Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“SEKSUALITAS DALAM MASYARAKAT MODERN”

Dosen pembimbing
Pak Aksa S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:
Anisa Bachtiar 40200122047
Arinal Hidayat 40200122048
Hidayat nur Wahid 40200122050

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Seksualitas dalam masyarakat
modern" ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada matakuliah
Sosiologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari, makalah
yang Kami tulis ini masih jauh dari katasempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan Kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gowa, 12 maret 2023


Kelompok 8

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................3

A. Latar belakang.............................................................................................................4
B. Rumusann masalah.....................................................................................................5
C. Tujuan penulisan.........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................7

A. Seksualitas dalam masyarakat modern........................................................................8


B. Aspek-Aspek dan faktor-faktor seksualitas.................................................................9
C. Dampak Negatif seksualitas.......................................................................................10
D. Kompleksitas persoalan seksual di masyarakat modern.............................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada zaman modern saat ini semua informasi tidak tertutup oleh ruang dan waktu,
karena saat ini telah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
memudahkan individu melakukan segala aktivitas dalam segala bidang kehidupan.
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini juga mengakibatkan
adanya penyerapan budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Salah satu bentuk penyerapan budaya asing yaitu seks bebas yang dipandang negatif bagi
budaya Indonesia namun kini dianggap sebagai trend bahkan ada yang menyebutkan
sebagai lifestyle (Rosiana, 2008, Pendidikan Seks Harus Diberikan Sejak Dini.

Hal ini didukung juga oleh data yang diperoleh dari internet yang menyebutkan
bahwa 1,5 juta aborsi dilakukan oleh para remaja (dari total data 2,4 juta per tahun), lebih
dari 500 video porno buatan remaja dibuat pada kurun waktu 2004-2007. Setiap hari, 2
video porno terbaru buatan remaja Indonesia tersebar lewat internet dan handphone,
angka hamil di luar nikah yang berujung pada pernikahan dini.

Kelompok masyarakat yang biasanya menjadi korban dari kemudahan informasi


ini adalah kaum remaja dan dewasa awal. Hal ini disebabkan karena arus informasi yang
semakin mudah didapatkan tanpa batas. Informasi yang mudah didapatkan tanpa batas ini
bisa melalui internet, majalah, TV, dan HP. Kaum remaja dapat mengakses informasi
apapun melalui internet sehingga tidak menutup kemungkinan untuk mereka bisa
mengakses gambar-gambar ataupun film-film porno melalui internet. Hal ini dikarenakan
keinginan kuat remaja terhadap hal-hal seksual. Dan remaja berada dalam potensi seksual
yang aktif (mu’tadin, 2002, Pendidikan Seksual Pada Remaja, para. 3). Berdasarkan teori,
adanya keinginan kuat untuk melakukan sesuatu disebut dengan intensi.
3

Menurut Fishbein & Ajzen (1975:288) intensi adalah kemauan atau niat untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku, sehingga kekuatan intensi dilihat dari besarnya
kemauan individu untuk melakukan perilaku tersebut.

Adapun faktor-faktor intensi yang mempengaruhi seseorang berperilaku tertentu


yaitu sikap terhadap suatu perilaku, norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (dalam
Dayakisni & Hudaniah 2006:149). Sikap remaja terhadap hubungan seksual sebelum
menikah akan mempengaruhi individu tersebut untuk melakukan hubungan seksual
sebelum menikah atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Jika remaja
memiliki sikap yang negatif akan perilaku hubungan seksual sebelum menikah dan dia
juga memiliki norma-norma dalam kehidupannya maka dia tidak akan melakukan
hubungan seksual sebelum menikah.

B. Rumusan masalah
1. Suksualitas dalam masyarakat modern
2. Aspek dan faktor-faktor seksualitas
3. Dampak Negatif seksualitas
4. Kompleksitas persoalan seksual dalam masyarakat modern

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui seksualitas dalam masyarakat modern
2. Untuk mengetahui aspek-aspek seksualitas
3. Untuk mengetahui dampak Negatif seksualitas
4. Untuk mengetahui kompleksitas persoalan seksual dalam masyarakat modern
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Seksualitas dalam masyarakat modern


1. Perbedaan antara seks, seksual, seksualitas, dan orientasi seksual.

Seks: Merupakan penamaan fungsi biologis (alat kelamin dan fungsi reproduksi)
tanpa ada judgemental atau hubungannya dengan norma.Perbedaan badani atau biologis
perempuan danlaki-laki, yang sering disebut jenis kelami.

