Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK

PSIKOMETRI

RELIABILITAS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan salah satu


mata kuliah yang diampu oleh dosen:
Ratri Pratiwi, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh :
Azhari Cahyadi Nurdin (17081868)
Budi Meliana (17081878)
Judith Allen (17081885)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
TAHUN 2020
I. TEORI RELIABILITAS
Berbagai teori tes memberikan kerangka kerja umum yang menghubungkan antara variabel
yang tampak (observed variables), seperti skor item dan skor tes, dengan variabel yang tidak
nampak (unobservable variable), seperti skor abilitas atau skor laten. Dalam kerangka
kerjateori tersebut kemudian disusunlah model tes tertentu sesuai dengan spesifikasi
hubungan di antara konsep-konsep teoretik yang dipergunakan berserta berbagai asumsi yang
melandasinya.
Asumsi Teoretik Mengenai Skor
 Performansi Individu yaitu respons subjek terhadap item-item dalam skala pengukuran
atau tes psikologi, dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut skor (scores). Skor
kuantitatif diperoleh sebagai hasil proses pengukuran dan belum diolah atau belum
diderivasikan merupakan skor perolehan (obtained scores atau observed scores) yang
selanjutnyya disebut sebagai skor tampakdan diberi simbol huruf X.
 Skor yang sesungguhnya tersebut selanjutnya disebut skor murni (true scores) yang
dilambangkan olehhuruf T.
 Komponen error dalam pengukuran disimbolkan dengan huruf E. Ketika komponen skor
tes di atas, dalam teori skor klasik, berikut asumsi yang memiliki hubungan sebagaimana
diuraikan oleh Allen & Yen yakni
a. Asumsi 1: X = T + E
Hubungan yang berlaku di antara skor tampak, skor murni, dan error adalah
bersifat aditif. Besarnya sekor tampak X bagi setiap individu ditentukan bersama
oleh besarnya skor murni T individu tersebut dan besarnya eror pengukuran E.
Besarnya skor murni seseoang diasumsikan tetap pada setiap pengukuran yang
diulang ( dengan asumsi tetap pengulangan pengukuran bersifat independen satu
sama lain ), maka besarnya varians skor tampak X yang diperoleh individu akan
tergantung pada variasi error pengukuran E yang terjadi.

b. Asumsi 2 : ϵ(X) = T
Skor murni T merupakan nilai harapan X ( Expected Value of X ), yaitu ϵ(X).
Sekor T merupakan harga rata-rata dari distribusi teoretik skor X apabila individu
yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan asumsi pengulangan tes itu
dilakukan tidak terbatas banyaknya sedangkan setiap pengulangan tes adalah
independen satu sama lain.
c. Asumsi 3 : ρet = 0
Koelasi antara error pengukuran dan skor murni adalah 0. Menurut asumsi ini,
suatu kelompok populasi subjek yang dikenai tes distribusi eror pengukuran E dan
distribusi skor murni T adalah independen satu sama lain. Variasi eror tidak
tergantung pada variasi skor murni.

d. Asumsi 4 : ρe1e2 = 0
Bila E1 melambngkan error pada pengukuran ataau pada tes pertama dan E 2
melambangkan error pada tes yang ke dua maka asumsi ini mengatakan bahwa
distribusi eror pengukuran error pengukuran pada kedua tes tersebut, yaitu E 1 dan E2,
tidak berkorelasi satu sama lain. Artinya besarnya error tes tidak tergantung pada
error tes lain

e. Asumsi 5 : ρe1e2
Error pada suatu tes ( E1 ) tidak berkorelasi dengan skor murni pada tes lain
( T2 ). Artinya error pada suatu tes tidak tergantung pada skor murni pada tes lain.
Asumsi ini tidak berlaku apabila salah-satu tes yang bersangkutan ternyata mengukur
atribut yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya error pada pengukuran yang
lainnya.
Yang dimaksud dengan error dalam pengukuran adalah penyimpangna sekor nampak dari
skor harapan teoritik yang terjadi tidak secara sistematik.
Berkaitan asumsi-asumsi diatas dirumuskan pula konsep tes yang pararel. Dua bentuk
tes dapat disebut paralel apabila subjek, sekor murni, dan varian errornya sama dan sama
besar. Walaupun demikian distribusi skor tampak subjek tidak harus berkorelasi sempurna.
Terdapat pula tes dengan sifat essentially T-equivalent, tes dengan sifat ini adalah dua
tes yang besaran skor murni setiap indivdu pada kedua tes selalu tetap. Keduanya tetap saja
memiliki varian error yang berbeda karena belum tentu keduanya adalah tes bersifat paralel.
Namun setiap tes paralel pasti memiliki sifat essentially T-equivalent.

