Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK

RANGKUMAN MATERI RELIABILITAS

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikometri

Dosen Pengampu : Ratri Pratiwi, S.Psi., M.A.

Anggota :

Amalia N. Putri Mantoyo ( 18081668)

Wanda Asri Nurwahyuni (18081734)

Mata Kuliah :

Psikometri 13F4

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2020 / 2021
a. Teori Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability.Suatu pengukuran


yang mampu menghasilkan data yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi disebut
sebagai pengukuran yang reliable (reliable). Walaupun istilah reliabilitas mempunyai
berbagai nama lain seperti konsistensi, keterandalan, keterpercayaan, kestabilan,
keajegan, dan sebagainya, namun gagasan pokok yang terkandung dalam konsep
reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya.

Hasil suatu pengukuran diketahui akan dapat dipercaya apabila dalam


beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama
diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek
memang belum berubah. Dalam hal ini, relative sama berarti tetap adanya toleransi
terhadap perbedaan-perbedaan kecil yang biasanya terjadi di antara hasil beberapa
kali pengukuran. Bila perbedaan yang terjadi sangat besar dari waktu ke waktu maka
hasil pengukuran tersebut tidak dapat dipercaya dan dikatakan sebagai tidak
reliable.Pengukuran yang hasilnya tidak reliable tentu tidak dapat dikatakan akurat
karena konsistensi menjadi syarat bagi akurasi.

Pengertian reliabilitas alat ukur dan reliabilitas hasil ukur oleh sebagian orang
dianggap sama saja dan sering dipertukarkan. Padahal seharusnya, perbedaan makna
kedua istilah itu perlu diperhatikan.Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur
erat kaitannya dengan masalah eror pengukuran (error of measurement). Eror
pengukuran sendiri merujuk pada sejauhmana inkonsistensi hasil ukur terjadi apabila
pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama. Sedangkan konsep
reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur, erat kaitannya dengan konsep eror dalam
pengambilan sampel subjek (sampling error) yang mengacu kepada inkonsistensi
hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok sampel subjek yang
berbeda dari suatu populasi yang sama.

Pada awalnya, tinggi-rendahnya reliabilitas tes dicerminkan oleh koefisien


korelasi linier di antara distribusi skor pada dua tes yang parallel, yang dikenakan
pada sekelompok sampel individu yang sama. Semakin tinggi koefisien korelasi
termaksud berarti konsistensi antara hasil pengukuran kedua tes tersebut semakin baik
dan hasil ukur dari kedua tes itu dikatakan semakin reliable. Sebaliknya, bila kedua
tes yang dianggap parallel tersebut ternyata menghasilkan skor yang satu sama lain
berkorelasi rendah maka dapat dikatakan bahwa reliabilitas hasil ukur kedua tes
tersebut tidak tinggi.

Koefisien korelasi linier antara dua variable dilambangkan oleh huruf r.


Apabila skor pada tes pertama diberi lambang X dan skor pada tes yang ke dua yang
parallel dengannya diberi lambing X’, maka koefisien korelasi antara kedua tes
tersebut dilambangkan oleh rₓₓ´.Simbol inilah yang kemudian diadopsi sebagai simbol
koefisien reliabilitas.

Walaupun secara teoritik besarnya koefisien reliabilitas berkisar mulai dari


angka 0,0 sampai dengan angka 1,0 akan tetapi pada kenyataannya koefisien
reliabilitas sebesar 1,0 praktis tidak pernah dijumpai. Di samping itu, walaupun hasil
perhitungan koefisien reliabilitas dapat saja bertanda negative (-) sebagaimana halnya
semua koefisien korelasi, namun koefisien reliabilitas selalu mengacu pada angka
positif (+) dikarenakan angka yang negative tidak ada artinya bagi interpretasi
reliabilitas hasil pengukuran. Koefisien reliabilitas rₓₓ’ = 1,0 berarti adanya
konsistensi yang sempurna pada hasil ukur yang bersangkutan. Konsistensi yang
sempurna seperti itu tidak dapat terjadi dalam pengukuran atribut psikologi dan
atribut sosial yang menggunakan manusia sebagai subjeknya dikarenakan terdapatnya
berbagai sumber eror baik pada instrument ukurnya, pada diri manusia sebagai
subjeknya, maupun pada pelaksanaan administrasi tes itu yang salah-satu atau
bersama dapat mempengaruhi kecermatan hasil pengukuran.

Secara teknis, berbagai teori tes memberikan kerangka kerja umum yang
menghubungkan antara variable yang tampak (observed variables), seperti skor aitem
dan skor tes, dengan variable yang tidak tampak (unobservable variables), seperti skor
abilitas atau skor laten.

Teori tes klasik (Classical Test Theory-CTT) beserta modelnya telah diteliti
dan dipergunakan dengan sangat berhasil sejak lebih dari 80 tahun yang lalu, dan
sampai sekarang banyak sekali program testing yang tetap dilakukan dengan
berlandaskan pada metode dan model pengukuran klasik, sekalipun sejak tahun
1990an para ahli pengukuran memiliki pilihan untuk menggunakan kerangka kerja
teori klasik atau kerangka kerja teori respons aitem (Item-Response Theory disingkat
IRT), atau menggunakan kombinasi keduanya (Hambleton & Jones, 1993). Teori tes
klasik bekerja pada tataran skor tes dengan menggunakan model linier dalam
menjelaskan model skor.Tanpa membicarakan hubungan antara aitem dan abilitas
secara spesifik, teori ini dilandasi oleh berbagai asumsi yang lemah (yaitu asumsi-
asumsi yang mudah dipenuhi oleh data tes), dan dapat digunakan dengan layak
meskipun hanya dengan sampel yang berukuran tidak terlalu besar (sekitar 200
sampai 500subjek).

b. Reliabilitas dan Eror Pengukuran

Salah satu asumsi dalam teori skor klasik yang telah dikemukakan terdahulu
menyatakan bahwa skor-tampak X terdiri atas komponen skor-murni T dan komponen
eror E dalam kadar tertentu, yaitu X = T + E. Dalam kasus dengan ոyang tidak
terbatas, diasumsikan bahwa eror pengukuran akan memiliki suatu distribusi dengan
angka rata-rata eror (μe) sebesar 0 dan varians eror sebesar ơe². Semakin besar porsi
varians eror maka pengukuran semakin kurang reliable, sebaliknya semakin kecil
porsi varians eror maka hasil pengukuran tes dikatakan semakin reliabel.

Jadi, variabilitas keseluruhan dari skor individual, yaitu ( ơt² + ơe²),


disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama disebabkan perbedaan yang sesungguhnya di
antara individu (diperlihatkan oleh ơt²), dan yang kedua disebabkan oleh variabilitas
eror (yang diperlihatkan oleh ơe²). Dari sini dapat dikatakan bahwa reliabilitas skor
tes disebabkan oleh perbedaan yang sebenarnya di antara individu, sedangkan
ketidakreliabelan hasil ukur adalah proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh
eror pengukuran.Berdasarkan asumsi-asumsi teoritik mengenai skor yang diuraikan di
atas, koefisien reabilitas hasil pengukuran ρₓₓ’ dapat diinterpretasikan sebagai berikut
( Allen& Yen, 1979).

Interpretasi 1 : ρₓₓ’=korelasi skor –tampak antara dua tes yang paralel.


Interpretasi ini mengatakan bahwa besarnya koefisien reliabilitas hasil ukur
ditentukan oleh sejauhmana distribusi skor-tampak pada dua tes yang parallel,
berkorelasi.

Interpretasi 2 : ρₓₓ’²= besarnya proporsi varians X yang dijelaskan oleh


hubungan liniernya dengan X’. Kuadrat koefisien reliabilitas adalah sama dengan
besarnya proporsi varians skor X yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya
dengan skor X’. Interpretasi ini sama dengan pengertian koefisien determinasi
sebagaimana dilakukan terhadap hasil komputasi koefisien korelasi linier Pearson.
Interpretasi 3 : ρₓₓ’ = ơt²|ơₓ². Koefisien reliabilitas adalah perbandingan antara
varians skor-murni dan varians skor-tampak pada hasil ukur suatu tes.Dapat juga
dikatakan bahwa koefisien reliabilitas adalah besarnya proporsi varians skor-murni
yang terkandung dalam varians skor-tampak. Ketika semua perbedaan yang terjadi
pada skor-tampak merefleksikan perbedaan skor-murni diantara subjek, yaitu ơₓ² =
ơt², maka reliabilitas hasil ukur tersebut adalah sempurna dengan koefisien ρₓₓ’ = 100.
Bila reliabilitas hasil pengukuran tidak sempurna, yaitu bila besarnya koefisien
reliabilitas dinyatakan sebagai ρₓₓ’<1,0 berarti dalam pengukuran yang dilakukan oleh
tes yang bersangkutan terkandung sejumlah eror. Besar-kecilnya eror dicerminkan
oleh seberapa jauh jarak ρₓₓ’ dari angka 1,0. Semakin kecil koefisien reliabilitas, yaitu
semakin jauh dari angka 1,0 berarti semakin besar variasi eror pengukuran terjadi.

Interpretasi 4 : ρₓₓ’ = ρxt². Koefisien reliabilitas merupakan kuadrat koefisien


korelasi antara skor-tampak dan skor-murni.Kalau skor-tampak pada tes atau variable
lain itu diberi symbol Y maka kenyataan tersebut mendukung pernyataan bahwa ρₓₜ² ≥
ρxy yaitu korelasi maksimal antara X dan Y adalah ρₓₜ. Menurut interpretasi ini, yaitu
ρₓₓ’= ρₓₜ² makaρₓₓ’ ≥ ρxy. Dalam simbolisasi validitas, skor X sendiri merupakan
skor tes dan skor Y merupakan skor kriteria validasi, sedangkan koefisien validitas
disimbolkan oleh ρxy. Oleh karena itu nyatalah bahwa besarnya koefisien validitas
hasil ukur (ρxy) tidak akan melebihi besarnya akar kuadrat koefisien reliabilitasnya
(ρₓₓ’), sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya reliabilitas akan membatasi
validitas.

Interpretasi 5 : ρₓₓ’ = 1 -ρₓₑ². Interpretasi ini menyatakan bahwa


koefisien reliabilitas adalah sama dengan satu dikurangi oleh kuadrat koefisien
korelasi antara skor-tampak dengan eror pengukuran. Semakin tinggi korelasi antara
skor-tampak dan eror pengukuran, akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya.
Interpretasi ini erat kaitannya dengan pengertian bahwa sejauhmana varians skor-
tampak mencerminkan eror pengukuran dapat dilihat pada penurunan besaran
koefisien reliabilitas.Dan besarnya proporsi varians skor-tampak yang berkaitan
dengan varians eror dilambangkan oleh ρₓₑ².

Interpretasi 6 : ρₓₓ’ = 1 - ơₑ²|ơₓ². Interpretasi ini mengaitkan koefisien


reliabilitas dengan besarnya proporsi varians eror yang terkandung dalam varians
skor-tampak. Telah diketahui bahwa besarnya varians eror akan mempengaruhi
tingginya koefisien reliabilitas. Bila varians eror sangat kecil maka skor hasil tes akan
mempunyai koefisien reliabilitas yang tinggi.

Besaran koefisien reliabilitas diteorikan berkisar antara 0 – 1,0 akan tetapi


dalam kenyataannya koefisien reliabilitas hasil ukur psikilogi yang mencapai angka
1,0 tidak pernah diperoleh. Koefisien reliabilitas yang berada di antara 0 dan 1,0 dapat
diartikan sebagai berikut:

a. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan mengandung


sejumlah eror.
b. X = T + E.
c. ơₓ² = ơₜ² + ơₑ², yaitu varians skor-tampak terdiri atas varians skor-murni dan
varians eror.
d. Perbedaan skor-tampak yang diperoleh subjek sebagian memang mencerminkan
adanya perbedaan skor-murni dan sebagian lain mencerminkan adanya eror.
e. ρₓₜ = ρₓₓ², yaitu korelasi antara skor-tampak dan skor-murni sama dengan akar
kuadrat reliabilitas.
f. ρₓₑ = (1-ρₓₓ’), yaitu korelasi antara skor-tampak dengan eror adalah sama dengan
akar kuadrat dari (1 dikurangi koefisien reliabilitas).
g. ρₓₓ’ = ơₜ²|ơₓ².
h. Semakin tinggi koefisien reliabilitas rₓₓ’ berarti estimasi X terhadap T semakin
dapat dipercaya dikarenakan varians erornya semakin kecil.

c. ESTIMASI RELIABILITAS
Mengestimasi Skor Murni
Sekalipun besarnya skor-murni diindividual pada suatu tes tidak dapat
diketahui secara pasti namun masih dapat dilakukan semacam estimasi dengan
menggunakan persamaan regresi umum yang biasanya dipakai dalam memprediksi
harga Y apabila harga X diketahui.
Persamaan terakhir ini merupakan bentuk formula estimasi terhadap skor-
murni individual berdasar koefisien reliabillitasnya untuk harga X tertentu. Sebagai
contoh,pada suatu hasil tes yang koefisien reliabilitasnya pxy=0,95 diketahui bahwa
rata-rata skor adalah μx = 50, maka estimasi terhadap skor-murni untuk skor tampak
X=45 adalah:
Pada kelompok yang sama,skor X = 60 diestimasi skor-murninya sebagai:
T(x=60) = 0,95(60-50)+50 = 59,50
Formula di atas dapat dinyatakan juga dalam bentuk skor deviasi t’. Telah
diketahui bahwa t’ = (T-μt) dan x =v(X-μx). Karena μx= 0 maka persamaan di atas
dapat ditulis ulang sebagai :
t’ = Pxx1 (X)
Dengan menggunakan contoh yang sama,untuk X= 60 maka x = 60-50 = 10
dan diperoleh t’ = 0,95(10)=9,5.
Dikarenakan estimasi terhadap reliabilitas hasil ukur (Pxx) yang dinyatakan
dalam bentuk koefisien reliabilitas (rxx') yang dihitung berdasarkan pada sampel data
empiris akan selalu lebih kecil daripada 1,00 maka estimasi terhadap skor-murni
deviasi (T) akan selalu lebih kecil dibandingkan skor-tampak deviasi (x). Dengan kata
lain, estimasi tehadap skor-murni individual (T) akan selalu menghasilkan angka yang
lebih dekat kepada harga mean skor tampak kelompok daripada skor-tampaknya (x)
sendiri. Semakin kecil koefesien reliabilitas skor, semakin dekat prediksi skor-murni
individual pada mean skor-tampak kelompok (x). Bahkan dalam kasus Rxx = 0 maka
bagi setiap skor-tampak X, estimasi skor murni T akan sama besar dengan (X)
sebaliknya, bilamana rxx mendekati 1,0 maka harga T akan mendekati harga X.

d. KONSISTENSI INTERNAL
Estimasi terhadap reliabilitas hasil ukur tes dapat dilakukan melalui salah-satu
di antara tiga metode , yaitu metode estimasi Tes-ulang ( test-retest) yang
menghasilakan koefisien stabilitas, metode estimasi reliabilitas bentuk-pararel
(parallel-forms), yang menghasilkan koefisien ekivalensi, dan metode estimasi
penyajian tunggal ( single trial administration) yang menghasilkan koefisien-koefisien
konsistensi internal.
Koefisien reliabilitas yang diperoleh lewat metode estimasi tes-ulang sangat
sensitif terhadap perubahan keadaan subjek yang terjadi selama tenggang waktu di
antara penyajian tes pertama dan penyajian ulangnya. Efek bawaan ( carry-over
effects) dari situasi tes pertama yang dalam oleh responden terhadap performansi pada
tes yang ke dua seringkali tidak dapat diprediksi dan akhirnya tanpa diketahui ikut
mempengaruhi besaran koefisien reliabilitas yang dihasilkan. Pada sisi ini, prosedur
estimasi, terhadap relibilitas dengan metode bentuk pararel menghadapi problemnya
sendiri yang berkenaan dengan masalah sukarnya untuk memenuhi kondisi paralel di
antara dua bentuk tes yang bersangkutan. Dalam kaitan inilah metode penyajian
tunggal memiliki nilai praktis yang lebih tinggi.
Prinsip kerja metode penyajian tunggal adalah pengujian konsistensi antar
bagian atau konsistensi antar item dalam tes. Reliabel dalam hal ini berarti tingginya
konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes secara keseluruhan.
Oleh karena itu metode penyajian tunggal lebih dikenal sebagai metode konsistensi
internal ( internal consistency).
Kompulasi koefisien konsistensi internal diawali dengan melakukan
pembelahan tes atau penisahan aitem-aitem menjadi bagian-bagian atau belahan-
belhan yang berisi aitem dalam jumlah tertentu. Dalam pembelahan tes, bilamana
mungkin, selalu diutamakan agat terbentuk belahan-belahn yang paralel (setara satu
sama lain) sehingga estimasi relibilitas yang dihasilkan akan merupakan estimasi yang
akurat.

DERIVASI KOEFISIEN ALPHA CRONBACH


Dalam estimasi reliabilitas dengan pendekatab konsistensi internal. Ketika tes
X dibelah menjadi sebanyak K belahan yaitu belahan Y1, Y2, Y3 .... Yk maka
koefisien reliabilitas alpha ( Cronbach 1951)

DERIVASI KOEFISIEN RELIABILITAS HORST


Formula koefisien reliabilitas horst dapat diaplikasikan pada metode
konsistensi internal guna mengestimasi reliabilitas hasil ukur tes yang dibelah menjadi
beberapa belahan yang tidak perlu sama panjang. Sebagaimana dalam proses derivasi
formula sebelumnya, dimisalkan suatu tes dibelah menjadi K bagian, skor tes adalah
X dan skor bagian masing-masing adalah Y1,Y2,..... Yk

DERIVASI FORMULA FELDT


Dalam kasus suatu tes tidak dapat dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang
isinya homogen, besar kemungkinannya bahwa kedua belahan tidak akan dapat berisi
aitem dalam jumlah yang sama (kedua belahan tes tidak sama panjang). Kedua
belahan yang tidak sama panjang itu dipastikan tidak akan dapat memenuhi asumsi T-
equivalent, Akibatnya reliabilitas tes tersebut tidak dapat diestimasi dengan
menggunakan formula alpha. Feldt (1975) mengusulkan suatu formula yang dapat
digunakan untuk mengestimasi relibilitas dalam situasi semacam ini.
Dalam kasus suatu tes tidak dapat dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang isinya
homogen, besar kemungkinannya bahwa kedua belahan tidak akan dapat berisi aitem
dalam jumlah yang sama (kedua belahan tes tidak sama panjang). Kedua belahan
yang tidak sama panjang itu dipastikan tidak akan dapat memenuhi asumsi T-
equivalent, Akibatnya reliabilitas tes tersebut tidak dapat diestimasi dengan
menggunakan formula alpha. Feldt (1975) mengusulkan suatu formula yang dapat
digunakan untuk mengestimasi relibilitas dalam situasi semacam ini.
“Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi reliabilitas dimaksudkan, antara lain:
untuk menghindari permasalahan yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes
ulang dan pendekatan bentuk pararel. Dalam pendekatan konsistensi internal data skor
diperoleh melalui prosedur satu kali pengenaan satu tes kepada sekelompok individu
sebagai subjek (single-trial administration), sehingga metode ini mempunyai nilai
praktis dan efisiensi yang tinggi dibanding prosedur tes ulang dan bentuk
pararel.Makna konsistensi internal adalah konsistensi diantara aitem-aitem dalam tes
sebagai indikasi bahwa tes yang bersangkutan memiliki fungsi pengukuran yang
reliabel. Dengan kata lain, prosedur estimasi reliabilitasnya harus dilakukan melalui
analisis terhadap distribusi skor aitem atau distribusi skor kelompok-kelompok aitem,
tidak dilakukan melalui analisis terhadap skor tes. Bila estimasi reliabilitas
pengukuran dilakukan dengan cara melihat konsistensi diantara kelompok-kelompok
aitem maka perlu dibuat beberapa kelompok aitem yang disebut sebagai bagian atau
belahan tes. Pembelahan tes harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sedapat
mungkin setiap belahan berisi aitem dalam jumlah yang sama banyak dan
berkarakteristik yang setara. Pilihan cara pembelahan tes banyak tergantung pada kisi-
kisi tes (pertimbangan aspek atau komponen), banyaknya aitem, karakteristik aitem
(isinya homogen atau tidak), sifat dan fungsi tes (power test atau speed test), dan lain-
lain. Cara pembelahan itu, pada gilirannya, akan ikut menentukan pula formula mana
yang harus digunakan dalam menghitung koefisien reliabilitasnya. Tes yang skornya
sedikit-banyak ikut dipengaruhi oleh kecepatan kerja (speed test), misalnya,
menghendaki cara pembelahan yang tidak sama dengan cara pembelahan yang
dilakukan terhadap tes yang mengukur kemampuan maksimum (power-test). Suatu tes
yang berisi aitem-aitem yang mempunyai taraf kesukaran homogen akan lebih terbuka
terhadap berbagai cara pembelahan dibandingkan dengan tes yang berisi aitem-aitem
dengan tingkat kesukaran yang sangat bervariasi.”

Anda mungkin juga menyukai