Seksual :Merupakan aktifitas seks yang juga melibatkan organ tubuh lain baik
fisik maupun non fisik.

Seksualitas. Aspek – aspek terhadap kehidupan manusia terkait faktor biologis,


sosial, politik dan budaya, terkait dengan seks dan aktifitas seksual yang mempengaruhi
individu dalam masyarakat. Menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu
dimensi biologis, sosial, psikologis, dan kultural.

Orientasi seksual Ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau
seksual pada jenis kelamin tertentu contoh orientasi seksual:

1. Heteroseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau


seksual pada jenis kelamin yang berbeda.
2. Homoseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau
seksual pada jenis kelamin yang sama.

2. Pengaruh sosial terhadap perilaku seksual.

Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi faktor
pendorong perilaku remaja disisi lain lingkungan sosial juga dapat membuat perubahan
perilaku perilaku seksual remaja, baik remaja dari rumah tangga migran maupun non
migran.

5
Sebanyak 5.07 persen remaja yang belum menikah pernah melakukan hubungan
seksual pranikah yang dilakukan baik oleh remaja dari rumah tangga migran maupun
non migran. Berdasarkan jenis kelamin, perilaku seksual pranikah lebih sering
dilakukan oleh anak perempuan dibandingkan laki-laki. Sedangkan usia pertama kali
melakukan hubungan seksual pranikah paling banyak dilakukan oleh remaja usia 18
tahun (35 persen), berbeda dengan persepsi mereka terhadap usia menikah

Berdasarkan lingkungan pergaulan remaja terdapat 28,74 persen responden


yang memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah, pernah
melakukan hubungan seksual pranikah. Sedangkan usia pertama kali melakukan
hubungan seksual pranikah paling banyak dilakukan oleh remaja usia 18 tahun (35
persen), berbeda dengan persepsi mereka terhadap usia menikah.

3. Orientasi seksual dan masyarakat


Orientasi seksual adalah pola ketertarikan, baik secara emosional, romantisme
atau seksual pada jenis kealamin yang sama. gender yang merupakan seperangkat
peran, perilaku, aktivitas, dan atribut yang dilekatkan oleh masyarakat terhadap jenis
kelamin tertentu.

Orientasi seksual dan gender merupakan dua hal yang berbeda. Perempuan
yang maskulin belum tentu homoseksual, begitu pula sebaliknya, laki-laki yang
maskulin juga belum tentu heretoseksual. Gender maupun orientasi seksual memiliki
perdebatan mengenai sumber, atau asal usulnya, apakah itu bersifat bawaan (nature),
atau dibentuk oleh lingkungan (curture) masyarakat adalah kesatuan yang terikat oleh
nilai, norma, dan kepercayaan bersama. Kebebasan seseorang untuk mengekspresikan
orientasi seksualnya tidak bisa lepas dari kondisi nilai, norma, dan kepercayaan yang
berlaku di masyarakat tempat individu tersebut berada
6
Nilai dan norma yang berlaku di masyarakat luas menganggap heteroseksual
sebagai orientasi seksual yang normal, sedangkan homoseksual atau biseksual
dianggap sebagai orientasi seksual yang menyimpang.

4. Prostitusi dan penanganannya.


Prostitusi berasal dari bahasa latin “prostitution (em)”, kemudian
diterjemahkan ke dalambahasa Inggris menjadi ”prostitution”, yang memiliki arti
pelacuran, persundelan, ketuna-susilaan, dan kemudian menjadi prostitusi dalam
bahasa Indonesia

