BAB V
Regresi Linear Sederhana adalah Metode Statistik yang berfungsi untuk menguji sejauh
mana hubungan sebab akibat antara Variabel Faktor Penyebab (X) terhadap Variabel Akibatnya.
Faktor Penyebab pada umumnya dilambangkan dengan X atau disebut juga dengan Predictor
sedangkan Variabel Akibat dilambangkan dengan Y atau disebut juga dengan Response. Regresi
Linear Sederhana atau sering disingkat dengan SLR (Simple Linear Regression) juga merupakan
salah satu Metode Statistik yang dipergunakan dalam produksi untuk melakukan peramalan
ataupun prediksi tentang karakteristik kualitas maupun Kuantitas.
Contoh Penggunaan Analisis Regresi Linear Sederhana dalam Produksi antara lain :
1. Hubungan antara Lamanya Kerusakan Mesin dengan Kualitas Produk yang dihasilkan
2. Hubungan Jumlah Pekerja dengan Output yang diproduksi
3. Hubungan antara suhu ruangan dengan Cacat Produksi yang dihasilkan.
Y = a + bX
Dimana :
Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)
X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent)
a = konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh Predictor.
Berikut ini adalah Langkah-langkah dalam melakukan Analisis Regresi Linear Sederhana :
Seorang Enginer ingin mempelajari Hubungan antara Suhu Ruangan dengan Jumlah Cacat yang
diakibatkannya, sehingga dapat memprediksi atau meramalkan jumlah cacat produksi jika suhu
ruangan tersebut tidak terkendali. Engineer tersebut kemudian mengambil data selama 30 hari
terhadap rata-rata (mean) suhu ruangan dan Jumlah Cacat Produksi.
Berikut ini adalah data yang berhasil dikumpulkan selama 30 hari (berbentuk tabel) :
Rata-rata
Jumlah
Suhu
Tanggal Cacat X2 Y2 XY
Ruangan
(Y)
(X)
1 24 10 576 100 240
2 22 5 484 25 110
3 21 6 441 36 126
4 20 3 400 9 60
5 22 6 484 36 132
6 19 4 361 16 76
7 20 5 400 25 100
8 23 9 529 81 207
a = -24,45 b = 1,45
Y = a + bX
Y = -24,45 + 1,45X
Y = -24,45 + 1,45x + e
1. Prediksikan Jumlah Cacat Produksi jika suhu dalam keadaan tinggi (Variabel X),
contohnya : 30°C
Jadi Jika Suhu ruangan mencapai 30°C, maka akan diprediksikan akan terdapat 19,12
unit cacat yang dihasilkan oleh produksi.
2. Jika Cacat Produksi (Variabel Y) yang ditargetkan hanya boleh 4 unit, maka berapakah
suhu ruangan yang diperlukan untuk mencapai target tersebut ?
4 = -24,38 + 1,45X
1,45X = 4 + 24,38
X = 28,38 / 1,45
X = 19,57
Jadi Prediksi Suhu Ruangan yang paling sesuai untuk mencapai target Cacat Produksi
adalah sekitar 19,57°C
Teknik Proyeksi Bisnis | DESTI DIRNAENI., SE, MM
Teknik Regresi dan Korelasi 25
Digunakan untuk mengukur tingkat kesalahan dari model regresi yang dibentuk.
Rumus :
Se
(Y Yˆ ) 2
nk
Rata-rata
Jumlah
Suhu
tanggal Cacat X2 Y2 XY Ŷ (Y - Ŷ)^2 (Y - Yrata-rata)^2
Ruangan
(Y)
(X)
Se
(Y Yˆ ) 2
nk
Se =
= 14,39
kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya. Secara
sederhana koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R).
Sebagai contoh, jika nilai R adalah sebesar 0,80 maka koefisien determinasi (R Square) adalah
sebesar 0,80 x 0,80 = 0,64. Berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari
variabel terikatnya adalah sebesar 64,0%. Berarti terdapat 36% (100% - 64%) varians variabel
terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan interpretasi tersebut, maka tampak bahwa
nilai R Square adalah antara 0 sampai dengan 1.
Penggunakan R Square (R Kuadrat) sering menimbulkan permasalahan, yaitu bahwa
nilainya akan selalu meningkat dengan adanya penambahan variabel bebas dalam suatu model.
Hal ini akan menimbulkan bias, karena jika ingin memperoleh model dengan R tinggi, seorang
penelitian dapat dengan sembarangan menambahkan variabel bebas dan nilai R akan meningkat,
tidak tergantung apakah variabel bebas tambahan itu berhubungan dengan variabel terikat atau
tidak.
Oleh karena itu, banyak peneliti yang menyarankan untuk
menggunakan Adjusted R Square. Interpretasinya sama dengan R Square, akan tetapi
nilai Adjusted R Square dapat naik atau turun dengan adanya penambahan variabel baru,
tergantung dari korelasi antara variabel bebas tambahan tersebut dengan variabel terikatnya.
Nilai Adjusted R Square dapat bernilai negatif, sehingga jika nilainya negatif, maka nilai tersebut
dianggap 0, atau variabel bebas sama sekali tidak mampu menjelaskan varians dari variabel
terikatnya.
R 2
1
(Y Yˆ ) 2
P(1 R 2 )
Rumus Koefesien Determinasi Disesuaikan (adjusted) : Radj R 2
N P 1
Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukan kuat/tidaknya hubungan linier antar dua
variabel. Koefisien korelasi biasa dilambangkan dengan huruf r dimana nilai r dapat bervariasi
dari -1 sampai +1. Nilai r yang mendekati -1 atau +1 menunjukan hubungan yang kuat antara dua
variabel tersebut dan nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua
variabel tersebut. Sedangkan tanda + (positif) dan – (negatif) memberikan informasi mengenai
Teknik Proyeksi Bisnis | DESTI DIRNAENI., SE, MM
Teknik Regresi dan Korelasi 28
arah hubungan antara dua variabel tersebut. Jika bernilai + (positif) maka kedua variabel tersebut
memiliki hubungan yang searah. Dalam arti lain peningkatan X akan bersamaan dengan
peningkatan Y dan begitu juga sebaliknya. Jika bernilai – (negatif) artinya korelasi antara kedua
variabel tersebut bersifat berlawanan. Peningkatan nilai X akan dibarengi dengan penurunan Y.
Koefisien korelasi pearson atau Product Moment Coefficient of Correlation adalah nilai
yang menunjukan keeratan hubungan linier dua variabel dengan skala data interval atau rasio.
Rumus yang digunakan adalah :
Diketahui :
Jika variabel X dan Y independen maka nilai r = 0, akan tetapi jika nilai r=0, X dan Y
tidak selalu independen. Variabel X dan Y hanya tidak berasosiasi.
Perlu diketahui bahwa hasil dari koefisien koefisien korelasi hanya bisa digunakan
sebagai indikasi awal dalam analisa. Nilai dari koefisien korelasi tidak dapat menggambarkan
hubungan sebab akibat antara variabel X dan Y. Untuk sampai pada adanya hubungnan sebab
dan akibat diperlukan penelitian yang lebih intensif atau dapat didasarkan pada teori yang ada
dimana X mempengaruhi Y atau Y yang mempengaruhi X.
Selain itu, dalam menganalisa hubungan antara X dan Y, tentunya harus didasarkan
adanya hubungan yang logis antara kedua variabel tersebut. Kita tidak bisa sembarangan
mengukur koefisien korelasi antara dua variabel. Misalnya, variabel Y merupakan data
mengenai banyaknya angka kecelakan yang terjadi di Jakarta pada tahun 2013 dan variabel X
adalah jumlah kasus pencurian di Jakarta pada tahun 2013. Kemudian dihitung koefisien korelasi
antara variabel X dan Y, diperoleh hubunganya yang kuat antara kedua variabel tersebut. Disini
nilai koefisien korelasi yang didapat tentunya tidak akan memiliki makna meskipun didapat nilai
korelasi yang kuat karena secara logis tingkat kecelakaan tidak memiliki hubungan dengan
tingkat pencurian yang ada.