dasar aspek jasmaniah. Dasar pemikiran yang dipakai para tokoh tipologi
konstitusi adalah bahwa keadaan tubuh, baik yang tampak berupa bentuk
penampilan fisik maupun yang tidak tampak, misalnya susunan saraf, otak,
darah, dan lain sebagainya dalam penentuan ciri-ciri seseorang.
Ada beberapa ahli yang telah mengembangkan tipologi konstitusi, di
antaranya adalah Hippocrates dan Gelenus, De Giovani, Viola, Sigaud,
Sheldon, dan seterusnya. Uraian berikut hanya menyajikan beberapa
tipologi konstitusi. Dalam bab ini juga akan terdapat teori-teori yang tidak
semata-mata membahas soal kontitusional seperti misalnya teori E.
Kretschmer dan teori W.H. Sheldon, tetapi yang apa bila diteliti
benar-benar akan nyata bahwa dasar pandangan atau orientasinya juga
melalui konstitusional. Di antaranya adalah :
1. Tipologi Hypocrates – Galenus
Tipologi ini dikembangkan oleh Gallenus berdasarkan
pemikiran Hippocates. Hippocrates (460-370 SM) adalah dikenal
sebagai bapak ilmu kedokteran, karena itu tidak mengherankan kalau ia
membahas kepribadian manusia berdasar kontitusional, yang
terpengaruh oleh kosmologi empedukles, yang menganggap bahwa
alam semesta beserta isinya tersusun dari empat inti dasar,
yaitu tanah, air, udara dan api. Dengan sifat-sifat yang didukungnya
ialah kering, basah, dingin dan panas, maka Hippocrates
berpendapat bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat
yang didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa cairan-cairan
yang ada dalam tubuh orang itu, yaitu : [1]
a). Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning)
b). Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam)
c). Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir)
d). Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah)
Menurut Hippocates keempat cairan tersebut ada dalam tubuh
dan dalam proporsi tertentu. Apabila cairan-cairan tersebut adanya
dalam tubuh dan dalam proporsi selaras (normal), maka orangnya
dalam keadaan normal/sehat, sebaliknya apabila keselarasan proporsi
tersebut terganggu maka orangnya menyimpang dari keadaan
normal/sakit.
Kemudian Galenus (129-199 SM) menyempurnakan ajaran
Hippocrates tersebut dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas
dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus
sependapat dengan Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia ada
empat macam cairan,
yaitu : Chole, Phlegma, Melanchole dan Sanguis.
Cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh manusia secara teori
dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan adanya dalam tubuh itu
melebihi proporsi yang seharusnya (jadi dominan) maka akan
mengkibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas. Sifat-sifat
kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dari pada
dominannya salah satu cairan badaniah itu oleh Galenus disebutnya
dengan temperament. Jadi dengan dasar pikiran yang telah
dikemukakan itu sampailah Galenus kepada penggolongan manusia
menjadi empat tipe temperament, berdasar pada dominasi salah satu
cairan badaniahnya.
Pandangan Hippocrates yang kemudian disempurnakan oleh
Galenus selanjutnya disebut tipologi Hippocrates Galenus dapat
disajikan secara ringkas pada tabel berikut :[2]
TABEL 1
Tipologi Hyppocrates – Galenus
Cairan badan
Prinsip Tipe Sifat-sifat khasnya
yang dominan
B. Tipologi Temperamen
Aspek kedua yang merupakan dasar penyusunan tipologi psikologi
kepribadin adalah tipologi temperamen, hal ini juga sering dinyatakan
sebagai konstitusi psikis, artinya sifat-sifat dasar tertentu dari kelakuan,
prinsip-prinsip elementer yang dapat ditemui kembali dalam semua
perbuatan kita dan mentipe kelangsungan jalannya kelakuan kita tersebut.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa perumusan tipologi
temperamen merupakan aspek kejiwaan dari pada kepribadian, yang
kemudian temperamen dipengaruhi oleh konstitusi jasmaniah. Sehingga
temperamen tersebut berasal dari apa yang dibawa sejak lahir dan
karenanya sukar untuk dirubah oleh pengaruh dari luar.
Dalam hal ini secara singkat pula akan diuraikan bahasan tentang
tipologi temperamen menurut beberapa tokoh yang ada, dengan
penjelasan sebagai berikut :
1. Tipologi-tipologi berdasarkan sifat kejiwaan semata :
a. Tipologi Plato[11]
Dalam bahasan ini Plato membedakan adanya tiga
fungsi/bagian jiwa, yaitu ;
1). Pikiran (logos), yang berkedudukan di kepala.
2). Kemauan (thumos) yang berkedudukan di dada.
3). Hasrat (epithumid) yang berkedudukan diperut.
Kemudian Plato menjelaskan sumber dari pada ketiga fungsi
jiwa tersebut di atas yang mengacu pada kebajikan, di antaranya
adalah :
1). Pikiran (logos), yang bersumber atas kebijaksanaan.
2). Kemauan (thumos) yang bersumber atas keberanian.
3). Hasrat (epithumid) yang bersumber atas penguasaan diri.
Keselarasan atas macam kebajikan tersebut akan
mewujudkan kebenaran atau keadilan. Menurut uraian ketiga
macam tersebut dapat disimpulkan bahwa tentu ada tipe manusia
tertentu, sebab dari ketiganya tentu tidak sama kuatnya, sehingga
ada orang yang paling kuat kebijaksanaannya, atau keberaniaannya
atau bahkan kuat menahan hawa nafsu (penguasaan diri).
Kemudian atas dasar dominasi salah satu di antara ketiga bagian
jiwa itu, maka manusia digolongkan menjadi tiga tipe yaitu ;
1). Orang yang terutama dikuasai oleh daya pikirnya.
2). Orang yang terutama dikuasai oleh kemauannya.
3). Orang yang terutama dikuasai oleh hasratnya.
b. Mazhab Perancis
Sebagaimana dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
lain, ahli-ahli Perancis tampil di depan dengan madzhabnya,
demikian pula dalam lapangan yang dibicarakan sekarang ini dapat
disaksikan adanya madzhab Perancis. Dengan dirintis oleh Fourier,
sederetan ahli-ahli seperti Bourdt (1858), Azam (1887), Peres (1892)
Ribot (1892) Queyrat (1896), Malapert (1902) dan lain-lain.
Kalau Characterologie di Jerman mula-mula menjadi
monopolinya ahli-ahli filsafat serta ahli-ahli ilmu pendidikan dan baru
kemudian dibicarakan juga ahli-ahli psikiatri, maka Perancis hal
tersebut mula-mula dibahas oleh ahli filsafat sosial, lewat ahli-ahli
psikiatri, kemudian dilanjutkan ahli-ahli psikologi. Di antaranya
adalah teori Queyrat dan teori Malapert. Dengan uraian sebagai
berikut :[12]
1). Tipologi Queyrat
Queyrat (1896) menyusun tipologi atas dasar dominasi
daya-daya jiwa, yaitu daya kognitif, daya afektif dan daya konatif.
Berdasarkan atas daya-daya tersebut, mana yang lebih dominan,
maka dikemukakan tipe-tipe sebagai berikut :
a). Salah satu daya yang dominan, yaitu :
(1). Tipe meditatif, atau intelektual di mana daya kognitif
dominan
(2). Tipe emosional, di mana daya afektif dominan
(3). Tipe aktif, di mana daya konatif dominan
b). Dua daya yang dominan yaitu :
(1). Tipe meditatif-emosional atau sentimental, dimana
daya kognitif dan daya afektif dominan
(2). Tipe aktif-emosional atau orang garang, dimana daya
konatif dan daya afektif dominan
(3). Tipe aktif-meditatif atau orang kemauan, dimana daya
konatif dan daya kognitif dominan
c). Ketiga daya dalam proporsi yang seimbang
(1). Tipe seimbang
(2). Tipe amoroph
(3). Tipe apathis
d). Ketiga daya itu ada atau berfungsi secara tak teratur
(1). Tipe tak stabil
(2). Tipe tak teguh hati
(3). Tipe kontradiktoris
e). Ada tiga macam tipe yang tidak sehat
(1). Tipe hypochondris
(2). Tipe melancholis
(3). Tipe histeris
Kesembilan tipe yang pertama adalah tipe-tipe orang
sehat, berikutnya tipe orang-orang yang dalam keadaan antara
sehat dan tidak sehat, sedangkan tiga tipe terakhir adalah
tipe-tipe orang yang menderita sakit.
