Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di
definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari
lubuk hati paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi
diri manusia sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas
merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang
merupakan kegiatan fisik hubungan seksual. Seksualitas merupakan aspek yang
sering di bicarakan dari bagian personalitas total manusia, dan berkembang terus
dari mulai lahir sampai kematian. Banyak elemen-elemen yang terkait dengan
keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-elemen tersebut termasuk elemen
biologis; yang terkait dengan identitas dan peran gender berdasarkan ciri seks
sekundernya dipandang dari aspek biologis. Elemen sosiokultural, yang terkait
dengan pandangan masyarakat akibat pengaruh kultur terhadap peran dan kegiatan
seksualitas yang dilakukan individu. Sedangkan elemen yang terakhir adalah
elemen perkembangan psikososial laki-laki dan perempuan. Hal ini dikemukakan
berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang kaitannya antara identitas dan peran
gender dari aspek psikososial. Termasuk tahapan perkembangan psikososial yang
harus dilalui oleh oleh individu berdasarkan gendernya.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan seksualitas yang sehat yang
berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Seksualitas dalam hal
ini berkaitan erat dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin
manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik dan biologis manusia.

1
II. TUJUAN
a. Umum
Untuk mengidentifikasi konsep kebutuhan seksualitas pada manusia.
b. Khusus
1. Untuk mengidentifikasi pengertian pengertian, setiap tumbuh kembang,
etnik legal dalam seksualitas.
2. Untuk mengidentifikasi anatomi dan fisiologi organ seksualitas wanita
dan pria (interna & eksterna).
3. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan
seksualitas.
4. Untuk mengidentifikasi pengkajian kebutuhan seksualitas.
5. Untuk mengidentifikasi pemeriksaan fisik genetalia dan payudara
(observasi dan palpasi).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SEKSUALITAS

Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-


determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang
melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual.

Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri sendiri secara anatomis
yang sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan
fisiologis, organ seks, hormon dan otak dan saraf pusat. Seorang anak dapat
menafsirkan secara jelas perilaku orang lain yang sesuai dengan identitas
seksualnya, yang bagaimana seorang memutuskan untuk menafsirkan identitas
seksual untuk dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-image) dan konsep
diri.

Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas jender seseorang


diekspresikan secara sosial dalam perilaku jenis seks yang sama atau berbeda.
Identitas jender mulai berkembang sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi
oleh faktor biologis (embrionik dan sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola
orang tua terhadap anak. Dengan demikian, sebenarnya peran jender terbina
melalui pengamatan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya seksualitas tidak terbatas
hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi
kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan
saling memperhatikan secara timbal balik. Perilaku seksual seseorang sangat
ditentukan oleh berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan akan cinta dan kasih
sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria. Pada
kondisi dimana kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan
besar akan mengalami gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan
seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.

3
2.2.Tinjauan Seksual Dari Beberapa Aspek

Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:

1. Aspek Biologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi dan
fisiologi dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks, dan adanya
hormonal serta sistem saraf yang berfungsi atau berhubungan dengan
kebutuhan seksual.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin,sebuah
perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identirasnya, serta memandang
gambaran seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
3. Aspek Sosial Budaya
Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku di
masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta perilaku di masyarakat.

2.3 Orientasi Seksual


Orientasi seksual adalah dengan jenis kelamin mana seseorang lebih tertarik
secara seksual. Orientasi seksual dikategorikan menjadi dua yaitu heteroseks
(orang yang secara seksual tertarik dengan lawan jenis) dan homoseks (orang
yang secara seksual lebih tertarik dengan orang lain yang sejenis kelamin). Di
antara kedua orientasi seksual tersebut, masih ada perilaku-perilaku seksual yang
sulit dimasukkan dalam satu kategori tertentu karena banyak sekali keragaman di
dalamnya.
Homoseksualitas adalah ketertarikan secara seksual dan aktivitas seksual pada
jenis kelamin yang sama. Laki-laki yang tertarik kepada lakilaki disebut gay,
sedangkan perempuan yang tertarik pada perempuan disebut lesbian. Terjadinya
homoseksualitas sampai saat ini masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan
bahwa hal ini terjadi sejak lahir (dipengaruhi oleh gen) dan ada pula yang
mengatakan dari pengaruh lingkungan
.

4
2.4 PERKEMBANGAN SEKSUALITAS

Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-kanak,


masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta dewasa.

Masa Pranatal dan Bayi

Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti adanya
ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini
terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut Sigmund
Freud, tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan, kesenangan, atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah,
atau uk mendapat bersuara. Anak memiliki ketergantungan sangat tinggi
dan selalu minta dilindungi untuk mendapat rasa aman. Masalah yang
diperoleh pada tahap ini adalah masalah menyapih dan makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi
pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan keakuannya,
sikapnya sangat narsistik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak
juga mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah
dapat dilatih dalam hal kebersihan.

2.5 Masa Kanak-Kanak

Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah. Perkembangan
seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan perkembangan
psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak
pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak
laki-laki cenderung suka pada ibunya daripada ayahnya, sebaliknya anak
perempuan lebih suka pada ayahnya. Anak mulai dapat

5
mengidentifikasikan jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau
perempuan, belajar malalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai
mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
2. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai
terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung
pada tuntutan sosial, seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau
teman sebaya, dorongan libido mulai mereda. Pada masa sekolah ini, anak
sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui intetraksi dengan orang
dewasa, membaca, atau berfantasi.

2.6 Masa Pubertas

Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan terjadi
kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara psikologis ini
ditandai dengan adanya perubahan citra tubuh (body image), perhatian yang
cukup besar terhadap perubahan fungsi tubuh, pemelajaran tentang perilaku,
kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi badan,
perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau menstruasi bagi wanita. Tahap
yang disebut Freud sebagai tahap genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun.
Kepuasaan anak pada tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.

2.7 Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur

Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks sekunder
mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan
umur terjadi perubahan hormonal, pada wanita ditandai dengan penurunan
esterogen, pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan cairan vagina,
selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi, pada pria ditandai dengan penurunan
ukuran penis serta penurunan semen. Dari perkembangan psikososial, sudah mulai
terjadi hubungan intim antara lawan jenis, proses pernikahan dan memiliki anak,
sehingga terjadi perubahan peran.

6
2.8 Masa Dewasa Tua

Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atropi pada
vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan penurunan intensitas
orgasme pada wanita ; sedangkan pada pria akan mengalami penurunan jumlah
sperma, berkurangnya intensitas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi, dan
pembesaran kelenjar prostat.

I. DIMENSI AGAMA DAN ETIK

Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksannan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang
ditujukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan
seks hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu
menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas
kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
Beberapa pendekatan umum terhadap pembuatan keputusan seksual etik
disarankan oleh Masters, Johnson, dan Kolodny, (1982). Dalam suatu pendekatan,
keputusan seksual didasarkan terutama pada agama. Apa yang dianggap seseorang
sebagai benar dan salah secara seksual sangat berkaitan dengnan sikap dan
keyakinan agama. Keyakinan agama kontemporer memandang secara berbeda
terhadap nilai, perilaku dan ekspresi seksual yang dapat diterima (Zawid, 1994).
Beberapa badan gereja besar di Amerika Serikat telah mengeluarkan kertas
pernyataan tentang seksualitas untuk menunjukkan posisi atzu keyakinan mereka.
Seseorang juga dapat menyatakan pada public bahwa ia menyakini system seksual
tetentu tetapi berperilaku cukup berbeda secaa pribadi. Pendekatan kedua
memandang setiap tindakan seksual antara orang dewasa yang cukup umur dalam
kehidupan pribadinya sebagai moral. Sebagian orang percaya bahwa moral
seksualitas meningkatkan pertumbuhhan pribadi dna hubungan interpersonal.