II. RELIABILITAS DAN EROR PENGUKURAN


Pada teori skor klasik telah dikemukakan bahwa skor tampak X terdiri atas komponen skor
murni T dan komponen eror E dalam kadar tertentu, yakni X=T+E. N yang tidak terbatas
diasumsikan bahwa error pengukuran akan memiliki suatu distribusi dengan angka rata-rata
error (µe), besar 0 dan varian error sebesar σe2 , semakin besar porsi varian error maka
pengukuran semakin kurang reliabel, sebaliknya semakin kecil porsi varian error maka hasil
pengukuran tes dikatakan semakin reliable. Bila suatu populasi individu varians sekor
murninya adalah σt2 dan bila varian error σe2 adalah sama bagi setiap sekor individu dalam
populasi tersebut, maka besarnya realibilitas hasil ukur dapat dirumuskan sebagai  ρxx' =
σt2/(σt2+σe2 ). Jadi variabilitas keseluruhan skor individual yaitu (σt2+σe2 ) disebabkan oleh dual
hal, yakni pertama disebabkan perbedaan sesungguhnya di antara individu diperlihatkan oleh
σt2, sehingga dapat disimpulkan bahwa reliabilitas hasil ukur adalah proporsi variabilitas skor
tes yang disebabkan oleh perbedaan yang sebenarnya di antara individu, sedangkan
ketidakreliabelan hasil ukur adalah porposi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh error
pengukuran.
Interpretasi I : ρxx' adalah skor tampak antara dua tes yang parallel. Koefisien reliabilitas hasil
ukur ditentukan oleh sejahnya distribusi sekor tampak pada dua tes yang parallel,
berkorelasi., bila setiap individu pada dua tes yang parallel memperolehsekor tampak X dan
X1 dimana masing-masing identitas memiliki perbedaan yang sama dan masing –masing skor
tes memiliki variasi yaitu varians tampaknya tidak sama dengan 0, maka kedua tes
mempunyai reliabilitas yang sempurna dengan koefisien sebesar ρxx' = 1,00 sedangkan sekor
tanpak pada suatu tes tidak berkorelasi sama sekali dengan skor tampak pada tes parallel
maka sekor keduanya tidak reliable dan koefisien reliabelitasnya ρxx' = 0, koefisien korelasi
antara skor X dengan skor X1 sebesar 0,90 berarti koefisien reliabilitas hasil ukur tes, baik X
maupun X1 adalah 0,90. Asumsi dasar dalam prosedur estimasi reliabilitas dengan
pendekatan pendekatan bentuk-paralel atau parallel form dan prosedur estimasi reliabilitas
pengukuran dengan pendekatan bentuk sejajar atau alternate forms.
Interprestasi 2 : ρxx'2 adalah besarnya proporsi varians X yang dijelaskan oleh hubungan
liniernya dengan X1. Kuadrat koefisien reliabilitas adalah sama dengan besarnya proporsi
varians skor X yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan skor X1.
Interpretasi 3 : ρxx' = σt2/σx2
 Koefisien reliabilitas adalah perbandingan antara varians skor-murni dan varians skor
tampak pada hasil ukur suatu tes atau besarnya porposi varians skor murni yang
terkandung dalam varians skor tampak.
 Ketika terjadi skor tampak merefleksikan perbedaan skor-murni diantara subjek yaitu σx2
= σt2, maka reliabilitas hasil ukur tersebut adalah sempurna dengan koefisien ρxx' = 1,00.
 Bila reliabilitas hasil pengukuran tidak sempurna yaitu bila besarnya koefisien reliabilitas
dinyatakan sebagai ρxx' < 1,0 berarti dalam yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan
terkandung sejumlah error.
Interpretasi 4 : ρxx' = ρxt2
 Koefisien relialibilitas merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor tampak dan skor
murni. Bila koefisien reliabilitas ρxx' = 0,64 maka ρxt =√0,64 = 0,80, koefisien ρxx' = 0,49
maka ρxt = √0,49 = 0,70.
 Koefisien korelasi antara skor tampak dengan skor murni selalu akan lebih besar dari
pada koefisien relialibilitas selama koefisien relialibilitas tidak sama dengan 0 atau 1,0.
 Menurutin terpretasi yaitu ρxx' = ρxt2 atau √ρxx' = ρxt1 maka √ρxx' ≥ ρxy1

Interprestasi 5 : ρxx' =1-ρxe2


 Koefisien reliabilitas adalah sama dengan satu dikurangi oleh kuadrat koefisien korelasi
antara skor tampak dengan eror pengukuran. Semakin tinggi korelasi antara skor tampak
dan eror pengukuran, akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya.
 Semakin besar proporsi varians eror tersebut maka semakin erat kaitan antara skor
tampak yang diperoleh subjek dengan eror penguukuran dan koefisien reliabilitas hasil tes
semakin rendah.