Menurut Kartini Kartono prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual,


dengan pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan terintegrasi dalam
bentuk pelampiasan nafsu-nafsu sek tanpa kendali dengan banyak orang
(promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi yang impersonal tanpa afeksi
sifatnya
Menurut Kartini Kartono hal ini didasarkan anggapan bahwa secara naluriah,
manusia baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk sosial, melalui
berbagai cara dan usaha dalam bentuk budaya, mempunyai kehendak yang antara lain:
1) mempertahankan dirinya dari gangguan dan tantangan yang ada
2) mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya
3) mempertahankan hidup generasinya melalui perkawinan
4) mengadakan hubungan seksual antara kedua jenis kelamin untuk
memenuhi
kebutuhanbiologis; dan lain-lain

prostitusi terdapat unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut


1) Para pelaku atau subyek prostitusi adalah orang laki-laki dan orang
perempuan di luar hubungan pernikahan.
2) Peristiwa yang dilakukan adalah hubungan seksual atau hubungan
persetubuhan, yang dilakukan atas kesepakatan bersama antara kedua
pihak, atau bukan karena paksaan.
3) Tujuannya adalah pemenuhan kebutuhan biologis (bagi laki-laki), dan
kebutuhan uang (bagi perempuan).

5. Penanganan prostitusi
Usaha untuk mengatasi prostitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: usaha yang
bersifat peventif serta tindakan yang bersifat represif dan kuratif. Usaha bersifat
preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatann untuk mencegah terjadinya prostitusi.
Kegiatan yang berupa usaha preventif antara lain:
1) Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan
penyelenggaraan prostitusi.
2) Intensifikasi pemberian penddidikan keagamaan dan kerohanian, untuk
memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan.

B. Aspek-Aspek dan faktor-faktor seksualitas


1. Aspek-aspek seksualitas

 Aspek Biologis
Aspek-aspek ini memandang dari segi biologis, seperti pandangan anatomi
dan fisiologi dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks, dan
adanya hormonal, serta sistem saraf yang berhubungan dengan kebutuhan
seksual.
 Aspek Psikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin, sebuah
perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identitas, serta memandang
gambaran seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
 Aspek sosial budaya
Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku di
masyarakat terhadap kebutuhan seksual.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi seksualitas

 Agama
Pandangan agama tertentu yang diajarkan dari orang tua atau sekitar,
ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang.
Contohnya seperti konsep tentang keperawatan, yang dapat diartikan
sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk Agam
tertentu.
 Budaya, nilai, dan keyakinan
Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas
dapat memengaruhi individu.
TiapTiap budaya mempuyai norma-norma tertentu tentang identitas
dan perilaku seksual.
BudayaBudaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara
stimulasi seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
 Peran dan hubungan
Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat
memengaruhi kualitas hubungan seksualnya.
Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi
rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksual.
 Kebisaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
Tubuh, jiwa, dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama
untuk dapat mencapai kepuasan seksual.
TraumaTrauma, stres, atau penyakit dapat memengaruhi kemampuan
individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari
yang tentunya juga memengaruhi ekspresi seksualitasnya.
KebiasaanKebiasaan tidur, istirahat, asupan gizi, dan pandangan hidup
yang positif juga berkontribusi pada kehidupan seksual yang
membahagiakan.

9
 Proses Perkembangan
Proses perkembangan manusia juga memengaruhi aspek psikososial,
emosional dan biologis kehidupan yang selanjutnya akan memengaruhi
seksualitas individu.
Sejak lahir, gender, atau seks memengaruhi perilaku individu
sepanjang kehidupan seseorang.

C. Dampak Negatif seksualitas

Dampak Negatif Budaya Seks Bebas

Budaya Seks bebas lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan dan
martabat kaum remaja atau dewasa yang melakukannya. Dampak negatif tersebut adalah:

1. Hilangnya harga diri


Hilangnya kehormatan dan jatuh martabatnya baik di hadapan Tuhan maupun sesama
manusia serta merusak masa depannya, dan meninggalkan memori buruk yang
berkepanjangan bukan saja kepada pelakunya bahkan kepada seluruh keluarganya.
Kehormatan sangat penting bagi setiap manusia, terutama pada wanita. Jika
kehormatan tersebut sudah hilang maka akan jelas terlihat perbedaannya dengan
wanita yang masih menjaganya.

2. Prestasi menurun
Apabila seorang remaja sudah melakukan seks bebas, maka pikirannya akan selalu
tertuju pada hal negatif tersebut. Rasa ingin mengulanginya selalu ada, sehingga
tingkat kefokusannya dalam mengikuti proses belajar akan menurun. Malas belajar,
malas mengerjakan tugas dan lain sebagainya dapat menurunkan prestasi remaja
tersebut.

10

3. Hamil di Luar Nikah


Hamil diluar nikah akan sangat menimbulkan masalah bagi pelaku. Terutama bagi
remaja yang masih sekolah, pihak sekolah akan mengeluarkan pelaku jika ketahuan
siswanya kedepatan ada yang hamil. Sedangkan bagi pelaku yang kuliah hamil diluar
nikah akan menimbulkan rasa malu yang luar biasa terutama orang tua.

4. Aborsi dan Bunuh Diri


Terjadinya hamil diluar nikah akibat seks bebas akan menutup jalan pikiran pelaku,
guna menutupi keburukan ataupun mencari jalan keluar agar tidak merusak nama baik
dirinya dan keluarganya hal tersebut dapat berujung pada pembunuhan janin melalui
aborsi bahkan bunuh diri.

5. Tercorengnya Nama Baik Keluarga


Semua orang tua akan merasa sakit hatinya jika anak yang dibangga-banggakan juga
diidam-idamkan hamil diluar nikah. Nama baik keluarga akan tercoreng karna hal
tersebut, dan hal tersebut akan meninggalkan luka yang mendalam dihati keluarga.
6. Tekanan Batin
Tekanan batin yang mendalam dikarenakan penyesalan. Akibat penyesalan tersebut
pelaku akan sering murung dan berpikir yang tidak rasional.

7. Terjangkit Penyakit
Mudah terjangkit penyakit HIV/AIDS serta penyakit-penyakit kelamin yang
mematikan, seperti peny VB herpes dan kanker mulut rahim. Jika hal tersebut terus
dilakukan, penyakit tersebut dapat menularkannya pada orang lain disekitarnya dan
cukup membahayakan.

11

D. Kompleksitas persoalan seksual dalam masyarakat modern

1. Perilaku Seksual Kaum Terdidik


Pada sekitar awal tahun 2000-an, masyarakat Yogyakarta pernah dikejutkan
dengan temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan dan Pusat Kajian Bisnis dan
Humaniora yang menyatakan 97,05% dari 1.660 mahsiswi Yogyakarta yang menjadi
respondennya mengaku tidak lagi perawan. Kita mungkin tidak asing dengan berita-
berita di seputar perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa, tapi prosentase 97,05%
benar-benar jumlah yang sangat fantastik, di luar perkiraan kita. Terlepas dari segala
kontroversi yang menyertai hasil penelitian ini, temuan ini benar-benar membuat
banyak orang tersentak hebat. Separah itukah moralitas seksual mahasiswa kita?.

Dunia mahasiswa memang memiliki dinamikanya sendiri. Dunia yang


mewakili kritisisme dan aktifisme sosial ternyata menyimpan sisi gelap yang benar-
benar suram. Kritisisme yang begitu hidup menghadapi ketidakadilan, kesewanangan
atau eksploitasi terhadap manusia dan kemanusiaan, ketika berhadapan dengan
hingar-bingarnya kehidupan seksual seolah-olah mati tanpa daya, terkena serangan
“impotensi” serius. Barang kali dalam pandangan mereka kehidupan seksual memang
tidak membutuhkan sikap kritis.

Yang kini melumpuhkan aktifisme mahasiswa bukan semprotan gas air mata
Brimob, tapi semprotan parfum Paris. Daya juang mahasiswa sebagai pejuang hak
asasi manusia tidak lagi diuji di ruang interogasi markas Kodim atau Polres, tapi di
plaza, café, diskotek, atau kamar kos yang kerap menjadi tempat paling kondusif bagi
ekspresi seksualitas bebas bersama pasangannya.

Kita layak bertanya heran, kenapa justru di dunia pendidikan, potret moralitas
seksual menjadi begitu suram dan kusut?. Apa yang salah dengan pendidikan kita?.
Kita memang tidak dapat sepenuhnya menyalahkan sistem pendidikan, tapi refleksi
kritis terhadapnya kiranya akan lebih baik daripada secara apriori membiarkan
pendidikan berlepas tangan dari tanggung jawabnya untuk ikut serta mengawal
moralitas kamanusiaan agar tetap beradab.

12

Sistem pendidikan kita agaknya menganut dikotomi antara pikiran dan


kesadaran. Kerja pikiran adalah mengkonstruksi pengetahuan dan kerja kesadaran
adalah memunculkan tanggung jawab. Aktifitas berpikir adalah primadona
pendidikan. Di bangku-bangku kuliah mahasiswa diajari, bahwa untuk menjadi
beradab kita harus memiliki ilmu pengetahuan. Karenanya aktifitas berpikir menjadi
penting. Dimensi kesadaran yang memunculkan tanggung jawab lalu menjadi anak
tirinya, terabaikan. Dikotomisasi antara pikiran dan kesadaran membuat aspek
pengetahuan terpisah dari kesadaran. Kita tahu tidak berarti kita sadar. Tahu tak lantas
memunculkan sikap bertanggung jawab.

Demikianlah, pengetahuan akan peradaban, harkat dan martabat manusia tidak


membuat kita memiliki kesadaran untuk menjaga peradaban, harkat dan martabat
manusia agar tidak jatuh menjadi bersifat kebinatangan. Pengetahuan akan sakralitas
dan keluhuran nilai-nilai seksualitas sebagai sarana manusia untuk mempertahankan
eksistensinya di bumi ini tidak dengan sendirinya memunculkan kesadaran untuk
menjaga nilai-nilai seksualitas agar tetap bermartabat. Sebagai imbasnya, merebaknya
kehidupan seks bebas justru dikalangan mahasiswa atau pelajar yang seharusnya
menjadi penjaga moralitas seksual manusia.
Para mahasiswa dan remaja menghadapi godaan serius. Film, musik, radio,
bacaan, TV, internet, VCD/DVD porno mengajarkan bahwa seks itu indah, romantis,
merangsang, menggairahkan serta menjanjikan kenikmatan tiada tara. Maka runtuhlah
daya tahan mereka. Perilaku seks bebas merebak, bahkan seolah menjadi gaya hidup
baru. Damikianlah salah satu sisi gelap kehidupan mahasiswa yang diharapkan dapat
menjadi kekuatan moran masyarakat.

13
2. Pergeseran Cara Pandang
Tampaknya, persepsi masyarakat terhadap seks telah banyak berubah. Dahulu,
dimensi prokreasi (seks sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan) dipandang
sebagai fungsi utama seks, sehingga harus diwadahi dalam perkawinan. Kini, fungsi
rekreatiflah yang ditonjolkan sehingga untuk memperoleh kenikmatan seks seseorang
tidak harus menikah terlebih dahulu. Ia dapat mengakses kenikmatan seksual dengan
pacar atau menggunakan jasa para penjaja cinta. Bahkan seks tidak jarang dipandang
sebagai cara ampuh untuk membina relasi bisnis atau sekedar persahabatan.

Ambiguitas persepsi sosial terhadap dunia seks komersil juga tampak jelas. Di
satu sisi, prostitusi dipandang sebagai salah satu patologi sosial yang harus dicari
solusinya, tapi di sisi lain banyak lokalisasi yang justu dilindungi bahkan dijadikan
sebagai salah satu sumber pendapatan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Kenyataan ini tampak jelas terlebih lagi di daerah-daerah pariwisata yang menjadikan
seks sebagai komoditi yang layak jual dan menjanjikan.

Pandangan terhadap seks seperti ini menyebabkan seks tidak lagi harus
dikorelasikan dengan tanggung jawab. Bermain seks tidak berarti harus bertanggung
jawab sehingga seks bisa dilakukan dengan siapa saja: pacar, teman, relasi bisnis,
pelacur atau bahkan dengan orang yang sama sekali tidak dikenal sebelumnya.
Banyaknya kasus-kasus aborsi, atau penyakit menular seksual adalah realitas ikutan
(dampak) dari sikap seperti ini.

3. Puncak Absurditas Perilaku Seksual Masyarakat Modern


Pada tahun 2002, terbit sebuah buku yang boleh dikatakan sangat
menggemparkan: Jakarta Undercover: Sex ‘n The City. Buku yang ditulis oleh
Moammar Emka ini menceritakan tentang absurditas perilaku seksual kalangan kelas
atas Jakarta. Buku ini memberikan banyak informasi yang mencengangkan tentang
perilaku seksual kalangan berduit di Jakarta.