7
Sedangkan orang lain percaya bahwa morallitas tentang tindakan seksual harus
diputuskan dengan dasar situasi di mana hal tersebut terjadi.
Akibatnya individu mempunyai perbedaan keyakinan dan nilai seksual mereka.
Michael et al (1994) membagi responden menhjadi 3 kategori dengan dasar sikap
dan keyakinan. Individu yang masuk ked dalam kategori “tradisional”
mengatakan bahwa keyakinan keagamaan mereka selalu memberikan pedoman
perilaku seksual mereka, dan bahwa homoseksualitas, aborsi, dan hubungan seks
pranikah dan di luar nikah selalu di anggap salah. Kategori “relasional”
berkeyakinan bahwa seks harus menjadi bagian dari hubungan salaing mencintai
tetapii tidak harus terjadi dalam perkawinan.
Moralitas yang bersifat lebih individualistic meluas pada tahun 1960-1970.
Banyak orang mengevluasi kembali kode moral mereka dan mulai melihat
seksualitas sebagai suatu cara ekspresi diri. Wanita mengajukan hak-hak mereka
untuk mengontrol reproduksi dan ekspresi perasaan seksual mereka. Moralitas
baru ini menekankan kepemilikan tubuh dan perasaan seseorang, pikiran bebas
dan aktualisasi diri. Perjuangan dari tahun 1990-an tampak sebagaimana
menggabungkan moralitas individualitas ini (tanpa kehilangan apa yang telah
dicapai) dengan ekspansi seksualitas yang lebih monogamy. Peningkatan angka
penyakit seperti gonorea, klamidia, human papiloma virus (HPV), dan HIV telah
mempengarui penekanan kembali pada hubungan monogami.

II. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKSUALITAS


a. Beberapa macam faktor yang mempengaruhi konsep seksualitas :
1. Pertimbangan perkembangan
Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosianal
dan biologi kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas
individu. Sejak lahir, gender, atau seks mempengaruhi perilaku individu
sepanjang kehidupannya.
2. Kebisaan hidup sehat dan kondisi kesehatan

8
Tubuh, jiwa da emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual. Trauma atau stres dapat mempengaruhi
kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-
hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk
penyakit. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup
yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan.
3. Peran dan hubungan
Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi
kualitas hubungan seksualnya. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama
yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan
seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
4. Konsep diri
Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung
terhadap seksualitas.
5. Budaya, nilai dan keyakinan
Faktor budaya termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat
mempengaruhi individu. Tiap budaya mempuyai norma-norma tertentu tentang
identitas dan perilaku seksual. Budaya turut menentukan lama hubungan
seksual, cara stimulasi seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
6. Agama
Pandangan agama tertentu diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi
seksuallitas seseorang. Konsep tentang keperawanan, dapat diartikan sebagai
kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) tergantung
pada terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas. Sebenarnya yang
penting dipertimbangkan adalah rasa nyaman terhadap pilihan ekspresi seksual
yang sesuai, yang hanya bisa dicapai apabila bebas dari rasa bersalah dan
perasaan cemas.

9
Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang menginginkan dan
menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya menginginkan seks hanya
sekali satu bulan, dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan seksual sama
sekali dan cukup merasa nyaman dengan fakta tersebut. Keinginan seksual
menjadi masalah jika semata-maata menginginkan untuk merasakan keinginan
hubungan seks lebih sering, jika keyakinan klien adalah penting untuk
melakukannnya pada beberapa norma kultur, atau jika perbedaan dalam keinginan
seksual dari pasangan menyebabkan konflik.

a. Faktor fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik.
Aktivias seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan
hanya membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkan
keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang
untuk tidak merasakan seksual. Medikasi dapat mempengaruhi keinginan
seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh perasaan
penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat
menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual.
b. Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari
keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan
mungkin mendapati bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang
sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Tingkat seberapa jauh
mereka masih merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat
intim bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegosiasi dan
berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang sangat
penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan.
Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan ansietas
hanya karena harus mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa
yang diterima atau menyenangkan.
c. Faktor gaya hidup

10
Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau
tidak punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan,
dapat mempengaruhi keinginan seksual. Dahulu perilaku seksual yang
dikiatkan dengan periklanan, alcohol dapat menyebabkan rasa sejahtera
atau gairah palsu dalam tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti
sekarang ini menunjukkan bahwa efek negatif alcohol terhadap seksualitas
jauh melebihi cuforia yang mungkin dihasilkan pada awalnya.
Menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah factor gaya
hidup yang lain. Sebagian klien tidak mengetahui bagaimana menetapkan
waktu bekerja dan di rumah untuk mencakupkan perilaku seksual.
Pasangan yang bekerja, misalnya mungkin merasa terlalu terbeban
sehingga mereka cumbuan seksual dari pasangannya sebagai tuntutan
tambahan bagi mereka. Klien seperti ini sering mengungkapkan bahwa
mereka perlu waktu untuk menyendiri untuk berpikir dan istirahat sebagai
hal yang lebih penting dari seks. Individu yang lain mungkin tidak
memiliki pasangan seksual.
d. Faktor harga diri
Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan
mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin menyebabkan
perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri
seksual dapat menurunkan dalam banyak cara. Perkosaan, inses, dan
penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang dalam. Rendahnya
harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya
pendidikan seks, model peran yang negative dan upaya untuk hidup dalam
pengharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik. Mungkin ada
baiknya untuk menggali factor fisik, hubungan, gaya hidup, dan harga diri
secara lebih mendalam bergantung pada aspek lain dari pengkajian.

11
b. Perilaku Seksual
Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku, namun tentu saja
tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi
dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman,
baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki
konsekuensi berbeda.
Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual.
Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan,
berpelukan, bercumbu, bercumbu berat sampai berhubungan seks.
a. Perilaku seks aman (Touching)
Perilaku seks aman adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya
pertukaran cairan vagina dengan cairan sperma misalnya dengan
bergandengan tangan, berpelukan, berciuman. Sementara hubungan seks
tanpa menggunakan kondom bukan merupakan perilaku seks aman dari
kehamilan dan PMS. Jika benar-benar ingin aman, tetaplah tidak aktif
seksual tetapi jika sudah aktif, setialah dengan satu pasangan saja, atau
gunakan kondom dengan mutu yang baik dan benar agar dapat
mengurangi risiko terkena PMS, HIV/AIDS dan kehamilan.
b. Anal Seks
Seks anal (bahasa Inggris: anal sex atau anal intercourse) adalah hubungan
seksual di mana penis yang ereksi dimasukkan ke rectum melalui anus.
Selain itu penetrasi anus dengan dildo, butt plug, vibrator, lidah, dan benda
lainnya juga disebut anal sex. Anal sex dapat dilakukan oleh orang
heterosexual maupun homosexual. Dalam beberapa budaya female
receptive anal intercourse diterima karena resiko kehamilan lebih rendah
(walaupun tidak ada jaminan, karena mani dapat masuk dari anus melalui
perineum ke vagina). Anal sex juga digunakan untuk menjaga
keperawanan karena hymen tidak rusak. Alasan lain adalah karena anus
lebih "ketat" daripada vagina (terutama setelah kelahiran bayi), karena itu
lebih memberikan kepuasan bagi penis.
c. Biseksual

12
Biseksual adalah kondisi tertentu yang membuat seseorang mampu
menikmati stimulasi erotis-seksual, baik dari pasangan sejenis maupun
lain jenis.
d. Homoseksual
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara
pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat
homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan sexual di
antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak
mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas,
sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan
heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay digunakan sebagian besar
untuk mengacu pada orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai
homoseks, tanpa memandang jenis kelamin. Lesbian adalah suatu istilah
tertentu yang hanya digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit
dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan
gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan
kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap
ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).
Homoseksualitas dapat mengacu kepada :
1. Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan
seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis
secara biologis atau identitas gender yang sama.
2. Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang
sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender.
3. Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin
dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau
orientasi homoseksual. Ungkapan seksual dan cinta erotis
sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah
kebanyakan budaya yang dikenal sejak sejarah awal .
e. Oral Seks

13
Oral Seks adalah suatu variasi seks dengan memberikan stimulasi melalui
mulut dan lidah pada organ seks / kelamin pasangannya. Cunnilingus yaitu
seks oral yg dilakukan seorang pria pada vagina dengan mulut ataupun
lidah. Fellatio adalah seks oral yang dilakukan wanita kepada alat kelamin
pria, penis dan testis.
f. Masturbasi
Masturbasi adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh
sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk
mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat
maupun menggunakan alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian
tubuh yang sensitive, namun tidak sama pada masing-masing orang,
misalnya: puting payudara, paha bagian dalam, alat kelamin (bagi wanita
terletak pada klitoris dan sekitar vagina; sedangkan bagi laki-laki terletak
pada sekitar kepala dan leher penis). Misalnya laki-laki melakukan
masturbasi dengan meraba penisnya, remaja perempuan menyentuh
klitorisnya hingga dapat menimbulkan perasaan yang sangat
menyenangkan atau bisa timbul ejakulasi pada remaja laki-laki.
Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang yang
melakukannya tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian
tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti
mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak
menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan.
Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah,
berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui
oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan
menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja tertentu.
g. Berciuman (Kissing)
Berciuman adalah sebuah proses cumbuan pada pasangan seksual dengan
menggunakan bibir. Berciuman yang bersifat cumbuan biasanya dilakukan
pada daerah sensitif, misalnya bibir atau leher. Ciuman yang dilakukan
pada leher pasangan seks disebut dengan necking.

14
h. Onani
Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang
berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan
istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki. Istilah
onani diambil dari seseorang bernama onan yang sejak kecil sering merasa
kesepian. Untuk mengatasi rasa kesepiannya ia mencari hiburan dengan
membayangkan hal-hal erotis sambil mengeksplorasi bagian-bagian
tubuhnya yang sensitif sehingga mendatangkan suatu kenikmatan. Nama
onan ini berkembang menjadi onani. Istilah onani lainnya yang dipakai
dengan arti sama yaitu swalayan, ngocok, automanipulatif.
i. Bercumbu berat (Petting)
Bercumbu berat adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa
pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi
sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Ada pula yang
mengatakan petting sebagai bercumbu berat. Biasanya dilakukan sebagai
pemanasan sebelum melakukan hubungan seks. Walaupun tanpa
melepaskan pakaian, bercumbu berat tetap dapat menimbulkan kehamilan
tidak diinginkan karena sperma tetap bisa masuk ke dalam rahim, karena
ketika terangsang perempuan akan mengeluarkan cairan yang
mempermudah masuknya sperma ke dalam rahim, sedangkan sperma itu
sendiri memiliki kekuatan untuk berenang masuk ke dalam rahim jika
tertumpah pada celana dalam yang dikenakan perempuan, apalagi jika
langsung mengenai bibir kemaluan.
j. Hubungan seksual
Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi
ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan
sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina
memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan
terjadinya pembuahan dan kehamilan.

15
BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pada dasarnya
seksualitas tidak terbatas hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi
merupakan ekspresi kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan,
menghargai dan saling memperhatikan secara timbal balik. Pada kondisi dimana
kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan besar akan
mengalami gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang
dapat ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.

II. SARAN
Diharapkan pemahaman mengenai kebutuhan seksualitas dan reproduksi di
informasikan sejak dini, agar dapat menjaga kesehatan seksual dan reproduksi,
sehingga tidak terjadi gangguan pada kebutuhan seksualitas dan reproduksinya.
Selain itu, kita sebagai calon perawat harus lebih memahami tentang kebutuhan
dasar seksualitas agar dapat memberikan intervensi yang tepat kepada klien
gangguan seksualitas dan reproduksi sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan
tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Bickley, Lynn S. 2008. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta :
EGC.

Hamid, Achir Yani S. 1999. Buku Ajar Aspek Psikoseksual dalam Keperawatan.
Jakarta: Widya Medika

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :


Erlangga.

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik.


Jakarta: Salemba Medika.

Patricia A. Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,


dan Praktik. Vol 1 Edisi 4.Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai