Anda di halaman 1dari 26

LGBT DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN

KUHPIDANA
Dosen Pengampuh : Dra. Syarifah M.A.

KELOMPOK
V

DI SUSUN
OLEH :

NAMA NPM

1. Aisyah Nurfaddillah Lubis 225114036


2. Bella Yuniana Suci Siregar 225114003
3. Afip Eka Putra Harahap 225114031
4. Intan Ayu Purnama 225114019
5. Riko Raufik Ramadhani Manik 225114037

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH

MEDAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT karena berkat, rahmat dan

ridho-nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “LGBT

DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN KUHPIDANA” Sebagai informasi, saya

akan menyampaikan bahwa LGBT” seringkali dianggap kontroversial dalam konteks

hukum Islam dan KUHpidana. Dalam perspektif hukum Islam, orientasi seksual yang

berbeda dapat dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Di sisi lain, KUHpidana di

beberapa negara mungkin mengkriminalisasi tindakan homoseksual.

Namun, penting untuk diingat bahwa perspektif ini dapat bervariasi di berbagai negara

dan masyarakat. Beberapa masyarakat mungkin lebih toleran atau progresif dalam

memandang isu ini, sementara yang lain tetap konservatif. Interpretasi hukum dan

nilai-nilai budaya dapat memainkan peran penting dalam pemahaman terhadap LGBT

dalam konteks hukum.

Medan, 21 November 2023

Intan Ayu
Purnama
Npm 225114019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I ..............................................................................................................

PENDAHULUAN ............................................................................................

A. LATAR BELANG ................................................................................

B. RUMUSAN MASALAH .....................................................................

BAB II ..............................................................................................................

PEMBAHASAN ..............................................................................................

A. LGBT dari Perspektif Hukum Islam ...................................................

B. LGBT Di tinjau dari KUHPidana .........................................................

BAB III ............................................................................................................

PENUTUP ........................................................................................................

A. KESIMPULAN ...................................................................................

B. SARAN ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu tindak kejahatan yang sering ditemui di dalam masyarakat ialah tindak

pidana Pencabulan. Menurut R. Soesilo tindak pidana pencabulan adalah segala

perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji semua

itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Tindak Pidana Pencabulan ini termasuk

tindak pidana yang memerlukan penanganan khusus karena dapat merusak moral

masyarakat.1

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata cabul berarti keji dan kotor, porno,

serta perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Sedangkan kata pencabulan berarti

proses, cara, perbuatan berbuat cabul atau mencabuli.2 Jadi, tindak kejahatan ini

merupakan pelanggaran terhadap norma-norma kesusilaan.

Setiap individu diberikan akal agar dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang

buruk, hal-hal yang bermanfaat dan yang memudaratkan bagi dirinya dan bagi

masyarakat. Karena itu, melalui akal semestinya manusia mengetahui dan menyadari

bahwa perbuatan pornografi dan pornoaksi merupakan perbuatan yang bertentangan

dengan agama Islam yang terdiri dari akidah, syariat, dan akhlak.3

1
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1999, hlm.105.
2
Budiono, MA, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, 2005,
hlm. 111.
3
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, Ed. Ke-1,
Cet. 3., Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 110.
Dimana Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya menganut

agama Islam dan sudah jelas jika perbuatan semacam pencabulan tersebut sangatlah

bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan dan tindak pidana tersebut sangat

bertentangan dengan masyarakat kita yang religious.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak

pidana pencabulan yang dimana memiliki motif beragam yaitu: pengaruh

perkembangan teknologi, pengaruh alkohol, situasi (adanya kesempatan), peranan

korban, faktor lingkungan yaitu di dalam keluarga misalnya broken home dan

kesibukan orang tua, faktor dari masyarakat, tingkat pendidikan rendah, pekerjaan

(pengangguran), rasa ingin tahu (anak).4

Pelaku tindak pidana pencabulan ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang

yang berasal dari golongan rendah atau dari orang-orang yang tidak berpendidikan

saja tetapi juga dapat ditemukan dari orang-orang golongan atas. Pelaku dan korban

dari tindak kejahatan ini juga sangat memprihatinkan mulai dari anak-anak, remaja,

orang dewasa, maupun yang usia tua. Baik yang dilakukan oleh lawan jenis maupun

sesama jenis (homoseksualitas).5

Homoseksual di Indonesia dianggap sebagai perbuatan tercela dan merupakan

perilaku yang menyimpang. Mengingat hubungan homoseksual adalah hal yang tabu

bagi masyarakat kita dan adat istiadat tradisional kita tidak menyetujui hubungan

yang dilakukan oleh sesama jenis.

Kata homoseks sendiri di dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ialah

hubungan seks dengan pasangan yang sejenis (pria dan pria), dan kata homoseksual

4
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Jakarta: Sinar
Grafika, 2016, hlm.20.

5
Ibid., hlm.21.
yaitu dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama.6 Dengan

demikian, Homoseksual adalah perbuatan laki-laki dan perempuan yang secara

emosional dan seksual tertarik sesama jenisnya. Homoseksual adalah ketertarikan

yang cenderung pada sesama jenis, baik itu sesama pria maupun sesama wanita,

dalam perkembangannya di masyarakat istilah homoseksual lebih sering digunakan

untuk seks sesama pria yang disebut gay dan untuk seks sesama wanita yang disebut

lesbian.6

Hubungan seksual yang dilakukan terhadap sesama jenis (homoseksual) dapat

terjadi akibat adanya pornografi dan pornoaksi yang mana para pelakunya melakukan

perbuatan homoseksual yang dilihat dan/atau didengar dan/atau disentuh oleh

orangorang yang memiliki kelainan dalam selera seksual. Atau karena adanya

keinginan seksual yang sudah tidak terkendali, dimana meskipun dirinya mengetahui

bahwa hal tersebut menyimpang tetapi lama kelamaan dirinya menerima hubungan

homoseksual

atau lesbian terebut. Tidak adanya kekhawatiran akan terjadi kehamilan sehingga ia
merasa lebih nyaman dan tenang untuk melakukan hubungan seksual.

Tidak jarang ditemukan pelaku hubungan seksual sesama jenis dikarenakan

pengalaman buruk di masa lalu yang mengakibatkan dirinya lebih memilih untuk

melakukan hubungan sejenis daripada berhubungan dengan lawan jenisnya. Dan tidak

dipungkiri pula jika banyak orang yang pada awalnya tidak memiliki kelainan dalam

hubungan seksual kemudian memilih untuk menjadi pasangan homoseksual karena

permasalahan ekonomi dan akibatnya ia menjadi terbiasa dengan hal menyimpang

tersebut.7

6
Budiono, MA, Op.Cit., hlm.187.
7
Ibid., hlm. 178.
Perbuatan cabul antara sesama jenis (homoseksual) ini sendiri kian marak terjadi dan

para pelakunya sendiri sudah banyak yang berani mengekspos dan mempublikasikan

hubungan seksual sejenis ini baik di dunia maya maupun dihadapan khalayak ramai.

Apalagi kegiatan mereka yang melakukan praktik pesta seks gay. Dengan

mengekspos kegiatan mereka di hadapan publik membuat mereka merasa bahwa apa

yang telah mereka lakukan merupakan hal yang dapat diterima masyarakat luas.

Mereka tidak merasa bahwa hubungan seksual sejenis tersebut telah merusak citra

dan moral. Tanpa memikirkan dampaknya kepada setiap individu yang mungkin saja

dapat mengalami kelainan karena kegiatan pornografi dan pornoaksi yang mereka

nampakkan di muka umum.8

Namun di beberapa negara hukumnya melegalkan secara formal tentang

kehidupan homoseksual, namun ditolak oleh sistem sosial atau sebaliknya, secara

sosial sudah menjadi urusan yang privat dan tak perlu diributkan bahkan bentukbentuk

pengakuan sosial tersebut

dapat dilihat seperti kelompok-kelompok gay, perkumpulan-perkumpulan khusus

untuk kaum homoseksual.9

Diketahui bahwa telah terdapat sekitar 71 negara yang telah mengatur mengenai

pemidanaan terhadap perbuatan cabul sesama jenis dan diantaranya telah ada 17

negara yang memiliki Undang-Undang yang telah mengatur larangan untuk

mengkampanyekan atau memperkenalkan lesbian gay biseksual transgender atau

disebut juga LGBT.10

8
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Op.Cit., hlm.37.
9
Adami Chazawi, Op.Cit., hlm.94.
10
Lynette J.Chua, “Aktivisme Bertujuan Dekriminalisasi Homoseksualitas di
Singapura” (https://kyotoreview.org/issue-18/dekriminalisasi-homoseksualitas-di-
singapura/ diakses 28 Februari 2018 pukul 21.16 WIB)
Singapura merupakan salah satu dari negara yang telah mengatur mengenai perbuatan

cabul sesama jenis. Di tahun 2014, pengadilan tertinggi Singapura menetapkan bahwa

telah absah secara konstitusional mengenai hukum yang mengatur pemidanaan

hubungan seksual antara laki-laki yaitu pada Pasal 377A Kitab UndangUndang

Hukum Pidana (KUHP) Singapura.11 Pasal 377A KUHP Singapura ini

berbunyi bahwa:

“Setiap laki-laki yang di ruang publik maupun privat, melakukan atau

bersekongkol dengan imbalan, atau menjual atau berusaha memperoleh

imbalan oleh laki-laki lain, untuk melakukan tindakan tidak senonoh dengan

sesama laki-laki, diancam dengan pidana hukuman penjara dalam jangka waktu

selama-lamanya 2 tahun.” Sedangkan di Indonesia sendiri pembahasan mengenai

hubungan seksual sesama jenis.

diatur pada Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang

menjelaskan bahwa:12

“Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama

kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Terlihat pada pasal tersebut untuk melindungi kepentingan orang yang belum dewasa,

yang menurut keterangan dengan perbuatan sesama jenis (homoseksual) ini serta

jiwanya dapat dan akan sangat terganggu.

Pembahasan makalah ini mengenai perbuatan cabul sesama jenis

(homoseksual) yang dilakukan oleh orang dewasa menjadi penting setidaknya

disebabkan oleh larangan terhadap perilaku homoseksual perlu masuk dalam RUU

11
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. 31., Jakarta: Bumi Aksara,
2014, hlm.107.

12
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. 31., Jakarta: Bumi Aksara,
2014, hlm.107.
KUHP dan di pertegas, selama ini yang dilarang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) tidak secara,tegas melarang homoseksual yang dilakukan antara orang

dewasa. Oleh karena itu perlu penegasan terhadap hubungan sesama jenis

(homoseksual). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis

makalah dengan judul “LGBT DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN

KUHPIDANA”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai perbuatan cabul sesama


jenis yang dilakukan oleh orang dewasa?

2. Bagaimana urgensi pengaturan perbuatan cabul sesama jenis yang dilakukan


oleh orang dewasa?
BAB II

PEMBAHASAN

A. LGBT dari Perspektif Hukum Islam

Fitrah Manusia Berpasang-pasangan Allah menciptakan manusia sesuai fitrahnya,

yaitu makhluk hidup yang berpasang-pasangan dan mengatur tentang kecenderungan

orientasi seksual-nya didasarkan pada pasangannya, dan mengembangkan keturunan

antara suami dan istri melalui pernikahan. Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah

dalam al-Qur'an antara lain:

1. Analisis terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an terkait moralitas dan norma seksual

Analisis ayat-ayat Al-Qur‟an terkait moralitas dan norma seksual perlu

dilakukan dengan cermat, mengingat kompleksitas tafsir dan interpretasi dalam

konteks budaya dan sejarah islam. Beberapa ayat yang sering dihubungkan

dengan moralitas dan norma seksual adalah:

Surah Al- A‟raf (7:80-84)

‫ًَْ ًًَُِْْوًٌٕ طهً ِٕيّ ًَو ًا ْ ِذ ًٔطوٕلَو‬ ً ‫( َ ِط ًيوطًًعًٍ يًٍ ًَ ًح َح يٍِ ا ًٓو‬٨٠)
ً ‫ْمًهً وق ِى ًيو َ ِطًَوح‬

‫َطل ًَو ًا طًنًُِْوًٌٕ َُْ وق ِى‬


‫ً ِٓ ًٕهَ ا‬ ً ‫َلِوًٌٕ ًَ ِٕ َو ًَ َِنو ِى اً ِل َطُا‬
ً ٍِ‫َون ِؤٌ ي‬ ِ ‫( وي‬٨١)

َ ًَ‫( كًنًًُ ُٓلؤًٌ َو‬٨٢)


ً ًٕ ًَ ّ‫ون َُْ وٓ ِى ًَ ِلكًن وق ِى يٍِ ًَ ِمل وَٕ وْ ِى ًَوطوَٕ ًٌَِ ْإ ًَ ِٕي‬
‫َو ًَوًٌ ًٔ ًيو‬

‫( َ ِط ًيوالكًٍ يًٍ ًَوًَاِ َ ِي ًلًًَّْو ْإ ًًَٔ ِْهًّو ًُِ ً َِ ًْ ِعًُوِو‬٨٣)


‫( َ ِط وً ِْليعًٍ ًْوَمًْو ًَوًٌ ًَعِيً ًِو َِْو ِل ًيًُ َلَ ًْهً ِعٓ ِى ًًَٔ ِيًُ ِلًَو‬٨٤)

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia

berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang

belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),

bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.

Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-

pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang

berpura-pura mensucikan diri".

Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia

termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).

Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana

kesudahan orang-orang yang berdosa itu.

Surah An-Nisa (4:16)

ًٌََّ ُ‫لهً ًأو ًْواًو ًِنٌِ ًِم وذٔ وْ ًًو ي ُِ وق ِى كًُِْعًوَ ًٓو ًَٔطه‬
ِ ًًَٔ ََٕ
‫ًَ ٌُْ ًْ ُِ وٓ ًًو ًًُِِْل و‬
ُ ًٌ‫ًاحع ًَو ًْ َُٕاَو ًَو‬

(١٦)

Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah

hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,

maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang.
‫ون َكهوًكا ًٓو‬ َ َِ َُ ‫خ َُٔح ًح َه‬
ِ َُّ‫ف ايٍِ ًمهًهً وق ِى َط‬
‫َّ ًااُ وق وى َُْهو َِٕ َطُُ و‬ ً ً‫ًا ِٔ ًَ ًٓو ي ُِ ًٓو ُٔ ًمه‬

ُ ً‫َ ِو َن ًَر ِع َلَ ا ًَ َوإ ي ُِ وٓ ًًو ًٔا‬


‫ب‬ ً َُٔ ‫َّ َ ه‬
َٕ‫ًَ ًَُْٔهو‬ ِ َُّ‫َ ِو ًنطو ِٕ ًٌ َط‬
ً ًْ ِّ ‫ًٔ َِإً ِا ًحو ًو ا‬

‫وٌ َ ه‬
ٌَُ ًَ ً ًَ ‫ًاَ ِعمَو ًْهً ِع وق ِى‬

Yā ayyuhan-nāsuttaqū rabbakumul-lażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa

khalaqa minhā zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīraw wa nisā'ā(n), wattaqullāhal-

lażī tasā'alūna bihī wal-arḥām(a), innallāha kāna „alaikum raqībā(n).

Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri

yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya

Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah

kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah)

hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.13

Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala

bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri

dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

13
QS. AN-NISA AYAT 1
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian

itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.14

Berdasarkan beberapa ayat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa homo seksual

(liwāṭ) dan penyimpangan seksual lainnya termasuk dosa besar, karena bertentangan

dengan norma agama, norma susila dan bertentangan pula dengan sunnatullāh (God‟s

Law/ natural law) dan fitrah manusia (human nature).15

Muḥammad ibn „Umar al-Rāzī dalam Mafātiḥ al-Ghayb, mengatakan bahwa Allah

dalam menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap istri dan anak di dalam hati manusia

terdapat hikmah sangat penting. Jika rasa cinta itu tidak ada, tentu tidak lahir anak dan

berakibat terputusnya keturunan, itulah cinta yang merupakan fakta naluri manusia.16

dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik,

agama dan spiritual. Seksualitas sejatinya merupakan hal yang positif, selalu

berhubungan dengan jati diri seseorang, dan juga kejujuran seseorang terhadap

dirinya. Studi tentang seksualitas memperkenalkan tiga terminologi penting

menyangkut seksualitas manusia, yaitu: identitas gender, orientasi seksual, dan

perilaku seksual.17

Sedangkan orientasi seksual menurut Musdah Mulia, adalah kapasitas yang dimiliki

setiap manusia berkaitan dengan ketertarikan emosi, rasa sayang, dan hubungan

seksual. Disebut hetero jika orientasi seksualnya tertuju pada lain jenis kelamin.

Berikutnya, dinamai homo jika orientasi seksualnya sesama jenis kelamin; sesama

14
QS. AR-RUM AYAT 21
15
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah (Jakarta: CV Haji Masagung, 1991), h. 41.
16
Muḥammad ibn 'Umar al- Rāzī, Mafātiḥ al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya' al-Turath al-
'Arabiy, Jilid 7, 1420 H), h.162.
17
Siti Musdah Mulia, “Islam dan Homoseksualitas; Membaca Ulang Pemahaman
Islam”, dalam Jurnal Gandrung, Vol.1, No.1, Juni 2010, h. 11-13.
laki-laki dinamakan gay, sesama perempuan disebut lesbian, dan sesama waria.

Biseksual, jika orientasi seksualnya ganda, yaitu seseorang yang tertarik pada sesama

jenis sekaligus juga pada lawan jenis. Sebaliknya, aseksual tidak tertarik pada

keduanya, baik sesama maupun lawan jenis.18

Adapun perilaku seksual, sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial, tidak bersifat

kodrati, dan tentu saja dapat dipelajari. Perilaku seksual adalah cara seseorang

mengekspresikan hubungan seksualnya. Terdapat banyak varian, diantaranya oral seks

dan anal seks (disebut juga sodomi atau liwāṭ dalam bahasa Arab). Sodomi atau liwāṭ

adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur, baik dubur sesama lelaki

maupun dubur perempuan.19

Islam telah mengatur bagaimanan tatacara menyalurkan atau mengekspresikan

orientasi seksual dengan perilaku seksual yang benar. Dalam al-Qur'an ditemukan

banyak perintah agar manusia menjaga kemaluannya serta menyalurkan hasrat seksual

hanya dengan cara yang dibenarkan syar‟i, sebagaimana dijelaskan dalam firman

Allah antara lain:

ٌُْ ‫َٔ وٓ ِى َ ًذط ً ًَ ِا ًَ َ طً وٓ ِى‬


ً ‫ُ ًٱ َول طا ِه وً ِ يُعًٍ كً وي ا َٕ يٍِ ًَ ِا ً َ لْ ِى ًٔكً ِأًَْوَٕ ِو ول‬ ًٌٕ‫ًممع َل ا ًًو كً ِ ًُيو‬

٣٠

ً ‫طا ِه وً ِ يًُ َ ا كً ِي و ِ ًٍ يٍِ ًَ ِا ً َ لٍُْ ًٔكً ِأًَ ًٍِْ ِو ول‬٣١


‫َٔ وٍُٓ ًَٔول‬

“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci

18
Khusus untuk waria, orientasi seksual mereka sangat bervariasi. Sebagian besar
tertarik kepada laki-laki, sebagian lain tertarik kepada perempuan, dan sebagian lain
lagi tertarik kepada sesama waria, yang terakhir itulah yang dikategorikan sebagai
homo di lingkungan waria. Ibid., h.13-14.
19
bid., h. 15
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan memelihara kemaluannya”20

Dalam konteks LGBT, ditemukan banyak ayat yang melarang hubungan seksual

sesama jenis (homoseksual) dan mensifatinya sebagai perbuatan fāhishah (amat keji),

berlebih-lebihan, dan melampaui batas, antara lain:

‫ًُِْْ ِوًٌٕ ا‬
ِ ًً‫َطَّ َِ ًلًٌَ يًٍ َ ِط َيه‬

“Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks)?”

‫خ طً وق ِى ًااا وق ِى ايٍِ ًَ ِا ًََٔ وق ِى اً ِل ًَ َِنو ِى ًَ ِٕ َو َْح ِؤًٌ ًًْٔ ًَّ وا ًٌِٔ ًيو‬
ً ً‫ًمه‬

“dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri

kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas.”21

Menurut Imam al-Shirazi, ayat 80 dari surat al-A'rāf di atas, Allah menyebut liwāṭ

dengan kata "fāḥishah" (perbuatan keji), hal ini menjadi dalil atas diharamkannya

"liwāṭ". Siapa pun yang melakukannya dia termasuk orang yang dikenai "ḥadd" zina,

maka wajiblah baginya hukuman ḥadd zina itu.31 Selain dari dalil yang bersumber

dari al-Qur'an, juga banyak hadis yang me-nerangkan larangan homoseks, baik

terhadap sesama jenis lelaki (gay) mau-pun sesama perempuan

(lesbi).22Melampiaskan nafsu seksual sesama jenis termasuk zina, sebagaiman

20
AN-NUR AYAT 30-31
21
QS. AL-SYU‟ARA 165-166
22
Hadis yang bersumber dari „Abdullāh ibn Mas'ud berkata: Nabi bersabda: "Tidaklah
wanita bersentuhan kulit (dalam satu busana) dengan wanita, maka ia akan
membayangkannya itu suaminya yang seolah sedang melihatnya (HR. al-Bukhārī).
Kemudian juga hadis yang bersumber dari 'Abdur Rahman ibn Abu Sa'id al-Khudri
dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah bersabda: "Tidak boleh lelaki melihat aurat
lelaki, dan tidak boleh wanita melihat aurat wanita, tidak boleh lelaki bersentuhan
dijelaskan dalam hadis dari Abū Mūsā, Rasulullah bersabda: "Apabila lelaki

menggauli lelaki, maka keduanya berzina, dan apa bila wanita menggauli wanita,

maka keduanya berzina”. (HR. al-Bayhaqi). Demikian juga dalam hadis yang

bersumber dari Wāthilah ibn al-Asqa', berkata: "hubungan seksual wanita dengan

sesama wanita itu zina". (HR. al-Bayhaqi).23

Dengan mendasarkan kepada al-Qur‟an dan Hadis sebagaimana tersebut di atas, maka

ulama sepakat (ijma') bahwa liwāṭ dan aktivitas seksual sesama jenis adalah haram.

Bahkan pelaku homoseksual bisa mandapat hukuman yang berat sampai pada

hukuman mati, sebagaimana dijelaskan dalam hadis sebelumnya. Hukuman bunuh

bagi pelaku sodomi menurut pendapat Ibnu Qayyim, sudah sesuai dengan hukum

Allah. Karena semakin besar perbuatan yang diharamkan maka semakin berat pula

hukumannya, dalam hal ini persetubuhan yang tidak dibolehkan sama sekali lebih

besar dosanya dari persetubuhan yang diperbolehkan dalam kondisi tertentu, oleh

karena itu hukumannya harus diperberat.24 Dalam Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014

tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan, dengan tegas MUI memfatwakan

bahwa pelaku sodomi (liwāṭ) baik lesbian maupun gay hukumnya adalah haram dan

merupakan bentuk kejahatan, dikenakan hukuman ta'zīr yang tingkat hukumannya

bisa maksimal yaitu sampai pada hukuman mati. Demikian juga dalam hal korban dari

kulit dengan lelaki dalam satu busana, dan tidak boleh wanita bersentuhan kulit
dengan wanita dalam satu busana". (HR. Muslim). Imām al-Nawāwī berpendapat
sebagai berikut: Adapun pernyataan Nabi. mengenai tidaklah bergumul bagi seorang
lelaki dengan sesama lelaki di dalam satu busana, dan demikian pula bagi wanita
dengan sesama wanita, merupakan larangan yang mengandung hukum haram, jika
bersentuhan langsung tanpa pelapis antara aurat keduanya. Hal ini menjadi dalil atas
diharamkannya bersentuhan aurat sesama jenis pada bagian mana pun. Hukum inilah
yang menjadi kesepakatan di antara ulama. Imam al-Nawawi, al-Minhāj Sharḥ Ṣaḥīḥ
Muslim, cet. II, Jilid 4 (Beirut: Dār Ibn Hazm 1392 H), h. 31.
23
Ibid.
24
Demikian pula pendapat Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughnī, "Hukuman tersebut
adalah ijma para sahabat, mereka telah sepakat untuk menghukum mati pelaku
sodomi sekalipun mereka berbeda pendapat dalam tata cara pelaksanaan hukuman
mati tersebut". Lihat: Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014, tentang Lesbian, Gay,
Sodomi, dan Pencabulan.
kejahatan (jarīmah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak,

pelakunya juga dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.25

Adapun yang terkait dengan transgender, atau yang banyak dikenal dengan operasi

kelamin, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II Tahun

1980, telah mengeluarkan Fatwa tentang Operasi Perubahan/Penyempurnaan kelamin.

Dalam fatwa tersebut ada 3 hal yang di putuskan yaitu: 1) Merubah jenis kelamin laki

laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan

dengan al-Qur‟an surat al-Nisā‟ ayat 19 dan bertentangan pula dengan jiwa syara‟. 2)

Orang yang kelaminnya diganti kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan

jenis kelamin semula sebelum diubah. 3) Seorang khunthā36 (banci) yang kelaki-

lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya. Demikian pula

sebaliknya, dan hukumnya menjadi positif (laki-laki).26

B. LGBT DI TINJAU DARI KUHPIDANA

A. Apakah HomoSeksual bisa di Pidana?

Ketentuan mengenai jerat pidana bagi pelaku homoseksualitas dapat ditemukan

pada Pasal 292 KUHP. Namun ketentuan ini tidak secara tegas melarang

homoseksual yang dilakukan antar orang dewasa.

Ketentuan dalam Pasal 292 KUHP mengatur mengenai larangan perbuatan

homoseksual terhadap orang yang belum dewasa yang bunyi pasalnya adalah sebagai

berikut.

25
Ibid.
26
MUI, Himpinan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 605
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,

yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa:

1. Dewasa = telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi

sudah pernah kawin.

2. Jenis kelamin sama = laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan

perempuan.

3. Tentang perbuatan cabul = segala perbuatan yang melanggar kesusilaan

(kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu

berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan,

meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Dalam arti perbuatan cabul termasuk

pula onani.

4. Dua orang semua belum dewasa atau dua orang semua sudah dewasa bersama-

sama melakukan perbuatan cabul, tidak dihukum menurut pasal ini oleh

karena yang diancam hukuman itu perbuatan cabul dari orang dewasa terhadap

orang belum dewasa.

5. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang dewasa itu harus

mengetahui atau setidak-tidaknya patut dapat menyangka bahwa temannya

berbuat cabul itu belum dewasa.


Lantas, apakah perbuatan cabul sesama jenis dapat dipidana? Dalam UU 1/2023 yang

mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026,

mengenai homoseksual diatur dalam Pasal 414 ayat (1), yaitu:

Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau

sama jenis kelaminnya:

a. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan

atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta.

b. secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 tahun; atau

c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 9 tahun.

Dari Pasal 292 KUHP dan Pasal 414 ayat (1) UU 1/2023 di atas dapat kita ketahui

bahwa jerat pidana bagi pelaku homoseksualitas memang ada tetapi apabila diikuti

dengan perbuatan cabul, disertai adanya kekerasan ataupun dipublikasikan sebagai

muatan pornografi, maka pelakunya dapat dipidana. Akan tetapi, memiliki sifat

penyuka atau ketertarikan dengan sesama jenis tidak dipidana.

Contoh Kasus

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan PT Palu No.

135/Pid.Sus/2021/PT Pal. Anak korban berusia 17 tahun mendatangi terdakwa di

rumahnya dan meminta terdakwa menggunting rambutnya. Setelah menggunting

rambut, terdakwa menawarkan minum kopi sambil menunggu hujan reda.


Selanjutnya, terdakwa meminta anak korban masuk ke kamar dan meminta anak

korban mengurut betis terdakwa. Selesai mengurut terdakwa, anak korban diminta

berbaring dengan posisi tengkurap dan terdakwa mengurut anak korban. Lalu,

terdakwa meminta anak korban membalikkan badannya dengan posisi telentang, dan

mengurut paha anak korban. Pelan-pelan terdakwa membuka celana anak korban dan

memegang alat kelamin korban hingga melakukan onani terhadap anak korban.

Atas tindakan terdakwa tersebut, majelis hakim banding membatalkan Putusan PN

Poso No. 63/Pid.Sus/2021/PN. Pso (hal. 14). Adapun putusan PN Poso tersebut

menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul” berdasarkan Pasal 82 ayat

(1) jo. Pasal 76 E UU 17/2016 dan dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun dan denda

sebesar Rp5 miliar dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar, diganti dengan

kurungan selama 3 bulan .

Oleh majelis hakim banding, terdakwa diputus secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 292 KUHP “melakukan perbuatan cabul

terhadap orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama” sebagaimana dalam

dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara

selama 4 tahun.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Di Indonesia, dalam perspektif hukum nasional (KUHP)belum ada aturan

yang secara jelas dan tegas mengatur tentang Lesbian, Gay, Biseksual dan

Transgender (LGBT), baik itu melegalkan maupun melarang perbuatan

tersebut. Namun secara tidak langsung beberapa aturan menyiratkan larangan

tentang larangan LGBT di Indonesia. LGBT dapat dicermati dalam pasal 292

KUHP, namun bunyi pasal tersebut hanya terbatas kepada pelaku hubungan

seksual sesama jenis oleh orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa

atau anak-anak. Namun beberapa daerah seperti Kota Pariaman dan Aceh

menerapkan Perda yang melarang secara tegas perilaku LGBT. Dalam

perspektif hukum positif Indonesia, pengaturan LGBT ada dan diatur

larangannya melalui beberapa Peraturan Daerah walaupun itu hanya berlaku

di daerah tertentu saja, tidak menyeluruh ke seluruh masyarakat Indonesia.

2. Penegakan hukum LGBT di Indonesia belum bisa dilaksanakan secara umum

dan menyeluruh karna tidak ada aturan yang secara jelas mengatur LGBT

dalam hukum nasional, yaitu KUHP. Namun beberapa perda secara tegas

mengatur larangan terkait LGBT dengan beragam sanksi yang diterapkan

sesuai dengan kebijakan daerahdaerah tersebut. Penegakan LGBT akan dapat

benar-benar dilaksanakan secara menyeluruh, dan berlaku terhadap seluruh

masyarakat Indonesiadengan membuat aturan yang melarang perilaku LGBT


dalam perspektif hukum nasional. Sehingga perkembangan LGBT di

Indonesia dapat ditanggulangi

B. SARAN

Para pembuat Undang-undang harus membuat aturan yang secara jelas dan

tegas terkait larangan LGBT di Indonesia supaya ada kejelasan dan kepastian

hukum terkait perilaku tersebut,sehingga baik pemerintah, penegak hukum

maupun masyarakat mempunyai dasar untuk menyikapi fenomena dan

permasalahan LGBT yang berkembang di Indonesia. Penegakan hukum bagi para

pelaku LGBT di Indonesia harus segera diterapkan dengan penanganan yang tepat

dan sesuai, melihat LGBT adalah hal yang ditentang oleh mayoritas masyarakat

Indonesia dan dapat merusak moral bangsa karna dianggap bertentangan dengan

Pancasila. Karena LGBT dikualifikasikan sebagai penyakit mental dan kejiwaan,

maka penanganan yang pas adalah rehabilitasi. Penegakan hukum LGBT dengan

penanganan seperti itu bukan hanya dapat menjadi upaya pencegahan

permasalahan perkembangan LGBT di Indonesia, namun juga dapat mengobati

dan memulihkan kondisi mental dan kejiwaan orang-orang yang mempunyai

orientasi seksual LGBT. Dan untuk menerapkan penegakan hukum sebagai

tindakan upaya mengatasi masalah LGBT di Indonesia, maka harus ada aturan

yang mengatur larangan perbuatan tersebut, yaitu mengkualifikasikan LGBT

sebagai suatu tindak pidana dengan penanganan dan penal (pidana) yang tepat dan

sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Prenada Media, Jakarta.

Abu Yasid, 2010, Aspek-Aspek Penelitian Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Adami Chazawi, 2005, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT. Raja Grafindo,

Jakarta.

________, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Andi Hamzah, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, 2016, Darurat Kejahatan Seksual, Sinar

Grafika, Jakarta.

Bambang Poernomo, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Bambang Waluyo, 2014, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

________, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana, Citra Aditya, Bandung.

________, Kebijakan Legislatif: Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana

Penjara, Undip, Semarang.

Budiono, MA, 2005, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Karya Agung, Surabaya.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2009, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1999, hlm.105.


Budiono, MA, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, 2005, hlm.

111.

Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, Ed. Ke-1, Cet. 3.,

Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 110.

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Jakarta: Sinar

Grafika, 2016, hlm.20.

Ibid., hlm.21.

Budiono, MA, Op.Cit., hlm.187.

Ibid., hlm. 178.

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Op.Cit., hlm.37.

Adami Chazawi, Op.Cit., hlm.94.

Lynette J.Chua, “Aktivisme Bertujuan Dekriminalisasi Homoseksualitas di Singapura”

(https://kyotoreview.org/issue-18/dekriminalisasi-homoseksualitas-di-singapura/

diakses 28 Februari 2018 pukul 21.16 WIB)

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. 31., Jakarta: Bumi Aksara, 2014,

hlm.107.

QS. AN-NISA AYAT 1

QS. AR-RUM AYAT 21

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah (Jakarta: CV Haji Masagung, 1991), h. 41.

Muḥammad ibn 'Umar al- Rāzī, Mafātiḥ al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya' al-Turath al-'Arabiy,

Jilid 7, 1420 H), h.162.

Siti Musdah Mulia, “Islam dan Homoseksualitas; Membaca Ulang Pemahaman Islam”,

dalam Jurnal Gandrung, Vol.1, No.1, Juni 2010, h. 11-13.

Khusus untuk waria, orientasi seksual mereka sangat bervariasi. Sebagian besar tertarik

kepada laki-laki, sebagian lain tertarik kepada perempuan, dan sebagian lain lagi
tertarik kepada sesama waria, yang terakhir itulah yang dikategorikan sebagai homo

di lingkungan waria. Ibid., h.13-14.

bid., h. 15

AN-NUR AYAT 30-31

QS. AL-SYU‟ARA 165-166

Hadis yang bersumber dari „Abdullāh ibn Mas'ud berkata: Nabi bersabda: "Tidaklah

wanita bersentuhan kulit (dalam satu busana) dengan wanita, maka ia akan

membayangkannya itu suaminya yang seolah sedang melihatnya (HR. al-Bukhārī).

Kemudian juga hadis yang bersumber dari 'Abdur Rahman ibn Abu Sa'id al-Khudri

dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah bersabda: "Tidak boleh lelaki melihat aurat

lelaki, dan tidak boleh wanita melihat aurat wanita, tidak boleh lelaki bersentuhan

kulit dengan lelaki dalam satu busana, dan tidak boleh wanita bersentuhan kulit

dengan wanita dalam satu busana". (HR. Muslim). Imām al-Nawāwī berpendapat

sebagai berikut: Adapun pernyataan Nabi. mengenai tidaklah bergumul bagi seorang

lelaki dengan sesama lelaki di dalam satu busana, dan demikian pula bagi wanita

dengan sesama wanita, merupakan larangan yang mengandung hukum haram, jika

bersentuhan langsung tanpa pelapis antara aurat keduanya. Hal ini menjadi dalil atas

diharamkannya bersentuhan aurat sesama jenis pada bagian mana pun. Hukum inilah

yang menjadi kesepakatan di antara ulama. Imam al-Nawawi, al-Minhāj Sharḥ Ṣaḥīḥ

Muslim, cet. II, Jilid 4 (Beirut: Dār Ibn Hazm 1392 H), h. 31.

Ibid.

Demikian pula pendapat Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughnī, "Hukuman tersebut adalah

ijma para sahabat, mereka telah sepakat untuk menghukum mati pelaku sodomi

sekalipun mereka berbeda pendapat dalam tata cara pelaksanaan hukuman mati
tersebut". Lihat: Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014, tentang Lesbian, Gay, Sodomi,

dan Pencabulan.

Ibid.

MUI, Himpinan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 605

Anda mungkin juga menyukai