14

Simak saja cerita Moammas Emka di bukunya. Ia mengisahkan bagaimana


sebuah pesta nudies digelar di bawah tanah dengan peserta lebih dari 150 orang tanpa
busana. Gadis-gadis cantik bergaul bebas dengan pria dalam basement yang disulap
menjadi seperti sebuah klub malam kelas atas. 150 orang berkumpul bersama, laki-
laki perempuan, tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuh mereka,
merayakan kebebasan seksual yang seakan tanpa batas.

Puncak absurditas perilaku seksual kaum jet set Jakarta tampak jelas dari
judul-judul tulisan yang ada dalam buku tersebut. Simak saja judul-judul berikut:
Service Dobel-Tripel VIP Sauna, Seks Bulan Madu Pajero Goyang, Chicken Nite
Private Party, Ladies Escort No Hand Service, Seks Sandwich Sashimi Girls, Blue
Nite Cowboy Stripper, “Tukar Kelamin” Party of The Year, dan seabrek judul lain
yang susah dipahami, bahkan oleh imajinasi seksual terliar laki-laki normal sekalipun.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpula
Terjadinya seks bebas di kalangan remaja dikarenakan banyak faktor, yang
paling utama adalah pesatnya perkembangan jaman. Hal tersebut membuat pergaulan
menjadi bebas sehingga banyak remaja yang bergaul tanpa batasan dan etika. Dari
faktor-faktor penyebab seks bebas yang terurai diatas, dapat diketahui bahwa hal – hal
tersebut harus diperhatikan dan harus dihindarkan dari remaja. Mengetahui dari
dampak- dampak yang dihasilkan seks bebas, ternyata itu sangat mempengaruhi masa
depan remaja. Bayangkan apabila seorang remaja yang hamil akibat seks bebas itu
dengan terpaksa harus putus di bangku sekolah akibat ulahnya. Bilamana seorang
remaja ternyata terinfeksi oleh penyakit HIV, pastilah remaja itu harus diasingkan
agar tidak menularkan penyakit. Dari dampak- dampak diatas, dikethaui bahwa ada
baiknya remaja dari sedini mungkin sudah diberikan pemahaman yang benar
mengenai seks bebas. Perlu ada dan diingatkan terus untuk melakukan refleksi moral
agar kelak remaja tersebut mengerti mengenai seks bebas dan paham dengan risiko
yang ditanggung apabila melakukannya. Remaja harus berkembang menjadi dewasa
tanpa seks bebas dan narkoba.

15
B. Saran

Satu hal yang kiranya dapat dijadikan pijakan bahwa usaha untuk mencari solusi
dalam upaya mengembalikan moralitas seksual kepada martabat kemanusiaannya
haruslah menjadi usaha kolektif yang berangkat dari kesadaran semua pihak sehingga
tidak lagi terjadi paradoks dan ambiguitas dalam memandang problematika kehidupan
seksual dalam masyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA

Muladi, L.I, (2009). Pendidikan Seks Untuk Anak: . Skripsi. (Tidak diterbitkan).
Surakarta: Fakultas Agama Islam UMS

Murdani, F.W. (2006). Kewajiban dan Hak Suami Istri. Jurnal Kajian Islam al
Insan. Vol 2. No. 2. Jakarta: Lembaga Kajian Islam al Insan

Nasution, M. (2001). Metode research. Bandung: Jemmars


Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Pohan, M. Drs. (1990). Masalah Anak dan Anak Bermasalah. Jakarta: Era
Intermedia

Rahmat, J. (1993). Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung: Remaja


Roadakarya.

Rimalower, L. And Caty, C. (2009). The mamas and the papas: the invisible
Diversity of families with same-sex parents in the United States. Journal Sex
Education. Vol. 9:1. Hal 17-32: California USA

Sarwono. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sita, H. (1998). Pola Komunikasi Pendidikan Seks Bagi Remaja. Jurnal Anima,
Indonesia. Vol. 19, No.3. Hal. 271-285.

17

Anda mungkin juga menyukai