Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kajian-kajian mengenai hubungan seks yang baik mulai banyak


diperbincangkan dimana-mana, karena seks bisa dibilang sebagai salah satu pilar
terpenting dari rumah tangga. Seks sekarang bukan hanya saja sebagai ajang
pelampiasan hasrat biologis, namun juga sebagai ajang pembuktian dalam
berbagai hal, seks juga dianggap sebagai aplikasi dari perasaan cinta tertinggi
seseorang kepada orang lain, maka dari itu seks harus diatur sedemikian rupa
sehingga mampu memberi kepuasan bagi pasangan yang melakukannya. Aturan-
aturan mengenai hubungan seks yang selama ini dibuat khusus untuk mengatur
suatu hubungan seks banyak terdapat di dunia medis atau kedokteran (ginekologi
dan seksiologi), namun jangan salah dulu, ada beberapa kitab dari masa lalu yang
mengatur tentang hubungan seks yang baik, seperti misalnya Kama Sutra dan
Kama Tantra dari India atau serat Centani dari Jawa. Kitab-kitab tersebut
mewakili pemikiran-pemikiran kuno (local wisdom) mengenai bagaimana cara
berhubungan seks yang baik. Selama ini kajian seks mempunyai porsi yang relatif
sedikit untuk dibicarakan di dalam forum agama.
Konsep mengenai budaya seksualitas itulah yang dapat digunakan sebagai alat
atau kacamata untuk mendata dan mengkaji serta memahami seksualitas yang
berdasar pada dogma agama. Bila seksualitas dilihat dengan menggunakan
kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan, yaitu sebagai
sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh
para warga masyarakat tersebut. Agama harus melakukan berbagai proses
perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan
keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat
menyesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur
kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut.

1
Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari
kebudayaan tersebut.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep kehidupan seksualitas?
2. Apa peran bidan dalam konsep kehidupan seksualitas?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami bagaimana konsep teori seksualitas.
2. Untuk mengetahui peran bidan dalam konsep kehidupan seksualitas.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Menghasilkan pemikiran yang positif mengenai seksualitas menurut
konsep yang benar.
2. Dapat mengetahui peran bidan dalam konsep seksualitas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Seksualitas

Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan


yang berhubungan dengan alat reproduksi. Sedangkan menurut WHO dalam
Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang
kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan
dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas
tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis,
psikologi personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan
individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi.
Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri
individu tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita,
dan pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio
budaya membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan
bagaimana mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain.

3
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki
dan perempuan
d. Hubungan kelamin

2. Seksualitas dalam arti luas


Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b. Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c. Perbedaan peran.

2.2 Fungsi Seksualitas

1. Kesuburan

Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya


keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia
sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini
adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak
dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.

2. Kenikmatan

4
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan
atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.

3. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan

Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-
sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi
dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut
berakar dari risiko psikologis yang terlibat secara khusus, resiko ditolak,
ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali
dapat memadamkan gairah pasangan.

4. Menegaskan maskulinitas atau feminitas

Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena
sebab lain (mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan),
kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.

5. Meningkatkan harga diri

Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara
umum dapat meningkatkan harga diri.

6. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan

5
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek
maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada
dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk mengendalikan
hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering merupakan aspek
penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut mungkin dilakukan
dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk pertalian
seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga
diri pasangan. Sementara dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang
sudh berjalan, hal ini juga merupakan aspek yang penting dan menarik dalam
perilaku awal masa “berpacaran”.

7. Mengungkapkan permusuhan

Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita


adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini paling
relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak kasus
penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari
dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.

8. Mengurangi ansietas atau ketegangan

Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan


sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.

9. Pengambilan resiko

6
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan,
misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan
terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya
resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari
resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan dengan
persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang seperti
ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.

10. Keuntungan materi

Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh
keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu
bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk
hidup bersama.

2.3 Kesehatan Seksualitas

Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,


mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi
yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya
misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang
diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak
adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai
bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati.

2.4 Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia

7
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan
seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan,
Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau
tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak
perlu dilarang.
2. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat
buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet,
sehingga kepuasannya tercapai.
3. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan
alat kelaminnya.
4. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual
seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai
masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-
anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke
sekolah.
5. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder
mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak
dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah,
keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan
mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya,
sehingga memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating
bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah sehingga dapat
menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan hubungan
seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat
dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. Berkembangnya
seksualitas dan pertalian seksual yaitu:

a. Remaja

8
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan penegasan
identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-
perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga sementara perubahan-
perubahan hormon menimbulkan dampak pada reaktivitas emosi.

b. Pasangan dan awal perkawinan


Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman dalam
pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman barunya”.
Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi sangat penting
untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila pasangan tidak
mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya mengetahui apa
yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka akan muncul
masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.

c. Awal menjadi orang tua


Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan lebih
lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya mengalami
penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks menjelang akhir
kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik dan mekanis. Periode
pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu periode saat munculnya
kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan obesitas belum
mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk mengatasinya, dapat
menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka panjang yang paling
sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual pihak wanita.

d. Usia paruh baya


Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam hubungan
seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang halini tidak menimbulkan masalah.
Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan intimasiseksual lain yang
tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka. Tetapi bagi yang lain,
kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan korban. Pada keadaan

9
seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah menyebabkan kelelahan
dan memadamkan semua antusiasme spontan untuk melakukan aktivitas seksual.
Hubungan intim menjadi jarang dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat
timbul ketegangan dalam hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama
adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada wanita. Proses
penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu
negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil kemungkinannya meminta pertolongan
dalam konteks keluarga berencana atau kesehatan reproduksi.

