Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PROSTITUSI SERTA PANDANGAN AGAMA


TERHADAP PROSTITUSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Mata Kuliah: Patologi Sosial

Dosen Pengampu:
MUHAMMAD YUDI ALI AKBAR M.Si S.Sos.I
&
LUCKY NINDI RIANDIKA M., M.PD.

Disusun Oleh:
Maharani Putri Pongoliu (0011523031)
Ihsan Rizki Wahyudi (0601522008)
Nurtina Putri Aprilia (0601522013)

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan karunia, rahman, dan hidayat-Nya, sehingga
kita dapat menyusun makalah ini.
Salam serta shalawat tak lupa kita curahkan kepada junjugan kita
Nabi Muhammad SAW nabi yang telah mengubah kehidupan
manusia dari alam jahiliyah menuju zaman yang diridhoi dengan
cahaya ilahi.
Dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota kelompok yang telah
membantu penyusunan tulisan ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
" Patologi Sosial " yang berjudul Prostitusi Serta Pandangan Agama
Terhadap Prostitusi.
Namun kami sangat sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kesalahan baik yang kami sengaja ataupun tidak, Oleh karena
itu kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

BAB I ........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
Latar Belakang ............................................................................................................... 4
Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
Tujuan ........................................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 5
Terjadinya Prostitusi ...................................................................................................... 5
Wanita dan Prostitusi ..................................................................................................... 6
Prostitusi dalam Islam .................................................................................................... 7
Studi Kasus Terhadap Remaja Laki-Laki Pelaku Prostitusi Di Kabupaten Pati ............... 9
Kajian Diskusi Kelompok ............................................................................................. 11
BAB III ......................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................... 12
Kesimpulan ................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka............................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Prostitusi adalah gejala masyarakat dimana seseorang menjual
dirinya dan melakukan perbuatan-perbuatan tersebut sebagai sumber
mata pencahariaan. Dalam catatan sejarah peradaban manusia profesi
prostitusi telah ada di tengah kehidupan masyarakat atau manusia sejak
manusia itu sendiri ada di planet bumi ini.

Dalam agama Islam, prostitusi merupakan salah satu perbuatan


zina. Pandangan hukum Islam tentang perzinaan jauh berbeda dengan
konsep hukum konvensional atau hukum positif, karena dalam hukum
Islam, setiap hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan (yang
diharamkan) seperti prostitusi masuk kedalam kategori perzinaan yang
harus diberikan sanksi hukum kepadanya, baik itu dalam tujuan komersil
ataupun tidak, baik yang dilakukan oleh yang sudah berkeluarga ataupun
belum. Para prostitusi yang rutinitasnya identik dengan perzinaan
merupakan bentuk lain dari penyimpangan seksual dimana terjadi
hubungan seksual antara laki- laki dan perempuan tidak berdasarkan
pada ikatan tali perkawinan.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pandangan prostitusi dalam islam?

2. Apakah prostitusi terjadi hanya kepada wanita?

3. Tujuan

1. Mengetahui pandangan islam terhadap prostitusi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Terjadinya Prostitusi

Kemaksiatan dan Kejahatan dari waktu ke waktu semakin meningkat


dan datang silih berganti di negeri Indonesia. Dari masalah korupsi, kolusi,
pengedaran narkotika, penjualan minuman keras, perampokan, pembegalan,
pencurian, pembunuhan, perdagangan anak dan prostitusi atau perzinahan.
Menimbulkan aktivitas kemungkaran dan dekadensi moral ini berjalan begitu
mulus dan lancar-lancar saja. Sementara itu, pemberantasan dan pencegahannya
yang dilakukan oleh pemerintah beserta jajarannya, melalui berbagai macam jalur
hukum seperti, mengalami stagnasi, berjalan ditempat dan tidak bisa
menyelesaikan masalah bahkan terkesan menambah masalah baru.

Menurut sabda Nabi Muhammad saw, “Diantara ciri-ciri akan


datangnya hari kiamat adalah semakin merajalelanya kemungkaran dan perbuatan
keji (perzinaan), putusnya tali silaturrahim, menyalahkan orang yang jujur (benar)
dan mempercayai para pendusta.” (HR Tabrani dari Anas bin Malik).
Dan dalam riwayat lain beliau mengatakan, “Diantara tanda-tanda akan
datangnya hari kiamat adalah sedikitnya pelaksanaan ilmu, nampaknya kebodohan
(ilmu agama), terang-terangannya prostitusi (perzinaan), banyaknya jumlah
perempuan dan sedikitnnya jumlah laki-laki…(HR Bukhari).

Masalah prostitusi tidak hanya dilakukan oleh para artis dan model
saja. Akan tetapi juga melibatkan para pelajar, ABG (anak baru gede) dan
mahasiswi. Sementara itu, tempat mesum di mulai dari hotel bintang lima,
kondominium, penginapan, hingga rumah-rumah kos.
Tentu, hal ini telah membuat prihatin dan sedih para orang tua yang peduli
terhadap pendidikan anak-anaknya. Rupanya, pengaruh lingkungan, teman dan
media elektronik seperti, internet, televisi dan handphone lebih kuat dibandingkan
dengan pendidikan agama di rumah dan sekolah sehingga mereka melakukan
tindakan amoral ini.

5
2.2 Wanita dan Prostitusi

Berbicara mengenai prostitusi, konotasi yang muncul ialah transaksi seksual


antara wanita dan pria, di mana wanita berperan sebagai penjaja seks dan pria
adalah pembelinya. Fakta di atas menjadi alibi bahwa wanita adalah substansi
yang sulit dipisahkan dari praktik prostitusi yang terjadi di seluruh belahan
dunia.
Menurut W. A. Bonger dalam Kartini Kartono. Prostitusi atau
pelacuran ialah: “Gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan
perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian”, sedangkan menurut
Sarjana PJ. De Bruine Van Amstel dalam Kartini Kartono Prostitusi adalah :
“Penyerahan diri wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran”.
Departemen Sosial RI mendefinisikan pelacuran yaitu: “Setiap hubungan
kelamin di luar perkawinan yang sah antara laki-laki dan wanita yang oleh satu
pihak pelakunya dijalankan dengan maksud mendapat suatu keuntungan bagi
dirinya sendiri atau orang lain. Pelacuran merupakan sistem pencaharian nafkah
yang tidak halal, bertentangan dengan UUD 45, agama dan kepribadian bangsa
Indonesia.”
Kartini Kartono memberikan definisi yang lebih komprehensif dalam
hal pelacuran ini, ia menyatakan bahwa prostitusi adalah bentuk penyimpangan
seksual dalam bentuk pelampiasan nafsunafsu tanpa kendali dengan banyak
orang (promiskuitas) yang disertai eksploitasi dan komersialisasi seks. Pelacuran
merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan
memperjualbelikan badan, kehormatan, kepribadian kepada banyak orang untuk
memuaskan nafsu seks dengan imbalan pembayaran. Pelacuran adalah perbuatan
perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul
secara seksual dengan mendapatkan upah.

Terdapat 3 (tiga) faktor yang memberikan karekteristik secara khas


bentuk pelacuran atau prostitusi, yaitu adanya unsur pembayaran jasa, apakah itu
dalam bentuk uang, barang atau keuntungan materi lainnya, semua itu
bergantung pada struktur dan sistem ekonomi. Kemudian, meskipun ada unsur
diskriminasi atau pilihan lazimnya hubungan promiskuitas itu tidak harus
selamanya merupakan hubungan antara dua jenis seks yang berlawanan.

6
Selanjutnya, meskipun kemungkinan ada unsur eros ataupun unsur emosi yang
melukiskan tingkat intimitas, namun pada umumnya terdapat sikap emosi tanpa
pilih kasih.

