Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian


komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi
kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme Wundt. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri dari Psikologi
Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka (1886-1941) dan
Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini mempunyai pemikiran yang sama atau searah.
Kata Gestalt sesungguhnya sudah ada sebelum Wertheimer dan kawan-kawan menggunakannya
sebagai nama. Palland (dari Belanda) mengatakan bahwa pengertian Gestalt sudah pernah
dikemukakan pada jaman Yunani Kuno. Menurut Palland : Plato dalam uraiannya mengenai
ilmu pasti (matematika), telah menunjukkan bahwa dalam kesatuan bentuk terdapat bagian-
bagian atau sifat-sifat yang tidak terdapat (tidak dapat terlihat) pada bagian-bagiannya. Watson
sebagai tokoh aliran behaviorisme menentang Wundt (strukturalisme), sementara itu di Jerman
juga terjadi arus yang menentang apa yang dikemukakan oleh Wundt dan Tithecener atau kaum
strukturalise pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang dipelopori oleh Max Wertheimer dengan
artikelnya “On Apparent Movement”, yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang
aliran behaviorisme yang mempunyai pandangan yang elementaristik.
Menurut Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan
kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, keduanya
mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku
dan berpikir sebagai elemen dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi
kebiasaan (habits), respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-
respon. Aliran Gestalt tidak setuju mengenai reduksi ini. Pandangan pokok psikologi Gestalt
adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu

1
Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu
pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomenon. Dalam
pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak (Garret,
1958). Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian maka dalam persepsi
itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu
tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk
menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang
dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar.
Bagi para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder,
bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan
fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh
bagian-bagiannya. Bila kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita
saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus, atau dahinya
yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan, sebagai Gestalt; baru
kemudian menuyusul kita saksikan adanya hal-hal khusus tertentu seperti bajunya yang baru,
pulpennya yang bagus, dahinya yang terluka, dan sebagainya. Dalam makalah ini akan
membahas lebih lanjut mengenai teori Gestalt.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Psikologi Gestalt ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh Gestalt ?
3. Apa saja prinsip dasar Gestalt ?
4. Bagaimana aplikasi dari prinsip Gestalt ?
5. Apa saja hukum-hukum belajar Gestalt ?
6. Bagaimana penerapan teori Gestalt dalam proses belajar ?
7. Apa yang dimaksud dengan realitas subjek dan objek ?
8. Bagaimana prinsip belajar Gestalt ?
9. Bagaimana periode prasolusi dari Gestalt ?

2
10. Apa yang dimaksud dengan belajar berwawasan ?
11. Apa yang dimaksud dengan pemikiran produktif ?
12. Apa itu jejak memori ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Psikologi Gestalt
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Gestalt
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip dasar Gestalt
4. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dari prinsip Gestalt
5. Untuk mengetahui apa saja hukum-hukum belajar Gestalt
6. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori Gestalt dalam proses belajar
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan realitas subjek dan objek
8. Untuk mengetahui bagaimana prinsip belajar Gestalt
9. Untuk mengetahui bagaimana periode prasolusi dari Gestalt
10. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar berwawasan
11. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pemikiran produktif
12. Untuk mengetahui apa itu jejak memori

3
BAB II
PSIKOLOGI GESTALT

2.1. Pengertian Psikologi Gestalt

Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai
phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam
hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa
suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsur yaitu
obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh
indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada
obyek itu.

2.2. Tokoh –tokoh Gestalt

1. Max Wertheimer (1880-1943)

Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di
bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas
Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang
Kohler dan Kurt Koffka.
Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941)
melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di
Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah
menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis
menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan
dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.
Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima.
Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga

4
diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt. Wertheimer dianggap sebagai pendiri
teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama
stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke
dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu
tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang
melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang
muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan
gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan
dimunculkan secara bergantian.
Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya
yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)

Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak
dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu
dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi
Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan
pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi,
belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka
tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-
prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:

a. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-
jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan
akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak
ingatan tadi.

5
b. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak
dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih
baik dalam ingatan.
c. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar
Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke
Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer
dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun
“Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan
penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The
Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam
sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak
berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi
tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak,
seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu
ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan
memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka
akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut
terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini
akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler
sampai pada kesimpulan bahwa organisme –dalam hal ini simpanse– dalam
memperolehpemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.

4. Kurt Lewin (1890-1947)

Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di
Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi thn 1914. Ia banyak

6
terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Kohler dan mengambil konsep
psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman
dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell University dan
menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of
Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori
Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan
Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan.Ia lebih cenderung ke arah
pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama Lewin
adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan
psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan
perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku individu
berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu
tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki batas-batas. Batas ini dapat
dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu
mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya
(forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila
terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension).
Salah suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya
vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu
lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak
segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan. Berdarkan kepada
vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam 3 jenis :

a) Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)


Konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
b) Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama
mempunyai nilai negative tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.
c) Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict)

7
Konflik ini terjadi jika ada satu obyek yangmempunyai nilai positif dan nilai negative
sekaligus.

2.3. Penentangan terhadap Voluntarisme, Strukturalisme, dan Behaviorisme

Strukturalis menggunakan metode introspektif untuk menemukan elemen-elemen pemikiran.


Strukturalis adalah asosiasi yang diakibatkan karena percaya bahwa ide-ide yang kompleks
terdiri dari ide-ide sederhana yang dikombinasikan sesuai dengan hukum asosiasi. Gerakan
fungsionalis menentang strukturalisme karena fungsionalis memperhatikan proses perilaku atau
hubungan pemikiran manusia dengan usaha bertahan hidup. Strukturalis dikritik sebelum
behavioris muncul. Behavioris menjadikan psikologi menjadi ilmiah yang membutuhkan
pengukuran. Yang dapat diukur secara reliabel dan jelas adalah perilaku yang tampak.
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa voluntaris, strukturalis, dan behavioris semuanya
membuat kesalahan mendasar dalam menggunakan pendekatan elementistik ini. Mereka hanya
membagi pokok persoalan menjadi elemen-elemen dalam mendapatkan pemahaman. Voluntaris
dan strukturalis berusaha mencari ide-ide elemental yang berkombinasi untuk membentuk
pemikiran yang kompleks, sedahkan behavioris berusaha memahami perilaku yang kompleks
dari segi kebiasaan, respons yang dikondisikan (kombinasi stimulus-respons). Seharusnya
metode ini digunakan untuk meneliti secara keseluruhan pengalaman yang memiliki makna tidak
dikelompokkan, karena apabila dikelompokkan atau dibagi maka mereka akan kehilangan
makna.

2.4. Konsep Teoritis Utama

2.4.1 Teori Medan


Psikologi Gestalt dapat dianggap sebagai usaha untuk mengaplikasikan  field
theory (teori medan) dari fisika ke problem psikologi. Secara umum, field (medan) dapat
dideskripsikan sebagai system yang saling terkait secara dinamis, dimana setiap
bagiannya saling mempengaruhi satu sam alin. Psikologi Gestalt percaya bahwa apapun
yang terjadi pada seseorang akan mempengaruhi segala sesuatu yang lain didalam diri

8
orang itu. Misalnya, dunia akan tampak berbeda bagi seseorang yang jempolnya kejepit
pintu atau sakit mencret.
Kurt Lewin (1890-1947), salah satu tokoh psikologi Gestalt awal,
mengembangkan teori motivasi berdasarkan teori medan. Lewin mengatakan bahwa
perilaku manusia pada waktu tertentu ditentukan oleh jumlah total dari fakta psikologis
pada waktu tertentu. Menurutnya, fakta psikologis adalah segala sesuatu yang disadari
manusia, seperti rasa lapar, ingatan masa lalu, memiliki sejumlah uang, berada ditempat
tertentu atau didepan orang lain. Beberapa fakta ini akan menimbulkan  pengaruh positif
pada perilaku seseorang, dan sebagian lainnya akan menimbulkan efek negative. Menurut
Lewin, hanya hal-hal yang dialami secara sadar itulah yang akan mempengaruhi
perilaku;jadi, agar sesuatu yang pernah dialaami dimasa lalu bisa mempengaruhi perilaku
saat ini, seseorang haus lebih dahulu menyadarinya. Perubahan dalam fakta psikologis
akan menata ulang seluruh ruang kehidupanya. Jadi, sebab – sebab perilaku senantiasa
berubah, sebab-sebab itu bersifat dinamis. Seseorang berada dalam  medan pengaruh
yang terus menerus berubah, dan satu perubahan dalam salah sebab akan mempengaruhi
senua sebab lainnya. Inilah yang dimaksud denga teori medan psikologis.

2.4.2. Nature vs Nurture


Penganut Gestaltis memberi peran yang lebih aktif pada otak. Menurut teoritis
Gestalt, otak bukan penerima pasif dan gudang penyimpan informasi dari lingkungan.
Otak bereaksi terhadap informasi sensoris yang masuk dan otak melakukan penetaan
yang membuat informasi itu lebih bermakna. Ini bukanlah fungsi yang dipelajari; ini
adalah “sifat alami” dari otak dalam menata dan memberi makna pada informasi sensoris.
Berbeda dengan behahavior yang menganggap bahwa otak hanyalah tempat
penyimpanan belaka yang menjadikannya pasif. Serta hasil dari pembelajaran dari
lingkungan yang berbanding terbalik dengan gestalt. Disini gestalt memandang bahwa
faktor Nature/alami atau bawaan akan mempengaruhi dalam proses bekerja otak bukan
dari hasil pembelajaran dari lingkungan (nurture).

  

9
2.4.3. Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu
berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu keadaan  yang seimbang, suatu Gestalt yang baik.
Gestalt yang baik yaitu keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat keturunan,
kesederhanaan ,kestabilan, simetri dan sebagainya.
Medan pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai
sifat dinamis, yaitu cendrung untuk menuju keadaan Pragnaz itu, keadaan seimbang.
Keadaan yang problematis adalah keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak
sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah
mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan  hal-
hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat Pragnaz. Empat hukum tambahan yang
tunduk kepada hukum pokok, yaitu :
a. Hukum keterdekatan : Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat
cenderung dianggap sebagai suatu totalitas
b. Hukum ketertutupan : Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan
totalitas tersendiri
c. Hukum kesamaan : Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan
sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
d. Hukum kontinuitas : Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada
obyek-obyek yang ada.

2.5. Otak dan Pengalaman Sadar

Gestaltian mengasumsikan adanya isomorphism(insomorfisme) antara psikologis dengan


proses yang ada di dalam otak. Stimuli eksternal menimbulkan reaksi di otak, dan kita merasakan
atau mengalami reaksi itu saat reaksi tersebut terjadi di dalam otak. Gestaltian percaya bahwa
otak aktif mengubah stimulasi sensori, karena otak mengorganisasikan, menyederhanakan, dan
memberi makna pada informasi sensori yang datang. Kita mendapatkan informasi setelah
ditransformasikan oleh otak sesuai dengan hukum Pragnanz.

10
Psikolog Gestalt menyatakan pendapatnya, bahwa dunia fenomenal (kesadaran) adalah
ekspresi yang akurat dari situasi, yakni kekuatan medan yang ada di dalam otak. Psikolog Gestalt
juga mengatakan bahwa isi dari pemikiran (kesadaran) yang kita terima bersifat tertata atau
berstruktur, karena isi pemikiran tersebut diorganisasikan oleh otak sebelum kita mengalaminya
atau saat kita megalaminya dan aktivitas otak berhubungan secara dinamis dengan isi pemikiran.
Gestaltian mengatakan bahwa otak secara aktif mengubah informasi sensoris yang masuk
berdasarkan hukum Pragnanz, dan informasi yang telah diubah itulah yang kita sadari.

2.6. Prinsip Dasar Gestalt

a. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai
figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan
manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang
dibentuk.
b. Prinsip-prinsip pengorganisasian:
- Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
- Principle of Similarity : individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang
sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk,
warna, ukuran dan kecerahan.
- Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya.
- Principle of Continuity: Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah
melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus
yang didapat tidak lengkap.
- Principle of Closure/ Principle of Good Form: Bahwa orang cenderung akan mengisi
kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan
cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar
mudah diingat.

11
- Principle of Figure and Ground: Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini
menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih dari
serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang
dianggap sebagai ground.
- Principle of Isomorphism: Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak
dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan structural antara daerah otak
yang terktivasi dengan isi alam sadarnya.

2.7. Aplikasi Prinsip Gestalt

1. Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat
memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem. Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight) : bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaning full learning) : kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin
jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
c. Perilaku bertujuan (purposive behavior) : bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu,
guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space) : bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan

12
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.

2. Insight

Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya
pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah
fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a. Kesanggupan : Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman : Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan
pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi : Semakin kompleks masalah akan semakin sulit
diatasi
d. Latihan : Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi
yang bersamaan
e. Trial and Error : Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah,
seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight
untuk memecahkan masalah tersebut.

3. Memory

Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu,
jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap

13
obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara
eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
Fenomena gosip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai
suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan
dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui
faktanya.

4. Implikasi Gestalt

a. Pendekatan fenomenologis :
Menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini
para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental
process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan
aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting
dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri
fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi
eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX.
Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt adalah
juga murid Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk
menganalisis gejala psikologis. Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang
berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologikadang-
kadang dipandang sebagai suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan,
karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.

b. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme:


Dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada
higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan
kognitif dimana prosesproses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving
beroperasi. Tokoh : Tolman (dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen
menggunakan simpanse sebagai hewan coba).

14
2.8. Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar

Sebelum membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsip-
prinsip belajar menurut teori ini yaitu:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan : Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang satu
dengan pelajaran yang lainnya.
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan : Materi dari belajar baru dapat diterima dan
dipahami dengan baik apabila individu tersebut sudah cukup matang untuk menerimanya.
Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan individu
tersebut.
c. Siswa sebagai organisme keseluruhan : Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan
intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
d. Terjadinya transfer : Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki respon yang tepat
dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka
dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman : Proses belajar terjadi ketika individu
mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan
pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
f. Belajar dengan insight : Dalam proses belajar, insight berperan untuk memahami
hubungan diantar unsurunsur yang terkandung dalam suatu masalah.
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa: Hal
ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan individu dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga hasil dari belajar dapat dirasakan manfaatnya.
h. Belajar berlangsung terus-menerus : Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di
luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam
kehidupan individu setiap waktu.

2.9. Realitas Subjek dan Objek

15
Kita dapat merasakan impuls dari dunia fisik hanya setelah impuls itu diubah oleh otak, lalu
apa yang menetukan perilaku? Penentunya bukan lingkungan fisik sebab dalam satu pengertian,
kita tak pernah merasakan lingkungan fisik secara langsung. Menurut teoretisi Gestalt, yang
menentukan perilaku adalah kesadaran atau realitas subjektif, dan fakta ini mengandung
implikasi penting. Menurut teoritisi Gestalt, hukum Pragnanz bukan hanya satu-satunya hal yang
mengubah dan memberi makna pada apa-apa yang kita alami secara fisik. Hal-hal seperti
keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan, dan sikap juga melengkapi apa-apa yang kita alami secara
sadar. Ini berati orang dalam lingkungan fisik yang persis sama, akan bervariasi dalam
menginterpretasikan lingkungan itu, dan karenanya bervariasi pula dalam reaksinya. Untuk
menjelaskan poin ini, Koffka membedakan antara geographical envirinment (realitas fisik atau
objektif) dengan behavioral environment (realitas psikologis atau subjektif). Koffka percaya
bahwa untuk memahami mengapa orang bertindak, adalah penting untuk mengetahui lingkungan
behavioralnya ketimbang lingkungan geografisnya. Jadi menurut Koffka, keyakinan hal yang
amat menentukan perilaku.

2.10. Prinsip Belajar Gestalt

Psikolog Gestalt terutama teoretisi mendan yang tertarik pada fenomena perseptual, tidak
mengejutkan jika mereka memandang belajar sebagai problem khusus dalam persepsi. Mereka
mengasumsikan bahwa ketika suatu organisme berhadapan dengan sebuah problem, akan
muncul keadaan disekuilibrium kognitif dan keadaan ini akan terus berlanjut sampai problem
terselesaikan. Karenanya, menurut psikolog Gestalt, disekuilibrium kognitif mengandung unsur
motivasional yang menyebabkan organisme berusaha untuk mendapatkan kembali keseimbangan
dalam sistem mentalnya. Menurut hukum Pragnanz, keseimbangan kognitif lebih memuaskan
ketimbang ketidakseimbangan kognitif. Pada poin ini Gestalist lebih dekat dengan pendapat
Guthrie dan Hull. Dapat dikatakan bahwa problem akan memunculkan stimuli (dorongan), yang
terus ada sampai problem terpecahkan, dan setelah terpecahkan stimuli itu akan berhenti
(dorongan akan berkurang). Bukti atas pendapat ini diberikan oleh karya Bluma Zeigarnik, yang
menemukan bahwa tugas yang belum selesai akan selalu diingat lebih lama dan lebih detail
ketimbang tugas yang akan selesai. Dia menjelaskan fenomena ini dalam term properti
motivasional dari suatu problem yang terus ada sampai problem itu terpecahkan. Tendensi untuk

16
mengingat tugas yang belum selesai dengan lebih baik ketimbang tugas yang sudah selesai,
dinamakan sebagai Zeigarnik effect (efek Zeigarnik)

Belajar , menurut Gestaltis, adalah fenomena kognitif. Organisme “mulai melihat” solusi
setelah memikirkan problem. Pembelajar memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk
memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan
kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme
mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem dapat eksis hanya dalam dua
keadaan: terpecahkan atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial diantara dua
keadaan itu. Gestaltis percaya bahwa solusi itu didapatkan atau tidak sama sekali; belajar
menurut mereka adalah bersifat diskontinu.

Untuk menguji gagasan tentang belajar ini, Kohler menggunakan sejumlah eksperimen
kreatif. Satu percobaan adalah problem memecahkan jalan memutar dimana hewan dapat melihat
tujuannya dengan jelas tetapi tidak bisa mencapainya secara langsung. Hewan itu harus berjalan
memutar dan mengambil jalur lain untuk mendapatkan objek yang diinginkannya. Dengan tipe
problem ini, Kohler menemukan bahwa ayam amat kesulitan dalam mendapatkan solusi, tetapi
monyet bisa memecahkannya dengan relatif mudah. Percobaan kedua yang dipakai Kohler
mengharuskan organisme menggunakan alat untuk menjangkau objek yang diinginkannya.
Misalnya, sebuah pisang diletakan di luar jangkauan si monyet sehingga si monyet itu harus
menggunakan tongkat untuk menggapainya atau menggunakan dua tongkat agar cukup panjang
untuk menjangkaunya. Dalam masing-masing kasus, hewan itu punya semua unsur yang
dibutuhkan untuk memecahkan problem; ini adalah soal menyatukan dengan cara yang tepat.

2.10.1. Periode Prasolusi

Biasanya dibutuhkan waktu agak lebih lama sebelum solusi yang berwawasan (insightful
solution) dapat ditemukan. Menurut psikolog Gestalt, organisme menguji sejumlah “hipotesis”
tentang cara paling efektif untuk memecahkan problem. Hewan memikirkan solusi-solusi yang
berbeda sampai salah satu solusi itu bisa sukses dan kemudian dia bertindak secara behavioral
berdasarkan solusi yang berhasil tersebut. Ketika cara yang benar telah ditemukan, maka muncul
wawasan atau pengetahuan mendalam. Tentu saja agar belajar mendalam ini dapat terjadi,

17
organisme harus dihadapkan pada semua elemen problem; jika tidak, perilakunya tampaknya
tidak terarah.

2.10.2. Belajar Berwawasan

Belajar berwawasan atau sering dikatakan Insightful Learning memiliki empat


karakteristik yaitu:
1) Transisi dari prasolusi ke solusi terjadi secara mendadak dan komplet
2) Kinerja berdasarkan solusi yang diperoleh secara mendalam dan bebas dari kekeliruan
3) Solusi untuk suatu problem yang diperoleh melalui wawasan mendalam akan diingat
dalam waktu yang cukup lama
4) Prinsip yang diperoleh melalui wawasan mendalam mudah diaplikasikan ke problem
lainnya.

2.10.3. Transporisi dan Penjelasannya

Dalam pembahasan ini akan di uraikan mengenai karakteristik terakhir tentang suatu
prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi yang diaplikasikan ke problem lain yang
dinamakan transposisi. Karya awal Kohler mengenai transposisi dilakukan dengan ayam dan
monyet. Eksperimennya adalah dengan melatih hewan untuk mendekati satu dari dua sisi kertas
abu-abu, misalnya ayam diberi makan di bagian bayangan yang gelap dari kertas itu tetapi tidak
diberi makan dibagian yang lebih terang. Setelah training, ketika ayam diberi pilihan, ayam akan
memilih mendekati bagian yang gelap. Setelah training awal, hewan itu diberi pilihan antara
kertas gelap seperti yang dipakai saat latihan dan kertas yang satunya lebih gelap lagi. Gestaltian
berpendapat bahwa behavioris akan memprediksi hewan itu akan mendekati kertas yang lebih
terang di situasi baru ini kerena kertas itulah yang sudah diperkuat pada fase pertama percobaan.
Tetapi, Gestaltis berpendapat bahwa apa yang dipelajari dalam situasi ini adalah prinsip
relasional yakni menganggap bahwa hewan mempelajari prinsip mendekati objek paling gelap
dari dua buah objek dalam fase pertama eksperimen dan prinsip yang sama akan diaplikasikan
pada fase percobaan kedua. Gestaltis mempredikasi bahwa hewan itu akan memilih objek yang
lebih gelap pada fase 2, meskipun hewan tersebut telah dikuatkan untuk memilih objek yang
satunya lagi dalam fase 1.  Gestalt tidak mempan dang belajar sebagai pengembangan kebiasaan.

18
Oleh karena itu pandangan  behavioris tentang belajar disebut sebagai absolute theory ( teori
absolute ) dan pandangan gestaltis tentang belajar disebut relational theory ( teori relasional ).
2.11. Pemikiran Produktif

Wertheimer tertarik untuk mengaplikasikan prinsip gestalt ke pendidikan. Dalam bukunya


yang berjudul productive thinking Wertheimer mengeksplorasi sifat dari pemecahan masalah dan
tekhnik yang digunakan untuk mengajarkannya yakni pemikiran produktif itu sendiri.
Wertheimer mengontraskan memorisasi tanpa berpikir mendalam dengan pemecahan problem
berdasarkan prinsip gestalt. Dalam memorisasi itu, pembelajar mempelajari fakta atau  aturan
tanpa benar-benar memahaminya. Proses belajar itu akan berlangsung kaku, mudah terlupakan
dan dapat diaplikasikan hanya pada situasi yang terbatas. Tetapi, belajar sesuai prinsip gestalt
didasarkan pada pemahaman dan hakikat dari problem. Belajar semacam itu berasal dari dalam
individu dan tidak dipaksakan oleh orang lain, akan mudah di generalisasikan dan diingat dalam
jangka waktu yang lama.
Wertheimer menegaskan bahwa ada dua pendekatan tradisional untuk mengajar pada
dasarnya menghambat perkembangan. Pendekata pertama adalah pengajaran yang menekankan
pentingnya logika. Baik itu logika induktif maupun logika deduktif yang menetapkan kaidah
yang harus diikuti untuk sampai kepada. Logika tradisonal berhubungan dengan kriteria yang
kesimpulan menjamin ketepatan, validitas, konsistensi, konsep umum, preposisi, kesimpulan dan
silogisme. Logika klasik merujuk ke topik-topik tersebut. Pendekatan kedua yang diyakini
Wertheimer yaitu percaya bahwa setiap strategi pengajaran yang didasarkan pada asosiasionisme
atau logika tidak banyak manfaatnya dalam memperkaya pemahaman tetapi lebih banyak
menghambat pemahaman.Wertheimer menekankan bahwa belajar berdasarkan pemahaman akan
lebih dalam dan lebih dapat digeneralisasikan daripada belajar yang hanya berdasarkan ingatan
tanpa pemahaman. Jadi, blajar berdasarkan pemahaman prinsip dalam situasi pemecahan
masalah hasilnya akan lebih menyeluruh dan dipertahankan selama periode yang lebih lama dan
tidak ada penguatan eksternal dalam eksperimen yang dilakukan, hanya penguatan dari dalam
yang muncul saat pembelajar mendapatkan pemahaman solusi problem.
Wertheimer menekankan poin yang sama berkali-kali. Yakni, belajar berdasarkan
pemahaman akan lebih dalam dan dapat lebih di generalisasikan  dari pada belajar yang hanya

19
berdasarkan ingatan tanpa pemahaman. Sesorang harus melihat struktur atau hakikat dari suatu
problem dan harus melakukannya sendiri agar dpat memahaminya.

2.12. Jejak Memori

Koffka adalah teoritis Gestalt yang berusaha menghubungkan masa lalu dengan masa
sekarang lewat sebuah konsep yakni memory trace (jejak memori/ingatan). Jejak ingatan adalah
suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara
sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita
mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi. Misalkan dalam
memecahkan suatu masalah, maka solusi itu akan melekat dalam pikiran seseorang (jejak
memori). Saat seseorang  diwaktu lain berada dalam suatu situasi, pemecahan masalah yang
sama, akan muncul sebuah proses yang akan “berkomunikasi” dengan jejak dari pengalaman
pemecahan masalah sebelumnya. Jejak inilah yang mempengaruhi proses yang sedang
berlangsung dan memudahkan upaya pemecahan masalah.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut
cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
Contoh: seorang anak pernah dimarahi oleh ibunya ketika ia dengan tidak sengaja menjatuhkan
vas bunga kesayangan ibunya. Ibunya memamarahinya hingga anak itu merasa sangat sedih.
Ketika dalam keadaan sedih, temannya mengajak dia bermain. Ia merasa kesedihannya mulai
berkurang karena disibukkan dengan bermain. Suatu ketika waktu dia beranjak dewasa, ia
merasa amat sedih karena diputusin pacarnya. Ia pun mencoba menghibur diri dengan bermain
ke tempat permainan seperti Time Zone bersama teman-temannya. Dalam contoh diatas anak itu
mendapat solusi dari proses memory trace, yakni mengatasi kesedihan dengan menyibukkan diri
dengan bermain.

20
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Teori belajar psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari
suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Sedangkan  data-data dalam psikologi
Gestalt disebut sebagai Phenomena (gejala). Phenomena adalah data-data yang mendasar dan hal
ini sependapat dengan filsafat fenomologi yang mengartikan bahwa suatu pengalaman harus
dilihat secara netral.
Dalam teori belajar gestalt terdapat prinsip interaksi individu dengan lingkungan serta
prinsip pengorganisasian. Selain itu, dalam aplikasi prinsip teori belajar psikologi gestalt
meliputi pada belajar, insight, dan memory.  Teori belajar psikologi gestalt mempelajari suatu
phenomena secara totalitas dan merumuskan beberapa hukum diantaranya adalah hukum
keterdekatan, hukum ketertutupan, hukum kesamaan, dan hukum kontiunitas, yang kesemua
hukum itu tunduk pada hukum Pragnaz. Dengan demikian teori belajar psikologi gestalt dapat
diterapkan dalam proses belajar sehingga lebih dapat memahami suatu gejala atau fenomena
secara keseluruhan.

3.2. Saran

Sebagai seorang mahasiswa khususnya dalam bidang psikologi harus mengetahui teori-teori
belajar, dimana kelompok kami membahas teori belajar Gestalt. Diharapkan makalah dan power
point yang kami sajikan dapat membantu rekan-rekan sekalian dalam memahami teori belajar
Gestalt.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/behaviorisme.html
Wade Carol, Carol Travis. 2007. Psikologi Edisi ke Sembilan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

22
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya lah kami kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini
merupakan hasil dari tugas kelompok bagi para mahasiswa, untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pembahasan Psikologi Gestalt. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Psikologi Belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar
untuk meraih prestasi. Kritik dan saran dari dosen mata kuliah Psikologi Belajar sangat kami
harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam pembelajaran kedepannya.

Badung, 6 November 2015

Penulis

( Kelompok 3 )

23
DAFTAR ISI
i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN ……………….………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 2
1.3 Tujuan ………………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN TEORI PSIKOLOGI GESTALT …………………..….. 4
2.1 Pengertian Psikologi Gestalt …………………………………………… 4
2.2 Tokoh-Tokoh Gestalt …………………………………………………. . 4
2.3 Penentangan Terhadap Voluntarisme, Strukturalisme, dan Behaviorisme 8
2.4 Konsep Teoritis Utama …………………………………………………. 8
2.4.1. Teori Medan ………………………………………………… 8
2.4.2. Nature versus Nurture ……….……………………………… 9
2.4.3. Hukum Pragnanz …………………………………………… 10
2.5 Otak dan Pengalaman Sadar ………………………….……………….... 10

2.6 Prinsip Dasar Gestalt …....……………………………………………… 11


2.7 Aplikasi Prinsip Gestalt ………………………………………………… 12
2.8 Penerapan Teori Gestalt Dalam Proses Belajar ………………………… 15
2.9 Realitas Subjek dan Objek ……………………………………………… 15
2.10 Prinsip Belajar Gestalt ……………………………………………… 16
2.10.1 Periode Prasolusi dari Gestalt …………..…………………... 17
2.10.2 Belajar Berwawasan ………………………………………… 18
2.10.3 Transporsisi dan Penjelasannya …………………………….. 18
2.11 Pemikiran Produktif ……………………………………….………… 19
2.12 Jejak Memori ………………………………………………………… 20
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….. .. 21
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 21
3.2 Saran …………………………………………………………………....... 21
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 22

24
MAKALAH PSIKOLOGI
ii BELAJAR
TEORI PSIKOLOGI GESTALT

Nama Kelompok :

Ni Luh Rasmin (14110501006)


A.A Inten Pratiwi (14110501009)
Ni Komang Budi Astini (14110505049)
Kedek Dilan Ari Rahayu (15110504037)

Diserahkan Kepada Dosen


Ni Nyoman Ari Indra Dewi, M.Psi., Psikolog
Sebagai Tugas Dari Mata Kuliah
PSIKOLOGI BELAJAR

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


25
FAKULTAS EKONOMIKA DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS DHYANA PURA
BADUNG - BALI
2015

26

Anda mungkin juga menyukai