2.5 Respon Seksualitas

Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut.
“Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan
hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual :

1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari


beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:

a. Peningkatan ketegangan otot


b. Peningkatan denyut jantung
c. Perubahan warna kulit
d. Aliran darah ke daerah genital
e. Mulainya pelumasan Vagina
f. Testis membengkak dan skrotum mengencang

2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa


perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:

a. Fase kegembiraan meningkat

10
b. Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c. Klitoris menjadi sangat sensitive
d. Testis naik ke dalam skrotum
e. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan
darah
f. Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot

3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan
fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki
karakteristik seperti berikut:

a. Kontraksi otot tak sadar


b. Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c. Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
e. Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh

4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai
dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali
perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas
seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu
pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-
laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.

2.6 Dimensi Seksualitas

Seksualitas memiliki dimensi-dimensi. Dimensi-dimensi Seksualitas seperti


sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis.
Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Dimensi Sosiokultural

11
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global
menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi
spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan
perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang,
tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa
seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan
sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan
ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan
norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan
menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang
menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan hubungan
seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan hubungan seks.

2) Dimensi Agama dan etik

Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang
ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang
hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.

3) Dimensi Psikologis

12
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai
dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku
orangtua.
Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya.

Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus


dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual
berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka
tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki dan
perempuan secara berbeda berdasarkan jender.

4) Dimensi Biologis

Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan


yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah
dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika
hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali
saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan
karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan
spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks
sekunder.

2.7 Permasalahan Seksualitas

Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:

a. Ketidaktahuan mengenai seks

13
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya
sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh
banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat.
Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan
seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka
tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya.
Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu
orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya
sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu
kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-
laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama
keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks.
Jawabanjawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan
usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan
pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi
anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada
wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa
anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan
jenisnya.
b. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam
melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang
wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan
pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.

14
c. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik
menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses
foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari
seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang
lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang
tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain
masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta.
Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.
Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau
perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
d. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap
seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan
itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak
terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk
jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang
ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian
melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

2.8 Membantu Kesulitan Seksual

Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga
dengan mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali
pasien benar-benar mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya,
makamasalah dan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa
ke dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin tidak tersedia informasi

15
mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal ini dapat
dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa pasangan
harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus
mengalami orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-
masing. Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman
mengenai perasaan-perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat
penting, karena cara tersebut dapat membuka jalan bagi pasangan untuk
menyelesaikan sendiri masalahnya.

2.8 Peran bidan dalam kehidupan seksualitas

Bidan bukan saja hanya membantu persalinan tapi juga berperan dalam
melakukan edukasi atau penyuluhan bagi remaja, pra nikah, bahkan kesehatan
seksual, bidan juga mendampingi dalam prakontrasepsi.
Dalam kehidupan seksual bidan dapat melakukan konseling bagi pasangan suami
istri, atau bahkan konseling tentang masalah-masalah yang dialami dalam
kehidupan seksual,bidan juga merupakan penyedia layanan Keluarga
Berancana(KB) guna meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat. Masalah
seksual merupakan masalah subyektif dan karena diagnosis sering kali bergantung
pada kesadaran orang untuk memeriksakan diri, masalah atau gangguan seksual
sulit sekali untuk diidentifikasi, ditangani dan dipantau, terutama jika masalahnya
bersifat psikoseksual, untuk itu sebagai seorang bidan perlu adanya promosi
kesehatan seksual kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui dengan benar
konsep seksualitas untuk meningkatkan kontrol dan meningkatkan kesehatan
seksual mereka. Apalagi kepada remaja yang rentan terlibat dalam perilaku
seksual yang beresiko yang menyebabkan infeksi menular seksual, kehamilan
tidak diharapkan, dan kesehatan seksual yang buruk.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek
inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran
gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Fungsi dari seksualitas itu sendiri yaitu sebagai Kesuburan, Kenikmatan,
Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan, Menegaskan
maskulinitas atau feminitas, Meningkatkan harga diri, Mencapai kekuasaan atau
dominasi dalam hubungan, Mengungkapkan permusuhan, Mengurangi ansietas
atau ketegangan, Pengambilan resiko, Keuntungan materi. Seksualitas
dipengaruhi oleh beberapa dimensi yakni dimensi sosiokultural, dimensi agama
dan etik, dimensi psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak permasalahan
seksualitas yang antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai seks,
kelelahan, konflik, dan kebosanan.

3.2 Saran

17
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, kedepannya diharapkan
makalah ini bisa disempurnakan lagi dengan menjelaskan lebih rinci lagi dengan
lebih banyak referensi.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC


Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: EGC
Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga
Berencana Dan Kesehatan Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik
Geriatric RS
Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011.
Skripsi. Depok. FKM UI
Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan
Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC

18
19

Anda mungkin juga menyukai