2). Tipologi Malapert
Malapert (1902) termasuk dari golongan Perancis juga
menggolong-golongkan manusia atas dasar dominasi daya-daya
jiwa atau aspek-aspek kejiwaan tertentu. Pendapat Malapert itu
dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
a). Tipe intelektual, yang terdiri atas ;
(1). Golongan analitis
(2). Golongan reflektif
b). Tipe afektif, yang terdiri atas ;
(1). Golongan emosional
(2). Golongan bernafsu
c). Tipe volunter, yang teridi atas ;
(1). Golongan tanpa kemauan
(2). Golongan besar kemauan
d). Tipe aktif, yang terdiri atas ;
(1). Golongan tak aktif
(2). Golongan aktif
2. Tipologi Kant & Neo-Kantinisme :
Biasanya orang mengenal Imanuel Kant serta
pengikut-pengikutnya yaitu tokoh-tokoh Kantianisme dan
Neo-Kasntianisme : dalam lapangan filsafat. Namun seperti telah
dikemukakan, Characterologie di Jerman mula-mula menjadi
monopolinya ahli-ahli filsafat serta ahli-ahli ilmu pendidikan dan baru
kemudian dibicarakan juga ahli-ahli psikologi. Demikianlah Kant beserta
pengikut-pengikutnya banyak juga berbicara tentang kepribadian. Yaitu
dengan uraian sebagai berikut :[13]
a. Tipologi Kant
Teori Immanuel Kant (1724-1804) tentang kepribadian
manusia sebagian terdapat dalam kritik der praktischen
Vernunft (1788), tetapi terutama terdapat
dalam Anthropologie (1799). Maka Kant mencakup kedua arti
pengertian watak (character), yaitu :
1). Watak dalam arti etis atau normatif, yang terutama dikupasnya
dalam kritik der praktischen Vernunft.
2). Watak sebagai kualitas-kualitas yang membedakan orang yang
satu dari yang lain secara khas (watak dalam arti deskritif atau
kepribadian), yang terutama di kupasnya dalam Anthropologie.
Di samping yang dua hal itu Kant mengemukakan kualitas
yang ketiga, yaitu temperamen. Temperamen dianggapnya sebagai
corak kepekaan atau sinneart, sedangkan karakter dipandangnya
sebagai corak pikiran atau denkungsart. Selanjutnya temperamen
dianggapnya mengandung dua aspek, yaitu
1). Aspek fisiologis, yaitu konstitusi tubuh, kompleks atau susunan
cairan-cairan jasmaniah.
2). Aspek Psikologis, yaitu kecenderungan-kecenderungan
kejiwaan yang disebabkan oleh komposisi darah. Yang dalam
aspek psikologis ini terdiri dari dua macam temperamen, yaitu
sebagai berikut :
a). Temperamen perasaan, yang mencakup dua tipe
temperamen, yaitu :
(1). Sanguinis
(2). Melancholis
b). Temperamen kegiatan, yang mencakup dua tipe
temperamen, yaitu :
(1). Choleris
(2). Phlegmatis
Selanjutnya pendapat Kant yang telah diuraikan itu kiranya
dapat diikhtisarkan dengan bagan sebagai berikut :
(BAGAN : 1)
a. Kuat Orang
kemauan
yang
garang
Tidak / hebat
Berganti-g
Choleris Mendala Kuat
anti b. Lemah Orang
m
Perasaan,
mudah
terseinggu
ng
a. Kuat Orang
berdarah
dingin,
pemikir
yang kritis
Mendala
Phlegmatis Tetap Lemah b. Lemah Orang
m
yang
bersikap
masa
bodoh /
apathis
Tidak a. Kuat
Sanguistis Mendala
m b. Lemah
1 2 3 4 5
Tak
4 Kuat + Cepat + Tak.Men. - -
Lama
Tak
6 Kuat + Lambat - Mendalam + -
Lama
Tak
8 Kuat + Lambat - Tak.Men. - -
Lama
Tak
10 Lemah - Cepat + Mendalam + -
Lama
Tak
12 Lemah - Cepat + Tak.Men. - -
Lama
Tak
14 Lemah - Lambat - Mendalam + -
Lama
Tak
16 Lemah - Lambat - Tak.Men. - -
Lama
Tak
2 Emosional + Kuat + - Sentimentil
Aktif
Tak
4 Emosional + Lemah - - Nerveus
Aktif
Tak
5 - Kuat + Aktif + Phlegmatis
Emosional
Tak Tak
6 - Kuat + - Apathis
Emosional Aktif
Tak
7 - Lemah - Aktif + Sanguinis
Emosional
Tak Tak
8 - Lemah - - Amoprh
Emosional Aktif
6. Teori G Ewald
G. Ewald memepunyai titik berangkat dan sudut pandangan
yang berbeda dari ahli-ahli yang telah dibicarakan sebelumnya. Dia
berangkat dari sudut pandangan psikiatrik, karya utamanya dalam
bidang teori kepribadian dalam Temperamen und Character (1924). Di
dalam tnjauannya yang beisfat psikiatrik itu Ewald membuat perbedaan
secara tajam antara temperamen dan watak. Sebagaimana dijelaskan
dalam keterangan berikut ini :[17]
a. Temperamen
Temperamen adalah konstitusi psikis, yang berhubungan
dengan konstitusi jasmani. Jadi di sini keturunan atau dasar
memainkan peranan penting, sedang pengaruh pendidikan dan
lingkungan boleh dikata tidak ada. Selanjutnya Ewald berpendapat
bahwa temperamen itu sangat erat hubungannya dengan biotonus
(tegangan hidup, kekuatan hidup dan tegangan energi), yaitu
intensitas serat irama hidup. Biotonus ini ada selama hidup dan
adanya pada diri seseorang constant, terutama tergantung kepada
konstelasi hormon-hormon.
Biotonus ini tergantung faktor kejiwaan yang merupakan
temperamen, yaitu :
1). Intensitas dan tempo hidup
2). Perasaan-perasaan vital yang menyertainya (suasana perasaan
individu)
Selanjutnya Ewald membedakan adanya tiga macam
temperamen, yang perbedaanya terutama bersifat kuantitatif,
berdasarkan atas kuat atau lemahnya biotonus itu, yaitu :
1). Temperamen sanguinis atau hipomanis, dengan biotonus kuat
2). Temperamen melancholis atau depresif, dengan biotonus lemah
3). Temperamen biasa atau normal, dengan biotonus sedang
b. Watak (character)
Ewald memberi batasan watak sebagai totalitas dari
keadaan-keadaan dan cara bereaksi jiwa terhadap perangsang.
Secara teoritis dia membedakan antara : watak yang dibawa sejak
lahir dan watak yang diperoleh, dengan keterangan berikut :
1). Watak yang dibawa sejak lahir
Watak yang dibawa sejak lahir (angeborener Charakter,
watak genotipis), yaitu aspek yang merupakan dasar dari pada
watak, watak genotipis ini sangat erat hubungannya dengan
keadaan fisiologis, yakni watak kualitas susunan saraf pusat.
2). Watak yang diperoleh
Watak yang diperoleh (erworbener Character, watak
phaenoripis), yakni watak yang telah dipengaruhi oleh
lingkungan, pengalaman dan pendidikan.
Sebagai kesimpulan atas perbedaan temperamen dan watak
menurut Ewald adalah bahwa temperamen boleh dikata tetap selama
hidup, jadi tidak mengalami perkembangan, karena temperamen
tergantung kepada konstelasi hormon-hormon, sedangkan konstelasi
hormon-hormon itu tetap selama hidup. Adapun watak, walaupun pada
dasarnya telah ada tetapi masih mengalami pertumbuhan atau
perkembangan, watak sangat tergantung kepada faktor-faktor eksogen.
Dengan demikian telah nyata aspek-aspek atau
komponen-komponen apa yang ada pada manusia, namun dalam
menyusun tipologinya Ewald menggunakan prinsip-prinsip lain, yang
pada pokoknya didasarkan kepada "busur refleks" (menurut psikologi
lama), yang menyatakan bahwa tingkah laku itu tersusun atas tiga
stadia yaitu :
a. Penerimaan rangsang
b. Penyimpanan dan pengolahan kesan perangsang
c. Reaksi, yakni penjelmaan perangsang yang telah disimpan dan
diolah itu dalam tindakan
Untuk memperjelas pendapat tersebut dapat dilukiskan dalam
bagan busur reflek : tiga stadia tingkah laku, berikut ini :
(BAGAN : 7)
Masing-masing stadium yang digambarkan di atas, oleh Ewald
dapat digunakan dalam menggolongan tipologi, dengan keterangan
sebagai berikut :
1). Stradium I, disebut oleh Ewald Eindrucksfahingkeit, yakni
kecakapan menerima kesan-kesan atau kepekaan terhadap
perangsang (yang diberi lambang Ed). Dalam hal ini masih
dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Kepekaan terhadap perasaan-perasaan tinggi
atau empfinadlichkeit (yang diberi lambang E)
b. Kepekaan terhadap perasaan-perasaan instinktif
atau triebesfahigkeit (yang diberi lambang Tr)
2). Stadium II, terdiri dari dua macam, yaitu :
a. Retentionsfahigkeit (yang diberi lambang R), yakni retensi,
proses pengiring dari pada apa yang tersebut di atas (stadium I).
Jadi masalahnya ialah apakah pengalaman-pengalaman
mempunyai bekas yang mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.
Maka dalam hal ini ada orang yang dapat menyimpan
kesan-kesan dalam waktu yang lama dan ada yang tidak lama.
b. Intrapsychische (yang diberi lambang IA), yaitu kecakapan jiwa
untuk mengolah kesan-kesan.
3). Stadium III, disebut Leitsfahigkeit (yang diberi lambang L), yaitu
kecakapan untuk menjalankan apa yang telah diolah atau
dipertimbangkan itu dalam perbuatan, jadi masalahnya ialah apakah
individu dapat merealisasikan apa yang telah diolah atau
dipertimbangkan itu.
Dengan berdasar pada pembicaraan di atas, maka bagan yang
telah dikemukakan (bagan : 7) dapat disempurnakan dengan bagan
berikut ini :