Anda di halaman 1dari 16

1.1.

LATAR BELAKANG

Moralitas merupakan suatu usaha untuk membimbing tindakan


seseorang dengan akal. Membimbing tindakan dengan akal yaitu melakukan
apa yang paling baik menurut akal, seraya memberi bobot yang sama
menyangkut kepentingan individu yang akan terkena oleh tindakan itu. Hal
ini merupakan gambaran tindakan pelaku moral yang sadar. Pelaku moral
yang sadar adalah seseorang yang mempunyai keprihatinan, tanpa pandang
bulu terhadap kepentingan setiap orang yang terkena oleh apa yang dilakukan
beserta implikasinya. Tindakan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang
sehat (Rachels, 2004).

Seks dan agama adalah dua keprihatinan umat manuasi yang paling
umum. Keduannya sering kali dipertentangkan sebagai yang fisikal melawan
spiritual, yang fana melawan abadi, sehingga kedua hal ini tampak menempati
wilayah yang berbeda dan terdefinisikan dengan jelas. Namun, keduanya
sering melampaui batas-batas tersebut. Karena manusia tidak bisa hidup
hanya dengan roti dan bahkan hubungan seksualnya dilakukan melalui
fantasi, sementara agama membuat seluruh dunia sebagai wilayahnya dan
memalingkan matanya pada manifestasi-manifesatasi seks yang paling ringan
(Arrani, 2004)

Perilaku seksual dikalangan masyarakat saat ini khususnya dikalangan


remaja telah lama menjadi perhatian dan pembahasan. Para remaja terkadang
berpikir bahwa hal-hal yang mereka lakukan merupakan hal yang wajar dan
sudah biasa. Diduga bahwa budaya seks bebas telah mulai mengancam nilai-
nilai moral masyarakat.

Akhir-akhir ini hampir di seluruh dunia tampak kecenderungan


masyarakat, terutama kaum muda untuk membebaskan diri dari norma-norma
lama di bidang seksual. Mereka menganggap bahwa masalah seks bukanlah
sesuatu yang tabu untuk dibicarakan di depan umum, dan sebagian lagi
bahkan meras bahwa orang boleh saja menunjukkan kemesraan di tempat
umum. Media massa atau media sosial pun mulai mengekspos berbagai
skandal maupun pandangan-pandangan baru di bidang seks (Hadiwardoyo,
1994).

Permasalahan moralitas tersebut tercermin dalam perilaku-perilaku


yang kurang sesuai dengan nilai-nilai moral, misalnya pacaran, seks bebas,
homoseksual, pornografi, masturbasi dan gaya berpakaian yang tidak
sepantasnya. Perilaku ini bisa diakibatkan oleh budaya barat yang tidak
disaring dengan baik sehingga semuanya diserap oleh sebagian generasi
muda. Generasi muda memang sering memiliki keinginan untuk mencoba,
tanpa memikirkan resiko dari perbuatan tersebut. Jika generasi muda
dibiarkan saja dalam kondisi seperti ini, maka ke depannya kemajuan bangsa
akan terhambat karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa.
Dengan adanya permasalahan – permasalahan tersebut penulis tertarik untuk
membahas lebih dalam lagi tentang “Moral Seksualitas”.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan seksualitas?
1.2.2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan moral
seksualitas?
1.2.3. Apa saja contoh dari penyimpangan moral seksualitas dan bagaimana
pandangan agama mengenai penyimbangan tersebut.
1.3. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari seksualitas.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penyimpangan
moral seksualitas.
1.3.3. Untuk mengetahui dan memahami contoh-contoh dari penyimpangan
moral seksualitas dan pandangan agama menganai hal tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN SEKSUALITAS

Seksualitas adalah bagian dari hidup kita sebagai manusia, seksualitas


menyangkut bagaimana kita menerima diri kita sebagai perempuan atau laki-
laki, bagaimana kita berpikir tentang hak hidup dalam diri kita, menggerakkan
kita untuk berelasi dengan orang lain, bagaimana kita membangun komunikasi
dengan diri sendiri, orang lain, alam semesta dan Tuhan, bagaimana kita
membangun keakraban dengan orang lain. Pendek kata, seksualitas adalah
menyangkut diri kita secara penuh. Maka jika seseorang religius atau
biarawati atau biarawan kita menghilangkan seksualitas kita ini sama dengan
menghilangkan diri kita sendiri kalau demikian kita tidak mungkin
menanggapi panggilan Tuhan secara penuh sebagai manusia (Suparno, 2007).

“Seks” akan digunakan dalam pengertian yang luas mengenai


hubungan laki-laki dan perempuan dan terlebih khusus mengenai “hubungan
seksual (sexual intercourse)” dalam persetubuhan. Kata-kata “cinta” juga akan
digunakna dalam pengertian yang luas. Hubungan cinta, tidak hanya terbatas
pada apa yang sering dilakukan sekarang ini, melainkan diartikan sebagai
“bermain cinta”. Seksualitas ini merupakan energy yang suci dan kuat yang
diberikan Tuhan. Seksualitas merupakan energy yang membuat kita menjadi
manusia utuh yang doaat mencintai, memperhatikan, membangun intimacy
dengan orang lain. Seksualitas mempunyai enam dimensi, yaitu dimensi
biologis, kognitif, emosi, sosial, moral, dan spiritual. Spiritualitas adalah
hubungan kita dengan Tuhan yang mempengaruhi seluruh aspek hidup kita,
termasuk seksualitas kita. Seksualitas dan spiritualitas berkaitan, bahkan
keduanya merupakan api atau energy dalam diri kita, yang mendorong kita
berkomunikasi, berelasi, membangun persahabatan dengan orang lain
termasuk Tuhan dan alam semesta. Keduanya adalah kekuatan yang
mempengaruhi seluruh hidup kita: tubuh, pikiran, perasaan, dan persahabatan
kita. Keduanya adalah semangat dalam diri ornag sehingga orang dapat
mempunyai kekuatan yang begitu besar untuk melakukan sesuatu yang luhur.
Misalnya , seorang ibu yang rela mati bagi kehiduoan anak bayinya; suami
istri yang sungguh saling membahagiakan keluarga mereka; seorang martir
yang mau mengorbankan diri bagi imannya (Suparno, 2007).

1. Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang
sering disebut jenis kelamin. Sedangkan seksualitas menyangkut berbagai
dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, psikologis, dan
kultural. Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ
reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan
memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual.
2. Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis,
serta bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,
motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.
3. Dimensi sosial, seksualitas dilihat pada bagaimana seksualitas muncul
dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam
membentuk pandangan tentang seksualitas yang akhirnya membentuk
perilaku seksual.
4. Dimensi kultural menunjukkan perilaku seks menjadi bagian dari budaya
yang ada di masyarakat
(PKBI, 2016)

Dorongan seksual adalah keinginan untuk mendapatkan kepuasan


secara seksual yang diperoleh dengan perilaku seksual. Hal yang wajar pada
remaja muncul dorongan seksual karena ketika memasuki usia pubertas,
dorongan seksual akan muncul dalam diri seseorang. Saat puber, organ-organ
reproduksi sudah mulai berfungsi, hormon-hormon seksualnya juga mulai
berfungsi. Hormon-hormon inilah yang menyebabkan munculnya dorongan
seksual, yaitu hormon esterogen dan progesteron pada perempuan, serta
hormon testosteron pada laki-laki. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika
dorongan seksual muncul tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan perilaku seksual.Tidak ada perbedaan antara dorongan
seksual yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih tinggi.
Walaupun di masyarakat muncul kepercayaan bahwa dorongan seksual pada
laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, hal tersebut sebetulnya
disebabkan oleh budaya yang mengijinkan laki-laki untuk lebih ekspresif
(termasuk dalam hal seksualitas), sementara perempuan dilarang untuk
menunjukkan ketertarikan seksualnya di depan banyak orang (PKBI, 2016).

Perilaku seksual seringkali dimaknai salah oleh banyak orang dengan


hubungan seksual. Perilaku seksual ditanggapi sebagai sesuatu hal yang melulu
“negatif”. Padahal tidak demikian halnya. Perilaku seksual merupakan perilaku
yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan
kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual tersebut
sangat luas sifatnya, mulai dari berdandan, mejeng, ngerling, merayu,
menggoda hingga aktifitas dan hubungan seksual. Hubungan seksual adalah
kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan lawan jenis atau sesama
jenis. Contohnya: pegangan tangan, cium kering, cium basah, petting,
intercourse dan lain-lain. Perilaku seksual merupakan hasil interaksi antara
kepribadian dengan lingkungan di sekitarnya. Berikut beberapa faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual:

1. Perspektif Biologis, perubahan biologis yang terjadi pada masa


pubertas dan pengaktifan hormon dapat menimbulkan perilaku seksual.
2. Pengaruh Orang Tua, kurangnya komunikasi secara terbuka antara
orang tua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat
memperkuat munculnya penimpangan perilaku seksual
3. Pengaruh Teman Sebaya, pada masa remaja, pengaruh teman sebaya
sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual
dikaitkan dengan norma kelompok sebaya
4. Perspektif Akademik, remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi
yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual
dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolahnya
5. Perspektif Sosial Kognitif, kemampuan sosial kognitif diasosiasikan
dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman
perilaku seksual di kalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil
keputusan secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat
lebih menampilkan perilaku seksual yang lebih sehat.
(PKBI, 2016)

Banyak yang beranggapan hubungan seksual sebagai dosa dan


merupakan sesuatu hal yang kotor dan merendahkan. Namun pada dasarnya
hubungan seksual adalah hal yang biasa dalam hubungan yang sudah resmi
(dalam pernikahan). Pendapat mengenai seksualitas dalam beberapa agama
berbeda-beda contohnya pada agama hindu. Hubungan seksual bukan tidak
dibatasi, ia harus dilakukan secara priabadi tidak boleh diruang terbuka dan
hanya boleh pada vulva karena seks oral itu dilarang. Hubungan seksual tidak
boleh dilakukan dengan perempuan asing, terutama tidak boleh dengan
perempuan dari kasta yang lebih rendah kecuali lagi-lagi karena adanya mantra
(Arrani,2004).

Pertumbuhan penduduk dunia yang cepat menyebabkan banyak Negara


mengalami kemiskinan dan penderitaan bagi kaum perempuan adapun tuntutan
dari beberapa Negara atas ketersedian metode-metode kontrasepsi yang lebih
luas dan teknik–teknik aborsi yang secara medis terawasi. Perkemabangan
zaman yang makin pesat ini lah yang menjadi salah satu factor semakin
maraknya seks bebas atau pergaulan bebas yang ada dimasyarakat. Banyak
dampak negatif yang diberikan dari hal-hal ini. Baik itu secara kesehatan
maupun moral (Arrani, 2004).

2.2. FAKTOR PENYABAB YANG MEMPENGARUHI


PENYIMPANGAN MORAL SEKSUALITAS

Penyebab terjadinya penyimpangan terhadap moral seksualitas menurut


Yatimin (2003: 67) disebabkan oleh paparan pornogarfi yang menjelaskan
bahwa “bacaan porno atau tulisan porno ialah suatu tulisan atau gambar yang
melanggar perasaan kesopanan dan dapat membangkitkan nafsu birahi.
Sehingga, menurut norma-norma (agama) dapat menimbulkan pikiran yang
dapat menjurus pada pelanggaran susila.” Saat ini, konten-konten porno
dengan mudah diakses oleh remaja bahkan anak-anak dengan penyalahgunaan
internet.
Adapun menurut Magdalena (2010: 33) remaja dan anak-anak yang
terjebak menjadi pelaku seks dipicu oleh beberapa faktor:

1. Pernah menjadi korban


Remaja yang pernah menjadi korban pelecehan seks atau
perkosaan cenderung menjadi pelaku aktivitas seks karena measa
kecanduan atau menikmati seks itu sendiri. Di sisi lain, juga karena
merasa “sudah basah tercebur sekalian”.
2. Lingkungan yang kurang baik
Anak yang dibesarkan dilingkungan di mana teman-temannya
menganggap berciuman antara lelaki dan perempuan adalah hal biasa,
termasuk berpegangan tangan, pelukan, atau bahkan yang lebih jauh
lagi adalah hal lumrah, akan menganggap semua aktivitas yang
mengarah ke perilaku seks itu biasa saja, dan merasa wajar
melakukannya.
3. Libido yang tidak terkontrol
Massa pra puber adalah masa di mana seorang anak menyadari
bahwa organ intimnya berbeda dengan lawan jenis, membuat mereka
mengalami lonjakan libido dibandingkan dengan masa anak-anak.
Sedikit saja melihat gambar atau tulisan mengenai seks dan tidak
dibentengi dengan moral, anak remaja dengan libido tinggi bisa
melakukan aktivitas seksual.
4. Alkohol
Minuman beralkohol kerap dijadikan sebagai alat untuk membuat
seorang remaja tak sadarkan diri, mudah dibujuk, lalu dirangsang
melakukan hubungan seksual.

2.3. CONTOH-CONTOH PENYIMPANGAN MORAL SEKSUALITAS

Contoh hubungan yang paling sering dianggap biasa dilingkungan


masyarakat adalah pacaran, banyak masyarakat modern yang berpikiran bahwa
itu adalah hal yang awam dan sudah tidak dilarang lagi. Tanpa sadar bahwa
awal dari seks bebas adalah hubungan teman lawan jenis, pacaran dan akhirnya
bisikan untuk melakukan hal-hal yang melawati batas. Serta juga mengenai
pornografi, seperti menonton film porno, yang biasa dikalangan pemuda
dewasa banyak yang mengakatakan “kamu belum bisa dibilang sebagai pria
kalo belum nonton film porno” yang awalnya hanya ingin mencoba namun
terus berkelanjutan dan menjadi ketergantugan hingga dampak terburuknya
dapat diterapkan dalam dunia nyata. Adapun juga penjelasan mengenai
masturbasi yang dianggap bukan perbuatan dosa sebab tidak merugikan orang
lain. Hal itu lah yang harus kita cegah, dengan melakukan pendalaman
mengenai pengetahuan akan bahayanya seks.

1) Pacaran

Dosa menyebabkan manusia tidak lagi mampu memandang orang


lain sebagai subyek yang menimbulkan kekaguman dan rasa hormat,
namun semata benda yang bisa dimanfaatkan. Masing-masing pihak
berkehendak untuk memaksimalkan kenikmatan dengan memuaskan
hasrat diri sendiri. Masing-masing berupaya untuk meminimalkan
penderitaan sendiri dengan mengorbankan orang lain. Yohanes Paulus II
mengatakan bahwa lawan dari mencintai (loving) bukan membenci,
melainkan menggunakan (using). Mentalitas cinta adalah memberi.
sementara nafsu adalah menggunakan (Arrani, 2004).

Kata pacaran atau kencan memang tidak akan kita temukan dalam
pencarian Alkitab elektronik ataupun saat berusaha mencari-carinya, kita
tidak akan pernah menemukan satu kata ini tertulis dalam Akitab.
Mungkin sebagian di antara kita berharap Alkitab membahas topik ini,
atau setidaknya menyebutnya dalam satu pasal.Konsep pacaran memang
tampaknya belum ada 2000 tahun yang lalu. Karena proses bertemu
pasangan hanya dilakukan melalui garis keturunan keluarga dan status
ekonomi. Mencari jodoh pada zaman Alkitab lebih bersifat seperti sistem
barter daripada melakukan sebuah janji nonton bareng atau makan malam.
Jika kita benar-benar ingin „pacaran Alkitabiah‟, maka ajakan keluar
nongkrong di malam minggu pasti akan perlu menyertakan seluruh
keluarga besar atau orang-orang terdekat (Arrani, 2004).
Walaupun Alkitab tidak bicara langsung soal „pacaran‟, Alkitab
tetap saja menyinggung tentang persoalan hubungan dan prinsip-
prinsipnya dengan bahasa yang berbeda dan dalam makna yang sama. 1
Korintus 10: 31 mengingatkan kita bahwa apapun yang kita lakukan, dapat
digunakan sebagai sarana untuk memuliakan Allah. Alkitab menyatakan
dengan jelas bahwa hidup bukan hanya tentang menaati peraturan atau
perintah tetapi yang terpenting adalah tentang melakukan apa yang baik,
sehat dan benar (1 Korintus 10: 23).

2) Pornografi
Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pornografi sebagai
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan
membangkitkan nafsu birahi, serta juga merupakan bahan bacaan yang
sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu
birahi/seks. Maka letak kekuatan pornografi adalah pada kemampuannya
yang besar untuk membangkitkan birahi mereka yang menatap dan
menikmatinya (Soebagijo, 2008).
Beberapa contoh paragraf yang banyak beredar di masyarakat adalah
1. Lagu-lagu berlirik mesum atau lagu-lagu yang mengandung bunyi-
bunyian atau suara suara dapat diasosiasikan dengan kegiatan seksual
2. Cerita pengalaman seksual di radio dan telepon
3. Jasa layanan pembicaraan tentang seks melalui telepon
4. Film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis
dengan penampilan minum atau tidak berpakaian
5. Penampilan penyanyi atau penari latar dengan pakaian serba minim
dan gerakan sensual dalam klip video musik di TV dan VCD
6. Gambar atau foto adegan seks atau artis yang tampil dengan gaya
yang sensual
7. Iklan-iklan di media cetak yang menampilkan artis dengan gaya yang
menonjolkan daya tarik seksual bisa ditemukan pada iklan parfum,
mobil, handphone, dan sebagainya.
8. Fiksi dan komik yang menggambarkan adegan seks dengan cara
sedemikian rupa sehingga memberikan hasrat seksual.
(Soebagijo, 2008)

Pandangan agama tentang pornografi didasarkan pada


pandangan-pandangan yang lebih luas dalam hal keagamaan
mengenai kesopanan, martabat, dan seksualitas manusia, serta
keutamaan-keutamaan lain yang menggambarkan dampak
negatif pornografi. Masing-masing kelompok agama mungkin
memandang pornografi dan seksualitas secara berbeda.

Pandangan Agama Kristen :

Di dalam Alkitab tidak terdapat larangan secara eksplisit terhadap


pornografi. Namun, banyak kalangan Kristen mendasarkan pandangan
mereka tentang pornografi berdasarkan Matius 5:27–28 (salah satu
"Antitesis"):

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku


berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan
serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Hal
tersebut mengandung salah satu dari Sepuluh Perintah Allah, Keluaran
20:14 atau Ulangan 5:18, yang juga sering digunakan sebagai ayat
pendukung untuk mengutuk pornografi.

Pandangan Agama Katolik :

Menurut Magisterium Gereja Katolik, Matius 5:27–28 memiliki


implikasi bahwa keterlibatan dalam pornografi adalah dosa, karena tujuan
pornografi adalah membangkitkan hawa nafsu dan karenanya setara dengan
perzinaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik:

Pornografi melepaskan tindakan-tindakan seksual yang sebenarnya


ataupun yang dibuat-dibuat dari keintiman para pelaku dalam rangka
menunjukkannya secara sengaja kepada pihak ketiga. Pornografi
menodai kemurnian karena merusak tindakan perkawinan, penyerahan diri
yang intim antara suami dan istri. Pornografi menyebabkan kerusakan
serius pada martabat dari semua yang berperan di dalamnya (para pelaku,
penjaja, dan penonton) karena masing-masing pihak menjadi suatu objek
kenikmatan amoral dan sumber keuntungan yang tidak sah. Pornografi
menempatkan semua pihak yang terlibat di dalam ilusi dari suatu dunia
fantasi. Pornografi merupakan suatu pelanggaran berat. Pemerintah perlu
mencegah pembuatan dan penyaluran materi-materi pornografis.

Faktor penyebab terkena pornografi :

1. Penasaran dan coba-coba mengakses situs yang bermuatan pornografi


2. Terpengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitarnya
3. Tidak sengaja terkena pornografi ketika mengakses internet
4. Menggunakan waktu nluang untuk melakukan hal-hal yang kurang
baik

Ciri-ciri orang yang kecanduan pornografi :

1. Senang menyendiri, terutama dikamarnya


2. Melupakan kebiasaan baiknya
3. Tidak bersemangat untuk beraktivitas
4. Malas, enggan belajar, dan enggan bergaul
5. Sulit bersosialisasi,baik dengan keluarga maupun dengan teman-
temannya
6. Pelupa dan selit berkonsentrasi
7. Pikiran kacau karena selalu tertarik mencari materi pornografi.

Cara mencengah dan mengatasi kecanduan pornografi :

1. Rajin beribadah dan menjaga pergaulan.


2. Melakuan kegiatan positif.
3. Mejalin komunikasi yang baik dengan keluarga dan teman.
4. Memperkuat iman (memperdalam pengetahuaan agama).
5. Memanfaatkan internet dan media social dengan baik.
6. Tidak ikut terpengaruh dengan hal-hal buruk dilingkungan sekitar.
3) Masturbasi

Masturbasi adalah tindakan merangsang alat kelamin dengan


tujuan untuk memperoleh kesenangan seksual tanpa melakukan senggama
atau hubungan seksual biasanya dilakukan dengan tangan atau dengan
alat-alat tertentu. Masturbasi itu merupakan aktivitas seksual yang sering
dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan (Hasan, 2008).

Menurut hasil sebuah penelitian ditemukan bahwa 95% laki-laki


dan 89% perempuan pernah melakukan masturbasi dalam siklus hidup
mereka. Pada umumnya hal ini biasa dilakukan ketika seseorang berusia
antara 13 sampai 20 tahun alias pada masa remaja. Masturbasi ternyata
lebih sering pula dilakukan oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan semua itu disebabkan beberapa hal pertama nafsu seksual anak
perempuan tidak datang lonjong dan eksplosif seperti anak laki-laki kedua
perhatian anak perempuan tidak terjadi pada masalah senggama (Hasan,
2008).

Penyebab masturbasi yaitu rangsangan-rangsangan seksual yang


membuat seseorang sulit menghindari masturbasi itu bermacam-macam.
Misalnya pornografi-pornoaksi, apabila telah kecanduan melihat gambar-
gambar porno, menonton film-film blue, membaca bacaan saru dan
melihat penampilan-penampilan yang sensual, maka hasrat seksual pasti
mudah bangkit. Kondisi ini dapat terpicu jika seseorang sering merasa
kesepian dan menyendiri, baik itu karena kurangnya aktivitas yang dapat
menyibukkanmy atau karena kurangnya perhatian dari orang tua dan
keluarga. Ditambah pula jika dalam keadaan seperti itu seseorang sering
berkhayal dan berfantasi tentang hal-hal yang berbau seksual (Hasan,
2008).

Akibat dari masturbasi:

1. Seseorang akan merasakan kelelahan secara fisik. Masturbasi yang


berlebihan apalagi sudah seperti minum obat tiga kali sehari tentu akan
banyak menguras energi akibatnya seseorang akan letih dan kecapaian.
Hal ini tentu saja bisa berdampak pula pada berkurangnya vitalitas
(kebugaran) dan mobilitas (aktivitas) dalam kehidupan sehari-hari (Hasan,
2008).
2. Masturbasi yang berlebihan juga akan membuat seseorang sulit
mengontrol gejolak syahwat. Jika sewaktu-waktu mengalami rangsangan
seksual orang tersebut sering kali tak mampu menahan keinginan untuk
kembali melakukan masturbasi tersebut (Hasan, 2008).
3. Kebiasaan masturbasi yang berlebihan juga dapat melelahkan pikiran dan
jiwa. Hal ini karena fantasi dan khayalan seksual yang sering dilakukan
pada saat masturbasi lama-kelamaan akan senantiasa memenuhi pikiran
dan jiwa orang tersebut (Hasan, 2008).
4. Masturbasi yang berlebihan dapat pula menimbulkan dampak psikis.
Dampak-dampak psikis itu berupa perasaan berdosa karena telah
melakukan perbuatan yang dilarang baik secara moral maupun agama. Jika
perasaan bersalah ini berkembang secara berlebihan pada urutan
berikutnya ia akan dapat mempengaruhi rasa percaya diri dalam pergaulan
sehari-hari karena merasa kotor dan tidak pantas untuk bergaul (Hasan,
2008).
5. Masturbasi yang berlebihan, lebih-lebih yang dilakukan dengan sempurna
dapat mengakibatkan kerusakan pada alat kelamin misalnya
mengakibatkan luka, lecet, dan bahkan terinfeksi oleh kuman-kuman yang
berbahaya (Hasan, 2008).
6. Masturbasi yang berlebihan juga mengakibatkan kehilangan waktu
berharga demi hal-hal yang tidak perlu. Ini disebabkan masturbasi juga
memakan waktu. Padahal waktu muda yang dimiliki tidaklah banyak.
Waktu yang tidak banyak itu seharusnya dipergunakan untuk melakukan
hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain dan lebih
memilih kesenangan yang sesaat akhirnya masa-masa keemasan yang
berharga tersebut pun terabaikan (Hasan, 2008).
Masturbasi dalam Prespektif Iman Katolik

Pernyataan-pernyataan magisterium yang melawan masturbasi sudah


muncul pada abad ke-11. Ajaran bahwa dalam masalah seks tidak ada
“perkara kecil” membuat masturbasi menjadi perkara penting dalam teologi
moral dan mungkin juga dalam sebagian besar hidup banyak orang Katolik.
Dewasa ini pendapat mengenai masalah itu amatlah beragam. Banyak orang
berpendapat bahwa masturbasi merupakan bagian dari kesadaran dan
kematangan seksual remaja. Kebanyakan ahli moral Katolik enggan untuk
berpandangan bahwa masturbasi hanya merupakan bentuk pelampiasan
seksual yang normal. Mereka menyatakan bahwa secara fenomenologis,
masturbasi merupakan ungkapan seksualitas yang lebih berpusat pada diri
sendiri, sendirian, dan hedonistis daripada rasional timbal balik dan
memberi (Rausch, 2005).

Dalam Katekismus Gereja Katolik 2352, masturbasi adalah


rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan tujuan membangkitkan
kenikmatan seksual. "Kenyataan ialah bahwa, baik Wewenang Mengajar
Gereja dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama maupun perasaan
susila umat beriman tidak pernah meragukan, untuk mencap masturbasi
sebagai satu tindakan yang sangat bertentangan dengan ketertiban", karena
penggunaan kekuatan seksual dengan sengaja, dengan motif apa pun itu
dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal, bertentangan dengan
hakikat tujuannya". Kenikmatan seksual yang dicari karena dirinya sendiri
tidak mempunyai "tujuan susila yang dituntut oleh hubungan seksual, yaitu
yang melaksanakan arti sepenuhnya dari penyerahan diri secara timbal balik
dan juga satu pembuahan manusiawi yang sebenarnya di dalam cinta yang
sebenarnya" (CDF, Perny. "Persona humana" 9).

“Masturbasi, percabulan, pornografi, dan praktek homoseksual


termasuk dosa-dosa yang sangat melanggar kemurnian”. (KGK 2396)
BAB III

PENUTUP

3.1. SIMPULAN

Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa moral


seksualitas sangatlah dibutuhkan dalam masyarakat. Agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Faktor-foktor penyebab
penyimpangan juga harus lebih diperhatikan kembali agar kita maupun orang-
orang disekitar kita tidak mengalami penyimpangan tersebut. Contoh-contoh
penyimpangan seperti halnya pacaran, pornografi maupun masturbasi juga
harus menjadi pembelajaran agar masyarakat mengatahui dampak atau bahaya
buruk dari penyimpangan tersebut.

Hal-hal yang melanggar moral seksualitas hanyalah bersifat


kesenangan yang sesaat. Penyimpangan moral seksualitas dapat kita pelajari
dalam Kitab Suci dan dalam pendekatan diri kita kepada Tuhan.

3.2. SARAN

Saran dalam penyusunan makalah ini, adalah sebagai berikut:

3.2.1. Diharapkan pembaca memiliki kesadaran penuh akan moral


seksualitas sehingga dapat menambah wawasan akan bahaya dari
penyimpangan seksualitas.
3.2.2. Pembaca juga diharapkan dapat membantu dalam menyebarluaskan
informasi yang diperoleh dalam makalah ini sehingga dapat
meminimalisir paham maupun perilaku penyimpangan seksualitas
yang ada dimasyarakat
3.2.3. Perlu adanya juga dukungan dari pihak lain seperti tokoh-tokoh agama
maupun masyarakat dan pihak lain guna mensosialisasikan dan
mendemostrasikan penyebab dan bahaya dari penyimpanagn moral
seksualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arrani, A. 2004. Teologi Seksual. Geoffrey Parrinder. London. pp.1-7, 30.

Hadiwardoyo, A.P., 1994. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius. pp. 42-
43.

Hasna, S., Nasma, A., 2008. Let's Talk about Love. Indonesia: Tiga Serangkai. pp.
21-24

Magdalena, M. (2010). Melindungi Anak Dari Seks Bebas. Jakarta: PT Grasindo.


pp. 33.

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)., 2016. Pengertian Seks dan


Seksualitas https://pkbi-diy.info/pengertian-seks-dan-seksualitas/. Diakses
tanggal 29 Mei 2019.

Rachels, J. 2004. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Rausch, T.P., 2005. Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam. Yogyakarta:


Kanisius. pp. 244.

Soebagijo, A. 2008. Pornografi: Dilarang tapi Dicari. Jakarta : Gema Insani.

Suparno, P. 2007. Seksualitas Kaum Berjubah. Yogyakarta: Kanisius. pp. 5, 41-


42.

Yatimin. (2003). Etika Seksual dan Penyimpangannya Dalam Islam. Pekanbaru:


Penerbit AMZAH. pp. 67.

Anda mungkin juga menyukai