Hoax. Al
- Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 3(01), 11–19.
https://doi.org/10.30868/at.v3i01.254
Fatimah, S., & Dkk. (2016). Praktikum Konsep Kebidanan dan Etika Legal dalam Praktik
Kebidanan.
Hasbi, M. (2015). Kekerasan Terhadap Perempuan: Perspektif Pemikiran Agama Dan Sosiologi.
Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 15(2), 389. https://doi.org/10.21154/al-tahrir.v15i2.270
Kemkominfo RI. (2016). Undang-Undang Republik Indonesia.
Prawiroharjo, P., & Libritany, N. (2017). Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 1(1), 31. https://doi.org/10.26880/jeki.v1i1.7
Widiastuti, T. W. (2008). Perlindungan Bagi Wanita Terhadap Tindak Kekerasan. Wacana
Hukum, 7(1), 32.

Anda mungkin juga menyukai