Interprestasi 6 : ρxx' = 1- σe2/σx2


 Interprestasi ini mengaitkan koefisien reliabilitas dengan besarnya proporsi varians error
yang terkandung dalam varians skor tampak. Varians error yang kecil akan memiliki
reliabilitas yang tinggi.
 Jika σx2 kecil maka harga rasio σe2/σx2 akan lebih besar dari pada σx2 yang besar. Dalam
interprestasi ini reliabilitas homogen akan lebih rendah dari pada yang heterogen.
 Besaran koefisian berada kisaran antara 0 samapi 1,0 tetapi hasil ukur mencapai angka
1,0 tidak dapat diperoleh. Nilai yang diantara 0, dan 1,0 berarti :
a. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan mengandung sejumlah
error.
b. X = T + E
c. σx2 = σt2 + σe2 , yaitu varians skor tampak terdiri atas varians skor murni dan error.
d. Perbedaan skor tampak yang diperoleh subjek sebagian memang mencerminkan
adanya perbedaan skor murni dan sebagian lain mencerminkan adanya error.
e. ρxt = √ρxx2 yaitu korelasi antara skor tampak dan skor murni sama dengan akar kuadrat
reliabilitas.
f. ρxe = √(1- ρxx' ) yaitu korelasi antara skor tampak dengan eror adalah sama dengan akar
kuadrat dari ( 1 dikurangi koefisien reliabilitas ).
g. ρxx' = σt2/σx2.
h. Semakin tinggi koefisien reliabilitas rxx'  berarti estimasi X terhadap T semakin
dipercaya dikarenakan varians errornya semakin kecil.

III. ESTIMASI RELIABILITAS


Estimasi reliabilitas dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu pendekatan tes ulang,
pendekatan bentuk paralel, dan pendekatan konsistensi internal.

