Anda di halaman 1dari 4

TEORI KEPRIBADIAN ROGERS

Salah satu tokoh penting dalam teori humanistik adalah Carl Rogers. Beliau adalah seorang
ahli terapi yang dididik secara psikodinamika dan peneliti psikologi yang dididik secara teori
perilaku, dia tidak sepenuhnya merasa nyaman dengan dua aliran Freud dan Winnicot, teoriteori Rogers diperoleh secara klinis yaitu berdasarkan pada apa yang dikatakan pasien dalam
terapi.
Teori Rogers sangat bersifat klinis, karena didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun
tentang bagaimana seharusnya seorang terapis menghadapi seorang kliennya. Dalam dunia
psikologi teori ini disebut dengan teori teori yang berpusat pada klien dalam istilah carl
rogers disebut sebagai client centered theraphy atau person-centered psychotherapy.
Maksud dari berpusat pada klien adalah karena teori ini terapis harus mampu masuk pada
hubungan yang s angat pribadi dan subjektif dengan klien, yang hubungannya tersebut bukan
seperti ilmuan dengan objek penelitian namun lebih pada antara pribadi dengan pribadi.
Terapis memandang bahwa klien; memiliki pribadi, memiliki harga diri tanpa sarat, memiliki
nilai nilai tak peduli bagaimana keadaannya, tingkah lakunya atau perasaannya.
1.

Struktur Kepribadian (Self)

Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers
mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan
aspek struktural kepribadian. Namun demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat
pribadi, diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasa penting dalam teorinya yitu Self,
organisme dan medan fenomena.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self
merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self adalah konsep
menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang I atau me
(aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan I atau me dengan
orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu.
Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang
dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Konsep self juga menggambarkan pandangan diri
dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan
hubungan interpersonal.
Carl Rogers mendeskripsikan the self atau self-structure sebagai sebuah konstruk yang
menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu : Real
Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self
adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin
dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih
kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen,
kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang
kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan
self me sesuai dengan realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara

keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar ketidaksebidangan, maka


semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan terjadi
ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.Organisme. Pengertian organisme mencakup
tiga hal:
1. Makhluk hidup; Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan
psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial
terdapat dalam kesadar setiap saat
2. Realitas subyektif; organisme menanggapi dunia seperti yang siamati atau dialaminya.
Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya
subjekstif.
3. Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perybahan pada satu
bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi
atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan
diri
3. Medan fenomena. Keseluruhan pengalaman itu, baik yang internal maupun eksternal,
disadari maupun tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah
seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana
persepsi subyektifnya.
2.

Dinamika kepribadian

Menurut roger organisme memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk
aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa
mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap
makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin.
Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan
positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar, yaitu kecenderungan untuk
mengaktualisasi diri. Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang
dimiliki dan mencapai tahap human-beingness yang setinggi-tingginya. Kita ditakdirkan
untuk berkembang dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita. Proses
penilaian (valuing process) bawah sadar memandu kita menuju perilaku yang membantu kita
mencapai potensi yang kita miliki. Rogers percaya, bahwa manusia pada dasarnya baik hati
dan kreatif. Mereka menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau hambatanhambatan eksternal mengalahkan proses penilaian.
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan
oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas,
makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan bahwa pada
dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu
dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan
antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan

perilaku yang regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri.
Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang
progresif. Dan memang dorongan utama manusia adalah untuk progresif dan menuju
aktualisasi diri.
3.

Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari tahap pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan
bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang
orang persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.
Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang memiliki konsep
diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya, dan yang terpesona
dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi
insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut
sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan
laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia
adalah gadis yang tidak baik karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia
berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia
tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.
Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan
orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar
dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai
kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga menyerah dari ketertarikannya dan
jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir
dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui
dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian
keras, tidak nyaman,
Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka
kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian
itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik
dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan
kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau
ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian
antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap
konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya
ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang
tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan
untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara self conceptnya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka
hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak
cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam,
cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami
sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika (2010:145) disebutkan sebagai
berikut :

1. Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang
terjadi di lingkungannya secara objektif
2. Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
3. Mampu menggunakan semua pengalaman
4. Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Orang yang telah mencapai fully functioning person ini memiliki karakteristik sebagai
berikut :
Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka terhadap perasaan
positif(keteguhan dan kelembutan hati) maupun negative (rasa takut dan sakit).
Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas setiap saat.
Memiliki rasa percaya diri atau memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri
berdasarkan pengalaman yang pernah di alaminya.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun
Berpikir kreatif dan mampu menjalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap
perubahan yang terjadi di lingkungannya.
sumber :
Jarvis, Matt. (2006). Teori-Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media dan Nuansa.
Mahmud. (2005). Psikologi Pendidikan Mutakhir. Bandung:Sahiva
Samsyu Yusuf dan Juntika Nurihsan. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda

Anda mungkin juga menyukai