PEMBAHASAN
Istilah seks dan seksualitas adalah suatu hal yang berbeda. Kata
seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum seks digunakan
untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas
seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik
seseorang itu pria atau wanita (Zawid, 1994; Perry & Potter 2005).
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan
melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin
yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal,
nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana
seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui
tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan
senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti
isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata
(Denny & Quadagno, 1992; Zawid, 1994; Perry & Potter, 2005).
Masa remaja pekembangan seksualitas diawali ketika
terjalinnya interaksi antar lawan jenis, baik itu interaksi antar teman
atau interaksi ketika berkencan. Dalam berkencan dengan
pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan
dalam berbagai cara, seperti memberikan bunga, tanda mata, mengirim
surat, bergandengan tangan, berciuman dan lain sebagainya. Atas dasar
dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan
jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian
lawan jenis. Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada
remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan percobaan dalam
kehidupan seksual. Misalnya, dalam berpacaran mereka
mengekspesikan perasaannya dalam bentuk perilaku yang menuntut
keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berpelukan,
berciuman hingga melakukan hubungan seksual (Saifuddin, 1999).
Seksualitas dan aktivitas seksual merupakan suatu area yang
harus dibicarakan dengan setiap remaja secara rahasia. Insidensi
aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan
pertambahan usia. Kebanyakan remaja di bawah usia 15 tahun belum
pernah melakukan hubungan seksual, 8 dari 10 remaja putri dan 7 dari
10 remaja putra belum pernah melakukan hubungan seksual pada usia
15 tahun (Alan Guttmacher Institute, 1998; Wong, 2008).
Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan,
diantaranya yaitu: untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk
memuaskan dorongan seksual, untuk memuaskan rasa keingintahuan,
sebagai tanda penaklukan, sebagai ekspresi rasa sayang, atau mereka
tidak mampu menahan tekanan untuk menyesuaikan diri. Keinginan
yang sangat mendesak untuk menjadi milik seseorang memicu
meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan pasangan
yang diidolakan. Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja
mulai mengembangkan hubungan romantis dan ketika kebanyakan
remaja ingin memulai percobaan seksual (Wong, 2008).
2. Dimensi Seksualitas
a) Remaja putri
Menurut Perry & Potter (2005), Wong (2008), Jusuf (2006) beberapa
dampak yang timbul dari remaja yang aktif secara seksual adalah
sebagai berikut:
a. Dampak Fisik
2. Nilai Agama
Agama mempengaruhi remaja dalam mengekspresikan seksual. Hal ini
dapat memberikan pedoman bagi remaja untuk mengontrol perilaku
seksual dan perilaku tersebut dapat diterima, serta perilaku seksual
yang dilarang dan menerima akibat dari melanggar aturan seksual.
Aturan tentang perilaku seksual dibuat secara rinci, tegas dan meluas.
Sebagai contoh, beberapa agama melihat bentuk ekspresi seksual
hubungan laki-laki dan perempuan sebagai keperawanan yang alami
dan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Banyak
nilai-nilai agama bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di
masyarakat yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir,
seperti penerimaan seks pra nikah, ibu tidak menikah,
homoseksualitas, dan aborsi. Konflik-konflik ini menyebabkan
kecemasan dan penyimpangan seksual yang terjadi pada beberapa
remaja.
3. Etika
Meskipun etika merupakan bagian tak terpisahkan dari agama,
pemikiran etis dan pendekatan etis tetapi seksualitas dapt dilihat secara
terpisah dari agama. Banyak individu dan kelompok telah
mengembangkan kode etik baik tertulis maupun tidak tertulis
berdasarkan berdasarkan prinsip-prinsip etika. Masyarakat
berpandangan bahwa masturbasi, hubungan oral atau anal, hubungan
seks di luar nikah sebagai suatu yang aneh, menyimpang atau salah.
Masyarakat menerima ungkapan seksual adalah bentuk hubungan yang
dilakukan orang dewasa yang dilakukan secara pribadi dan tidak
berbahaya bagi pasangan tersebut. Pasangan perlu mencari dan
berkomunikasi tentang berbagai cara mengekspresikan seksual untuk
mencegah pengambilan keputusan seksual dari salah satu pasangan.
Hal ini untuk menghindari adanya pemaksaan dari pasangan dalam
mengekspresikan seksual.
5. Tekanan pacar
Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan
mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Pacar diartikan sebagai
orang yang spesial dalam hati selain orangtua, keluarga, dan sahabat.
Makna pacaran seringkali disalahgunakan sebagai ajang pelampiasan
nafsu, ajang pertunjukan gengsi, dan ajang meraup keuntungan pribadi.
Pacaran merupakan salah satu upaya untuk saling mengenal satu sama
lain, saling mengerti dan dimengerti, saling cinta dan saling setia
(KBBI, 2002).
Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seorang
harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, seperti mengajak
bercumbu saat berkencan sampai ingin melakukan hubungan seks pra
nikah, tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini
yang berperan bukan saja nafsu mereka, melainkan juga karena sikap
memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan
suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai
layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga tidak
dapat membicarakan masalah yang dihadapinya, remaja tersebut akan
mencari solusinya di luar rumah. Adanya perhatian yang cukup dari
orang tuanya dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja
tersebut memasuki masa pubertas.
Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari
lingkungan pergaulan dan pasangannya. Selain itu, kemampuan dan
kepercayaan diri untuk memegang teguh prinsip hidupnya sangat
penting. Pandangan ini tidak sebatas masalah seksual, tetapi juga
dalam segala hal, baik tentang apa yang seharuanya dilakukan maupun
tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
6. Rasa penasaran
Rasa penasaran atau rasa ingin tahu merupakan salah satu ciri dari
manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir dan dengan
akal pikiran tersebut maka dapat memuaskan rasa ingin tahunya. Rasa
ingin tahu di dorong dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Adanya
rasa ingin tahu yang besar maka manusia akan berpikir dan memulai
mencari jawaban yang sebanyak-banyaknya (Yuanita, 2011).
Masa remaja terjadi beberapa perkembangan, salah satunya
perkembangan seksual. Adanya perkembangan seksual tersebut
meningkatkan keingintahuan remaja tentang seks. Apalagi jika teman-
temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya
segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran
tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan
berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya
(Dianawati, 2003).
Hal yang terkait dengan rasa penasaran remaja tentang seksual antara
lain tertarik terhadap seksualitas, menonton video porno, mencari
informasi tentang seks, ingin mencoba hubungan seks, mengunjungi
tempat prostitusi. Rasa penasaran yang kuat dari diri remaja harus
diimbangi dengan informasi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan agar remaja tidak terjerumus ke hal-hal yang
dapat merusak moral para remaja.
Perilaku penyimpangan seksualitas terhadap remaja di usia 15-24
tahun kebanyakan dilandasi oleh rasa penasaran. Berdasarkan data
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007, alasan
remaja melakukan hubungan seksual pranikah yang pertama kali
karena Rasa ingin tahu (45%). 5% yang lain karena alasan tekanan dari
teman.
7. Lingkungan keluarga
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan dimana masa remaja
merupakan masa badai dan tekanan (Hall S dalamDhamayanti, 2009). Tahap
perkembangan remaja yang ditandai oleh perkembangan kognitif, psikososial dan
fisik dapat mempengaruhi salah satu aktifitas seksual remaja yaitu perilaku seks
pranikah. Akhir-akhir ini muncul fenomena semakin tingginya tingkat perilaku
seks pranikah padaremaja yang dapatmenimbulkan dampak negative yaitu
terjadinya kehamilan diluar nikah (Gemala, 2009).
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada usia remaja (kurangdari
20 tahun) (Depkes RI, 2007). Wanita yang hamil pada usia 15-19 tahun
mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan dan
persalinan (UNICEF, 2001). Wanita kurang dari 20 tahun organ-organ
reproduksinya belum berfungsi dengan sempurna sehingga bila terjadi kehamilan
dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi (FaserdalamKusumawati,
2006).
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada remaja yang merupakan
akibat perilaku seksual baik disengaja (sudah menikah) atau tidak disengaja
(belum menikah). Kehamilan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
Kurangnya penanaman nilai-nilai agama sejak dini dan tipisnya iman remaja, akan
berdampak pada terjerumusnya remaja pada pergaulan bebas.
1. Orang tua –> Peran orang tua dalam keluarga, terutama perkembangan
anak/remaja, sangat penting. Peran dan perhatian orang tua sangat
berpengaruh pada perkembangan mental anak. Perhatian, cinta dan kasih
sayang orang tua sangat dibutuhkan anak pada masa remaja, yang mana pada
masa ini remaja sedang mencari jati dirinya. Sehingga apabila anak kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak mencari sosok
pengganti yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang seperti yang
anak harapkan.
2. Pendidikan seks yang kurang dari orang tua dan keluarga –>Komunikasi yang
lebih terbuka antara anak dan orang tua, dapat berperan penting dalam
pemantauan perilaku anak di masyarakat. Informasi yang cukup tentang
seksualitas yang anak dapatkan dari orang tua, dapat meminimalisasi
keingintahuan anak untuk mengakses informasi di luar rumah ( internet,
media cetak, teman sebaya, maupun pacar ).
3. Teman, tetangga dan media –>Pergaulan yang salah dan penyalahgunaan
media dapat menyebabkan perubahan pola pikir pada remaja tentang seks,
sehingga menreka menganggap bahwa seks pranikah adalah suatu hal yang
lazim.
Kehamilan pada remaja, terutama pada kasus hehamilan yang tidak disengaja,
akan menimbulkan beberapa dampak, yaitu:
Psikologis
Fisik
Masa remaja adalah masa kritis dimana masa itu remaja memiliki
rasa keingitahuan yang tinggi, sedang mrncari jati diri, emosi labil ingin
dianggap sudah mandiri dan bertanggung jawab. Masa ini merupakan
periode yang kritis, karena remaja harus melepaskan ketergantungan
kepada orangtua dan mandiri sehingga bisa diterima dan dianggap dewasa.
Pada masa remaja terjadi perkembangan yang dinamis dalam kehidupan
individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional,
dan sosial. Selain itu, masa remaja juga merupakan masa yang rentan
untuk terpengaruh hal negatif misalnya melakukan bentuk-bentuk perilaku
seksual remaja yang berisiko gaya pacaran yang tidak sesuai norma, seks
pranikah, kehamilan tidak dikehendaki, aborsi, kekerasan dalam
berpacaran (Nisa, 2009)
Transisi menjadi orangtua yang masih remaja akan sulit dijalani
karena tugas-tugas perkembangan orangtua seringkali diperburuk oleh
kebutuhan dan tugas perkembangan remaja salah satunya kemandirian
yang belum dipenuhi kelahiran seiorang bayi menyebabkan timbulnya
suatu tantangan mendasar terhadap struktur interaksi keluarga yang sudah
terbentuk. Orang yang mandiri akan mengandalkan dirinya sendiri dalam
merencanakan dan membuat keputusan penting, akan tetapi mereka bisa
saja meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum
akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri.
Menurut Santrock (2008) mengatakan individu yang tidak cukup
mandiri akan memiliki kesulitan dalam hubungan pribadi maupun karir
uraian ini dapat dipahami bahwa untuk memiliki hubungan pribadi yang
sehat dengan lingkungan sosial, maka individu harus mandiri, sehingga
dapat dikatakan kemandirian merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri individu.
Pada masa peralihan ini terdapat keraguan akan peran, namun
dimasa ini pula remaja memiliki waktu untuk mencoba gaya baru yang
berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang sesuai dengan
dirinya. Karena pada masa ini remaja memiliki keinginan untuk bebas
dalam menentukan dirinya sendiri, hal ini menimbulkan dampak positif
dan negatif bagi remaja tersebut. Dampak positifnya, dengan adanya
dukungan yang baik dari luar, remaja dapat melalui masa penyesuaian
terhadap tumbuh kembangnya. Sedangkan dampak negatifnya, jika
pengaruh dari luar buruk maka akan berdampak terhadap keberhasilan
remaja melalui masa peralihan tersebut (Dariyo, 2004)