Anda di halaman 1dari 23

Psikologi Eksistensialisme Victor Frankl, Rollo May, Ludwig Binswanger

dan Medard Boss

Dosen Pengampu :
Adi Dinardinata, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

Disusun Oleh :
Ayisha Nabila Putri A. 15000119120021
Grace Immanuela P 15000119140283
Muhammad Shidqi 'Afifi 15000119130300

Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro
2019/2020
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmatnya ehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah yang berjudul Psikologi Eksistensial Victor Frankl, Rollo
May, Ludwig Binswanger dan Medard Boss. Sholawat beriringan salam kita
sampaikan kepada kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya ke masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti
sekarang ini.
Kami haturkan rasa terima kasih kami kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil dalam pembuatan makalah ini.
Sehingga pembuatan makalah ini bisa berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada
halangan suatu apapun.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan penulis, kami
mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita
semua.

Semarang, 8 Juni 2020

Kelompok 10

i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
a. Latar Belakang 1
b. Rumusan Masalah 1
c. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Psikologi Eksistensial Victor Frankl 2
2.1 Psikologi Eksistensial Ludwig Binswanger dan Medard Boss 5
2.1 Psikologi Eksistensial Rollo May 11
BAB III PENUTUP 17
Kesimpulan 17
Daftar Pustaka 18

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena
ketidakpuasan beberapa filsuf pada masa Yunani saat itu, khususnya pandangan
tentang spekulatif manusia. Filsafat eksistensialisme berhubungan dengan
pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dan memahami apa yang
umum pada semua realitas, keberadaan manusia, dan nilai. Maka dari itu, filsafat
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah filsafat eksistensialisme yang
ditinjau dari segi ontologis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang esensi terapi eksistensial Viktor Frankl?
2. Bagaimana penjelasan tentang esensi psikologi eksistensial Ludwig
Binswanger dan Medard Boss?
3. Bagaimana penjelasan tentang esensi psikologi eksistensial Rollo May?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Rollo May, Ludwig Binswanger, Medard
Boss dan Viktor Frankl.
2. Untuk mengetahui pengaruh filsafat eksistensial bagi terapi
eksistensial Viktor Frankl
3. Untuk mengetahui pengaruh filsafat eksistensialisme bagi psikologi
eksistensial Ludwig Binswanger dan Medard Boss.
4. Untuk mengetahui pengaruh filsafat eksistensial bagi psikologi
eksistensial Rollo May.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Psikologi EKsistensial Viktor Frankl
A. Biografi Victor Frankl

Viktor Emil Frankl dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina,


Austria. Dari keluarga asal Yahudi. Frankl belajar kedokteran di Universitas Wina
dan kemudian mengambil spesialisasi dalam neurologi dan psikiatri. Frankl
meraih gelar Dokter dalam obat-obatan (M.D.) pada tahun 1930, dan Doktor
filosofi (Ph.D.) pada tahun 1949. Setelah menyelesaikan studinya, ia bekerja di
Rumah Sakit Umum Wina selama empat tahun (1933-1937) dan kemudian
melanjutkan praktik psikiatri pribadi (1937-1940). Lalu Frankl diarahkan ke
departemen neurologi di Rumah Sakit Rothschild, yaitu satu-satunya rumah sakit
di kota di mana orang-orang Yahudi dapat diterima pada saat itu.

Pada Desember 1941 Frankl menikah dengan Tilly Grosser. Satu tahun
setelah menikah, Frankl beserta keluarganya menjadi tawanan di kamp
konsentrasi Jerman. Pada tahun 1945, Frankl dibebaskan oleh tentara AS. Frankl
selamat dari Holocaust tetapi istri dan kedua orangtuanya dibunuh di kamp
konsentrasi.

2
Pada tahun 1945 Ia menulis buku yang berjudul Man’s search for
meaning. Ia menceritakan pengalaman seorang tahanan di kamp-kamp konsentrasi
dari penilaian kejiwaan. Dalam buku ini, Ia berusaha menjelaskan keadaan para
tahanan yang ada di kamp-kamp konsentrasi secara objektif dari perspektif
seorang psikiater. Refleksi yang dijabarkan dalam akunnya, membawanya untuk
menemukan logoterapi, yang dianggap sebagai Sekolah Psikologi Vianesa Ketiga,
setelah psikoanalisis Sigmund Freud dan psikologi individu Alfred Adler.

B. Kebermaknaan Hidup “Logoterapi”

Kata Logoterapi berasal dari dua kata, yaitu berasal dari Bahasa Yunani
“logos” yang berarti makna atau meaning dan juga rohani. Sedangkan kata
terapi berasal dari Bahasa inggris “theraphy” yang artinya penggunaan teknik-
teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu
penyakit. Jadi kata “logoterapi” artinya penggunaan teknik untuk
menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui
penemuan makna hidup.

Tujuan utama logoterapi adalah untuk meraih hidup bermakna dan


mengatasi secara efektif kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh
dengan cara menyadari dan merealisasikan berbagai potensi kerohanian yang
mungkin terabaikan selama ini. Logoterapi juga bertujuan menolong pasien
untuk menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan
memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu.

Logoterapi tidak menyikapi setiap penderitaan (termasuk kematian) secara


pesimistis, tetapi secara aktif Frankl menekankan sikap optimis dalam
menjalani kehidupan dan mengajarkan bahwa tidak ada penderitaan dan aspek
negatif yang tidak dapat diubah menjadi sesuatu yang positif. Karena manusia
mempunyai kapasitas untuk melakukan hal itu dan mampu mengambil sikap
yang tepat terhadap apa yang sedang dialaminya.

C. Pengaruh Filsafat Eksistensial bagi terapi eksistensial Viktor Frankl

3
Logoterapi lahir dari kondisi dimana tidak ada penghargaan terhadap nilai-
nilai kemanusiaan. Manusia tidak lagi dihargai sebagai komunitas yang dapat
mengambil keputusannya sendiri. Para filsuf Eksistensialisme frustasi akan masa
depan umat manusia. Tetapi dalam kondisi yang seperti itu, Frankl berusaha
melampauinya melalui Filsafat Eksistensialisme. Logoterapi mensiratkan sebuah
harapan besar terhadap kehidupan yang lebih bermakna. Terapi eksistensialisme
membantu manusia untuk mengenal kembali keberadaan dan kesadaran dirinya.
Logoterapi mengakui manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan
berkehendak sadar diri, dan mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya
sesuai julukan kehormatan bagi manusia sebagai the self determining
being. Selain itu manusia memiliki kualitas – kualitas insani (human qualities),
yakni berbagai potensi, kemampuan, bakat, dan sifat yang tidak terdapat pada
makhluk – makhluk lain, seperti kesadaran diri, transendensi diri memahami dan
mengembangkan diri, kebebasan memilih, kemampuan menilai diri sendiri dan
orang lain, spiritualitas dan religiusitas, humor dan tertawa, etika dan rasa estetika,
nilai dan makna dan sebagainya.

Asumsi dasar Logoterapi:

1. The freedom to will (kebebasan bersikap dan berkehendak)


Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa
manusia ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-
kanak, atau kekuatan lain dari luar. Menurut Frankl kebebasan manusia
bukan berasal dari bawaan biologis, kondisi psikososial dan
kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom
to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap
kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri
sendiri.
2. The will to wining (kehendak untuk hidup bermakna)
Merupakan motivasi utama manusia untuk mencari dan memenuhi tujuan
dan makna hidupnya. Frankl menyebut the will to meaning bukan the

4
drive to meaning karena menurutnya makna dan nilai itu berada di luar
manusia dan manusia bebas menentukan apakah ia akan menerima atau
menolaknya.
3. The meaning of life (tentang makna hidup)
Frankl menganggap bahwa makna hidup adalah suatu hal yang unik,
spesifik dan personal. Oleh karena itu, setiap orang memiliki makna hidup
yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain. Seorang logoterapis tidak memberikan suatu makna hidup
kepada kliennya, melainkan memperluas pandangan klien untuk
menemukan makna dan arti hidup
2.2 Psikologi Eksistensial Ludwig
Binswanger dan Medard Boss
A. Biografi Ludwig Binswanger dan
Medard Boss

Ludwig Biswanger lahir di Kreuzlingen, Swiss , 13 April 1881, dan


meninggal 5 Februari 1996. Ia berasal dari sebuah keluarga yang memiliki tradisi
kedokteran dan psikiatri kuat. Kakeknya yang nama kecilnya juga Ludwig adalah
pendiri Belleuve Sanatorium di Kruezlingen pada tahun 1857. Sementara ayahnya
Robert menjabat sebagai direktur Sanatorium tersebut. Ia meraih gelar sarjana
kedokteran dari University Zurich pada tahun 1907. Ia belajar di bawah
bimbingan Carl Jung dan pernah menjadi asisten Jung dalam Freudian Society.

5
Binswanger adalah terapis pertama yang menekankan sifat dasar eksistensial dari
tipe krisis yang dialami pasien dalam pengalaman terapi. Binswanger pada
dasarnya berjuang untuk menemukan arti dalam penyakit gila dengan
mnerjemahkan pengalaman para pasien kedalam teori psikoanalisis. Setelah
membaca pendekatan filsafat Heidegger “Being in time” (1962), Binswanger
menjadi lebih eksistensial dan fenomenologis dalam pendekatannya kepada para
pasien. Pada tahun 1956, Binswanger berhenti menjadi direktur Sanatorium
setelah menduduki posisi tersebut selama 45 tahun. Dia terus melakukan studi dan
menulis sampai meninggal pada tahun 1966.

Medard Boss (lahir di St. Gallen, Swiss,  4 Oktober 1903 – meninggal 21


Desember 1990 pada umur 87 tahun) merupakan salah satu tokoh psikolog
eksistensial.Ia menghabiskan masa mudanya di Zurich, pusat
aktivitas psikologi kala itu. Ia menerima gelar dokter dari Universitas Zurich pada
tahun 1928 dan kemudian bergabung dengan Carl Jung. Setelah itu, ia
melanjutkan studi ke Paris dan Wina di bawah pengaruh Sigmund Freud. Ia
pernah bekerja di rumah sakit Burgholzil sebagai asisten Eugen Bleuler. Beberapa
tahun di sana, ia kemudian pindah ke Berlin dan London. Salah satu buku
karangannya ialah The Analysis of Dreams dan I Dream Last Night.

B. Eksistensialisme menurut Ludwig dan Medard Boss


1) Prinsip Eksistensi

6
Menurut Ludwig Binswanger Psikologi Eksistensial tidak memiliki
pendiri aliran tunggal. Akan tetapi, Psikologi Eksistensial memiliki akar
pada hasil kerja beraneka ragam kelompok filsuf dari paruh kedua abad
XIX. Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama
psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat
yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum
psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran (school of thought)
berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu
dipengaruhi oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada
diri, holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme
mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan
masyarakat. Terdapat gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang
dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Soren Kierkegaard. Dalil utama
dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang
dialami secara subjektif. 
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal
berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah ini hendak dikatakan
oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami
bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau
pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu
yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang berusaha memahami
kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-
situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa
ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh
momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya,
kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih
sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan
behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia
dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan
individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia

7
individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan
lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak
mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak
mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia
saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan
saling menciptakan (co-constitutionality), karena manusia dengan dunianya
memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa
ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu
kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia
tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia tersebut, melalui
dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain.
Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna
oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia. 
Selanjutnya rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk
menyebut pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan
dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap
situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simptom seperti apa yang akan
dikembangkannya. Batas-batas dari rancangan tersebut mungkin sempit, dan
mengerut atau mungkin lebar dan meluas. Binswanger mengamati bahwa
jika rancangan dunia dikuasai oleh sejumlah kecil kategori, maka
ancamannya akan lebih cepat dialami dibandingkan bila rancangan dunia
terdiri dari bermacam-macam kategori. Lebih lanjut dikatakan pada
umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
2) Struktur Eksistensi
a) Ada-di-Dunia (Dasein)
Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh
struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia
(Dasein) adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik
atau sifat seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam
menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam
kehadirannya. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan

8
dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana
manusia memiliki eksistensi meliputi 3 wilayah, yaitu:

(1). Umweit (dunia biologis, “lingkungan”)

Dunia objek disekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam umwelt
diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan, naluri-
naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus
menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-
dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran-diri manusia.
(2). Mitweit (“dunia bersama”)
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain. Didalamnya
terdapat perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang mengandung
makna. Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-perasaan seperti
cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang
bersifat biologis semata.
(3). Eigenwelt (“dunia milik sendiri”) 
Adalah kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir dalam diri
manusia.

b) Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)

Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak memakai


pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, ingin
melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan ada-
melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan begitu
banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang
disinggahinya dan memasuki dunia baru. Istilah melampaui/ mengatasi
dunianya dikenal juga dengan transendensi yang merupakan karakteristik
khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi kebebasan
manusia, karena hanya dengan mengaktualisasikan kemungkinan-
kemungkinan tersebut ia dapat menjalani kehidupan yang otentik, apabila ia
menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari

9
eksistensinya atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang lain atau
oleh lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang
tidak otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya. 

Manusia dapat hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti tanpa
adanya batas-batas. Salah satu batasannya adalah dasar eksistensi kemana
orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara
manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, yang
merupakan nasibnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir untuk
mencapai kehidupan yang otentik. Keterlemparan juga diartikan sebagai
keadaan diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang menjadi terasing
dari dirinya sendiri
3) Penjelasan Mengenai Evolusi Eksistensi Manusia

Sebagaimana tercermin dalam tulisan Binswanger dan Boss, psikologi


eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal
dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Tidak ada hubungan
sebab akibat dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian urutan
tingkah laku tetapi tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut.
Sesuatu yang terjadi pada seorang anak-anak bukan penyebab dari tingkah
lakunya kemudian sebagai seorang dewasa. Peristiwa yang terjadi mungkin
memiliki makna eksistensi yang sama akan tetapi tidak berarti peristiwa A
menyebabkan peristiwa B. Psikologi eksistensial mengganti
konsep kausalitas dengan konsep motivasi. 

Penjelasan mengenai perbedaan antara sebab dan motif, Boss


mencontohkan dengan jendela yang tertutup oleh angin dan manusia. Angin
menyebabkan jendela tertutup, tetapi manusia termotif untuk menutup
jendela karena ia tahu bahwa jika jendela terbuka maka air hujan akan
masuk. Karena prinsip kausalitas kurang relevan dengan tingkah laku
manusia dan sebaliknya motivasi dan pemahaman merupakan prinsip-
prinsip operatif dalam analisis eksistensial tingkah laku. (Hall, Calvin S. &
Lindzey, Gardner, 1993).

10
4) Pilihan dalam Hidup, Kesalahan, dan Rasa Takut

Sering muncul pertanyaan seperti ini, mengapa setiap orang diberikan


kebebasan untuk memilih? Apakah mereka sering menderita kecemasan,
depresi, dan macam-macam gangguan kejiwaan lainnya? Ada dua alasan
mengapa orang menderita ketidakbahagiaan, kebosanan, keterasingan, dan
penderitaan emosional. 

Pertama, kebebebasan untuk memilih segala sesuatu ternyata tidak


menjamin bahwa seseorang akan membuat pilihan yang bijak. Kita dapat
memilih untuk hidup alami apa adanya (otentik) atau dalam keadaan yang
serba direkayasa (tidak otentik); masing-masing orang bebas membuat
pilihan, namun akan ada konsekuensi yang sangat berbeda. 

Kedua, manusia tidak pernah dapat mengungkapkan rasa bersalah mereka


dengan cara yang sebenarnya, terutama mengenai kegagalan mereka untuk
memenuhi semua kemungkinan yang bisa diraih dalam hidup mereka.

5) Menjadi : Perkembangan/Dinamika Eksistensi


Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep
tentang “menjadi”. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam
proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah
untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua
kemungkinan Dasein. Manakala bila yang satu tumbuh dan berkembang
maka yang lainnya juga harus tumbuh dan berkembang. Begitu pula
sebaliknya apabila yang satu terhambat maka yang lainnya juga terhambat.
Bahwa kehidupan berakhir dengan kematian sudah merupakan fakta yang
diketahui oleh setiap orang. Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan
tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi
badaniah dalam manusia. Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan
dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-
kebutuhan, dan dorongan-dorongan. Akan tetapi ia memiliki kebebasan
untuk memilih dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap

11
eksistensinya. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri, orang
tersebut sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang
akan dilakukannya
2.3 Psikologi Eksistensial Rollo
May
A. Biografi Rollo May

Rollo Reese May lahir pada tanggal 21 April 1909, di Ada, Ohio, sebagai
anak laki-laki pertama dari enam bersaudara pasangan Earl Tittle May dan Matie
Boughton May. Terlahir dari orang tua yang tidak berpendidikan rendah
membuatnya tidak terlalu dekat dan sering beradu argument dengan orang tuanya.

Selama masa kanak-kanaknya, May menemukan kesendirian dan pelarian


dari perselisihan keluarganya dengan bermain di pinggiran sungai St. Clair, saking
seringnya ia pergi ke sungai tersebut ia sampai banyak belajar dari sungai tersebut
daripada sekolah.

12
Ia pertama kali berkuliah di Michigan State University, tempat ia
mengambil jurusan bahasa Inggris. Akan tetapi, ia diminta untuk keluar dari
kampus tidak lama setelah menjadi editor sebuah majalah mahasiswa yang
radikal. Kemudian, May pindah ke Oberlin College di Ohio, tempat ia menerima
gelar sarjana di tahun 1930.

B. Konsep Dasar May


 Being-in-the-world
Perasaan terisolasi dan aliensi dari dunia, diderita tidak hanya oleh
individu yang terganggu secara patologis, namun juga oleh kebanyakan
individu dalam masyarakat modern. Aliensi adalah penyakit masa kini
yang dimanifestasikan dalam tiga area : 1.) keterpisahan dari alam, 2.)
kurangnya hubungan interpersonal yang berarti, 3.) keterasingan dari diri
autentik. Dengan demikian, manusia mengalami tiga bentuk being-in-the-
world secara bersamaan : Unwelt, atau lingkaran di sekitar kita; Mitwelt
atau huubungan kita dengan orang lain; dan Eigenwelt atau hubungan kita
dengan diri sendiri.
 Nonbeing
Being-in-the-world membutuhkan sebuah kesadaran atas diri sebagai
makhluk yang hidup dan berkembang. Kesadaran ini kemudian dapat juga
berakibat pada ketakutan akan ketiadaan, yaitu nonbeing atau
kehampaan (nothingess). Rasa takut pada kematian atau nonbeing
kesadaran pada gilirannya juga dapat membawa manusia pada kesadaran
akan sesuatu yang menakutkan: yaitu ketidakmengadaan (non-being) atau
ketiadaan (nothingness). Rasa takut pada kematian atau ketidak
mengadaan sering kali mendorong kita untuk hidup secara defensif dan
menerima sedikit dari kehidupan ketimbang jika kita mengonfrontasikan
diri dengan masalah ketidak mengadaan kita. sering kali mendorong kita
untuk hidup secara defensif dan menerima sedikit dari kehidupan
ketimbang jika kita mengonfrontasikan diri dengan masalah ketidak
mengadaan kita.

13
C. Teori Psikologi Eksistensial Rollo May
 Umwelt
Umwelt adalah dunia objek atau benda, serta akan tetap ada
walaupun manusia tidak memiliki kesadaran. Umwelt adalah dunia alam
atau hukum alam; termasuk dorongan biologis dan dorongan untuk tidur,
serta fenomena alami seperti kelahiran dan kematian.
 Mitwelt
Manusia juga hidup di dalam dunia yang penuh dengan manusia.
Kita harus berhubungan dengan manusia sebagai manusia, bukan sebagai
benda. Apabila memperlakukan manusia sebagai objek, maka
sesungguhnya kita hanya hidup di Umwelt. Perbedaan antara umwelt dan
mitwelt dapat dilihat dengan membedakan antara seks dan cinta.
 Eigenwelt
Merujuk pada hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Untuk
hidup dalam eigenwelt, berarti untuk sadar atas dirinya sendiri sebagai
manusia dan memehami siapa diri kita saat berhubungan dengan dunia
kebendaan dan dunia manusia.
 Kecemasan

Manusia mengalami kecemasan saat mereka sadar bahwa eksistensinya


atau beberapa nilai yang mereka anut hancur atau rusak. May
mendefinisikan kecemasa sebagai kondisi subjektif ketika seseorang
menyadari bahwa eksistensinya dapat dihancurkan dan ia dapat menjadi
bukan apa-apa (nothing). Kecemasan dapat muncul dari kesadraan atas
nonbeing seseorang atau dari ancaman atas nilai-nilai yang dianggap
penting untuk eksistensi seseorang. Mendapatkan kebebasan pastinya
berakibat pada kecemasan. Kebebasan tidak hadir tanpa kecemasan, begitu
pula sebaliknya. Hal tersebut dapat memberi energi dan semangat, tetapi
juga dapat melumpuhkan dan membuat panic. Kecemasan dapat dibagi
menjadi kecemasan normal dan neurotik.

14
- Kecemasan Normal : agar nilai-nilai seseorang dapat tumbuh dan
berubah, berarti ia haris mengalami kecemasan konstruktif. Semua
pertumbuuhan selalu meliputi pelepasan nilai-nilai lama yang dapat
menyebabkan kecemasan.
- Kecemasan Neurotik : reaksi yang tidak proporsional atas suatu
ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk lain dari konflik
intrapsikis, yang dikelola oleh bermasam bentuk pemblokiran
kreativitas dan kesadaran.
 Rasa Bersalah

Rasa bersalah muncul ketika manusia menyangkal potensinya gagal


memahami secara akurat kebutuhan sesamanya atau masih tetap
bersikukuh dengan ketergantungan mereka kepada dunia alamiah. Rasa
bersalah ontologis memiliki efek positif maupun negatif terhadap
kepribadian. Rasa bersalah bisa untuk mengembangkan kerendahan hati
yang sehar, membenahi dengan orang lain, menggunakan secara kreatif
potensi-potensi kita.

 Intensionalitas

Struktur yang memberikan arti pada pengalaman dan membuat


manusia mengambi keputusan tentang masa depan. Tanpa intensionalitas,
manusia tidak dapat memilih atau bertindak berdasarkan pilihan mereka.
Tindakan mengimplikasikan intensionalitas, seperti juga intensionalisat
mengimplikasikan tindakan; keduanya tidak dapat dipisahkan. May
menggunakan istilah intensionalitas untuk menjembatani jarak antara
objek dan subjek. Intensionalitas adalah struktur dari arti dan makna yang
memungkinkan kita, yang merupakan sebjek, untuk melihat serta
memahami dunia luar yang merupakan objek. Dalam intensionalitas,
dikotomi antara subjek dan objek diatasi sebagian.

 Kepedulian, Cinta, dan Keinginan

15
Kepedulian adalah kondisi ketika sesuatu benar-benar berarti.
Kepedulian tidak sama dengan cinta, namun bersumber dari cinta. May
mendefinisikan cinta sebagai perasaan bahagia terhadap orang lain dan
menegaskan nilai serta perkembangan seperti milik kita sendiri. Tanpa
kepedulian, tidak mungkin ada cinta-hanya sentimental kosong atau
rangsangan seksual yang sementara. Kepedulian juga merupakan sumber
dari keinginan. May menyebut keinginan sebagai kapasitas mengatur diri
seseorang agar pergerakan dalam arah tertentu atau menuju suatu sasaran
tertentu dapat terjadi. Bentuk cinta diidentifikasi menjadi empat macam,
yaitu :

- Seks : menjadi kekuatan untuk menghasilkan keturunan, dorongan


yang dapat mengabaidkan suatu ras, sumber utama kenikmatan paling
intens dari manusia sekaligus kecemasan yang paling meresap.
- Eros : hasrat psikologis yang mencari untuk menghasilkan keturunan
atau kreasi lewat persatuan dengan orang yang dicintai.
- Philia : hubungan pertemanan yang intim diantara dua orang, namun
nonseksual.
- Agape : penghargaan untuk orang lain, kepedulian atas kesejahteraan
orang lain yang melebihi keuntungan apapun yang dapat diperoleh
seseorang dari hal tersebut; cinta yang tidak terkecuali, seperti cinta
Tuhan pada manusia.
 Kebebasan

Kebebasan datang dari pemahaman atas takdir kita; pemahaman bahwa


kematian dapat terjadi kapan pun, bahwa kita adalah pria atau wanita,
bahwa kita memiliki kelemahan yang tidak dapat dipisahkan dengan diri
kita, bahwa pengalaman masa kecil membuat kita mempunyai suatu pola
perilaku tertentu. Kebebasan memerlukan kemampuan untuk menaungi
kemungkinan-kemungkinan yang berbeda-beda di dalam pikiran seseorang
walaupun pada saat itu belum terlalu jelas bagaimana seseorang harus
bertindak.

16
Bentuk-bentuk kebebasan :
- Kebebasan Eksistensial : kebebasan ini merupakan kebebasan untuk
bertindak⸺kebebasan untuk melakukan.
- Kebebasan Esensial : kebebasan untuk bertindak, bergerak, tidak
selalu menjamin kebebasan esensial (kebebasan untuk menjadi).

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rollo May muncul dalam dunia eksistensialisme dengan mencetuskan fakta


eksistensial yang amat penting bagi psikoterapi eksistensial. Fakta yang dimaksud
oleh Rollo May di antaranya adalah Ada dan Ketiadaan, Kecemasan dan Rasa
Bersalah, Ada-dalam-dunia, Tiga Model Dunia, Waktu dan Sejarah, serta
Transendensi Waktu. Fakta-fakta yang telah disebutkan di atas sifatnya universal
dan tidak akan bisa terpisahkan dari hidup manusia selamanya.
Pokok teori Ludwig Binswanger yaitu mengenai psikologi eksistensial,
yang berfokus pada hal analisis eksistensial. Menurut Binswanger, analisis
eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkapkan eksistensi
manusia pada taraf empiris dan bercorak kualitatif.
Victor Frankl menjelaskan bahwa kehidupan bermakna memiliki
komponen kebebasan berkehendak, kebebasan hidup bermakna, makna hidup.
Victor Frankl juga mencetuskan logoterapi, yang merupakan terapi gabungan
aliran eksistensial dan humanistic.

18
Daftar Pustaka

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-
bakhtiyarz-565-Bab3_110-2.pdf

Feist Jess, dkk. 2017. Teori Kepribadian Buku 1. Jakarta Selatan: Penerbit
Salemba Humanika.

19

Anda mungkin juga menyukai