NORMAL,
ABNORMAL
DAN PATOLOGI
Seorang ibu mengeluh tentang putra remaja (A) yang duduk di kelas 1 SMA. Menurut
ibunya, A tidak bertanggung jawab karena ia tidak mau tahu apa yang terjadi di luar kamatr
tidurnya yang terletak di lantai 2. Tiap pulang sekolah A masuk kamar dan hanya keluar
untuk makan atau keperluan pribadinya. Ia tidak mau mengantar adiknya di dokter dan tidak
peduli apakah ada tamu atau keluarga yang berkunjung
KASUS 2
Seorang mahasiswa (B) mengeluh tentang nilainya yang tidak memuaskan padahal ia sudah
belajar secara intensif. Teman-temannya yang belajar asal-asalan dan menyontek justru
mendapat nilai lumayan. B bertanya apakah ia lebih baik menyontek saja karena menurut B
menyontek adalah hal yang sudah umum.
KASUS 3
Ibu D merasa bahwa sejak ia hamil anak ke-3, ia dapat merasakan apa yang akan terjadi di
masa depan. Misalnya hanya dengan melihat wajah orang, D tahu orang itu baik atau jahat.
Ini kadang-kadang mengganggu ketenangannya. Ia mengaku bahwa kemampuan seperti itu
juga dimiliki ibunya sebelum meninggal. Menurut cerita keluarga, ibunya masih ada
hubungan dengan kyai sakti dari Cirebon.
Apakah A, B, C, dan D normal atau abnormal??
NORMAL, ABNORMAL DAN
PATOLOGI
Ada kecenderungan untuk mengelompokkan individu yang normal dan sehat di satu
sisi, sementara yang abnormal, berkelainan, sakit, dan patologis di sisi yang lain.
Abnormal tidak normal, menyimpang dari suatu standar.
Patologis keadaan sakit, tidak sehat, atau mengalami kerusakan
Individu atau keadaan abnormal secara statistic tidak selalu patologis.
PENDEKATAN MENGENAI
NORMALITAS
1. Pendekatan kuantitatif didasarkan pada sering atau tidaknya sesuatu terjadi.
Perkiraan juga dapat dilakukan dengan perhitungan secara teliti dan
menghasilkan suatu angka rata-rata.
2. Pendekatan kualitatif menegakkan pedoman normative yang tidak berdasarkan
perhitungan atau pemikiran awam, tapi atas dasar observasi empirik pada tipe-
tipe ideal. Patokan kualitatif sangat terikat dengan keadaan social budaya
setempat.
DEFINISI NORMAL
1. Daya integrasi : fungsi ego dalam mempersatukan, mengkoordinasi kegiatan ego ke
dalam maupun ke luar diri. Makin terkoordinasi dan terintegrasi suatu perilaku atau
pemikiran, semakin baik.
2. Ada tidaknya simtom gangguan
3. Kriteria psikoanalisis : (1) tingkat kesadaran makin tinggi tingkat kesadaran seseorang,
makin baik atau sehat jiwanya. Sebaliknya, jika seseorang terlalu dikuasai oleh alam tak
sadar, maka ia kurang sehat jiwanya. (2) jalannya perkembangan psikoseksual bila
anak tidak terlalu banyak mengalami frustasi dan tidak berlebihan dalam mendapatkan
kepuasan, menjamin Kesehatan jiwa anak di masa dewasa.
4. Determinan sosio-kultural : lingkungan memegang peranan besar dalam penilaian suatu
gejala sebagai normal atau tidak
Terdapat 7 aspek untuk menilai perilaku seseorang normal atau tidak : ketegangan,
suasana hati, pemikiran, kegiatan (aktivitas), organisasi dirim hubungan antar
manusia, dan keadaan fisik (Gladstone, 1978)