A. Pendekatan Tes Ulang


Estimasi reliabilitas dengan pendekatan tes ulang dilakukan dengan menyajikan instrumen
ukur pada satu kelompok subjek sebanyak dua kali dengan tenggang waktu tertentu diantara
kedua penyajian tes. Dengan menyajikan tes sebanyak dua kali pada suatu kelompok subjek
maka akan diperoleh dua distribusi skor tes dari kelompok tersebut. Perhitungan koefisien
korelasi diantara kedua distribusi skor tes tersebut akan menghasilkan koefisien reliabilitas.
Koefisien reliabilitas tersebut dapat dianggap sebagai indikator kestabilan pengukuran yang
dilakukan oleh tes dari waktu ke waktu (stability over time).
Kekurangsempurnaan koefisien reliabilitas disebabkan adanya berbagai sumber
variasi skor yang tidak relevan dan dapat menyebabkan terjadinya eror random terhadap hasil
pengukuran. Walaupun variasi eror tersebut tidak besar, tetapi tetap dapat mengurangi
besaran koefisien reliabilitas. Setelah tes dikenakan untuk kedua kali, sebagian subjek dapat
mengalami perubahan skor yang cukup bervariasi. Perubahan skor yang tidak seragam itu
merupakan salah satu bentuk eror random. Apabila eror itu terjadi secara sistematik makan
tidak akan mempengaruhi koefisien reliabilitas.
Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari pendekatan tes ulang disebut juga koefisien
stabilitas. Pada pendekatan tes ulang yang diperlihatkan adalah kestabilan pengukuran, bukan
akurasi dan ketepatan pengukuran dalam mengungkap atribut yang sedang diukur.
Eror yang terjadi, baik eror random atau eror sistematik, sebagian besar disebabkan oleh
perubahan yang berlangsung pada tenggat waktu di antara kedua pemberian tes tersebut.
Bahkan, pada beberapa jenis instrumen pengukur, perjalanan waktu dapat mempengaruhi
skor yang dihasilkan karena aspek psikologis yang diukurnya memang sangat peka terhadap
perubahan waktu.
B. Pendekatan Bentuk Paralel
Estimasi reliabilitas dengan pendekatan bentuk paralel dilakukan dengan cara memberikan
sekaligus dua bentuk tes yang paralel satu sama lain kepada sekelompok subjek. Dalam
pelaksanaannya, bila item dalam tes tersebut tidak terlalu banyak, maka kedua tes yang
paralel tersebut dapat digabungkan terlebih dahulu sehingga seolah-olah merupakan satu tes.
Setelah seluruh tes selesai dikerjakan oleh subjek, barulah masing-masing item dipisahkan
dan dikembalikan pada tes semula untuk diperiksa dan diberi skor. Kemudian akan diperoleh
dua distribusi skor dari dua bentuk tes.
Keuntungan penggabungan ini adalah untuk tidak menimbulkan kesan beban bagi
subjek untuk mengerjakan dua tes. Selain itu, bila urutan nomor item gabungan itu diletakkan
sedemikian rupa maka dapat mengurangi efek carry-over dari satu bentuk tes ke bentuk tes
yang lain. Bila penggabungan kedua bentuk tes tidak dimungkinkan karena masing-masing
tes berisi banyak item, maka kedua tes tersebut diberikan berturut-turut dalam tenggat waktu
yang singkat.
Koefisien reliabilitas yang dihasilkan dari pendekatan bentuk paralel juga disebabkan
oleh adanya varians eror. Namun, sumber eror tersebut tidak berkaitan dengan permasalahan
tenggat waktu antara pemberian kedua tes paralel tersebut. Eror umumnya berasal dari
berbagai faktor yang ada dalam tes itu atau berasal dari subjek yang diukur dan pemberi tes.
Terpenuhinya kondisi paralel bagi kedua tes dapat diperiksa dengan melihat adanya
kesetaraan mean, varians, dan kesetaraan koefisien korelasi kedua tes masing-masing dengan
suatu ukuran lain. Biasanya apabila koefisien reliabilitas dengan metode bentuk paralel telah
sangat tinggi, tidak diperlukan pemeriksaan kondisi paralel tersebut. Namun, apabila
koefisien yang diperoleh masih kurang memuaskan, maka perlu memeriksa apakah
rendahnya koefisien tersebut lebih dikarenakan tes yang fungsi ukurnya memang tidak
reliable atau disebabkan oleh metode bentuk paralel yang tidak cocok digunakan pada data
yang ada sehingga harus beralih ke pendekatan reliabilitas yang lain.

C. Pendekatan Konsistensi Internal


Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi reliabilitas digunakan untuk menghindari
permasalahan yang biasanya timbul oleh pendekatan tes ulang dan bentuk paralel. Dalam
pendekatan konsistensi internal data skor diperoleh melalui prosedur satu kali administrasi tes
kepada sekelompok subjek. Oleh karena itu, pendekatan konsistensi internal memiliki nilai
praktis dan efisiensi bila dibandingkan tes ulang atau bentuk paralel.
Pada pendekatan konsistensi internal analisis tidak dilakukan terhadap skor tes,
melainkan terhadap distribusi skor item-item atau distribusi skor kelompok-kelompok item
dalam tes. Makna konsistensi internal adalah konsistensi diantara item-item dalam tes sebagai
indikasi bahwa tes yang bersangkutan memiliki fungsi pengukuran yang reliable.
Perhitungan koefisien konsistensi internal diawali dengan melakukan pembelahan tes
atau pemisahan item-item menjadi bagian-bagian atau belahan-belahan yang berisi item
dalam jumlah tertentu. Dalam pembelahan tes, bilamana mungkin, selalu diutamakan agar
terbentuk belahan-belahan yang paralel (setara satu sama lain) sehingga estimasi reliabilitas
yang dihasilkan akurat.
Pilihan cara pembelahan tes tergantung pada kisi-kis tes (pertimbangan aspek atau
komponen), banyaknya item, karakteristik item (isinya homogen atau tidak), sifat dan fungsi
tes (power test atau speed test), dan lain-lain. Cara pembelahan itu kemudian akan
menentukan pula formula mana yang harus digunakan dalam menghitung koefisien
reliabilitasnya.
Terdapat beberapa pilihan cara untuk membelah tes yaitu pembelahan cara random,
pembelahan gasal-genap, dan pembelahan cara matched-random subsets. Terdapat pula
beberapa formula yang digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas tes yang telah
dibelah menjadi beberapa bagian, contohnya Formula Spearman-Brown dan Fromula Alpha
Cronbach.

Kepustakaan:
Azwar, S. (2015). Dasar-dasar Psikometrika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai