Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

TREND DAN ISSU TERKAIT PELAYANAN PASIEN


DI RUMAH SAKIT

OLEH:
NAMA : SERLY ARLEDYA LESTARI
NIM : 17089014078

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
PEMBAHASAN

Trend Dan Issu Terkait Pelayanan Pasien (Patien Safety) Di Rumah Sakit
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi,
peningkatan komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi
terkait pelayanann kesehatan pengurangan resiko pasien jatuh. (Cecep Triwibowo,
Sulhah Yuliawati and Nur Amri Husna, 2016) Keenam aspek tersebut sangat penting
untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah
sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama
untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumah sakitan.
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung
dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit
Pasal 29 b UU No.44/2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak
memperolehkeamanandan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
(Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32 n UU No.44/2009).
Menurut (Yusuf, 2017) keselamatan pasien (patient safety ) menjadi trend dan
isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di rumah sakit yaitu:
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit
yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut
penting untuk dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat
berjalan apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra perumah sakitan (Yusuf, 2017). Patient
safety merupakan suatu variabel untuk mengukur dan menilai kualitas pelayanan suatu
asuhan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Kejadian Tidak Diharapkan atau
KTD sering terjadi pada pasien saat mendapatkan perawatan di rumah sakit, sehingga
kejadian tersebut sangat merugikan bagi pasien tersebut juga bagi rumah sakit sendiri.
KTD bisa terjadi karena berbagai faktor diantaranya beban kerja perawat yang berat,
komunikasi yang kurang tepat, penggunaan alat dan sarana yang kurang tepat bisa
memicu terjadinya patient safety (Cecep Triwibowo, Sulhah Yuliawati and Nur Amri
Husna, 2016)
Rumah sakit dapat melakukan tujuh upaya khusus untuk menjaga keselamatan
pasien, seperti membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memberi arahan
dan dukungan pada tenaga kesehatan, mengintegrasikan aktivitas resiko,
mengembangkan sistem pelaporan, selalu melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien,
belajar dan berbagi pengalaman tenaga kesehatan pasien, mencegah cedera melalui
implementasi sistem keselamatan pasien. Mutu pelayanan di rumah sakit juga
dipengaruhi oleh mutu pelayanan keperawatan karena pelayanan keperwatan merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Menurut (Hakim and Pudjirahardjo, 2014) menyebutkan hasil laporan National
Safety Council (NSC) tahun 2015 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41%
lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-
lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu
sprains, strains : 52%; contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration,
punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%;
scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4%
Kecelakaan berdampak bagi individu maupun bagi institusi. Dampak bagi
individu dapat berupa cidera ringan, cidera berat, cacat fungsi, cacat tetap, cacat total,
kematian serta diikuti kesedihan mendalam bagi keluarga dan masyarakat. Dampak bagi
institusi meliputi kerugian jiwa (cidera, cacat, kematian), kehilangan sumber daya
berharga, biaya perawatan kesehatan, kerugian aset (uang, properti, gedung, peralatan,
material, produk), mengurangi laba institusi karena menutup kerugian dari insiden,
kehilangan waktu & terhentinya proses & kegiatan kerja, pencemaran lingkungan,
dampak sosial & citra insitusi terhadap konsumen & masyarakat.(Hakim and
Pudjirahardjo, 2014)
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Th. 2003 mengenai Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan kalau usaha Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diadakan di
semua tempat kerja, terutama tempat kerja yang memiliki resiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau memiliki karyawan paling sedikit 10 orang. Bila
memerhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah kalau Tempat tinggal Sakit (RS)
termasuk kedalam persyaratan tempat kerja dengan beragam ancaman bahaya yang bisa
menyebabkan efek kesehatan, bukan sekedar pada beberapa pelaku segera yang bekerja
di RS, namun juga pada pasien ataupun pengunjung RS. Hingga telah semestinya pihak
pengelola RS mengaplikasikan beberapa usaha K3 di RS. Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) bagi para pekerja di Rumah Sakit dan fasilitas medis lain tidak kalah
pentingnya dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Disadari atau tidak, di
lingkungan RS terdapat banyak bahan, alat dan proses kerja yang berpotensi bahaya.
Menurut, (Puspita Sari, 2015) prinsip permasalahan tersebut timbul karena
lemahnya pihak manajemen dalam menjalankan K3 RS dengan baik dan benar, serta
tingkat kesadaran pekerja RS akan K3 yang masih rendah. Di samping itu berbagai
masalah K3 kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kejadian penyakit
infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu masalah serius karena mengancam
kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global (Ernawati,
2017). Perilaku tidak aman perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri
sesuai standar dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat
kerja. Cedera akibat tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan
dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini.
Menurut (Harus and Sutriningsih, 2015) ada beberapa langkan yang bisa
dilakukan untuk menerapkan pelaksanaan Patient safety yang efektif di rumah sakit
ialah :
a. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan
dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat
CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan
mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan
fokus patient safety di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah
kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin
akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus
membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang
membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan
yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
d. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas
pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka
peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.
g. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,
tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum
dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
h. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah
sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang
kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk
tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus
bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan
keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan
anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.
DAFTAR PUSTAKA

Cecep Triwibowo, Sulhah Yuliawati and Nur Amri Husna (2016) ‘Handover Sebagai
Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Rumah Sakit’, Jurnal
Keperawatan Soedirman, 11(2), pp. 76–80. Available at:
http://www.jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/646/431.

Hakim, L. and Pudjirahardjo, W. J. (2014) ‘Optimalisasi Proses Koordinasi Program


Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Rumah Sakit X Surabaya Optimization of
Coordinating Process of Patient Safety Program in Hospital X Surabaya’, Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, 2(3), pp. 198–208. Available at:
journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jaki3404f1d0abfull.pdf.

Harus, B. D. and Sutriningsih, A. (2015) ‘Pengetahuan Perawat Tentang Keselamatan


Pasien Dengan Pelaksanaan Prosedur Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Kprs) Di
Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang’, Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan,
3(1), pp. 25–32. doi: 10.33366/CR.V3I1.300.

Puspita Sari, D. W. (2015) ‘Potret Pelaksanaan Patient Safety Mahasiswa Profesi Ners’,
Nurscope : Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 1(2), p. 1. doi:
10.30659/nurscope.1.2.1-11.

Yusuf, M. (2017) ‘Penerapan Patient Safety Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Dr . Zainoel Abidin Patient Safety Implementation In Ward Of Dr . Zainoel
Abidin General Hospital’, Jurnal Ilmu Keperawatan, 5(1), pp. 1–6. Available at:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/8766.

Anda mungkin juga menyukai