2.3 Prostitusi dalam Islam


Islam mengenal istilah zina sebagai substansi yang paling esensial dari
pelacuran atau prostitusi. Memang tidak ada penjelasan secara literal berkenaan
dengan prostitusi di dalam jenis-jenis uqubah (hukuman) sebagai bagian integral
dari fiqh jinayah. Namun demikian, sesungguhnya pelacuran tersebut sudah
secara otomatis masuk ke dalam jarimah zina.
Zina atau prostitusi/pelacuran termasuk kepada golongan jarimah
almaksudah yaitu jarimah yang disengaja, diniatkan, dan direncanakan. Jarimah
zina adalah bentuk perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan
jalan yang lurus (agama). Ia merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara‟
yang diancam dengan hukuman had atau ta‟zir. Zina menurut mazhab Maliki
ialah setiap persetubuhan yang terjadi bukan dalam pernikahan yang sah, bukan
dalam syubhat nikah, dan bukan pula pada milik yamin.
Pendapat tersebut ditambahkan oleh Ibnu Rusyd yang menyatakan
bahwa zina ialah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin
perempuan yang diharamkan karena dzatnya, tidak ada syubhat, dan menurut
tabiatnya menimbulkan syahwat. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, zina
adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan pada qubulnya, dan
perempuan itu bukan miliknya dan tidak ada syubhat dalam kepemilikannya itu.
Mazhab Hambali mengemukakan bahwa zina alah perbuatan keji baik pada
qubul maupun dubur. Berkenaan dengan pendapat-pendapat di atas bahwa zina
menurut syara‟ adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan di luar
nikah dengan sengaja, tanpa syubhat baik dalam status maupun perbuatannya,
dan pelakunya adalah seorang mukhallaf, yakni orang yang bisa dibebani
pertanggungjawaban pidana.
Berkenaan dengan perzinahan, Alquran dengan tegas menjelaskan
bahwa perbuatan tersebut adalah diharamkan sekalipun hanya mendekatinya
saja. Syariat Islam menentukan hukuman yang tegas terhadap hubungan kelamin
yang dilakukan secara ilegal. Jadi tidak heran jika di dalam Islam sesungguhnya
prostitusi atau pelacuran dapat ditekan semaksimal mungkin, bahkan sulit
menemukan praktik prostitusi di negaranegara yang berasaskan syariat Islam
semisal Arab Saudi, Qatar, Pakistan, dan Brunei Darussalam.
Hukum pidana Islam (jinayah) membagi zina menjadi dua macam, yaitu zina
muhshan dan zina ghairu muhshan. Zina muhshan adalah zina yang pelakunya
berstatus suami, istri, duda, atau janda. Artinya, si pelaku adalah orang yang
masih dalam status pernikahan atau pernah menikah secara sah. Sementara itu,
zina ghairu muhshan ialah jarimah zina yang pelakunya masih berstatus perjaka
atau gadis. Artinya si pelaku belum pernah menikah secara sah dan tidak sedang
berada dalam ikatan pernikahan.

7
Terhadap dua jenis jarimah perzinahan di atas, syariat Islam
memberlakukan dua jenis uqubah atau sanksi yang berlainan. Sanksi bagi pelaku
zina muhshan adalah hukuman rajam, yaitu pelaku dilempari batu hingga
meninggal. Adapun pelaku zina ghairu muhshan, sanksi hukumannya adalah
hukuman cambuk sebanyak 100 (seratus) kali.
Mazhab Hanafi memperbolehkan sanksi ta‟zir dengan hukuman mati atas
dasar syarat perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang dan akan membawa
kemaslahatan bagi masyarakat.34Berkenaan dengan pelaku zina yang berulang-
ulang seperti Wanita Tuna Susila (WTS) atau Pekerja Seks Komersil (PSK)
maka hukum ta‟zir dapat diterapkan.
Tidak ada hudud yang lebih tepat bagi orang yang menjadikan aktifitas
seksual sebagai profesinya kecuali hukuman mati sebagaimana yang dijelaskan
oleh mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali. Selain rajam, hukuman
cambuk dapat dijatuhkan dalam rangka memberikan efek jera bagi pelaku zina
ghairu muhsan. Namun, penguasa atau hakim diberikan kewenangan untuk
menetapkan jumlah cambukan melebihi hukuman 100 (seratus) kali sesuai
dengan efek yang timbul di dalam masyarakat.
Hukuman-hukuman tersebut memiliki dasar hukum yaitu Alquran dan
Hadis. Allah swt. berfirman di dalam Alquran Surat An-Nuur/24: 2-3 yaitu:

Artinya: “Perempuan yang berzina dan lakilaki yang berzina, maka


deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-
laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”

8
2.4 Studi Kasus Terhadap Remaja Laki-Laki Pelaku Prostitusi Di Kabupaten Pati
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moleong, 2004). Fokus penelitian ini adalah remaja laki-laki yang berada
pada tahap remaja akhir. Data primer diperoleh dari wawancara dengan remaja
laki-laki pekerja seks komersial, LSM penjangkau LSL, Kelompok Dukungan
Sebaya HIV AIDS. Informan kunci berjumlah 2 orang. Penentuan informan
dengan purposif sampling. Penelitian dilaksanakan bulan Juni-November 2014.
Analisis data secara deskriptif. Analisis data yang digunakan dibagi menjadi tiga
bagian yaitu reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa informan berusia antara 22 dan 24 tahun.


Namun demikian, informan mulai menjalani pekerjaan dari usia 21 #Anggrek
dan 22 tahun # Pinus. Kedua Informan berpendidikan SMA/sederajat, dan
mengakui berlatar belakang keluarga dengan ekonomi kurang mampu #Anggrek
dan menengah #Pinus. Dalam sesi wawancara #Anggrek menuturkan bahwa
ayahnya bekerja sebagai tukang becak dan ibunya sebagai ibu rumah tangga.
Kakak informan tidak bekerja karena mengalami gangguan jiwa. Berbeda dengan
Anggrek, latar belakang keluarga #Pinus dirasakan memiliki ekonomi yang
cukup. Ayah danibu #Pinus bekerja sebagai Pedagang. Ketiga kakak #Pinus
sudah punya kehidupan yang mapan. Kedua Informan merupakan anak terakhir
dalam keluarga informan.

Informasi atau kejadian baru terkait dengan pekerja seks komersial


yang diperoleh remaja dapat mempengaruhi prinsip yang mereka anut
sebelumnya. Informasi yang diperoleh berupa cara mudah dalam mendapatkan
uang. Adanya informasi yang menarik membuat individu merasa kurang nyaman
karena ia menyadari adanya kesempatan dan tantangan. Informasi mengenai
pekerja seks komersial pada remaja ini tidak lepas dari lingkungan remaja itu
sendiri seperti teman sebaya. Hal ini dialami oleh #Pinus dan #Anggrek:
“Setelah lulus SMA, aku kerja di sebuah SPA di Bali, dari sana aku mulai
diajak main sama teman. Diajak ke kost dan melihat aktivitas sesama. Awalnya
cuma melihat saja, lama-lama diajakin, terus jadi penasaran. Mencoba pertama
kali dengan teman sendiri, kalau di bayar pertama kali waktu ada pelanggan bule.
Aku ditawarin teman mau diambil apa ngga?”(#Pinus)
Berbeda dengan #Pinus, #Anggreak mendapatkan informasi mengenai
Seks Komersial setelah bekerja di sebuah salon. Informasi tersebut didapatkan

9
dari pemilik salon. “Saya mengetahui dunia seperti ini setelah kerja di salon.
Sudah ingin tau caranya dari dulu tapi belum punya informasi. Toh saya kan
sudah berhubungan dengan pasangan dari dulu. Tapi ya suka sama suka. Tidak
dibayar…paling juga dikasih-kasih dikit. Saya dikenalkan oleh pemilik salon
kepada mak-makan”(#Anggrek), mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya
merupakan sumber referensi utama mengenai banyak hal terutama informasi
mengenai pekerja seks komersial.
Seseorang akan menentukan keputusan setelah ia merasa cukup yakin untuk
memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam mencapai tujuan
tertentu (Janis dan Mann, 1987). Remaja sebelum mengambil keputusan menjadi
pekerja seks komersial, akan mempertimbangan keuntungan dan kerugian akan
keputusannya. Individu yang telah yakin dengan keputusannya, akan mengambil
sebuah perencanaan tindakan tertentu untuk dilaksanakan. Pengambil keputusan
mulai memikirkan cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan
keinginannya tersebut kepada orang lain.

Kesimpulan dari studi kasus ini, Pengambilan keputusan kedua


informan (#Anggrek dan #Pinus) sebagai remaja pekerja seks komersial melalui
beberapa tahapan diantaranya menilai informasi, menilai alternatif-alternatif yang
ada, mempertimbangkan alternatif, membuat komitmen, bertahan meskipun ada
feedback negatif. Perbedaan pengalaman yang mendasar adalah bahwa #Anggrek
sudah memiliki kecenderungan untuk menyukai sesama jenis sejak usia SD, dan
menjadi Pekerja Seks Komersial adalah berdasarkan keinginannya sendiri. Hal
berbeda dialami oleh #Pinus, yang mulai mengenal dunia gay setelah lulus SMA
dan menjadi pekerja seks komersial lebih dominan karena ajakan teman dan
pengaruh lingkungan. Hal ini berpengaruh bahwa terhadap proses pengambilan
keputusan #Pinus yang menjadikannya ragu-ragu untuk melanjutkan sebagai
PSK. Alternatif lain yang dia ambil adalah dengan mencari pekerjaan lain yang
lebih mapan untuk meninggalkan PSK.

Saran dari studi kasus ini dari kelompok kami:


1. Institusi keluarga perlu mendapatkan penguatan, terutama keagamaan agar ia
memiliki kekuatan dan bisa menjadi tempat kembali bagi anggota keluarga pada
situasi apapun.
2. Lingkungan masyarakat sudah sepatutnya kembali memperkokoh fungsi
kontrolnya kepada setiap individu. Paling tidak menjalankan perannya sebagai
pengawal tata nilai norma yang akhirnya bisa mengarahkan perilaku dan moral
masyarakat.
3. Remaja perlu dibantu untuk mendapatkan identitas diri yang sehat dan
meningkatkan keterampilan pengelolaan/pengendalian diri dan penyesuaian diri.
4. Pemerintah melalui instansi terkait dan LSM untuk memberikan akses
informasi perilaku sehat. Perubahan pola pendekatan masalah dari berdasarkan
gejala menjadi berdasarkan pencegahan.

10
2.5 Kajian Diskusi Kelompok

Ihsan Rizki Wahyudi Nurtina Putri Aprilia Maharani Putri Pongoliu


1. Pandangan agama terhadap 1. Pandangan agama 1. Pandangan agama
prostitusi terhadap prostitusi terhadap prostitusi
Dalam agama Islam, Wanita sangat lekat dengan Prostitusi adalah seksualitas
pelacuran merupakan prostitusi, di mana wanita yang menyimpang dari norma
salah satu perbuatan zina. adalah obyek terbesar dari sosial dan agama. Istilah
Pandangan hukum Islam perbuatan prostitusi yang prostitusi diartikan sebagai
tentang perzinaan jauh terjadi di seluruh dunia. pekerja yang bersifat
berbeda dengan konsep Prostitusi merupakan aktifitas menyerahkan diri atau
hukum konvensional atau relasi seksual yang hingga saat menjual jasa kepada umum
hukum positif, karena ini belum ada peraturan yang untuk melakukan perbuatan-
dalam hukum Islam, melarangnya. Ketiadaan perbuatan seksual dan
setiap hubungan seksual peraturan tersebut imbalannya akan mendapat
tanpa ikatan pernikahan menyebabkan prostitusi upah sesuai dengan
(yang diharamkan) seperti tumbuh subur di berbagai kesepakatan sebelumnya.
pelacuran masuk kedalam tempat dengan sebutan dan Kata zina dalam bahasa arab
kategori perzinaan yang bentuk yang beragam. adalah bai’ul irdhi yang
harus diberikan sanksi Prostitusi dapat berwujud artinya menjual kehormatan.
hukum kepadanya, baik prostitusi jalanan, prostitusi Dari segi hukum sudah jelas
itu dalam tujuan komersil panggilan, prositusi rumah bahwa prostitusi menurut
ataupun tidak, baik yang bordil, hingga prostitusi ajaran islam hukumnya
dilakukan oleh yang terselubung terjadi di negeri haram, haram artinya tidak
sudah berkeluarga ini. Prostitusi merupakan diperbolehkan, dan sekiranya
ataupun belum. Para bentuk perzinahan yang jika tetap dilakukan maka ia
pelacur yang rutinitasnya diharamkan dalam agama akan mendapat sanksi Oleh
identik dengan perzinaan Islam. Islam yang datang karena itu, Islam telah
merupakan bentuk lain terkemudian menjunjung menetapkan hukuman yang
dari penyimpangan tinggi derajat wanita sangat tegas bagi pelaku zina dengan
seksual dimana terjadi menentang perbuatan keji dan hukuman cambuk seratus kali
hubungan seksual antara melanggar sunatullah. Suatu bagi yang belum nikah dan
laki- laki dan perempuan sikap agamis yang mulia hukuman rajam sampai mati
tidak berdasarkan pada dalam rangka memperbaiki bagi orang yang menikah. Di
ikatan tali perkawinan. peradaban-peradaban yang samping hukuman fisik
Pengaturan serta sanksi lebih dulu ada sebelumnya. tersebut, hukuman moral atau
terhadap prostitusi atau Sanksi terhadap pelaku zina sosial juga diberikan bagi
zina dalam hukum islam demikian berat, mengingat mereka yaitu berupa
diatur dalam QS Al-Isra' dampak negatif yang diumumkannya aibnya,
17 : 32. Q.S AnNisa; ditimbulkan akibat perbuatan diasingkan (taghrib), tidak
24:33, QS An-Nur 24 : 2. zina tersebut sangatlah luas. boleh dinikahi dan ditolak
Maka upaya yang Terlepas dari beragam bentuk persaksiannya. Hukuman ini
dilakukan dalam dan coraknya, prostitusi yang sebenarnya lebih bersifat
mengatasi prostitusi atau intinya adalah perzinahan itu

11
zina adalah meningkatkan sejatinya adalah suatu hal yang preventif (pencegahan) dan
keimanan dan ketaqwaan keji dalam pandangan Islam. pelajaran berharga bagi orang
kepada Alloh SWT. Semua perzinahan, baik yang Bukan hanya dalam islam saja
2. Faktor Terjadinya bertarif maupun yang tidak yang melarang adanya
Prostitusi bertarif, apakah ia berjenis prostitusi tetapi dalam agama
Hal ini dilatarbelakangi zina muhshan maupun zina non islam juga sangat dilarang
dengan perkembangan ghairu muhshan, sebagaimana Alkitab
modernisasi yang keseluruhannya adalah haram mengatakan “Tuhan Allah
mengakibatkan semakin yang mendatangkan dosa yang melarang orang Israel
meningkatnya angka besar bagi pelakunya. melakukan praktik pelacuran
prostitusi khususnya Prostitusi dapat dikenakan bakti dan semburit bakti serta
dikalangan remaja. hukuman sesuai dengan menolak persembahan dari
Perkembangan ketentuan yang digariskan oleh hasil prostitusi tersebut (Ul.
modernisasi yang ditandai nash Alquran dan Hadis yaitu 23:17-18).” Jika dilihat dari
dengan kemajuan hukuman rajam dan hukuman pandangan agama hindu
tekhnologi, pola hidup cambuk. Dalam pandangan
yang bebas dan hingar umat Hindu pelacuran sangat-
bingar kemewahan, 2. Faktor penyebab sangat dilarang, karena dalam
disalahgunakan oleh terjadinya prostitusi Hindu, tubuh wanita itu
sebagian remaja untuk faktor intern yang menjadi ibarat susu kehidupan bagi
melakukan praktik penyebab generasi keberikutnya, mereka
prostitusi. Kondisi yang maraknya prostitusi dikalangan yang memperjual belikan susu
demikian mengakibatkan remaja antara lain aspirasi kehidupan dalam pandangan
kemerosotan moral kesenangan dunia, hindu hukumnya adalah
dikalangan remaja dan kecenderungan untuk kutukan seumur hidup.
berdampak sangat negatif menghindarkan diri dari Dalam hal ini dapat
bagi kemajuan bangsa ke kesulitan hidup, tekanan disimpulkan bahwa dalam
depan. Dalam upaya ekonomi (kemiskinan), kondisi pandangan agama apapun
mengetahui faktor-faktor keluarga yang tidak harmonis, prostitusi tidak dibenarkan.
penyebab terjadinya bujuk rayu kaum lelaki serta 2. Faktor penyebab
prostitusi dikalangan rasa ingin tahu tentang seks. terjadinya prostitusi
remaja dan realita praktik Pelacuran dalam hal ini juga
prostitusi yang terjadi banyak dipengaruhi oleh
dikalangan remaja, berbagai faktor sosial-budaya,
Maraknya angka yang terjalin erat satu dengan
prostitusi dikalangan yang lain: seperti kemiskinan,
remaja yang ditandai kebiasaan kawin muda,
dengan peningkatan kebiasaan cerai, dan status
jumlah kasus tiap sosial perempuan yang relatif
tahunnya terjadi karena rendah juga merupakan faktor
beberapa faktor yaitu pendorong kenapa perempuan
faktor ekstern yang melacurkan diri.
merupakan faktor diluar
individu.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islam adalah agama yang menghargai peran wanita. Betapa mulianya
wanita, selain diberikan hak dan kewajiban yang proporsional sesuai kodratnya,
wanita juga diberikan keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh laki-laki.
Wanita sangat lekat dengan
Prostitusi, di mana wanita adalah obyek terbesar dari perbuatan prostitusi yang
terjadi di seluruh dunia. Terlepas dari beragam bentuk dan coraknya, prostitusi
yang intinya adalah perzinahan itu sejatinya adalah suatu hal yang keji dalam
pandangan Islam. Semua perzinahan, baik yang bertarif maupun yang tidak
bertarif, apakah ia berjenis zina muhshan maupun zina ghairu muhshan,
keseluruhannya adalah persetubuhan (wathi) haram yang mendatangkan dosa
yang besar bagi pelakunya. Selain menerima dosa atas perbuatannya, pelaku
zina dapat dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh
nash Alquran dan Hadis.

13
Daftar Pustaka

Papalia D. E. , Olds, S. W and Feldman, R. D. 2008. Human Development


(Perkembangan Manusia edisi 10 buku 2). Jakarta : Salemba Humanika
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup
(edisi kelima). Jakarta : Erlangga.

Kartono, Kartini. 2009. Patologi Sosial. Bandung : Raja grafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai